Sebulan telah berlalu. Bintang hari ini kesenangan setengah mati karena telah berhasil menurunkan lima kilogram dari bobot tubuhnya yang biasa. Berat badan awalnya adalah 68 kilogram dengan tinggi 158 cm. Dan kini berat badannya sudah turun menjadi 63 kilogram. Menurut dokter gizinya berat badannya idealnya adalah 48 atau maksimal 50 kilogram saja. Tetapi Bintang memberi target 45 kilogram. Agar ia memiliki body goals, gitu lho maksudnya.
Sebulan penuh berdiet dan berolah raga maksimal itu sungguh sangat tidak mudah saudara-saudara. Di saat orang-orang masih bergelung dengan selimut yang hangat pagi-pagi buta, ia sudah lelarian keliling kompleks untuk jogging. Seminggu tiga kali ia juga harus saling baku hantam one on one dengan Om Saka atau pun Tria. Walaupun sebenarnya Bintang kadang suka berlaku curang apabila sparring partnernya itu Om Saka. Ia suka berpura-pura kelelahan sehingga Om Saka akan memapahnya untuk beristirahat sebentar di pinggir sasana. Dan saat itulah ia bisa berpura-pura tidak sengaja mengelus roti sobek si om. Ssstt! Itu rahasia ya? Hehehe.
Namanya juga secrect admirer.Satu hal yang paling membuatnya merana bin sengsara lahir batin adalah, pada saat makan malam bersama. Perutnya bergemuruh hebat saat melihat makanan yang berlemak dan berkarbohidrat tinggi, seperti nasi padang yang terus saja membisikinya untuk menghabisi mereka semua. Ayo makan ambo. Tambo ciek, Uni. Onde mande, itu adalah cobaan terberat yang harus bisa ia taklukkan. Ususnya makin melilit-lilit saat melihat puding, coklat atau ice cream yang berjejer manjah di lemari es. Niat banget minta diicip-icip olehnya. Tapi semua pengorbanannya itu sepadan dengan hasilnya. Baju-baju lamanya bukan hanya muat tapi malah ada beberapa yang longgar. Kalau ia terus konsisten menjaga mulutnya yang kecil tapi bermuatan besar itu dengan disiplin, mudah-mudahan tiga bulan lagi semua impiannya akan tercapai, insya allah.
Tapi untuk mencapai semua itu sudah pasti tidak akan mudah. Saat makan malam ini saja contohnya. Semua makanan itu seolah-olah mengejeknya dan benar-benar menggoda imannya.
"Loh Bi, itu rendang padangnya kok nggak dimakan, Bi? Biasanya 'kan kamu paling doyan?" Sabda heran melihat Bintang yang sama sekali tidak menyentuh rendang daging yang begitu menggoda. Dendeng pedas cabe ijo pun diangguri saja oleh anak gadisnya. Sama sekali tidak di lirik. Anak gadisnya yang kini pipinya mulai tampak tirus ini hanya makan urap dan dan tiga sendok nasi merah saja."Bintang lagi diet, Yah. Biar nampak langsing kayak Lisa Blackpink dan bilang dan bilang hit you with that du du du... ah yeah ah yeah..." Bintang menjawab sambil menyanyikan lagu dududunya Blackpink.
"Ohhhh... anak gadis Ayah lagi diet toh. Kalau gitu, nih! Makan yang banyak ya, sayang. Biar kuat nanti dietnya. Hahaha..." Sabda menggoda gadis kecilnya yang sekarang sudah mulai memperhatikan penampakan fisiknya. Waktu sepertinya cepat sekali berlalu. Rasanya baru kemarin ia menyaksikan anak kembarnya itu lahir ke dunia. Dan ternyata kejadian itu sudah berlalu lima belas tahun lamanya.
"Ah, Ayah jangan menggagalkan tekad Bintang untuk kurus dong. Bintang sekarang punya kegiatan baru yang bermanfaat lho, Yah. Yaiyu ; diet sambil ibadah di bulan puasa. Perhitungannya adalah, menyapu menghilangkan 100 kalori. Mengepel 110 kalori. Mengelap-elap sambil mengeser-geser perabotan 120 kalori. Lari pagi sama Ayah 740 kalori, dan lari dari kenyataan 150.000 kalori. Bagaimana dengan program Bintang, Yah? Hebat sekaligus mengharukan bukan Yah?" Sabda terbahak. Bintang kecilnya ini memang istimewa. Ia selalu saja bisa menyelipkan humor bahkan pada setiap kejadian yang seharusnya membuat orang menangis menggerung-gerung karena kecewa. Istimewa sekali bukan anak gadisnya ini?
