"Bu, Bintang pakai gaun yang biru ini aja ya? Terus rambutnya dibuat jadi kayak Elsa Frozen, biar nanti Kak Tian terpesona tralalla sewaktu melihat Bintang datang. Bintang juga udah latihan jalan yang anggun lho, Bu. Hasil belajar di YouTube. Ibu mau lihat?"
Bintang yang sudah seminggu berlatih cara berjalan dan bersikap anggun via YouTube, mulai berlenggak lenggok genit meniru para artis-artis Hollywood yang sedang berjalan di atas red carpet. Senja menarik nafas panjang. Sebenarnya ia kasihan pada Bintang. Christian Diwangkara itu sudah berusia 22 tahun dan baru saja menyelesaikan kuliahnya. Tian canggih, populer, dewasa dan juga Don Juan. Tidak heran bila mengingat siapa orang tuanya. Pacarnya selalu berganti di setiap kali ia dan Lyn bertemu. Senja merasa Bintang akan makan hati kalau ia terus saja mengidolakan Tian.
Tian selama ini memang tidak pernah marah jika Bintang menggelendotinya seperti seekor anak kera setiap kali mereka bersua. Padahal Senja tahu, Tian itu merasa amat sangat risih dan terganggu. Tian diam, itu hanya karena ia menghargai persahabatan antara kedua orang tuanya. Dari bahasa tubuhnya saja, Senja tahu kalau Tian itu tidak sedikit pun mempunyai perasan suka, apalagi cinta kepada anak ingusan montok seperti Bintang. Tian mungkin hanya mengganggap Bintang itu seperti Merlyn, adik perempuannya.
"Let it go, let it go, let it go
Can't hold it back anymoreLet it go, let it goTurn away and slam the doorI don't care what they're going to sayLet the storm rage onThe cold never bothered me anyway"Senja melihat putrinya bernyanyi sambil berputar-putar hingga gaun birunya ikut mengembang, dan bertingkah seolah-olah ia adalah Elsa. Senja tidak tega memupus harapan Bintang. Sebagai orang tua yang ia bisa lakukan hanyalah memberi nasehat, dan selalu berdiri paling depan setiap anak-anaknya memerlukan penopang. Tetapi untuk hal-hal kecil lainnya, ia ingin agar anak-anaknya belajar mengerti kalau jatuh itu memang sakit. Tapi dengan begitu, mereka akan jadi lebih berhati-hati setiap akan melangkah dan menghindari lubang yang sama, agar kelak tidak akan terjatuh sampai dua kali. Tugas sebagai orang tua itu sejatinya adalah membimbing dan menasehati. Bukan mendoktrin dan menghakimi.
"Bu, ayo gambari dulu wajah Bintang. Biar nanti tinggal mengepang rambut saja. Bintang pernah membaca disalah satu web yang mengatakan kalau mau dandan harus ganti baju dulu, atau pakai baju yang berkancing depan, biar tidak merusak tata rias wajah dan rambut, Bu. Makanya nih, Bintang malah udah ganti baju duluan, biar nanti dandanan Bintang paripurna saat dilihat Kak Tian. Hehehe..."
"Baiklah. Ayo kita mulai berdandan. Tapi kali ini Ibu ingin Bintang juga memperhatikan Ibu sungguh-sungguh ya? Biar kelak kamu bisa berdandan sendiri. Ingatkah Nak, sehebat apapun seorang make up artist, yang tahu tentang kepribadian kita dan dandanan yang cocok untuk kita, adalah diri kita sendiri. Tanamkan dalam hatimu, bahwa sejatinya berdandan itu adalah untuk menyempurnakan wajah, bukan untuk merubah wajah. Ingat itu ya, Nak?"
"Wokeh, Bu." Sembari nyengir-nyengir bahagia, Bintang dengan ikhlas duduk menghadap meja rias. Demi Kak Tian tercinta, kali ini ia rela jika wajahnya digambari warna-warni oleh ibunya. Apapun akan ia lakukan demi Kak Tian. Apapun!
"Nah sudah selesai. Cantik banget sih anak Ibu? Sebelum kita berangkat, ada yang ingin Ibu katakan padamu. Duduk disini, Nak. Disamping Ibu." Senja menepuk-nepuk ranjang di sisi kanannya. Ia ingin memberi nasehat kepada putrinya sebelum mereka semua akan ke rumah Tian.
