Semalaman Bintang tidak bisa memejamkan matanya sepicing pun. Kalimat demi kalimat menyakitkan yang diucapkan oleh Tian terus saja terngiang-ngiang di benaknya. Air matanya mengalir lagi. Di sebagian besar masa kecil hingga di usianya yang ke lima belas tahun ini, cinta pertamanya adalah Tian. Bintang teringat saat ia main pengantin-pengantinan dulu. Ia tidak pernah mau dipasangkan dengan teman-teman laki-lakinya yang lain. Alex, Jordan, Wiliam bahkan Altan Wijaya Kesuma sekali pun. Altan adalah sahabat orok sekaligus tetangga terdekatnya. Selain itu Altan adalah anak dari Om Abyaz Wijaya Kesuma. Mantan atasan ibunya. Selama bertahun-tahun ia selalu menghayalkan Tian. Ia acap kali mengharapkan pertemuan-pertemuan tak terduga dengannya. Harap-harap cemas setiap kali menunggu balasan chatnya. Dua huruf balasan OK saja, sudah berhasil membuat jantungnya jumpalitan tidak karuan. Begitu besarnya rasa cintanya pada Tian.
Tapi ternyata semua itu hanyalah karena rasa kasihan semata. Kesadaran akan kesia-siaan atas waktu dan tenaga yang terbuang percuma, memang terasa amat sangat menyakitkan. Bintang tahu, butuh waktu yang cukup lama untuk bisa menghilangkan kebiasaannya melamunkan Tian. Tapi ia telah bertekad untuk membuang semua masa lalu yang kelam. Ia akan melupakan seorang Christian Diwangkara Junior dan mencoba membuka lembaran baru.
Tian mengatainya buntelan jerawatan bukan? Baiklah, mulai hari ini, ia berjanji akan diet dan berolah raga mati-matian. Ia memang kelebihan berat badan sebanyak lima belas kilogram, dari berat badan idealnya. Ia berjanji dalam hati, akan merubah total penampilannya. Mulai besok pagi, ia akan menemani ayah tercintanya jogging tanpa harus disuruh-suruh lagi.
Mengenai jerawatnya, ia akan dengan senang hati mengikuti ibunya facial rutin sebulan sekali. Sebenarnya ia itu anti sekali dengan yang namanya facial. Membayangkan kalau jerawat-jerawat yang sangat disayanginya itu ditusuk-tusuk dengan jarum khusus secara brutal membuatnya keder. Belum lagi kalau semua komedonya dipencet-pencet sadis oleh para terapisnya. Air matanya sampai keluar saking sakitnya.
Ada satu pengalaman yang membuat Bintang ogah ikut ibunya facial. Waktu itu, ia sangat kesakitan karena jerawatnya terus saja dibombardir habis-habisan. Saking sakitnya tubuhnya sampai miring-miring ke samping, demi menghindari tangan-tangan haus darah terapisnya. Karena berat badannya yang di atas rata-rata, ia terjatuh dari bed pasien karena tidak seimbang. Sejak saat itu, ia trauma kalau diajak facial oleh ibunya. Tapi kali ini, ia bertekad untuk bertahan hingga akhir. Beauty is pain, isnt' it?
==================================
Jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Tapi ia sudah stand by di teras rumah, lengkap dengan sepatu joggingnya. Dia bahkan sudah melakukan beberapa gerakan pemanasan sebelum ayahnya tiba. Ayahnya keluar rumah satu jam kemudian. Saat melihat kehadirannya, ayahnya mengucek-ucek matanya. Pasti ayahnya tidak percaya saat melihat putri abegenya sudah melompat-lompat heboh pagi-pagi begini.
"Wah... wah... wah... Ada angin apa kamu pagi-pagi begini sudah bangun, Bi? Serius ini kamu mau ikut Ayah jogging?" Ayahnya membelai puncak kepalanya dengan sayang. Ayahnya pasti senang karena anak gadisnya sudah mau menjaga kesehatan, dengan kesadarannya sendiri. Tidak perlu di uber-uber lagi.