"Bintangnya Ayah, dengar ya? Berhentilah memikirkan pandangan orang lain jika itu membuat kamu tidak nyaman. Hingga dunia kiamat pun akan selalu ada orang yang suka bertepuk tangan saat melihat kita susah dan selalu ada orang yang tersenyum dibalik topeng kedengkian saat melihat kita bahagia. Jadi pointnya di sini adalah, buatlah dirimu sendiri bahagia, bukan orang lain. Kamu ingin kurus? Tidak masalah. Asal kurusmu itu karena kamu ingin tampil cantik misalnya, dan bukan karena kamu ingin minta pengakuan dari orang lain. Itu pemikiran yang salah, Sayang."
"Wokeh, Yah. Bintang akan selalu inget-inget nasehat Ayah kalau tidak lupa. Eh becanda ding. Peace, Yah." Bintang nyengir sambil menunjukkan dua jarinya. Setelah makan malamnya selesai, ia pun masuk ke dalam kamar untuk memulai ritual perawatan wajahnya. Bintang mengoleskan masker Glamglo* yang membuat wajahnya menghitam semua hingga menyerupai film horor tahun 80an. Bosan di kamar terus Bintang melangkahkan kakinya ke taman. Semilir angin malam pasti akan membuat maskernya lebih cepat kering.
Huaaaa!
"Astaghfirullahaladzim Bintang, lo ngapain sih berdiri di antara pepohonan begitu? Gue kira kuntilanak tadi. Kaget gue!" Langit yang baru saja selesai bermain basket bersama Altan mengelus-elus dadanya karena kaget melihat wujud dan penampakan Bintang. Bintang yang masih menggunakan mud mask tentu saja tidak bisa menjawab. Kalau ia berbicara, bisa retak-retak semua ini maskernya. Mana belinya mahal lagi. Rugi bandar dong, cuy!
"Eh Lang, di mana-mana yang namanya kuntilanak itu mah kurus tinggi langsing, biar bisa nangkring di atas dahan. Lah ini anakan gajah mana cocok jadi kuntilanak? Begitu mau nangkring di dahan, yang ada dahannya malah patah lagi. Hantu semok begini mah benernya namanya wewe gombel!" Altan yang ikut menyusul duduk di taman, seperti biasa mulai membullynya. Sehari aja si brondong borju ini tidak mengusilinya, mungkin badannya bisa gatal-gatal semua.
"Lo jangan ikut-ikutan orang-orang pada ngebully adek gue ya, Tan? Ntar bisa rata itu idung lo gue beri. Paham lo!" Langit mendorong bahu kekar Altan sambil berjalan masuk ke dapur. Satu setengah jam bermain basket membuat tenggorokannya haus luar biasa. Ia mengeluarkan sebotol air dingin dari dalam lemari es dan meneguknya nikmat.
"Elah cuma becanda gue mah. Gitu aja lo ngamuk, Lang. Nggak seru ah!" Altan juga mengikutinya masuk ke dapur, dan menuang botol air dingin pada gelas baru saja ia ambil.
"Becanda lo nggak lucu!" Langit berdecih seraya memasukkan kembali botol air dingin ke dalam lemari es. Bintang menyusul masuk setelah memberi kata-kata sukurin pada Altan melalui gerakan abjad jari jemarinya. Selain itu Bintang juga mengusirnya pulang. Dengan bahasa isyarat yang artinya hush hush, seperti mengusir ayam. Bintang, Altan dan Tria memang suka berbicara dengan bahasa isyarat yang mereka ciptakan sendiri. Bahasa isyarat itu kerap kali mereka gunakan apabila ingin menghibahi orang-orang. Dengan bahasa yang hanya merupakan gerakan jari jemari, sudah barang tentu tidak akan di mengerti oleh orang yang mereka ghibahi. Hehehe.
Merasa kesal karena di kacangin oleh dua orang saudara kembar itu, Altan merogoh sakunya. Di dalam sakunya memang ada beberapa petasan yang sedianya akan ia mainkan di kala iseng sendirian di rumah. Sambil bersiap-siap untuk lari, ia melemparkan sebuah petasan ke arah samping taman. Bintang yang sedang melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan maskernya, menjerit kaget.
DHUARRRR!
HUAAAAAA!
"Sialan lo, brondong borju. Lain kali kalo lo mau maen petasan, beli yang ada earphonenya dong. Kaget 'kan gue jadinya? Gegara lo, jadi retak 'kan ini masker gue, sialan!" Bintang kesal sekali pada Altan yang telah membuatnya kaget, sehingga maskernya rusak. Sedari tadi ia menahan-nahan diri untuk tidak berbicara, eh sekarang gagal total. Teriakan kagetnya telah membuat maskernya retak-retak semua.
