Bintang berjalan mengendap-endap dari belakang rumahnya. Ia terpaksa masuk dari pintu belakang seperti maling demi menghindari pertemuan dengan Tian. Ia masih melihat mobilnya di depan rumah. Makanya ia menghindari bertemu muka dengannya.
"Eh gajah imut, lo ngapain jingkat-jingkat kayak maling di rumah sendiri? Ah gue tahu, lo malu 'kan ketemu sama pujaan hati lo dalam keadaan seperti habis diterjang badai Katrina begini? Halah, lo mau mandi sehari sepuluh kali juga bakalan tetep dekil. Kecuali lo itu kayak uler, bisa ganti kulit. Bi... Bi..."
Mendengar bacot Altan Wijaya Kesuma yang kencang, Bintang buru-buru membekap mulut sahabat oroknya itu kuat-kuat. Bisa kedengeran Tian kalau suara Altan segede toa masjid di mari.
"Diem nggak lo upil onta! Gue lagi nggak kepengen ketemu siapa-siapa sekarang, termasuk lo juga brondong borju. Sono lo jauh-jauh dari gue!"
Bintang mendorong kuat-kuat badan kekar Altan. Tapi si mulut toa ini sama sekali tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya berdiri. Seringnya si brondong borju ini berlatih bela diri, membuat tubuhnya lebih mirip anak kuliahan dari pada anak SMP yang baru naik kelas 9. Altan memang usianya setahun di bawahnya.
"Cuihhh! Lo abis megang apaan sih, Bi? Kok tangan lo asin banget!" Altan meludah-ludah jijik di toilet sambil bolak balik mengusap mulutnya dengan tissue basah.
"Ah kagak megang apa-apa kok. Cuman abis garuk-garuk ketek aja. Gatel sih tadi abis jogging sama bokap gue. Eh, tambah abis ngupil juga ding. Enak toh rasanya? Gurih-gurih enyoi gimana gitu kan?" Hahaha."
Bintang ngacir ke kamarnya. Meninggalkan Altan yang terus saja menyumpah-nyumpah. Bintang sengaja berlama-lama saat mandi agar tidak berjumpa dengan Tian. Dia benar-benar ingin memegang janjinya. Yaitu tidak akan menampakkan dirinya lagi di depan Tian, setidaknya selama dia masih dalam keadaan gemuk.
Ia tahu, tidak gampang memang jika ingin merubah kebiasaan. Buktinya sekarang saja ia sudah mulai terbayang-bayang dengan ketampanan yang hakiki Tian. Saking seringnya ia menstalking semua medsos idolanya, ia bahkan sampai hafal berapa jumlah photo yang diposting oleh Tian di I*******mnya. Lengkap dengan pose-posenya. Apa saja yang yang di like atau yang diikuti oleh Tian. Ia juga sampai hapal semua status-status medsosnya, walau sudah tiga tahun lamanya Tian sudah tidak aktif lagi berinteraksi di dunia maya. Saat ini saja benaknya sudah mulai membayangkan wajah Tian yang sudah permanen menghuni isi kepalanya. Ia biasa menghadirkan sosok Tian sebelum ia tertidur dan berharap bisa memimpikannya.
"Lupakan! Lupakan! Lupakan! Ayo Bi, kamu bisa!"
Bintang menggeplak kepalanya sendiri seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha membuang jauh-jauh bayangan wajah Tian dari benaknya. Tidak juga bisa melenyapkan wajah Tian, ia pun mengibas-ngibaskan kepalanya ke atas dan ke bawah, seperti gaya seorang rocker yang sedang manggung di atas pentas.
"Bi, lo kutuan sampe harus ngibas-ngibasin rambut kayak gitu? Kutu rambut lo ilang kagak, klengeran iya. Beli obat pembunuh kutu di apotik sana dong. Jorok banget sih jadi cewek!" Altan tiba-tiba nyelonong masuk ke dalam kamarnya.
Aaaaaaa...
"Tan, lo kalo masuk kamar orang ketok pintu dulu dong, jangan maen nyelonong aja. Ntar kalo gue lagi bugil gimana coba, dodol!" Bintang mencengkram bathropenya erat-erat. Bathrope ukuran standard itu tidak bisa menutupi dengan rapat bagian-bagian tubuhnya. Akibat jumbonya ukuran tubuhnya, bagian dada dan bokongnya juga ikut jumbo. Bohay kalau istilah si Tria, sahabat oroknya yang satu lagi. Umur boleh abege, tapi body udah 21++. Bintang ngamuk-ngamuk kala itu karena merasa dikatain boros umur.