"Serius pangkat enam kalau meniru ucapan Ibu, Yah. Bantu Bintang supaya bisa cepet kurus ya, Yah? Bintang bosen tiap hari dikatain orang buntelan jerawatan. Bintang ingin langsing dan seksi, Yah." Ujar Bintang serius. Sabda menyipitkan sebelah matanya. Dia melihat kesungguhan dalam setiap kata-kata yang diucapkan oleh anak gadisnya ini. Pasti ada sesuatu hal yang merubah cara pandang Bintang. Dulu anak gadisnya ini selalu mengatakan kalau big is beautiful. Tapi kini sepertinya pepatah itu tidak berlaku lagi untuknya. Ada apa sebenarnya? Apa yang sudah menbuat putrinya ini mengubah semboyan? Sabda sebenarnya penasaran sekali. Namun ia sadar, itu adalah rahasia anaknya. Ia tidak boleh terlalu mencampuri urusan hati anaknya, kecuali yang bersangkutan memang meminta pendapatnya.
"Dengar ya sayang. Hakekatnya olah raga itu adalah untuk mendapatkan kesehatan dan kebugaran. Dan apabila hal tersebut bisa membuat tubuh kamu kurus dan seksi, itu adalah bonusnya, bukan tujuan utamanya. Ayah tidak mau kamu salah persepsi tentang arti olahraga yang sesungguhnya. Paham sayang?" Ujar Sabda. Bintang pun memberi jawaban dengan mengacungkan jempolnya ke udara seraya mulai berlari-lari kecil. Kegiatan pagi, jogging bersama ayahnya telah dimulai.
Sabda menghentikan laju tubuh putrinya yang seakan-akan tidak ada capeknya berlari. Ada semangat yang membara disana. Sabda melihat niat putrinya ikut jogging bukan hanya karena ingin kurus saja. Pasti ada tujuan lain lagi yang ingin dicapainya. Putrinya tampak kalap berolahraga. Jika tadi ia hanya menduga-duga, kali ini sepertinya sudah saatnya ia bertanya. Bagaimana pun Bintang itu adalah putrinya. Ia tidak ingin anaknya memendam sesuatu yang salah, tanpa ia bantu menguraikan masalahnya.
Sambil berjalan-jalan kecil untuk menetralisir jantung dan mendinginkan tubuhnya, Sabda berjalan bersisian dengan putrinya. Ada beberapa hal yang ingin ia pastikan. Ia tidak tenang melihat sinar mata anak perempuannya ini berubah. Bintang tidak terlihat santai dan easy going lagi. Tapi justru terlihat tegang dan gamang.
"Bi, boleh Ayah tahu kenapa kamu ingin sekali kurus? Apa karena bullyan teman-teman di sekolahmu?" Bintang dengan cepat menggeleng.
"Bukan, Yah. Selama tiga tahun ini Bintang bisa melewatinya. Tidak masalah. Memang ada satu kejadian yang membuat Bintang ingin berubah. Seseorang mengata-ngatai Bintang seperti buntelan jerawatan. Jadi Bintang ingin membuktikan padanya, kalau Bintang juga bisa kurus dan seksi seperti Cla--perempuan -perempuan yang lainnya." Bintang nyaris saja menyebut nama Clara. Untung ia bisa dengan cepat membelokkan kata-katanya. "Bintang ingin membuat ia menelan kata-katanya sendiri, karena Bintang bukanlah buntelan jerawatan lagi."