"Ibu hanya ingin mengatakan padamu, bahwa sebelum kamu mencintai orang lain, belajarlah untuk mencintai dirimu sendiri. Mencintai diri sendiri itu bukan termasuk perbuatan egois lho, Nak. Kamu harus bisa. membedakannya. Self-love is not selfish. It is self-full. Bedakan. Dan satu hal yang pasti adalah, satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk mencintai dirimu adalah dirimu sendiri, bukan orang lain."
"Iya, Ibunda Ratu. Hamba paham." Sahut Bintang takzim.
"Selalu ingat bahwa kamu itu cantik dari luar dan dalam. Jangan pernah biarkan orang berkata yang sebaliknya. Karena yang paling tahu tentang dirimu adalah kamu sendiri, bukan mereka. Tidak akan ada orang yang akan mencintai kamu, jika kamu belum mampu mencintai diri sendiri. Mengerti, sayang?"
"Iya kanjeng ratu. Hamba mengerti. Sebaiknya kita berangkat sekarang sebelum dandanan kita mencair ya, Bu? Duh Bintang udah nggak sabar kepengen ngeliat ayang Tian yang gantengnya seIndonesia Raya!"
==================================
Satu jam kemudian, mereka telah tiba di kediaman keluarga Diwangkara. Beberapa mobil-mobil mewah terlihat berjejer rapi di depan rumah. Bintang tahu yang menghadiri pesta ini paling-paling hanya keluarga dan sahabat dekat, seperti juga kehadiran keluarga mereka. Bintang buru-buru turun saat mobil telah diparkir rapi oleh ayahnya. Ia tidak sabar untuk bertemu dengan pujaan hatinya. Mata Bintang melebar saat melihat Tian duduk santai sambil tertawa-tawa dengan Tante Maddie dan Tante Reen. Ia mempercepat langkahnya. Bermaksud untuk bergabung dengan Tian di sana. Mulutnya mencebik kesal karena ia keduluan oleh Clara. Pacar Tian. Clara langsung menggandeng tangan Tian seperti sedang memegang balon gas. Erat banget. Sepertinya ia takut kalau Tian bakalan lepas dan terbang keudara. Tapi bukan Bintang namanya kalau dia menyerah begitu saja tanpa usaha.
"Halo Kak Tian, Bintang kecil di langit yang biru sudah datang!" Seru Bintang seraya menyerbu Tian dan langsung duduk ditengah-tengah sofa. Memisahkan Tian dan Clara.
"Selamat ya, Kak Tian. Oh ya, mulai besok Kakak udah kerja ya? Punya kantor sendiri? Bintang boleh datang ke sana, nggak?" Pertanyaan bertubi-tubi Bintang hanya dihadiahi seulas senyum rikuh dari Tian. Tian bahkan tidak menjawab satu pun pertanyaannya. Ia hanya tersenyum sopan seraya meminta diri ingin ke belakang sebentar. Dan seperti biasa, buntutnya langsung mengekorinya. Si Clara ini sepertinya memang tidak bisa membiarkan Tian sendirian. Sejurus kemudian, pandangan Bintang terarah pada calon ibu mertuanya. Tante Lyn ini mau dilihat dari Monas ataupun dari jarak sejengkal, cantiknya tetap kelewatan. Nggak pudar-pudar walaupun sudah berusia akhir 40-an.
"Tante, Tante kok bisa cantik begini sih? Rahasianya apa? Masa sudah tua begini masih tetep cantik aja? Apa kabar kami para remaja yang mukanya kayak tatakan gelas? Semesta ini sungguh tidak adil." Pungkasnya lagi. Ia kini merubah posisi dan duduk manja di samping Tante Marilyn, ibu Tian.
"Tante kadang bingung. Sebegitu tidak kreatifnya kah orang-orang sampai mereka selalu saja menanyakan hal yang sama pada Tante? Dari zaman Tante masih perawan sampai punya anak dua begini, itu-itu saja pertanyaan yang ditujukan pada Tante. Tapi, oke deh. Tante jawab. Mau dijawab ala siapa dulu ini? Tante Maddie, Tante Reen atau jawaban versi Tante sendiri?"
Tante Marilyn yang biasa dipanggil dengan sebutan Incess Oneng ini, emang lucu banget. Bintang jadi kepengen sedikit mengisenginya. Namanya juga sama calon mertua, kudu berusaha mengakrabkan diri dong. Ya kan?
"Ala tiga-tiganya aja deh, Tan. Biar adil dan merata. Hehehe."
"Kalo menurut Tante Maddie, Tante itu cantik karena pada dasarnya hidup ini adil. Tuhan menghadiahkan kecantikan sempurna untuk Tante, demi untuk menutupi ketidak sempurnaan kinerja otak Tante." Lihatlah jawaban nyeleneh Tante Lyn ini. Ajaib banget bukan? Hehehe.