"Halah, kayak gue nggak pernah ngeliat lo bugil aja. Dulu aja kita mandi sama-sama, ngompol sama-sama, beli pembalut juga gue yang nanya sama mbak-mbak mini marketnya. Eh sekarang lo malah belagak sok malu-malu di depan gue. Kagak napsu gue sama lo, Bi. Udah sanaan dikit, gue mau numpang tidur bentaran."
Altan dengan santai merebahkan tubuhnya ke ranjangnya. Gila bener, gayanya udah kayak di rumah sendiri aja. Ia cuma bisa menghela nafas pasrah. Si brondong borju ini semakin ditentang pasti akan semakin ngeyel. Jadi lebih baik di iyahin saja. Habis perkara. Tidak sampai lima menit kemudian, suara dengkur halus Altan sudah menggema di kamar ala Disneynya.
Ia mengambil sembarang baju rumahnya, dan menggantinya di kamar mandi. Karena bangun kepagian, sekarang ia sudah mengantuk. Ia merebahkan tubuh di samping Altan. Mencoba untuk tidur barang sebentar. Matanya menerawang. Naga-naganya bayangan Tian sebentar lagi akan menghantuinya. Sebuah ide melintasi benaknya.
Naratria Abiyaksa! Ia akan menghabiskan sisa liburan ini dengan ikut latihan muay thai di camp yang biasa diikuti oleh Tria dan Om Sakanya. Sebenarnya ia bisa saja ikut latihan di camp yang biasa diikuti oleh Altan. Tetapi dia tahu kalau Tian juga anggota tetap di sana. Ia ogah bertemu dengan Tian sebelum ia berubah dari itik buruk rupa menjadi angsa yang jelita. Ia bangkit dari ranjang dan meraih ponselnya.
"Hallo Tri, gue bisa ikut latihan muay thai di camp lo nggak? Gue pengen banget nih nyumbang lemak-lemak di badan gue ke sana. Bisa 'kan Tri?"
"Bisa aja sih, Bi. Malah gue seneng ada temen baru yang sebangsa dan sekelamin sama gue. Pertanyaan gue cuman satu, kenapa lo nggak mau latihan bareng si brondong borju?
Nah 'kan! Ini adalah pertanyaan paling susah yang harus dijawab secara logika olehnya. Tria yang merupakan salah satu sahabat oroknya, susah sekali kalau harus dikibuli. Kudu punya jawaban yang masuk akal kalau mau ngibulin si tomboy ini.
"Gue cuma pengen latihan kalo ada temen ceweknya. Entu berondong borju kan laki-laki, kagak seru."
Cari alasan lain yang lebih masuk akal. Gue juga kayak laki, nggak ada bedanya sama Altan. Semakin lo bohong, semakin gue curiga kalo lo nutupin sesuatu dari gue. Jadi, cari alasan yang bisa diterima akal sehat gue.
Tidak ada pilihan lain. Sepertinya ia memang harus jujur pada Tria.
"Gue lagi patah hati dan pengen moved on. Jadi gue kudu cari kegiatan supaya nggak inget terus sama dia. Puas lo?"
Oh jadi lo lagi patah hati sama Kak Tian? Makanya lo nggak mau satu club sama Altan karena di sana ada dia? Gitu? Bagus kalo gitu mah. Gue dukung lo 1000%. Cowok cakep itu gampang dicari. Yang susah itu, nyari seseorang yang tulus dan setia mencintai apapun yang ada di diri lo. Udah saatnya lo lupain itu si adonis playboy. Ntar sore lo gue jemput ya jam 4 ya? Inget, lo udah harus siap jam 4 sore. Jangan lelet!
"Perasaan tadi gue nggak ada nyinggung-nyinggung nama Kak Tian deh. Kok lo tau-tau bisa ngomong kayak gitu sih?"
Halah Bi... Bi... Orang sekomplek juga udah tahu kali kalo laki-laki yang ada di mata lo itu cuman Kak Tian. Yang lain itu kasat mata semua. Nggak ada wujudnya. Lo nggak cocok main rahasia-rahasiaan sama gue. Lha wong tai lalet lo ada berapa aja gue tau. Udah ah, gue mau lanjut balap dulu. Inget ya, jam empat. Jangan telat!
Ceklek!