Saat mengucapkan kata-kata itu, entah mengapa dada Bintang rasanya sangat sesak. Bertahun-tahun ia mengidolakan seseorang, tapi ternyata orang itu malah menganggapnya seperti setumpuk kotoran yang menjijikkan. Ia merasa sangat sedih dan malu. Tanpa sanggup mengucapkan kata apa-apa lagi, Bintang memeluk tubuh kekar ayahnya dan menyembunyikan tangisnya di lengan kekarnya. Hanya laki-laki inilah yang tidak akan pernah menyakitinya, dan menerima apapun kekurangannya. Tangis tersengal-sengal Bintang membuat Sabda merasa hatinya bagai diiris-iris. Putrinya yang menangis tetapi malah hatinya yang terasa luar biasa sakit. Putrinya sedang patah hati rupanya. Dan siapa laki-laki brengsek yang tega menyinggung fisik anaknya? Laki-laki yang menghina perempuan itu bukanlah seorang laki-laki sejati. Dia boleh saja menolak anaknya, tetapi tidak jantan kalau ia sampai menghancurkan kepercayaan dirinya. Kalau saja ia tahu orangnya, ingin sekali ia mengajarinya tentang sikap seorang laki-laki sejati setelah terlebih dahulu membuatnya babak belur karena sikap tidak gentlemannya.
"Sayang, selama kita masih hidup, masalah pasti akan tetap ada. Karena memang seperti itulah aturan main kehidupan. Hidup ini tidak selalu indah-indah saja. Masalah akan selalu datang bertubi-tubi. Semua orang pasti akan mengalaminya. Tidak ada seorangpun yang bisa terbebas darinya. Tetapi karena itulah semua orang jadi belajar menghadapi tantangan. Berusaha menjadi lebih dewasa, lebih baik dan lebih kuat." Sabda mengusap puncak kepala putrinya.
"Mengenai orang yang telah membuatmu kecewa. Buat apa kamu izinkan perasaan itu singgah dan memburukkan hari-hari indahmu selama ini? Buang saja ke tempat sampah semua kata-kata tidak berfaedahnya itu. Untuk apa terus kamu ingat-ingat? Janji dulu pada Ayah untuk tidak lagi mengingat-ingatnya. Bisa?" Tegas Sabda. Dengan mata berair Bintang menganggukkan kepalanya.
"Bintang kecewa, Yah. Bintang sama sekali tidak menyangka kalau perasaannya pada Bintang hanya--" Bintang tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Terlalu sakit rasanya.
"Sebenarnya siapa yang membuat kita kecewa, Nak? Kita sendiri bukan? Kita tidak akan pernah kecewa jika kita mampu untuk mengendalikan perasaan kita. Mau sehebat apapun orang lain menyakiti perasaan kita, kalau kita sempurna dalam mengendalikan hati, no problem at all. Kita tidak akan gampang untuk kecewa dan sakit hati. Karena apa? Karena kita telah mampu mengendalikan diri kita sendiri. Mengerti, Nak?" Imbuh Sabda lagi. Putrinya kembali hanya mengangguk lesu. Sabda jadi penasaran tentang sosok yang telah mengata-ngatai putrinya ini.
"Eh ngomong-ngomong, siapa sih orang yang sudah berani mengata-ngatai anak ayah?" Sabda tidak tahan juga untuk tidak menanyakan jati diri orang yang sudah membuat anak gadisnya patah hati dan gundah gulana seperti ini.
"Rahasia dong, Yah. Tapi yang pasti orang itu sudah Bintang injek-injek sampai hancur!" Sabda tertawa. Akhirnya putrinya kembali normal juga. Sambil bergandengan tangan, mereka pun kembali pulang ke rumah. Ayahnya tidak tahu saja kalau sesungguhnya ia memang benar-benar sudah menginjak-injak orang yang menghinanya. Kemarin malam ia telah menempelkan photo Tian pada dua telapak sepatunya. Pasti saat ini wajah ganteng Tian sudah beset-beset semua terkena aspal pada saat ia jogging tadi. Puas banget Bintang rasanya.