"Kalau menurut Tante Reen, kecantikan Tante itu hakiki. Sementara kinerja otak Tante itu relatif." Tante Lyn ya memang seperti inilah adanya. Selalu menjawab sesuatu sesuai dengan fakta. Tidak menambah dan juga tidak menguranginya. Pas.
"Lah kalo menurut Tante sendiri, kenapa coba?" Bintang penasaran atas jawaban Tante Lyn sendiri. Seperti apa ia memandang dirinya sendiri.
"Kalau menurut Tante, Tante ini cantik ya karena Tante tidak jelek. Simplekan?" Kali ini Bintang harus mengakui kalau julukan Incess Oneng itu memang benar adanya. Tante Marilyn ini cantiknya memang seperti princess, tapi sayangnya kinerja otaknya amat sangat sederhana.
Satu hal lagi yang menjadi nilai plus dari Tante Lyn adalah kebaikan hatinya. Tidak ada sedikitpun sifat iri dan dengki di dirinya. Makanya Om Chris, sangat mencintainya. Saat ini saja Om Chris terlihat membawa sepiring makanan buat istrinya. Om Chris ini adalah type laki-laki yang sangat smart. Bintang sering melihat Om Chris tampil sebagai pembicara di acara seminar-seminar bisnis, atau terkadang memberi kuliah bisnis sesekali di universitas-universitas bonafid negeri ini. Om Chris identik dengan segala hal yang canggih dan smart. Kepribadian si Om berbanding terbalik pada si Tante. Namun hebatnya, Om Chris yang intelek luar dalam ini, cinta mati pada Tante Lyn. Cinta itu memang buta karena tidak bisa terlihat oleh mata, melainkan sepenuhnya tentang rasa.
"Ini Mas bawakan makanan untuk kamu. Dari tadi kamu sibuk mengurus ini dan itu sampai melupakan kesehatan kamu sendiri. Ayo makan dulu." Dari nada suara Om Chris saja terasa sekali sayangnya si Om pada si Tante. Tante Lyn memang beruntung sekali dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya apa adanya.
Tidak ingin mengganggu kemesraan calon mertuanya, Bintang diam-diam menyelinap ke dalam kamar Tian. Ia ingin menyerahkan kado kepada laki-laki pujaan hatinya itu. Ia sudah menyisihkan uang jajannya selama hampir tiga bulan penuh, untuk bisa memberikan Tian kado sebuah jam tangan yang cukup mahal. Ia sampai kurusan karena tidak pernah lagi jajan di kantin.
"Lo kenapa sih masih aja ngeladenin itu buntelan jerawatan yang kegenitan banget sama lo? Lo nggak denger dia tadi bilang bintang kecil di langit yang biru? Bintang kecil? Umur sih emang masih kecil, tapi badannya mah segede babon. Mana genit banget lagi tuh gajah. Geli banget gue ngedengernya."
Penasaran dengan jawaban Tian, Bintang menempelkan telinganya pada pintu kamar Tian yang sedikit terbuka. Bintang tidak mendengar jawaban apapun dari Tian. Hanya suara kresek kresek yang samar-samar terdengar. Tidak lama kemudian suara kresek-kresek itu digantikan oleh suara berdecakan dan nafas yang tersengal-sengal. Karena semakin penasaran, pintu pun didorong lebih lebar lagi oleh Bintang.
Dan Bintang pun mendapat suguhan istimewa gratis ala konten 21++. Clara dan Tian terlihat saling berciuman dengan ganas dan panas. Bintang sampai cengo melihat live show orang-orang dewasa yang mirip sekali dengan adegan-adegan film dewasa yang pernah diperlihatkan Altan tersebut.
"Gue cuma kasihan sama itu anak, sayang. Dia 'kan udah tergila-gila dari dulu sama gue. Biarin ajalah. Itung-itung berbuat amal menyenangkan hati orang. Yang penting 'kan rasa cinta dan sayang gue hanya untuk lo seorang, sayang. Lo yang sesempurna ini mana mungkin bisa dibandingkan dengan apa tadi lo bilang? Buntelan jerawatan? Ya jauh banget 'lah Sayang. Bagai langit dan bumi." Hati Bintang seperti sedang diiris kecil-kecil rasanya. Sakit sampai ke dalam pembuluh darahnya. Ia tidak menyangka kalau ia ternyata sehina itu di mata lelaki pujaannya.