"Lho Altan di sini toh? Ibu cariin tadi di depan nggak ada, rupanya ketiduran di sini." Ibunya masuk ke kamar secara tiba-tiba."Bi, bisa Ibu bicara sebentar, Nak?" Senja menghela nafas melihat anak gadisnya tengkurap di ranjang, sementara Altan tengah tertidur pulas di sampingnya.
"Ya boleh dong, Bu. Ngomong aja. Masak nggak boleh sih? Ntar bisa dipecat jadi anak dong, Bintang. Hehehe." Bintang beringsut dari ranjang. Meraih krim obat jerawat di meja rias, dan mengoleskannya tipis-tipis ke wajahnya. Sejak kemarin malam ia memang sudah berjanji pada dirinya sendiri, untuk mulai rutin merawat kebersihan wajahnya. Ia tidak ingin jerawatnya tumbuh makin subur di wajah berminyaknya.
"Bi, kamu itu 'kan sudah besar, Altan juga. Kalian bukan anak TK lagi. Nggak baik berdua-duaan di ruangan tertutup. Apalagi sampai tidur seranjang."
"Ahelahhhh Bu... Bu... Altan dan Tria kan emang csnya Bintang, Bu. Ibu nggak usah berpikir yang nggak-nggak. 'Lah kutilnya dia ada berapa aja Bintang tau kok." Sahut Bintang santai. Ia kini mengoleskan lotion pelembut kulit dengan teliti. Mulai kemarin malam dia juga telah berjanji pada diri sendiri untuk rajin merawat kulit tubuhnya supaya tidak dekil lagi.
"Kalau Tria, itu wajar, Nak. Dia 'kan perempuan. Tapi Altan kan laki-laki. Seakrab dan sekompak apapun kamu dengannya, tetap harus ada batasannya, Nak? Satu lagi, nggak baik ngatain orang brondong borju. Usia Altan hanya setahun di bawah kamu. Jadi dia bukan brondong, tapi remaja. Masalah dia suka gonta ganti mobil mewah, ya wajarlah. Om Abyaz 'kan emang dealer mobil-mobil mewah. Jadi Altan bukan bermaksud sok borjuis, tapi dia memang berasal dari keluarga jetset. Mengerti, Bi?" Pungkas Senja lagi.
"Asiyap, Bu. Bintang hanya bercanda elah. Ntar kalau Altan udah bangun, pasti Bintang ceramahin pas kayak yang Ibu bilang ini. Nggak akan Bintang tambah atau kurangin. Pokoknya pas." Bintang mengacungkan jempolnya.
"Ya sudah, eh itu di depan ada Tian. Tian mengantarkan kue yang dibuat Tante Lyn. Kamu nggak mau menyapa sebentar? Biasanya kamu heboh banget kalau tau Tian datang. Tadi dia nanyain kamu tuh waktu ayah pulang jogging sendirian."
Jangan ge er, jangan ge er, jangan ge er. Bintang berusaha menahan-nahan keinginannya yang rasa-rasanya pengen salto salto diudara saking senangnya karena ditanya oleh Tian. Tapi bayangan Tian yang menyebutnya sebagai buntelan jerawatan, membuatnya mengurungkan niatnya. Ia hanya tersenyum kecil dan beralasan kalau ia capek sekali dan ingin tidur sejenak. Padahal begitu ibunya membalikkan tubuhnya, ia langsung mulai memutar CD yoga dan mempraktekkan semua gerakan-gerakannya di layar sebisanya. Pokoknya ia harus secepatnya kurus. Nggak pake lama!
==================================
Tria tiba di rumahnya pukul empat kurang sepuluh menit. Si tomboy ini memang selalu on time orangnya. Dengan ciri khasnya motor gede dan jaket penuh studnya, mereka berangkat menuju camp latihan muay thai Tria dan omnya berlatih. Baru saja mereka memarkir motor, Bintang sudah lemes duluan melihat kehadiran salah seorang pembullynya yang juga merupakan sahabat kental Tian, Raphael Atharwa Al Rasyid. Raph dan Tian sama-sama sudah berusia dua puluhan. Malah Raph sepertinya satu atau dua tahun di atas Tian, seumuran dengan Bang Adzan Akbar Dewangga. Kakak Michellia Alba Dewangga.
"Duh Tri, gue males banget belum apa-apa udah ketemu sama ini tongkat firaun. Liat aja, pasti sebentar lagi mulut lemesnya bakal ngata-ngatain gue lagi. Sial beut gue hari ini."