Langkahnya terhenti saat melihat ada satu mobil mewah berplat B 714 N di teras rumahnya. Itu adalah mobil Tian. Ngapain pagi-pagi ia sudah ada di rumahnya? Ia pun memutar otak. Ia memang sudah tidak mau lagi menampakkan diri di hadapan Tian.
"Eh yah, Bintang ke rumah Mbak Sisi dulu sebentar ya? Kami janjian mau nonton soalnya. Oh iya, Bintang juga sekalian mau sarapan bersama Mbak Sisi aja di warung bubur depan kompleks. Boleh ya, Yah?" Bintang memasang wajah memelas. Mana tega ayahnya kalau ia sudah memasang ekspresi seperti ini. Ketika melihat ayahnya menganggukkan kepala, ia pun kembali berlari kearah belakang kompleks. Dia bukan ke rumah Mbak Sisi, tetapi kembali melanjutkan lari paginya.
Bintang merasa semakin lama gerakan kakinya semakin melambat saja. Kepalanya juga mulai terasa pusing. Mungkin ini akibat terlalu semangat berolah raga tanpa mempertimbangkan fisiknya yang belum terbiasa. Mana dia sama sekali belum sarapan lagi.
Brukkk!
Aduhhh!
"Astaga Dek bohay, mobil lagi parkir segede gaban begini kok bisa-bisanya lo seruduk juga. Lo mabok ya?" Kepala Bintang yang makin keliyengan membuatnya terpaksa memegang mobil yang ditabraknya tadi erat-erat. Keringat pun semakin bermanik-manik di keningnya.
Tiba-tiba saja Bintang merasakan satu lengannya dilingkarkan pada sebuah bahu yang bidang dan pinggangnya juga dirangkul erat-erat.
"Maap ya gue cuma bisa mapah lo doang. Gue nggak sanggup ngegendong lo ala ala bridal style. Takutnya ntar kita malah jatuh dua-duanya. Selamat kagak, benjol mah iya." Walaupun nafasnya cengap-cengap kecapean, Bintang mengenali suara galak kakak kelasnya ini, Bumi Persada Prasetya. Alamat dibully lagi lah ia pagi-pagi.
"Lo ngapain pagi-pagi udah sempoyongan kayak orang mabok? Duduk dulu yang bener, gue ambilin air minum gue dulu di mobil." Bintang merasa dia dididudukkan sebuah kursi taman kompleks.
"Nih minum dulu. Masih baru itu air mineralnya, belum gue minum." Bintang kaget saat Bumi menempelkan sebotol air mineral dingin ke pipi chubbynya. Kakak kelasnya ini memang suka sekali mengusilinya. Tanpa banyak bicara Bintang segera minum. Segar sekali rasanya setelah capek berlarian kesana kemari tiba-tiba di suguhi sebotol air dingin rasanya seperti di surga.
"Saya tadi habis jogging sama ayah saya, Kak."
"Berapa putaran emangnya?"
"Sama ayah tadi lima belas putaran, terus saya nambah delapan putaran lagi."
"Ahelah, pantes aja lo sempoyongan kayak orang mabok kalo lari nggak pake perhitungan dan sesuai kemampuan. Nih gue kasih tau ya Dek, orang olah raga itu harusnya bertahap. Misal nih, hari ini lima putaran, besoknya enam putaran dan seterusnya. Nah lo yang olah raganya cuma pas pelajaran Penjas aja, sok-sok kan jadi atlet sprint. Gimana kagak semaput lo." Bintang hanya diam saja. Tidak akan menang kalau berbalas kata dengan kakak kelasnya ini. Selalu saja ada bahan untuk membalikkan semua kata-katanya. Lebih aman kalau dia diam saja.
"Kakak sendiri ngapain ada di sini?" Gantian Bintang yang bertanya. Dia heran kenapa kakak kelasnya ini ada di kompleks perumahannya pagi-pagi begini.