"Gue cuma nggak enak kalau harus judesin dia. Ortunya 'kan sahabat ortu gue. Jujur gue juga sebenernya risih banget ditempelin melulu sama itu anak gajah. Tapi lo nggak usah khawatir. Hanya kalau gue gila atau di guna-guna aja yang bisa membuat gue bisa berbalik suka sama itu bocah. Jangan cemburu sama orang yang nggak penting deh, Yang? Wasting time, you know?"
Kurang ajar!
PRANGGGG!!!!
Kado terlepas dan meluncur turun begitu saja dari tangan Bintang. Hatinya begitu sakit dan juga malu karena dianggap sebagai makhluk yang begitu menjijikkan di mata Tian. Orang yang begitu dia kagumi dan ia idolakan siang dan malam. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Tian ternyata begitu jijik melihat semua tingkah lakunya selama ini. Ia malu!
Bola matanya kini dipenuhi dengan air mata. Bukan air mata kesedihan. Tetapi air mata kemarahan yang bercampur dengan kekecewaan. Dia tidak menyangka, kalau Tian yang selama ini dia puja-puja ternyata bajingan bermulut busuk juga. Suara bising yang ditimbulkannya membuat Tian dan Clara keluar dari kamar. Tian termangu saat melihatnya ada di depan pintu. Wajahnya tampak resah dan serba salah.
"Bi--Bintang. Sudah lama kamu ada di situ, Dek?" Tanya Tian gugup. sebenarnya ia tidak bermaksud untuk mengata-ngatai Bintang dengan sekejam itu. Hal itu terpaksa ia lakukan semata-mata hanya untuk membungkam keluhan Clara saja. Pacarnya ini memang sangat pencemburu. Dengan mengatakan hal seperti itu, ia berfikir Clara akan diam dan tidak akan cemburu lagi. Tetapi siapa yang menyangka, kalau orang yang dia kata-katai tadi, ternyata berdiri tepat di depan matanya. Dengan bercucuran air mata pula. Bocah ini pasti sakit hati luar biasa. Dia memang laki-laki brengsek. Sebagai seorang laki-laki dewasa, seharusnya ia lebih bijak dalam menyikapi perasaan bocah ini padanya. Ia telah membuat kesalahan fatal!
Ia menyesal. Dia merasa tidak tega saat melihat lelehan air mata Bintang yang biasanya lucu dan ceria ini, terlihat sakit hati dan terhina. Tian tahu dia telah mematahkan semangat dan harga diri abege lugu itu sampai hancur tak bersisa.
"Kak Tian, dengar ya? Mulai hari, saya berjanji tidak akan pernah menampakkan diri lagi di hadapan Kakak. Maaf kalau selama ini saya sudah membuat Kakak muak dan jijik atas sikap saya. Permisi!" Sambil memungut kembali kadonya yang terjatuh, Bintang berlari ke depan dan meninggalkan Tian yang serba salah dan kebingungan.
"Bintang! Bintang! Dengarkan Kakak dulu. Sungguh Kakak tidak bermaksud untuk menghinamu. Bintang, tunggu dulu Dek!" Tian ikut berlari ke depan mengejar Bintang dan meninggalkan Clara yang tersenyum puas di belakang mereka berdua. Clara tahu bahwa luka di hati seorang perempuan itu tidak akan mudah untuk dilupakan. Apalagi luka yang disebabkan oleh orang yang mereka cintai. Tian akan sangat sulit untuk mendapatkan maaf dari Bintang. Memang itulah tujuan utamanya. Dia akhirnya berhasil mengusir anak gajah itu dari kehidupan pacar potensialnya selama-lamanya. Misi telah selesai dengan sukses.
Semalaman Bintang tidak bisa memejamkan matanya sepicing pun. Kalimat demi kalimat menyakitkan yang diucapkan oleh Tian terus saja terngiang-ngiang di benaknya. Air matanya mengalir lagi. Di sebagian besar masa kecil hingga di usianya yang ke lima belas tahun ini, cinta pertamanya adalah Tian. Bintang teringat saat ia main pengantin-pengantinan dulu. Ia tidak pernah mau dipasangkan dengan teman-teman laki-lakinya yang lain. Alex, Jordan, Wiliam bahkan Altan Wijaya Kesuma sekali pun. Altan adalah sahabat orok sekaligus tetangga terdekatnya. Selain itu Altan adalah anak dari Om Abyaz Wijaya Kesuma. Mantan atasan ibunya. Selama bertahun-tahun ia selalu menghayalkan Tian. Ia acap kali mengharapkan pertemuan-pertemuan tak terduga dengannya. Harap-harap cemas setiap kali menunggu balasan chatnya. Dua huruf balasan OK saja, sudah berhasil membuat jantungnya jumpalitan tidak karuan. Begitu besarnya rasa cintanya pada Tian.