Dari sudut matanya Bintang melihat kalau musuh abadi Tria juga ikut muncul dari arah tempat parkir. Adzan Akbar Dewangga! Kebetulan yang mengesalkan sekali. Sebentar lagi pasti akan ada pertempuran mulut seru antara Tria dan Akbar. Lihat saja!
"Eh kuda nil, ngapain lo ada di mari? Maaf ya, di sini ini tempat latihan muay thai. Sasana olah raga. Bukan taman margasatwa. Lo nggak tersesatkan?" Satu. Bintang menghitung dalam hati. Tongkat firaun mulai beraksi.
"Tri, lo ngapain bawa-bawa ini kuda nil ke club. Nyemak-nyemakin club tahu. Dia ini 'kan banyak makan tempat." Dua. Lo tunggu aja tongkat firaun, pasti sebentar lagi lo bakalan disemprot Tria.
"Selama club ini bukan punya Bang Rapha, maka siapapun boleh latihan di sini. Termasuk Bintang. Bang Rapha nggak berhak ngatur-ngatur siapa saja yang boleh atau tidak boleh latihan di sini. Sebaiknya Abang mingkem aja, kalau semua kata-kata yang keluar dari mulut Abang nggak ada yang enak didengar. Permisi!"
Mampus lo!!
Tria menarik tangannya dengan cepat. Matanya mulai berembun. Ia heran. Biasanya ia cukup strong dan tidak mudah terpengaruh dengan segala macam bullyan yang ia terima. Tetapi semenjak mendengar hinaan Tian tepat di depan matanya, ia jadi baperan sekarang.
"Udah Raph. Lo jangan ngeladenin ini preman pasar. Lo nggak liat tu jaketnya pada di tempelin paku runcing-runcing? Ntar ke tusuk kempes lagi badan keker lo."
Nah kan bener! Bang Akbar kalau ada Tria pasti nggak tahan kalau nggak nyari perkara. Ini abang-abang berdua udah tua tapi kelakuan ngalah-ngalahin mereka berdua yang masih abege.
"Gue heran ngeliat ini Abang-Abang berdua. Apa waktu Tuhan ngasih pembagian jenis kelamin Abang-Abang ini salah nempelinnya ya? Yang harusnya punya laki-laki malah Abang tempelin punya perempuan. Ya begini inilah jadinya wujud dan penampakannnya!" Bintang tidak tahan juga lama-lama melihat tingkah dua orang laki-laki dewasa yang terus saja membully mereka berdua.
"Iya Bi. Soalnya pas Abang mau nempelin punya Abang, eh malah direbut tiba-tiba sama si Tria. Jadi ketuker kayaknya. Makanya si Tria itu dibilang cewek bukan, dibilang cowok juga gimana gitu 'kan?" Akbar menatap Tria dengan wajah seakan-akan pasrah. Tetapi ejekan terlihat jelas kedua manik hitam matanya.
"Eh sianying, gue beri juga lo!"
"Udah Tri, kita masuk aja yuk. Nggak enak dilihat orang kalau kita ngeladenin species lain di sini. Ntar kita disangka satu species pula. Kita sebagai makhluk yang punya kemampuan berpikir dan akal sehat, harusnya tidak usah meladeni mereka. Beda kasta, cuy!" Ia dan Tria pun berlalu begitu saja meninggalkan dua pria dewasa yang kesal luar biasa karena dikatai sebagai dua ekor kera.