"Kenapa? Emangnya ini kompleks punya lo? Jadi gue nggak boleh kesini gitu?" Eh si Bumi ditanya baik-baik malah nyolot.
"Bukan gitu Kak, kan saya cuma nanya."
"Nggak usah nanya-nanya hal yang bukan urusan lo. Ayo!" Bumi bangkit dan mulai memapahnya lagi.
"Ayo kemana, Kak?" Bintang bingung karena dipapah-papah mirip orang sakit stroke.
"Pake nanya lagi. Ya pulang lah. Lo emangnya mau seharian ngejogrok di sini? Ayo gue anterin. Mumpung besok puasa, gue mau memperbanyak amal ibadah. Ayo cepetan!"
"Kak, kalau niat nolong itu yang ikhlas. Jangan sambil membentak-bentak. Nanti pua--"
"Lo ngomong lebih panjang lagi gue sumpel ini sepatu basket gue ke mulut lo, mau?" Dan Bintang pun diam seribu bahasa.
Bintang berjalan mengendap-endap dari belakang rumahnya. Ia terpaksa masuk dari pintu belakang seperti maling demi menghindari pertemuan dengan Tian. Ia masih melihat mobilnya di depan rumah. Makanya ia menghindari bertemu muka dengannya."Eh gajah imut, lo ngapain jingkat-jingkat kayak maling di rumah sendiri? Ah gue tahu, lo malu 'kan ketemu sama pujaan hati lo dalam keadaan seperti habis diterjang badai Katrina begini? Halah, lo mau mandi sehari sepuluh kali juga bakalan tetep dekil. Kecuali lo itu kayak uler, bisa ganti kulit. Bi... Bi..."Mendengar bacot Altan Wijaya Kesuma yang kencang, Bintang buru-buru membekap mulut sahabat oroknya itu kuat-kuat. Bisa kedengeran Tian kalau suara Altan segede toa masjid di mari."Diem nggak lo upil onta! Gue lagi nggak kepengen ketemu siapa-siapa sekarang, termasuk lo juga brondong borju. Sono lo jauh-jauh dari gue!"Bintang mendorong kuat-kuat ba
"Lo beruntung beut hari ini Bi, karena yang melatih para muay nak farang itu Om Saka sendiri. Jarang-jarang lo Om gue mau jadi trainer. Pasti latihan lo akan makin maksimal nantinya. Tapi yaitu, lo siap-siap capek lahir bathin aja. Om gue kalo ngelatih itu mah all out. Nggak ada istilah setengah-setengah bagi si Om. Ayo kita ganti baju dulu." Tria membawanya menuju ruang khusus untuk mengganti pakaian."Nih, lo pake aja dulu hand wrap glove gue. Lo kan pemula, gue takut kalo lo cedera. Ntar kalo lo udah jago, baru lo boleh one on one sama muay nak farang yang lain pake tangan kosong. Sekarang begini aja dulu ya? Ayo Bi." Bintang mengekori langkah cepat Tria menuju sasana. Dari jauh saja Bintang sudah terpesona melihat betapa kekar dan bagusnya tubuh Om Saka. Om Arshaka Abiyaksa ini sebenarnya adalah seorang dokter kandungan. D
"Ha--hallo Bang Rasya. Apa kabar, Bang? Abang nyari Om Saka ya? Si Om baru aja pulang. Coba susulin deh, pasti masih terkejar." Melihat anak sulung Saka berdiri tepat di depan matanya Bintang berusaha ngeles dan merubah arah topik pembicaraan sealami mungkin."Lo nggak usah capek-capek menggunakan tehnik pengalihan issue sama gue. Nggak mempan, Bi. Lo lupa kalo gue ini anak hukum heh?" Rasya sekarang memelototinya dengan galak. Kadang Bintang mikir apa semua anak hukum bawaanya galak dan ketus-ketus begini ya? Mana itu muka ketet beut lagi kayak kolor baru. Hadeeehhhh."Nah berhubung Abang ini mahasiswa hukum, harusnya Abang tahu dong azas praduga tak bersalah? Jangan main asal tuduh aja dong, Bang. Itu namanya fitnah. Orang gue belum selesai ngomong juga." Bintang tidak mau kalah ngemop juga."Eh Bi, nih kuping gue masih sehat walafiat ya fungsinya. Gue denger semua wa