Bintang berjalan mengendap-endap dari belakang rumahnya. Ia terpaksa masuk dari pintu belakang seperti maling demi menghindari pertemuan dengan Tian. Ia masih melihat mobilnya di depan rumah. Makanya ia menghindari bertemu muka dengannya."Eh gajah imut, lo ngapain jingkat-jingkat kayak maling di rumah sendiri? Ah gue tahu, lo malu 'kan ketemu sama pujaan hati lo dalam keadaan seperti habis diterjang badai Katrina begini? Halah, lo mau mandi sehari sepuluh kali juga bakalan tetep dekil. Kecuali lo itu kayak uler, bisa ganti kulit. Bi... Bi..."Mendengar bacot Altan Wijaya Kesuma yang kencang, Bintang buru-buru membekap mulut sahabat oroknya itu kuat-kuat. Bisa kedengeran Tian kalau suara Altan segede toa masjid di mari."Diem nggak lo upil onta! Gue lagi nggak kepengen ketemu siapa-siapa sekarang, termasuk lo juga brondong borju. Sono lo jauh-jauh dari gue!"Bintang mendorong kuat-kuat ba
"Lo beruntung beut hari ini Bi, karena yang melatih para muay nak farang itu Om Saka sendiri. Jarang-jarang lo Om gue mau jadi trainer. Pasti latihan lo akan makin maksimal nantinya. Tapi yaitu, lo siap-siap capek lahir bathin aja. Om gue kalo ngelatih itu mah all out. Nggak ada istilah setengah-setengah bagi si Om. Ayo kita ganti baju dulu." Tria membawanya menuju ruang khusus untuk mengganti pakaian."Nih, lo pake aja dulu hand wrap glove gue. Lo kan pemula, gue takut kalo lo cedera. Ntar kalo lo udah jago, baru lo boleh one on one sama muay nak farang yang lain pake tangan kosong. Sekarang begini aja dulu ya? Ayo Bi." Bintang mengekori langkah cepat Tria menuju sasana. Dari jauh saja Bintang sudah terpesona melihat betapa kekar dan bagusnya tubuh Om Saka. Om Arshaka Abiyaksa ini sebenarnya adalah seorang dokter kandungan. D
"Ha--hallo Bang Rasya. Apa kabar, Bang? Abang nyari Om Saka ya? Si Om baru aja pulang. Coba susulin deh, pasti masih terkejar." Melihat anak sulung Saka berdiri tepat di depan matanya Bintang berusaha ngeles dan merubah arah topik pembicaraan sealami mungkin."Lo nggak usah capek-capek menggunakan tehnik pengalihan issue sama gue. Nggak mempan, Bi. Lo lupa kalo gue ini anak hukum heh?" Rasya sekarang memelototinya dengan galak. Kadang Bintang mikir apa semua anak hukum bawaanya galak dan ketus-ketus begini ya? Mana itu muka ketet beut lagi kayak kolor baru. Hadeeehhhh."Nah berhubung Abang ini mahasiswa hukum, harusnya Abang tahu dong azas praduga tak bersalah? Jangan main asal tuduh aja dong, Bang. Itu namanya fitnah. Orang gue belum selesai ngomong juga." Bintang tidak mau kalah ngemop juga."Eh Bi, nih kuping gue masih sehat walafiat ya fungsinya. Gue denger semua wa
Sebulan telah berlalu. Bintang hari ini kesenangan setengah mati karena telah berhasil menurunkan lima kilogram dari bobot tubuhnya yang biasa. Berat badan awalnya adalah 68 kilogram dengan tinggi 158 cm. Dan kini berat badannya sudah turun menjadi 63 kilogram. Menurut dokter gizinya berat badannya idealnya adalah 48 atau maksimal 50 kilogram saja. Tetapi Bintang memberi target 45 kilogram. Agar ia memiliki body goals, gitu lho maksudnya.Sebulan penuh berdiet dan berolah raga maksimal itu sungguh sangat tidak mudah saudara-saudara. Di saat orang-orang masih bergelung dengan selimut yang hangat pagi-pagi buta, ia sudah lelarian keliling kompleks untuk jogging. Seminggu tiga kali ia juga harus saling baku hantam one on one dengan Om Saka atau pun Tria. Walaupun sebenarnya Bintang kadang suka berlaku curang apabila sparring partnernya itu Om Saka. Ia suka berpura-pura kelelahan sehingga Om Saka akan memap