"Lo beruntung beut hari ini Bi, karena yang melatih para muay nak farang itu Om Saka sendiri. Jarang-jarang lo Om gue mau jadi trainer. Pasti latihan lo akan makin maksimal nantinya. Tapi yaitu, lo siap-siap capek lahir bathin aja. Om gue kalo ngelatih itu mah all out. Nggak ada istilah setengah-setengah bagi si Om. Ayo kita ganti baju dulu." Tria membawanya menuju ruang khusus untuk mengganti pakaian."Nih, lo pake aja dulu hand wrap glove gue. Lo kan pemula, gue takut kalo lo cedera. Ntar kalo lo udah jago, baru lo boleh one on one sama muay nak farang yang lain pake tangan kosong. Sekarang begini aja dulu ya? Ayo Bi." Bintang mengekori langkah cepat Tria menuju sasana. Dari jauh saja Bintang sudah terpesona melihat betapa kekar dan bagusnya tubuh Om Saka. Om Arshaka Abiyaksa ini sebenarnya adalah seorang dokter kandungan. D
"Ha--hallo Bang Rasya. Apa kabar, Bang? Abang nyari Om Saka ya? Si Om baru aja pulang. Coba susulin deh, pasti masih terkejar." Melihat anak sulung Saka berdiri tepat di depan matanya Bintang berusaha ngeles dan merubah arah topik pembicaraan sealami mungkin."Lo nggak usah capek-capek menggunakan tehnik pengalihan issue sama gue. Nggak mempan, Bi. Lo lupa kalo gue ini anak hukum heh?" Rasya sekarang memelototinya dengan galak. Kadang Bintang mikir apa semua anak hukum bawaanya galak dan ketus-ketus begini ya? Mana itu muka ketet beut lagi kayak kolor baru. Hadeeehhhh."Nah berhubung Abang ini mahasiswa hukum, harusnya Abang tahu dong azas praduga tak bersalah? Jangan main asal tuduh aja dong, Bang. Itu namanya fitnah. Orang gue belum selesai ngomong juga." Bintang tidak mau kalah ngemop juga."Eh Bi, nih kuping gue masih sehat walafiat ya fungsinya. Gue denger semua wa
Sebulan telah berlalu. Bintang hari ini kesenangan setengah mati karena telah berhasil menurunkan lima kilogram dari bobot tubuhnya yang biasa. Berat badan awalnya adalah 68 kilogram dengan tinggi 158 cm. Dan kini berat badannya sudah turun menjadi 63 kilogram. Menurut dokter gizinya berat badannya idealnya adalah 48 atau maksimal 50 kilogram saja. Tetapi Bintang memberi target 45 kilogram. Agar ia memiliki body goals, gitu lho maksudnya.Sebulan penuh berdiet dan berolah raga maksimal itu sungguh sangat tidak mudah saudara-saudara. Di saat orang-orang masih bergelung dengan selimut yang hangat pagi-pagi buta, ia sudah lelarian keliling kompleks untuk jogging. Seminggu tiga kali ia juga harus saling baku hantam one on one dengan Om Saka atau pun Tria. Walaupun sebenarnya Bintang kadang suka berlaku curang apabila sparring partnernya itu Om Saka. Ia suka berpura-pura kelelahan sehingga Om Saka akan memap
"Ntar pulangnya lo mau gue jemput atau bagaimana?" Tanya Bumi setelah mereka sampai di sasana."Kalo mau, ntar lo WA gue aja. Gue nganterin nyokap gue dulu ke pasar, beli bahan-bahan kue untuk bukaan bentaran. Kalo kelarnya cepet, gue akan secepetnya balik lagi ke sini." Bumi membantu membukakan helm yang dipakai oleh Bintang karena melihatnya kesusahan untuk membuka kaitnya."Eh nggak usah, Kak. Nanti biar gue di jemput Kak Langit aja. Oh ya, Tante Intan dan Om Bayu apa kabar? Si tante masih demen aja ya belanja di pasar tradisional dari pada di pasar swalayan? Supaya hemat ya Kak, karena lebih murah?"Bintang memang mengenal kedua orang tua Bumi yang juga berteman baik dengan ayah dan ibunya. Mereka sudah bersahabat sejak muda. Bumi adalah anak Om Bayu Persada Prasetya dan Tante Intan Ayu Raffardan. Makanya anak-anak mereka juga saling kenal dan cukup akrab. Angkasa Persada Prasetya, adik Bumi, malah sekelas den