"Eh lo kata itu petasan kayak handphone, ada lobang buat nyolokin earphone? Dasar anakan gajah! Lagian kalau udah jelek, ya jelek aja. Mau lo maskerin itu muka sampe setebel cat tembok juga nggak bakal ngaruh kali, Bi." Dan lemparan sendal Bintang akhirnya sukses menbuat Altan balik ke rumahnya sendiri. Heran, namanya aja tetangga, tapi perasaan seringan si brondong borju itu ada di mari dari pada di rumahnya sendiri!
==================================
TriaF1 : Bi, gue hari ini nggak latihan ya? Gue mau balapan sama anak-anak. Lo di anter Mang Diman atau mau ikut Kak Tama aja? Abang gue ntar bakalan lewat rumah lo katanya. Tapi ya itu, Mbak Karin ikut. Lo kan tau sendiri gimana cemburuannya Mbak Karin. Kak Tama melangkah kemana, dia juga ikut kemana.
BintangKecil: Nggak usah deh, Tri. Ada Mang Diman kok. Ya udah, lo balapan aja sana. Semoga lo menang ya, Tri.
Bintang menutup aplikasi LINEnya sambil menyandang tas besarnya. Bersiap-siap ke sasana. Sebenarnya Mang Diman izin tidak masuk kerja hari ini. Mang Diman sedang membawa anaknya ke rumah sakit. Kedua orang tuanya juga sedang menjenguk opa dan omanya. Langit masih les dan belum pulang ke rumah. Apa dia naik taksi online aja ya? Altan! Saat ia sedang berpikir-pikir, satu ide muncul di kepalanya. Ia segera keluar gerbang dan melirik garasi si brondong borju. Halah mobilnya nggak ada. Berarti Altan juga sedang tidak ada di rumah.
"Lo ngapain celingukan di rumah orang Dek bohay? Ntar lo dibawa ke pos SATPAM dikira maling, baru tau rasa." Bumi Persada Prasetya. Entah mengapa akhir-akhir ini Bintang sering sekali bertemu secara tidak sengaja dengan kakak kelasnya eh mantan kakak kelasnya ini. Disebut mantan kakak kelas karena Bumi sudah kuliah tahun ini.
"Gue cuma ngecek Altan aja kok, Kak. Mau nebeng ke Green Hill."
"Ya udah, naik." Bumi menyodorkan sebuah helm padanya. Eh tumben hari ini Bumi naik motor. Biasanya dia mah naik mobil mulu kayak anak horang kayah. Eh emang dia anak orang kaya ding, bukan kayak. Hehehehe.
"Naik kemana, Kak?" Bintang bingung. Ia tidak mengerti maksud kalimat sepotong-sepotong Bumi. Apakah Bumi berbaik hati bermaksud untuk mengantarnya atau bagaimana. Kalau dia salah pengertian 'kan tengsin. Disangka ke ge-eran pula nanti. Mana itu muka nggak ada manis-manisnya sama sekali lagi. Nggak kayak le minera*.
"Ya naik ke atas motor guelah, Bi. Masa naik-naik ke puncak gunung, elahhhh. Cepetan, bengong mulu! Eh wait... wait... Lo kok kurusan sih, Dek bohay? Lo diet? Diet itu banyak efek sampingnya tahu kalo nggak dilakukan secara benar. Lagian ntar lama-lama lo jadi nggak bohay lagi dong?" Bumi memperhatikan Bintang dari atas ke bawah. Persis seperti para pembeli sapi untuk daging kurban. Teliti pake banget.
"Eh Kak, gue udah diet selama sebulan penuh, masa sih nggak ada hasilnya sama sekali? Lagian Kakak ini jadi orang kok jahat bener? Nggak seneng amat kalo liat orang bahagia. Nggak baik Kak, kalo suka liat orang susah dan susah kalo liat orang senang." Gerutu Bintang kesal. Orang pengen kurus, eh si Bumi malah seneng ia kayak gajah bengkak terus.
"Nah ini nih salah satu efek samping dari diet yang gue bilang tadi. Membuat orang jadi sensitif dan gampang uring-uringan, akibat efek dari kelaparan yang berakumulasi. Yang bilang gue nggak senang siapa? Gue cuma bilang lo agak kurusan. Asumsi lo malah udah melebar kemana-mana. Naik cepetan!" Tanpa banyak bacot lagi Bintang pun segera naik ke boncengan Bumi. Lumayan juga ada tebengan gratis.
"Pegangan yang kuat, gue mau ngebut." Bintang hanya diam dan tidak mau menyentuh Bumi sama sekali. Bumi tidak kehilangan akal. Dia menggas motornya sekali hingga membuat tubuh Bintang terdorong ke belakang. Karena takut jatuh, ia pun refleks meraih pinggang Bumi dan memeluknya erat-erat. Entah Bintang salah lihat atau bagaimana, dia seperti melihat Bumi tersenyum dari kaca spion di sebelah kanannya. Setelah setengah perjalanan, Bintang baru ingat kalau ia lupa membawa termos air minumnya. Gawatlah kalau nanti dia kehausan sehabis mukulin orang di sasana.