Sebulan telah berlalu. Bintang hari ini kesenangan setengah mati karena telah berhasil menurunkan lima kilogram dari bobot tubuhnya yang biasa. Berat badan awalnya adalah 68 kilogram dengan tinggi 158 cm. Dan kini berat badannya sudah turun menjadi 63 kilogram. Menurut dokter gizinya berat badannya idealnya adalah 48 atau maksimal 50 kilogram saja. Tetapi Bintang memberi target 45 kilogram. Agar ia memiliki body goals, gitu lho maksudnya.Sebulan penuh berdiet dan berolah raga maksimal itu sungguh sangat tidak mudah saudara-saudara. Di saat orang-orang masih bergelung dengan selimut yang hangat pagi-pagi buta, ia sudah lelarian keliling kompleks untuk jogging. Seminggu tiga kali ia juga harus saling baku hantam one on one dengan Om Saka atau pun Tria. Walaupun sebenarnya Bintang kadang suka berlaku curang apabila sparring partnernya itu Om Saka. Ia suka berpura-pura kelelahan sehingga Om Saka akan memap
"Ntar pulangnya lo mau gue jemput atau bagaimana?" Tanya Bumi setelah mereka sampai di sasana."Kalo mau, ntar lo WA gue aja. Gue nganterin nyokap gue dulu ke pasar, beli bahan-bahan kue untuk bukaan bentaran. Kalo kelarnya cepet, gue akan secepetnya balik lagi ke sini." Bumi membantu membukakan helm yang dipakai oleh Bintang karena melihatnya kesusahan untuk membuka kaitnya."Eh nggak usah, Kak. Nanti biar gue di jemput Kak Langit aja. Oh ya, Tante Intan dan Om Bayu apa kabar? Si tante masih demen aja ya belanja di pasar tradisional dari pada di pasar swalayan? Supaya hemat ya Kak, karena lebih murah?"Bintang memang mengenal kedua orang tua Bumi yang juga berteman baik dengan ayah dan ibunya. Mereka sudah bersahabat sejak muda. Bumi adalah anak Om Bayu Persada Prasetya dan Tante Intan Ayu Raffardan. Makanya anak-anak mereka juga saling kenal dan cukup akrab. Angkasa Persada Prasetya, adik Bumi, malah sekelas den
"Iya Kak, iya. Bintang pake deh jaketnya. Tapi nggak usah pake nyolot juga kali." Sambil ngedumel, mau tidak mau ia memakai juga jaket parasut Tian. Tian ini kalau sudah marah memang menyebalkan. Ia tidak akan berhenti memaksa sampai kita menuruti keinginannya. Makanya ia mengalah saja. Tapi karena jaket Tian yang tentu saja mengikuti ukuran tubuhnya, membuatnya nyaris tenggelam dalam jaket pinjamannya. Celana pendek adida* nya jadi tidak terlihat. Alhasil ia malah seperti tidak menggunakan celana!"Kak, Bintang kok jadi kayak nggak pake celana gini, sih? Jaketnya kebesaran ini sampai nutupin celana pendek Bintang. Tangan Bintang juga jadi nggak keliatan. Gimana Bintang mau latihan coba?" Tian akhirnya malah jadi sakit kepala sendiri melihat penampakan seksi abis Bintang. Begitu juga dengan tatapan para muay nak yang ada di sana. Tatapan lapar terlihat mendominasi dari sasana yang kesemuanya adala