"Iya Kak, iya. Bintang pake deh jaketnya. Tapi nggak usah pake nyolot juga kali." Sambil ngedumel, mau tidak mau ia memakai juga jaket parasut Tian. Tian ini kalau sudah marah memang menyebalkan. Ia tidak akan berhenti memaksa sampai kita menuruti keinginannya. Makanya ia mengalah saja. Tapi karena jaket Tian yang tentu saja mengikuti ukuran tubuhnya, membuatnya nyaris tenggelam dalam jaket pinjamannya. Celana pendek adida* nya jadi tidak terlihat. Alhasil ia malah seperti tidak menggunakan celana!"Kak, Bintang kok jadi kayak nggak pake celana gini, sih? Jaketnya kebesaran ini sampai nutupin celana pendek Bintang. Tangan Bintang juga jadi nggak keliatan. Gimana Bintang mau latihan coba?" Tian akhirnya malah jadi sakit kepala sendiri melihat penampakan seksi abis Bintang. Begitu juga dengan tatapan para muay nak yang ada di sana. Tatapan lapar terlihat mendominasi dari sasana yang kesemuanya adala
6 tahun kemudian."Bi, nanti sebelum kuliah tolong ambilkan kebaya ibu di butiknya Tante Riska ya? Kakakmu disuruh ngambil lupa-lupa terus. Mana sabtu ini udah mau dipakai lagi. Eh bener 'kan Tian nikahnya sabtu ini?""Iya Bu, bener. Ini Bintang singgahin dulu deh ke butik baru lanjut kuliah." Bintang cepat-cepat memakai flat shoesnya saat melihat jam telah menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh menit. Padahal pukul lima nanti, kelas manajemen kontruksi akan dimulai. Mana dosennya Pak Zainal Silangit lagi. Kalau terlambat, alamat tidak bakalan dikasih masuk pasti. Disiplinnya Pak Zainal itu sudah terkenal di seantero kampus. Menurut beliau, anak jurusan arsitektur itu harus disiplin sedari dini. Bisa rubuh bangunan kalau arsiteknya tidak disiplin dan menghitung bahan bangunannya asal-asalan. Begitulah semboyan Pak Zainal yang sudah dihapal luar kepala oleh para mahasiswanya."Bi, perasaan Bumi k
"Lho Bi, itu si Bumi sama cewek lain. Waduh mesra beut lagi. Gue nggak nyangka ya si Bumi bisa juga nyelingkuhin lo. Padahal dia dapet lo perjuangannya juga nggak gampang. Sampe lo tolak berpuluh-puluh kali! Dasar laki-laki, kalo belum dapet aja diuber-uber sampe ke lobang semut. Eh giliran udah dapet aja, malah gentayangan nyari yang baru. Mana tante-tante lagi. Dasar laki-laki, anjin* semuanya! Perlu nih gue samperin mereka ke sono, Bi?"Tria tampak begitu emosi. Gerahamnya terdengar saling beradu. Bintang sama sekali tidak menyangka kalau kedatangannya ke toko buku ini malah mendatangkan petaka. Bertemu dengan Bumi lengkap dengan pacar barunya."Nggak perlu lah Tri. Gue emang udah putus sama dia kemarin." Bintang memang hanya mengatakan pada keluarganya kalau ia telah selesai dengan Bumi. Ia merasa tidak perlu memberitakan kejombloannya pada seluruh nusantara. Apalagi merubah status facebook dari in
Bintang berusaha menginjak pedal rem secepat mungkin. Seseorang tiba-tiba muncul di depannya tanpa sedikit pun memberi aba-aba. Ia memang sedikit melamun memikirkan hubungannya yang baru saja kandas dengan Bumi. Tetapi orang ini juga terkesan seperti sengaja ingin menabrakkan diri pada mobilnya. Untung saja refleksnya menginjak rem cukup cepat.Astaghfirullahaladzim, nyaris saja! Bintang yang masih shock karena nyaris saja menabrak orang, menelungkupkan sejenak kepalanya pada stir mobil. Mengubur kepalanya dalam lipatan kedua tangannya. Jantungnya masih berdebar-debar kencang. Adrenalinnya masih terus berpacu.Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk-ngetuk pintu mobilnya. Sepertinya itu adalah orang yang nyaris ditabraknya tadi. Bintang menarik nafas berulang-ulang, dan menghembuskannya pelan-pelan demi meredakan sisa-sisa rasa kagetnya. Bagaimanapun juga, ia harus bertanggung jawab d
Bila esok kau tertawa lepasEntah dengan siapa,Ketahuilah aku orang pertamaYang paling merasa lega. Bila esok kau digenggam eratEntah oleh siapa,Ketahuilah tanganku akan ikhlas melepaskan genggamannya. Dan bila esok kau berbahagiaIngatlah,Hatiku adalah tempat pertamaYang diguyur hujan tak henti-hentinya. ================================== Kamu yakin tidak ingin Kakak temani, Bintang." Tian menahan langkah Bintang yang akan memasuki cafe tempatnya dulu biasa bertemu dengan Bumi. Bintang melihat kecemburuan, kecemasan dan rasa khawatir yang kental dari air muka suaminya. Wajar saja kalau Tian merasa gelisah. Suami mana yang bisa tenang-tenang saja saat mengetahui istrinya akan bertemu dengan mantannya di tempat yang penuh dengan kenangan lama mereka berdua. Tetapi tadi ia telah meyakinkan suaminya bahwa ia