"Ntar pulangnya lo mau gue jemput atau bagaimana?" Tanya Bumi setelah mereka sampai di sasana."Kalo mau, ntar lo WA gue aja. Gue nganterin nyokap gue dulu ke pasar, beli bahan-bahan kue untuk bukaan bentaran. Kalo kelarnya cepet, gue akan secepetnya balik lagi ke sini." Bumi membantu membukakan helm yang dipakai oleh Bintang karena melihatnya kesusahan untuk membuka kaitnya."Eh nggak usah, Kak. Nanti biar gue di jemput Kak Langit aja. Oh ya, Tante Intan dan Om Bayu apa kabar? Si tante masih demen aja ya belanja di pasar tradisional dari pada di pasar swalayan? Supaya hemat ya Kak, karena lebih murah?"Bintang memang mengenal kedua orang tua Bumi yang juga berteman baik dengan ayah dan ibunya. Mereka sudah bersahabat sejak muda. Bumi adalah anak Om Bayu Persada Prasetya dan Tante Intan Ayu Raffardan. Makanya anak-anak mereka juga saling kenal dan cukup akrab. Angkasa Persada Prasetya, adik Bumi, malah sekelas den
"Iya Kak, iya. Bintang pake deh jaketnya. Tapi nggak usah pake nyolot juga kali." Sambil ngedumel, mau tidak mau ia memakai juga jaket parasut Tian. Tian ini kalau sudah marah memang menyebalkan. Ia tidak akan berhenti memaksa sampai kita menuruti keinginannya. Makanya ia mengalah saja. Tapi karena jaket Tian yang tentu saja mengikuti ukuran tubuhnya, membuatnya nyaris tenggelam dalam jaket pinjamannya. Celana pendek adida* nya jadi tidak terlihat. Alhasil ia malah seperti tidak menggunakan celana!"Kak, Bintang kok jadi kayak nggak pake celana gini, sih? Jaketnya kebesaran ini sampai nutupin celana pendek Bintang. Tangan Bintang juga jadi nggak keliatan. Gimana Bintang mau latihan coba?" Tian akhirnya malah jadi sakit kepala sendiri melihat penampakan seksi abis Bintang. Begitu juga dengan tatapan para muay nak yang ada di sana. Tatapan lapar terlihat mendominasi dari sasana yang kesemuanya adala
6 tahun kemudian."Bi, nanti sebelum kuliah tolong ambilkan kebaya ibu di butiknya Tante Riska ya? Kakakmu disuruh ngambil lupa-lupa terus. Mana sabtu ini udah mau dipakai lagi. Eh bener 'kan Tian nikahnya sabtu ini?""Iya Bu, bener. Ini Bintang singgahin dulu deh ke butik baru lanjut kuliah." Bintang cepat-cepat memakai flat shoesnya saat melihat jam telah menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh menit. Padahal pukul lima nanti, kelas manajemen kontruksi akan dimulai. Mana dosennya Pak Zainal Silangit lagi. Kalau terlambat, alamat tidak bakalan dikasih masuk pasti. Disiplinnya Pak Zainal itu sudah terkenal di seantero kampus. Menurut beliau, anak jurusan arsitektur itu harus disiplin sedari dini. Bisa rubuh bangunan kalau arsiteknya tidak disiplin dan menghitung bahan bangunannya asal-asalan. Begitulah semboyan Pak Zainal yang sudah dihapal luar kepala oleh para mahasiswanya."Bi, perasaan Bumi k
Bila esok kau tertawa lepasEntah dengan siapa,Ketahuilah aku orang pertamaYang paling merasa lega. Bila esok kau digenggam eratEntah oleh siapa,Ketahuilah tanganku akan ikhlas melepaskan genggamannya. Dan bila esok kau berbahagiaIngatlah,Hatiku adalah tempat pertamaYang diguyur hujan tak henti-hentinya. ================================== Kamu yakin tidak ingin Kakak temani, Bintang." Tian menahan langkah Bintang yang akan memasuki cafe tempatnya dulu biasa bertemu dengan Bumi. Bintang melihat kecemburuan, kecemasan dan rasa khawatir yang kental dari air muka suaminya. Wajar saja kalau Tian merasa gelisah. Suami mana yang bisa tenang-tenang saja saat mengetahui istrinya akan bertemu dengan mantannya di tempat yang penuh dengan kenangan lama mereka berdua. Tetapi tadi ia telah meyakinkan suaminya bahwa ia