6 tahun kemudian."Bi, nanti sebelum kuliah tolong ambilkan kebaya ibu di butiknya Tante Riska ya? Kakakmu disuruh ngambil lupa-lupa terus. Mana sabtu ini udah mau dipakai lagi. Eh bener 'kan Tian nikahnya sabtu ini?""Iya Bu, bener. Ini Bintang singgahin dulu deh ke butik baru lanjut kuliah." Bintang cepat-cepat memakai flat shoesnya saat melihat jam telah menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh menit. Padahal pukul lima nanti, kelas manajemen kontruksi akan dimulai. Mana dosennya Pak Zainal Silangit lagi. Kalau terlambat, alamat tidak bakalan dikasih masuk pasti. Disiplinnya Pak Zainal itu sudah terkenal di seantero kampus. Menurut beliau, anak jurusan arsitektur itu harus disiplin sedari dini. Bisa rubuh bangunan kalau arsiteknya tidak disiplin dan menghitung bahan bangunannya asal-asalan. Begitulah semboyan Pak Zainal yang sudah dihapal luar kepala oleh para mahasiswanya."Bi, perasaan Bumi k
"Lho Bi, itu si Bumi sama cewek lain. Waduh mesra beut lagi. Gue nggak nyangka ya si Bumi bisa juga nyelingkuhin lo. Padahal dia dapet lo perjuangannya juga nggak gampang. Sampe lo tolak berpuluh-puluh kali! Dasar laki-laki, kalo belum dapet aja diuber-uber sampe ke lobang semut. Eh giliran udah dapet aja, malah gentayangan nyari yang baru. Mana tante-tante lagi. Dasar laki-laki, anjin* semuanya! Perlu nih gue samperin mereka ke sono, Bi?"Tria tampak begitu emosi. Gerahamnya terdengar saling beradu. Bintang sama sekali tidak menyangka kalau kedatangannya ke toko buku ini malah mendatangkan petaka. Bertemu dengan Bumi lengkap dengan pacar barunya."Nggak perlu lah Tri. Gue emang udah putus sama dia kemarin." Bintang memang hanya mengatakan pada keluarganya kalau ia telah selesai dengan Bumi. Ia merasa tidak perlu memberitakan kejombloannya pada seluruh nusantara. Apalagi merubah status facebook dari in
Bila esok kau tertawa lepasEntah dengan siapa,Ketahuilah aku orang pertamaYang paling merasa lega. Bila esok kau digenggam eratEntah oleh siapa,Ketahuilah tanganku akan ikhlas melepaskan genggamannya. Dan bila esok kau berbahagiaIngatlah,Hatiku adalah tempat pertamaYang diguyur hujan tak henti-hentinya. ================================== Kamu yakin tidak ingin Kakak temani, Bintang." Tian menahan langkah Bintang yang akan memasuki cafe tempatnya dulu biasa bertemu dengan Bumi. Bintang melihat kecemburuan, kecemasan dan rasa khawatir yang kental dari air muka suaminya. Wajar saja kalau Tian merasa gelisah. Suami mana yang bisa tenang-tenang saja saat mengetahui istrinya akan bertemu dengan mantannya di tempat yang penuh dengan kenangan lama mereka berdua. Tetapi tadi ia telah meyakinkan suaminya bahwa ia
"Anda salah paham, Pak. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan tindak pelecehan terhadap putri Bapak. Saya hanya bermaksud untuk menolong putri Bapak yang hampir saja jatuh terjerembab dari atas motor saya. Perlu Bapak ketahui, sebelumnya putri Bapak ini baru saja terjatuh dari sepedanya. Putri Bapak belajar naik sepeda di tengah jalan raya."Galih memberi hormat ala militer pada seorang pria setengah baya yang mengaku-ngaku sebagai ayah dari gadis aneh ini. Pipinya berdenyut dan sudut bibirnya sedikit mencecap rasa asin akibat di hajar oleh bapak-bapak galak ini. Ternyata walau pun sudah tua tenaga bapak-bapak ini masih ampuh juga."Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Anda karena telah menolong anak saya. Tapi kalau memang Anda niatnya hanya ingin menolong putri saya, kan tidak perlu seerat itu juga cara memeluknya. Lama lagi. Itu sudah modus namanya." Chris walau pun mengucapkan terima kasih, tapi tamp