"Kenapa? Kok kayak orang kaget gitu gerakan lo?" Bumi melihat dari kaca spion kalau Bintang tiba-tiba menepuk keningnya.
"Gue lupa kalau termos air minum gue ketinggalan di rumah, Kak." Bumi diam saja dan tiba-tiba berhenti setelah kira-kira lima menit ia mengatakan masalahnya. "Lho kok berhenti di sini sih kak? Kan belum nyampe ke Green Hillnya. Nggak ikhlas amat sih nganterinnya setengah-setengah begini?" Bintang turun seraya melepas helmnya.
"Gue mau beliin air minum lo dulu, Bohay. Eh, lo nggak puasa ya?" Alis Bumi menungkik menatap tajam menatap wajah Bintang.
"Lagi libur puasanya, Kak."
"Libur apaan? Lo kira puasa itu kayak kalender, ada tanggal merahnya? Bilang aja kalo lo nggak puasa karena nggak tahan laper. Gilingan besar dan lambung jumbo kayak lo mana bisa puasa. Udah lo ngaku aja!" Sembur Bumi lagi. Belum juga ia membalas ejekan Bumi, sudut matanya melihat gang para putri populer di sekolahnya ini berjalan menghampirinya dan Bumi. Sepertinya mereka juga ingin berbelanja di mini market ini. Deswita, Ribka dan Nadya. Kakak-kakak kelas paling cantik di sekolahnya.
"Lo kok mau sih deket-deket sama ini gentong air, Bum? Kemarin-kemarin gue ajakin lo nonton, lo nggak mau. Ini sama kuda nil dekil, lo malah gandeng-gandengan. Mata lo sehat, Bum?" Nadya mulai cari perkara. Bintang sebenernya males beut ngeladenin orang-orang tidak bahagia seperti ini. Makanya dia memilih mengunci mulutnya rapat-rapat saja. Malas debat sama cucakrawa.
"Gue heran lo bertiga ini mulutnya terbuat dari sih? Kok hobby banget ya ngatain orang? Sono cuci dulu mulut lo semua pake wipo*. Biar ilang semua kuman-kuman busuknya." Bumi meraih lengan Bintang, mengajaknya masuk ke dalam mini market. Sepertinya Bumi ingin menghindari percakapan tidak berfaedah dengan gang cantik ini. Dan tiga keong racun itu pun bergegas mengekori. Sepertinya mereka tidak puas karena Bumi tidak bereaksi seperti yang mereka inginkan.
"Kayaknya mata lo bener-bener nggak sehat deh, Bum. Buktinya lo nggak bisa ngeliat, mana cewek seksi dan mana ikan lumba-lumba." Usik gang cantik itu lagi.
"Justru mata gue sehatlah makanya gue milih jalan sama Bintang. Gue kasih tau ya, gue hanya mau jalan sama orang yang sesuai umur. Paham lo?" Bumi menjawab malas sambil meraih dua botol air mineral dan memasukkannya kedalam keranjang belajaan.
"Hah? Sesuai umur? Maksud lo?" Kali ini Deswitalah yang maju.
"Maksud gue, mukanya sesuai umur. Misal, nih si bohay 'kan umurnya lima belas tahun. Nah sesuai 'kan dandanan dia pas kayak anak umur lima belas tahun. Nah lo bertiga, umur delapan belas tahun tapi dandanan lo malah lebih menor dari tante gue yang umurnya tiga puluh delapan tahun. Ntar gue disangka jalan sama tante-tante girang lagi. Bisa jatuh harga gue!" Bumi menjawab lugas sambil memasukkan lagi sebotol minuman pencegah sakit perut pada saat datang bulan ke dalam keranjang. Tiga gadis cantik yang disindirnya meradang. Wajah ketiganya memerah.
"Eh Bumi, dasar mata lo aja yang picek!Orang gila aja juga tahu kali, kalo kami semua ini lebih cakep dari ini gajah bengkak. Ngerti lo!" Ribka gantian maju mewakili dua temannya yang shock karena dikatai mirip tante-tante oleh Bumi.
"Ya iyalah, lo nanyanya sama orang gila. Coba lo nanya sama orang waras, pasti mereka bilang cakepan Bintang berkali-kali lipat daripada lo lo semua yang bodynya kayak tusuk gigi. Gue mah sukanya sama yang bodynya semok-semok montok begini kayak kurva dan jam pasir. Squishy dan anget kalo dipeluk."
Bintang langsung mendelik mendengar vulgarnya kalimat yang dilontarkan oleh kakak kelasnya ini. Mulut si Bumi ini perlu direndam pakai air keras juga sepertinya. Biar bersih dan semua kumannya pada ikut mati!