"Anda salah paham, Pak. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan tindak pelecehan terhadap putri Bapak. Saya hanya bermaksud untuk menolong putri Bapak yang hampir saja jatuh terjerembab dari atas motor saya. Perlu Bapak ketahui, sebelumnya putri Bapak ini baru saja terjatuh dari sepedanya. Putri Bapak belajar naik sepeda di tengah jalan raya."Galih memberi hormat ala militer pada seorang pria setengah baya yang mengaku-ngaku sebagai ayah dari gadis aneh ini. Pipinya berdenyut dan sudut bibirnya sedikit mencecap rasa asin akibat di hajar oleh bapak-bapak galak ini. Ternyata walau pun sudah tua tenaga bapak-bapak ini masih ampuh juga."Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Anda karena telah menolong anak saya. Tapi kalau memang Anda niatnya hanya ingin menolong putri saya, kan tidak perlu seerat itu juga cara memeluknya. Lama lagi. Itu sudah modus namanya." Chris walau pun mengucapkan terima kasih, tapi tamp
"Ayo silahkan dicicipi semuanya. Ini ada makanan kecil sebagai teman minum kopi. Ini teh namanya lekker khas Bandung, pisang goreng dan martabak manis. Ayo silahkan di cobain, Bapak-Ba--"Jika tadi Bintang yang muntah-muntah, maka, kali ini Tian lah yang mengeluarkan isi perutnya di dalam closet kamar mandi. Tian memang akhir-akhir ini tidak bisa mencium aroma tajam makanan atau minuman yang berempah. Perutnya akan langsung berontak seketika."Lho Kak Tian kenapa sih? Kok muntah-muntah begitu? Padahal enak banget ini kue lekkernya. Harum semerbak menggoda rasa. Eh ini juga ada martabak manis." Bintang malah kesenangan dan melahap dengan semangat aneka jajajan pasar yang disajikan oleh Pak Harjo. Beda dengan suaminya yang terus saja hoek hoek di kamar mandi."Kak Tian sakit ya? Apa perlu kita ke rumah sakit sekarang?" Bintang mengurut-urut punggung Tian yang terkadang masih tersentak-sent
Huekkk... huekkk... huekkk...Bintang tidak sanggup lagi menonton sisa adegan-adegan dalam video itu. Benaknya mendadak dipenuhi kejadian sesaat sebelum video itu direkam. Ingatnya tentang kejadian ini yang dulu hanya berupa beberapa lintasan samar, kita telah tersingkap sedikit demi sedikit. Setelah meminum segelas tequila Reno ditambah lagi dengan segelas margarita Fanny, Bintang mulai merasa kepalanya menjadi ringan dan langkahnya juga bagai melayang-layang. Kakinya bahkan seolah-olah tidak lagi menapak di bumi. Benaknya kosong dan hanya dipenuhi oleh percikan warna warni indahnya kembang api. Ia pun menjadi gembira luar biasa dan tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas. Dia bahkan melihat wajah Bumi seperti ada dua orang. Tubuhnya bergerak sendiri dan terus saja bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan. Anehnya lagi semua orang yang dilihatnya mendadak menjadi kembar dan berbayang-bayang. Samar-samar ia merasa tubuhnya seperti digen
"Semuanya sudah dibawa, Yan? Photo copy KTP, akte kelahiran, dan buku nikah Bintang masih ada sama kamu semua kan, Nak?"Chris melihat putranya sibuk memasukkan berkas-berkas identitas diri Bintang ke dalam sebuah map. Chris juga melihat anaknya memasukkan passport dan ijazah Bintang mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan SMA. Chris tidak dapat menahan senyumnya saat Tian memasukkan juga raport Bintang secara berurutan mulai dari TK sampai SMA. Untuk apalah semua tetek bengek yang tidak diperlukan itu dibawa semua oleh anaknya, alih-alih yang dibutuhkan hanyalah KTP dan buku nikah mereka berdua? Chris akhirnya tidak tahan lagi untuk tidak menggoda anaknya saat putranya itu juga memasukkan photo-photo Bintang mulai dari istrinya itu bergigi ompong dan montok, sampai dengan photo terakhirnya dalam busana pengantin saat akad nikah mereka dua bulan setengah lalu."Ayah sama sekali nggak menyangka kalau kamu ternyata punya koleksi photo Bin