"Anda salah paham, Pak. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan tindak pelecehan terhadap putri Bapak. Saya hanya bermaksud untuk menolong putri Bapak yang hampir saja jatuh terjerembab dari atas motor saya. Perlu Bapak ketahui, sebelumnya putri Bapak ini baru saja terjatuh dari sepedanya. Putri Bapak belajar naik sepeda di tengah jalan raya."Galih memberi hormat ala militer pada seorang pria setengah baya yang mengaku-ngaku sebagai ayah dari gadis aneh ini. Pipinya berdenyut dan sudut bibirnya sedikit mencecap rasa asin akibat di hajar oleh bapak-bapak galak ini. Ternyata walau pun sudah tua tenaga bapak-bapak ini masih ampuh juga."Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Anda karena telah menolong anak saya. Tapi kalau memang Anda niatnya hanya ingin menolong putri saya, kan tidak perlu seerat itu juga cara memeluknya. Lama lagi. Itu sudah modus namanya." Chris walau pun mengucapkan terima kasih, tapi tamp
"Ayo silahkan dicicipi semuanya. Ini ada makanan kecil sebagai teman minum kopi. Ini teh namanya lekker khas Bandung, pisang goreng dan martabak manis. Ayo silahkan di cobain, Bapak-Ba--"Jika tadi Bintang yang muntah-muntah, maka, kali ini Tian lah yang mengeluarkan isi perutnya di dalam closet kamar mandi. Tian memang akhir-akhir ini tidak bisa mencium aroma tajam makanan atau minuman yang berempah. Perutnya akan langsung berontak seketika."Lho Kak Tian kenapa sih? Kok muntah-muntah begitu? Padahal enak banget ini kue lekkernya. Harum semerbak menggoda rasa. Eh ini juga ada martabak manis." Bintang malah kesenangan dan melahap dengan semangat aneka jajajan pasar yang disajikan oleh Pak Harjo. Beda dengan suaminya yang terus saja hoek hoek di kamar mandi."Kak Tian sakit ya? Apa perlu kita ke rumah sakit sekarang?" Bintang mengurut-urut punggung Tian yang terkadang masih tersentak-sent
Huekkk... huekkk... huekkk...Bintang tidak sanggup lagi menonton sisa adegan-adegan dalam video itu. Benaknya mendadak dipenuhi kejadian sesaat sebelum video itu direkam. Ingatnya tentang kejadian ini yang dulu hanya berupa beberapa lintasan samar, kita telah tersingkap sedikit demi sedikit. Setelah meminum segelas tequila Reno ditambah lagi dengan segelas margarita Fanny, Bintang mulai merasa kepalanya menjadi ringan dan langkahnya juga bagai melayang-layang. Kakinya bahkan seolah-olah tidak lagi menapak di bumi. Benaknya kosong dan hanya dipenuhi oleh percikan warna warni indahnya kembang api. Ia pun menjadi gembira luar biasa dan tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas. Dia bahkan melihat wajah Bumi seperti ada dua orang. Tubuhnya bergerak sendiri dan terus saja bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan. Anehnya lagi semua orang yang dilihatnya mendadak menjadi kembar dan berbayang-bayang. Samar-samar ia merasa tubuhnya seperti digen
"Semuanya sudah dibawa, Yan? Photo copy KTP, akte kelahiran, dan buku nikah Bintang masih ada sama kamu semua kan, Nak?"Chris melihat putranya sibuk memasukkan berkas-berkas identitas diri Bintang ke dalam sebuah map. Chris juga melihat anaknya memasukkan passport dan ijazah Bintang mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan SMA. Chris tidak dapat menahan senyumnya saat Tian memasukkan juga raport Bintang secara berurutan mulai dari TK sampai SMA. Untuk apalah semua tetek bengek yang tidak diperlukan itu dibawa semua oleh anaknya, alih-alih yang dibutuhkan hanyalah KTP dan buku nikah mereka berdua? Chris akhirnya tidak tahan lagi untuk tidak menggoda anaknya saat putranya itu juga memasukkan photo-photo Bintang mulai dari istrinya itu bergigi ompong dan montok, sampai dengan photo terakhirnya dalam busana pengantin saat akad nikah mereka dua bulan setengah lalu."Ayah sama sekali nggak menyangka kalau kamu ternyata punya koleksi photo Bin