"Ntar pulangnya lo mau gue jemput atau bagaimana?" Tanya Bumi setelah mereka sampai di sasana."Kalo mau, ntar lo WA gue aja. Gue nganterin nyokap gue dulu ke pasar, beli bahan-bahan kue untuk bukaan bentaran. Kalo kelarnya cepet, gue akan secepetnya balik lagi ke sini." Bumi membantu membukakan helm yang dipakai oleh Bintang karena melihatnya kesusahan untuk membuka kaitnya."Eh nggak usah, Kak. Nanti biar gue di jemput Kak Langit aja. Oh ya, Tante Intan dan Om Bayu apa kabar? Si tante masih demen aja ya belanja di pasar tradisional dari pada di pasar swalayan? Supaya hemat ya Kak, karena lebih murah?"Bintang memang mengenal kedua orang tua Bumi yang juga berteman baik dengan ayah dan ibunya. Mereka sudah bersahabat sejak muda. Bumi adalah anak Om Bayu Persada Prasetya dan Tante Intan Ayu Raffardan. Makanya anak-anak mereka juga saling kenal dan cukup akrab. Angkasa Persada Prasetya, adik Bumi, malah sekelas den
"Iya Kak, iya. Bintang pake deh jaketnya. Tapi nggak usah pake nyolot juga kali." Sambil ngedumel, mau tidak mau ia memakai juga jaket parasut Tian. Tian ini kalau sudah marah memang menyebalkan. Ia tidak akan berhenti memaksa sampai kita menuruti keinginannya. Makanya ia mengalah saja. Tapi karena jaket Tian yang tentu saja mengikuti ukuran tubuhnya, membuatnya nyaris tenggelam dalam jaket pinjamannya. Celana pendek adida* nya jadi tidak terlihat. Alhasil ia malah seperti tidak menggunakan celana!"Kak, Bintang kok jadi kayak nggak pake celana gini, sih? Jaketnya kebesaran ini sampai nutupin celana pendek Bintang. Tangan Bintang juga jadi nggak keliatan. Gimana Bintang mau latihan coba?" Tian akhirnya malah jadi sakit kepala sendiri melihat penampakan seksi abis Bintang. Begitu juga dengan tatapan para muay nak yang ada di sana. Tatapan lapar terlihat mendominasi dari sasana yang kesemuanya adala
6 tahun kemudian."Bi, nanti sebelum kuliah tolong ambilkan kebaya ibu di butiknya Tante Riska ya? Kakakmu disuruh ngambil lupa-lupa terus. Mana sabtu ini udah mau dipakai lagi. Eh bener 'kan Tian nikahnya sabtu ini?""Iya Bu, bener. Ini Bintang singgahin dulu deh ke butik baru lanjut kuliah." Bintang cepat-cepat memakai flat shoesnya saat melihat jam telah menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh menit. Padahal pukul lima nanti, kelas manajemen kontruksi akan dimulai. Mana dosennya Pak Zainal Silangit lagi. Kalau terlambat, alamat tidak bakalan dikasih masuk pasti. Disiplinnya Pak Zainal itu sudah terkenal di seantero kampus. Menurut beliau, anak jurusan arsitektur itu harus disiplin sedari dini. Bisa rubuh bangunan kalau arsiteknya tidak disiplin dan menghitung bahan bangunannya asal-asalan. Begitulah semboyan Pak Zainal yang sudah dihapal luar kepala oleh para mahasiswanya."Bi, perasaan Bumi k
"Lho Bi, itu si Bumi sama cewek lain. Waduh mesra beut lagi. Gue nggak nyangka ya si Bumi bisa juga nyelingkuhin lo. Padahal dia dapet lo perjuangannya juga nggak gampang. Sampe lo tolak berpuluh-puluh kali! Dasar laki-laki, kalo belum dapet aja diuber-uber sampe ke lobang semut. Eh giliran udah dapet aja, malah gentayangan nyari yang baru. Mana tante-tante lagi. Dasar laki-laki, anjin* semuanya! Perlu nih gue samperin mereka ke sono, Bi?"Tria tampak begitu emosi. Gerahamnya terdengar saling beradu. Bintang sama sekali tidak menyangka kalau kedatangannya ke toko buku ini malah mendatangkan petaka. Bertemu dengan Bumi lengkap dengan pacar barunya."Nggak perlu lah Tri. Gue emang udah putus sama dia kemarin." Bintang memang hanya mengatakan pada keluarganya kalau ia telah selesai dengan Bumi. Ia merasa tidak perlu memberitakan kejombloannya pada seluruh nusantara. Apalagi merubah status facebook dari in