"Udah nggak ada orang lain lagi di sini, Bi. Ayo sekarang buka topeng kamu. Nggak usah main drama-dramaan lagi. Kamu ngapain ada di sini? Suami kamu ke mana dan kenapa nama kamu berubah jadi Rahayu Jaya Krisna?" interogasi Jupiter dengan berondongan pertanyaan. Bintang diam saja. Ia bingung harus menjelaskan apa pada Jupiter. Rahasia itu semakin banyak orang yang tau, semakin cepat tersibak kebenarannya bukan?Karena Bintang diam saja, Jupiter mensejajari langkah kaki Bintang yang berjalan pelan menyusuri pohon-pohon rindang di sekitar pabrik pengolahan kopi. Sejauh mata memandang, terlihat kesibukan para pekerja perkebunan yang sedang melakukan proses sortasi biji kopi."Kamu tidak mau menjawab? Baik, kalau begitu saya tinggal menelepon Pak Harjo untuk membatalkan perekrutan kamu sebagai karyawan," ancam Jupiter seraya meraih ponsel di sakunya. Ia terlihat mulai menekan beberapa nomor. Bintang panik. Sepertinya Jupiter ini serius ingin me
"Silahkan ikut saya ke ruangan manager HRD ya, Teh? Tapi teteh menunggu Pak Harjo sebentar tidak apa-apa kan, Teh? Soalnya Pak Harjo lagi menghadap Pak Galaksi. Ada briefing sebentar."Pak Endang mempersilahkan Bintang menunggu di ruangan manager HRD. Bintang memeriksa kembali formulir permohonan kerjanya sekali lagi. Ia juga melampirkan photo copy akte kelahiran dan KTP Ayu. Sepertinya semuanya sudah lengkap. Kantor ini sepertinya menerapkan sistem kerja yang professional. Karena walaupun Direktur Utama sudah menerimanya bekerja, Bintang tetap harus melengkapi semua dokumen-dokumen pribadinya untuk kelengkapan arsip perusahaan. Seperti inilah seharusnya perusahaan beroperasi, professional dan teliti. Tidak sembarangan menerima karyawan.Bintang menjadi tidak enak hati karena sudah membohongi Pak Galaksi yang sudah begitu baik dan memberinya kesempatan untuk bekerja. Suara-suara beberapa orang yang saling berbicara sepertinya akan
"Lho Pak Galaksi udah di sini ya? Padahal saya teh maksudnya mau ke kantor menjumpai Bapak. Bapak sehat?" Bintang melihat Bude Yanti menyalami Bapak yang dipanggilnya dengan sebutan Galaksi tadi. Bude Yanti ini sebenarnya suku Jawa, tetapi karena sudah lama tinggal di daerah ini, dialeknya sudah seperti penduduk asli di sini. Bintang memperhatikan masyarakat di sini rata -rata menyebut huruf f menjadi p."Alhamdullilah sehat, Bu. Ibu sekeluarga bagaimana? Sehat?" Bintang memperhatikan bapak-bapak ini walaupun orang kaya tetapi tampak ramah dan tidak ada kesan sombongnya sama sekali. Karena pembicaraan mereka sudah mulai serius membahas masalah pekerjaan, Bintang beringsut ke dapur dan berinisiatif membuatkan minuman untuk tamunya. Rina dan Panji sepertinya masih sibuk mengerjakan PR sekolahnya."Nah ini keponakan jauh saya, namanya Rahayu. Keponakan saya ini baru datang dari kota. Katanya mau melamar pekerjaan di perkebun
Hujan deras menerpa saat Tian tiba di apartemennya. Sembari mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah, Tian memanggil-manggil nama istrinya. Tetapi istrinya sama sekali tidak menyahut. Padahal ia sudah berkali-kali mengucapkan salam. Biasanya saat mendengar salamnya, istrinya pasti buru-buru keluar dan mengambil alih tas kerjanya. Ini kok sepi sekali rasanya? Apakah istrinya tidak ada di apartemen?Tian meletakkan bouquet bunganya di atas meja. Ia melirik pergelangan tangannya. Baru pukul 17.30 WIB. Ia memang sengaja pulang satu jam lebih cepat dari kantornya, karena ingin memberi kejutan pada istri bohaynya.Saat memeriksa seluruh apartemen yang ternyata memang kosong, Tian pun meraih ponselnya. Mencoba menelepon istrinya. Tumben sampai sore begini istrinya belum pulang. Apakah istrinya pergi ke kampus? Tian semakin heran saat ponsel istrinya masih dalam keadaan tidak aktif seperti tadi siang. Apakah sesuatu telah terjadi pada istr