"Udah nggak ada orang lain lagi di sini, Bi. Ayo sekarang buka topeng kamu. Nggak usah main drama-dramaan lagi. Kamu ngapain ada di sini? Suami kamu ke mana dan kenapa nama kamu berubah jadi Rahayu Jaya Krisna?" interogasi Jupiter dengan berondongan pertanyaan. Bintang diam saja. Ia bingung harus menjelaskan apa pada Jupiter. Rahasia itu semakin banyak orang yang tau, semakin cepat tersibak kebenarannya bukan?Karena Bintang diam saja, Jupiter mensejajari langkah kaki Bintang yang berjalan pelan menyusuri pohon-pohon rindang di sekitar pabrik pengolahan kopi. Sejauh mata memandang, terlihat kesibukan para pekerja perkebunan yang sedang melakukan proses sortasi biji kopi."Kamu tidak mau menjawab? Baik, kalau begitu saya tinggal menelepon Pak Harjo untuk membatalkan perekrutan kamu sebagai karyawan," ancam Jupiter seraya meraih ponsel di sakunya. Ia terlihat mulai menekan beberapa nomor. Bintang panik. Sepertinya Jupiter ini serius ingin me
"Silahkan ikut saya ke ruangan manager HRD ya, Teh? Tapi teteh menunggu Pak Harjo sebentar tidak apa-apa kan, Teh? Soalnya Pak Harjo lagi menghadap Pak Galaksi. Ada briefing sebentar."Pak Endang mempersilahkan Bintang menunggu di ruangan manager HRD. Bintang memeriksa kembali formulir permohonan kerjanya sekali lagi. Ia juga melampirkan photo copy akte kelahiran dan KTP Ayu. Sepertinya semuanya sudah lengkap. Kantor ini sepertinya menerapkan sistem kerja yang professional. Karena walaupun Direktur Utama sudah menerimanya bekerja, Bintang tetap harus melengkapi semua dokumen-dokumen pribadinya untuk kelengkapan arsip perusahaan. Seperti inilah seharusnya perusahaan beroperasi, professional dan teliti. Tidak sembarangan menerima karyawan.Bintang menjadi tidak enak hati karena sudah membohongi Pak Galaksi yang sudah begitu baik dan memberinya kesempatan untuk bekerja. Suara-suara beberapa orang yang saling berbicara sepertinya akan
"Lho Pak Galaksi udah di sini ya? Padahal saya teh maksudnya mau ke kantor menjumpai Bapak. Bapak sehat?" Bintang melihat Bude Yanti menyalami Bapak yang dipanggilnya dengan sebutan Galaksi tadi. Bude Yanti ini sebenarnya suku Jawa, tetapi karena sudah lama tinggal di daerah ini, dialeknya sudah seperti penduduk asli di sini. Bintang memperhatikan masyarakat di sini rata -rata menyebut huruf f menjadi p."Alhamdullilah sehat, Bu. Ibu sekeluarga bagaimana? Sehat?" Bintang memperhatikan bapak-bapak ini walaupun orang kaya tetapi tampak ramah dan tidak ada kesan sombongnya sama sekali. Karena pembicaraan mereka sudah mulai serius membahas masalah pekerjaan, Bintang beringsut ke dapur dan berinisiatif membuatkan minuman untuk tamunya. Rina dan Panji sepertinya masih sibuk mengerjakan PR sekolahnya."Nah ini keponakan jauh saya, namanya Rahayu. Keponakan saya ini baru datang dari kota. Katanya mau melamar pekerjaan di perkebun
Hujan deras menerpa saat Tian tiba di apartemennya. Sembari mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah, Tian memanggil-manggil nama istrinya. Tetapi istrinya sama sekali tidak menyahut. Padahal ia sudah berkali-kali mengucapkan salam. Biasanya saat mendengar salamnya, istrinya pasti buru-buru keluar dan mengambil alih tas kerjanya. Ini kok sepi sekali rasanya? Apakah istrinya tidak ada di apartemen?Tian meletakkan bouquet bunganya di atas meja. Ia melirik pergelangan tangannya. Baru pukul 17.30 WIB. Ia memang sengaja pulang satu jam lebih cepat dari kantornya, karena ingin memberi kejutan pada istri bohaynya.Saat memeriksa seluruh apartemen yang ternyata memang kosong, Tian pun meraih ponselnya. Mencoba menelepon istrinya. Tumben sampai sore begini istrinya belum pulang. Apakah istrinya pergi ke kampus? Tian semakin heran saat ponsel istrinya masih dalam keadaan tidak aktif seperti tadi siang. Apakah sesuatu telah terjadi pada istr