Bintang berusaha menginjak pedal rem secepat mungkin. Seseorang tiba-tiba muncul di depannya tanpa sedikit pun memberi aba-aba. Ia memang sedikit melamun memikirkan hubungannya yang baru saja kandas dengan Bumi. Tetapi orang ini juga terkesan seperti sengaja ingin menabrakkan diri pada mobilnya. Untung saja refleksnya menginjak rem cukup cepat.Astaghfirullahaladzim, nyaris saja! Bintang yang masih shock karena nyaris saja menabrak orang, menelungkupkan sejenak kepalanya pada stir mobil. Mengubur kepalanya dalam lipatan kedua tangannya. Jantungnya masih berdebar-debar kencang. Adrenalinnya masih terus berpacu.Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk-ngetuk pintu mobilnya. Sepertinya itu adalah orang yang nyaris ditabraknya tadi. Bintang menarik nafas berulang-ulang, dan menghembuskannya pelan-pelan demi meredakan sisa-sisa rasa kagetnya. Bagaimanapun juga, ia harus bertanggung jawab d
"Ini semua gara-gara Papa! Papa bilang cuma mau membuat nama baik Om Sabda terlihat jelek agar ia kalah suara dalam pemilihan calon walikota. Tapi kenapa jadi begini kejadiannya? Papa tau nggak, Tian membatalkan pernikahannya dengan Clara, dan malah akan menikahi perempuan sialan itu! Kalau tau begini hasil akhirnya, Clara tidak mau membukakan pintu untuk papa kemarin malam!"Clara mengamuk sesampainya di rumah ayah kandungnya, Frans Raharja. Selama ini orang-orang hanya tahu kalau orang tuanya adalah pasangan dari Johan dan Diana Mahendra. Padahal sebenarnya ayah biologisnya adalah Frans. Frans dulu menolak bertanggung jawab saat ibunya hamil, karena ibunya saat itu berprofessi sebagai seorang wanita malam. Sampai akhirnya ibunya di nikahi oleh Johan Mahendra, seorang pria paruh baya baik hati yang sangat mencintai ibunya dan juga mau menerima kehadirannya.Tetapi semakin dirinya besar, tingkat kemiripan wajahnya dengan Frans nyaris 90%.
"Om, sekarang kita susul Bintang dan para sekutunya di apartemen Mutiara Garden. Pak Penghulu juga ikut, berikut Ayah dan Bunda saya. Kita ijab kabulnya di sana saja." Tian yang baru saja selesai menelepon seseorang langsung meraih kunci mobilnya."Darimana kamu tahu kalau Bintang ada disana berikut para sekutunya? Memangnya siapa sekutu Bintang, Tian?" Sabda yang sudah pusing tujuh keliling merasa heran melihat Tian yang begitu yakin dengan keberadaan putrinya."Ini Tian baru saja menelepon Om Abyaz. Mobil Altan saat ini ada di apartemen Mutiara Garden. Siapa lagi sekutu Bintang kalau bukan Altan dan Tria? Lagi pula tadi Om Abyaz bilang dari CCTV rumahnya ada Altan, Bintang dan Tria yang terlihat masuk ke dalam mobil dan mengebut kencang. Bintang malah masih berkebaya lengkap. Satu hal lagi, saya mendapati tangga yang di sandarkan pada jendela kamar Bintang. Nah itu Om Abyaz sudah menuju kemari.Saya tadi berasumsi tidak
"Ya Dai, ada apa? Hah! Masuk televisi? Sekarang? Oke. Gue liat dulu. Tian, coba kamu hidupkan televisi dulu. Om Badai bilang ada berita tentang kamu dan Bintang di--Astaghfirullahaladzim!" Mata Sabda terbelalak lebar saat melihat berita di televisi tentang terciduknya seorang anak calon walikota, dengan anak seorang pengusaha real estate papan atas Indonesia yang baru saja kembali dari luar negeri. Dan parahnya lagi, hal ini terjadi hanya dua hari menjelang pernikahannya dengan Clara Gita Mahendra. Model yang sedang naik daun. Berita infotaiment ini membuat opini seolah-olah Bintang adalah seorang pelakor. Tayangan kemudian berpindah pada Clara yang terlihat sedih saat akan diwawancarai. Namun ia menolak, seolah-olah ia tidak sanggup menceritakan kesedihan hatinya. Ia hanya terus menangis dan mengatakan semoga orang yang telah menzholiminya berbahagia. Sikap playing victim dan pura-pura tersakitinya memang juara. Tian
Bila esok kau tertawa lepasEntah dengan siapa,Ketahuilah aku orang pertamaYang paling merasa lega. Bila esok kau digenggam eratEntah oleh siapa,Ketahuilah tanganku akan ikhlas melepaskan genggamannya. Dan bila esok kau berbahagiaIngatlah,Hatiku adalah tempat pertamaYang diguyur hujan tak henti-hentinya. ================================== Kamu yakin tidak ingin Kakak temani, Bintang." Tian menahan langkah Bintang yang akan memasuki cafe tempatnya dulu biasa bertemu dengan Bumi. Bintang melihat kecemburuan, kecemasan dan rasa khawatir yang kental dari air muka suaminya. Wajar saja kalau Tian merasa gelisah. Suami mana yang bisa tenang-tenang saja saat mengetahui istrinya akan bertemu dengan mantannya di tempat yang penuh dengan kenangan lama mereka berdua. Tetapi tadi ia telah meyakinkan suaminya bahwa ia
"Anda salah paham, Pak. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan tindak pelecehan terhadap putri Bapak. Saya hanya bermaksud untuk menolong putri Bapak yang hampir saja jatuh terjerembab dari atas motor saya. Perlu Bapak ketahui, sebelumnya putri Bapak ini baru saja terjatuh dari sepedanya. Putri Bapak belajar naik sepeda di tengah jalan raya."Galih memberi hormat ala militer pada seorang pria setengah baya yang mengaku-ngaku sebagai ayah dari gadis aneh ini. Pipinya berdenyut dan sudut bibirnya sedikit mencecap rasa asin akibat di hajar oleh bapak-bapak galak ini. Ternyata walau pun sudah tua tenaga bapak-bapak ini masih ampuh juga."Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Anda karena telah menolong anak saya. Tapi kalau memang Anda niatnya hanya ingin menolong putri saya, kan tidak perlu seerat itu juga cara memeluknya. Lama lagi. Itu sudah modus namanya." Chris walau pun mengucapkan terima kasih, tapi tamp
"Ayo silahkan dicicipi semuanya. Ini ada makanan kecil sebagai teman minum kopi. Ini teh namanya lekker khas Bandung, pisang goreng dan martabak manis. Ayo silahkan di cobain, Bapak-Ba--"Jika tadi Bintang yang muntah-muntah, maka, kali ini Tian lah yang mengeluarkan isi perutnya di dalam closet kamar mandi. Tian memang akhir-akhir ini tidak bisa mencium aroma tajam makanan atau minuman yang berempah. Perutnya akan langsung berontak seketika."Lho Kak Tian kenapa sih? Kok muntah-muntah begitu? Padahal enak banget ini kue lekkernya. Harum semerbak menggoda rasa. Eh ini juga ada martabak manis." Bintang malah kesenangan dan melahap dengan semangat aneka jajajan pasar yang disajikan oleh Pak Harjo. Beda dengan suaminya yang terus saja hoek hoek di kamar mandi."Kak Tian sakit ya? Apa perlu kita ke rumah sakit sekarang?" Bintang mengurut-urut punggung Tian yang terkadang masih tersentak-sent
Huekkk... huekkk... huekkk...Bintang tidak sanggup lagi menonton sisa adegan-adegan dalam video itu. Benaknya mendadak dipenuhi kejadian sesaat sebelum video itu direkam. Ingatnya tentang kejadian ini yang dulu hanya berupa beberapa lintasan samar, kita telah tersingkap sedikit demi sedikit. Setelah meminum segelas tequila Reno ditambah lagi dengan segelas margarita Fanny, Bintang mulai merasa kepalanya menjadi ringan dan langkahnya juga bagai melayang-layang. Kakinya bahkan seolah-olah tidak lagi menapak di bumi. Benaknya kosong dan hanya dipenuhi oleh percikan warna warni indahnya kembang api. Ia pun menjadi gembira luar biasa dan tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas. Dia bahkan melihat wajah Bumi seperti ada dua orang. Tubuhnya bergerak sendiri dan terus saja bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan. Anehnya lagi semua orang yang dilihatnya mendadak menjadi kembar dan berbayang-bayang. Samar-samar ia merasa tubuhnya seperti digen
"Semuanya sudah dibawa, Yan? Photo copy KTP, akte kelahiran, dan buku nikah Bintang masih ada sama kamu semua kan, Nak?"Chris melihat putranya sibuk memasukkan berkas-berkas identitas diri Bintang ke dalam sebuah map. Chris juga melihat anaknya memasukkan passport dan ijazah Bintang mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan SMA. Chris tidak dapat menahan senyumnya saat Tian memasukkan juga raport Bintang secara berurutan mulai dari TK sampai SMA. Untuk apalah semua tetek bengek yang tidak diperlukan itu dibawa semua oleh anaknya, alih-alih yang dibutuhkan hanyalah KTP dan buku nikah mereka berdua? Chris akhirnya tidak tahan lagi untuk tidak menggoda anaknya saat putranya itu juga memasukkan photo-photo Bintang mulai dari istrinya itu bergigi ompong dan montok, sampai dengan photo terakhirnya dalam busana pengantin saat akad nikah mereka dua bulan setengah lalu."Ayah sama sekali nggak menyangka kalau kamu ternyata punya koleksi photo Bin
"Udah nggak ada orang lain lagi di sini, Bi. Ayo sekarang buka topeng kamu. Nggak usah main drama-dramaan lagi. Kamu ngapain ada di sini? Suami kamu ke mana dan kenapa nama kamu berubah jadi Rahayu Jaya Krisna?" interogasi Jupiter dengan berondongan pertanyaan. Bintang diam saja. Ia bingung harus menjelaskan apa pada Jupiter. Rahasia itu semakin banyak orang yang tau, semakin cepat tersibak kebenarannya bukan?Karena Bintang diam saja, Jupiter mensejajari langkah kaki Bintang yang berjalan pelan menyusuri pohon-pohon rindang di sekitar pabrik pengolahan kopi. Sejauh mata memandang, terlihat kesibukan para pekerja perkebunan yang sedang melakukan proses sortasi biji kopi."Kamu tidak mau menjawab? Baik, kalau begitu saya tinggal menelepon Pak Harjo untuk membatalkan perekrutan kamu sebagai karyawan," ancam Jupiter seraya meraih ponsel di sakunya. Ia terlihat mulai menekan beberapa nomor. Bintang panik. Sepertinya Jupiter ini serius ingin me
"Silahkan ikut saya ke ruangan manager HRD ya, Teh? Tapi teteh menunggu Pak Harjo sebentar tidak apa-apa kan, Teh? Soalnya Pak Harjo lagi menghadap Pak Galaksi. Ada briefing sebentar."Pak Endang mempersilahkan Bintang menunggu di ruangan manager HRD. Bintang memeriksa kembali formulir permohonan kerjanya sekali lagi. Ia juga melampirkan photo copy akte kelahiran dan KTP Ayu. Sepertinya semuanya sudah lengkap. Kantor ini sepertinya menerapkan sistem kerja yang professional. Karena walaupun Direktur Utama sudah menerimanya bekerja, Bintang tetap harus melengkapi semua dokumen-dokumen pribadinya untuk kelengkapan arsip perusahaan. Seperti inilah seharusnya perusahaan beroperasi, professional dan teliti. Tidak sembarangan menerima karyawan.Bintang menjadi tidak enak hati karena sudah membohongi Pak Galaksi yang sudah begitu baik dan memberinya kesempatan untuk bekerja. Suara-suara beberapa orang yang saling berbicara sepertinya akan
"Lho Pak Galaksi udah di sini ya? Padahal saya teh maksudnya mau ke kantor menjumpai Bapak. Bapak sehat?" Bintang melihat Bude Yanti menyalami Bapak yang dipanggilnya dengan sebutan Galaksi tadi. Bude Yanti ini sebenarnya suku Jawa, tetapi karena sudah lama tinggal di daerah ini, dialeknya sudah seperti penduduk asli di sini. Bintang memperhatikan masyarakat di sini rata -rata menyebut huruf f menjadi p."Alhamdullilah sehat, Bu. Ibu sekeluarga bagaimana? Sehat?" Bintang memperhatikan bapak-bapak ini walaupun orang kaya tetapi tampak ramah dan tidak ada kesan sombongnya sama sekali. Karena pembicaraan mereka sudah mulai serius membahas masalah pekerjaan, Bintang beringsut ke dapur dan berinisiatif membuatkan minuman untuk tamunya. Rina dan Panji sepertinya masih sibuk mengerjakan PR sekolahnya."Nah ini keponakan jauh saya, namanya Rahayu. Keponakan saya ini baru datang dari kota. Katanya mau melamar pekerjaan di perkebun
Hujan deras menerpa saat Tian tiba di apartemennya. Sembari mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah, Tian memanggil-manggil nama istrinya. Tetapi istrinya sama sekali tidak menyahut. Padahal ia sudah berkali-kali mengucapkan salam. Biasanya saat mendengar salamnya, istrinya pasti buru-buru keluar dan mengambil alih tas kerjanya. Ini kok sepi sekali rasanya? Apakah istrinya tidak ada di apartemen?Tian meletakkan bouquet bunganya di atas meja. Ia melirik pergelangan tangannya. Baru pukul 17.30 WIB. Ia memang sengaja pulang satu jam lebih cepat dari kantornya, karena ingin memberi kejutan pada istri bohaynya.Saat memeriksa seluruh apartemen yang ternyata memang kosong, Tian pun meraih ponselnya. Mencoba menelepon istrinya. Tumben sampai sore begini istrinya belum pulang. Apakah istrinya pergi ke kampus? Tian semakin heran saat ponsel istrinya masih dalam keadaan tidak aktif seperti tadi siang. Apakah sesuatu telah terjadi pada istr