"Ayo silahkan dicicipi semuanya. Ini ada makanan kecil sebagai teman minum kopi. Ini teh namanya lekker khas Bandung, pisang goreng dan martabak manis. Ayo silahkan di cobain, Bapak-Ba--"Jika tadi Bintang yang muntah-muntah, maka, kali ini Tian lah yang mengeluarkan isi perutnya di dalam closet kamar mandi. Tian memang akhir-akhir ini tidak bisa mencium aroma tajam makanan atau minuman yang berempah. Perutnya akan langsung berontak seketika."Lho Kak Tian kenapa sih? Kok muntah-muntah begitu? Padahal enak banget ini kue lekkernya. Harum semerbak menggoda rasa. Eh ini juga ada martabak manis." Bintang malah kesenangan dan melahap dengan semangat aneka jajajan pasar yang disajikan oleh Pak Harjo. Beda dengan suaminya yang terus saja hoek hoek di kamar mandi."Kak Tian sakit ya? Apa perlu kita ke rumah sakit sekarang?" Bintang mengurut-urut punggung Tian yang terkadang masih tersentak-sent
Huekkk... huekkk... huekkk...Bintang tidak sanggup lagi menonton sisa adegan-adegan dalam video itu. Benaknya mendadak dipenuhi kejadian sesaat sebelum video itu direkam. Ingatnya tentang kejadian ini yang dulu hanya berupa beberapa lintasan samar, kita telah tersingkap sedikit demi sedikit. Setelah meminum segelas tequila Reno ditambah lagi dengan segelas margarita Fanny, Bintang mulai merasa kepalanya menjadi ringan dan langkahnya juga bagai melayang-layang. Kakinya bahkan seolah-olah tidak lagi menapak di bumi. Benaknya kosong dan hanya dipenuhi oleh percikan warna warni indahnya kembang api. Ia pun menjadi gembira luar biasa dan tertawa-tawa tanpa sebab yang jelas. Dia bahkan melihat wajah Bumi seperti ada dua orang. Tubuhnya bergerak sendiri dan terus saja bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan. Anehnya lagi semua orang yang dilihatnya mendadak menjadi kembar dan berbayang-bayang. Samar-samar ia merasa tubuhnya seperti digen
"Semuanya sudah dibawa, Yan? Photo copy KTP, akte kelahiran, dan buku nikah Bintang masih ada sama kamu semua kan, Nak?"Chris melihat putranya sibuk memasukkan berkas-berkas identitas diri Bintang ke dalam sebuah map. Chris juga melihat anaknya memasukkan passport dan ijazah Bintang mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan SMA. Chris tidak dapat menahan senyumnya saat Tian memasukkan juga raport Bintang secara berurutan mulai dari TK sampai SMA. Untuk apalah semua tetek bengek yang tidak diperlukan itu dibawa semua oleh anaknya, alih-alih yang dibutuhkan hanyalah KTP dan buku nikah mereka berdua? Chris akhirnya tidak tahan lagi untuk tidak menggoda anaknya saat putranya itu juga memasukkan photo-photo Bintang mulai dari istrinya itu bergigi ompong dan montok, sampai dengan photo terakhirnya dalam busana pengantin saat akad nikah mereka dua bulan setengah lalu."Ayah sama sekali nggak menyangka kalau kamu ternyata punya koleksi photo Bin
"Udah nggak ada orang lain lagi di sini, Bi. Ayo sekarang buka topeng kamu. Nggak usah main drama-dramaan lagi. Kamu ngapain ada di sini? Suami kamu ke mana dan kenapa nama kamu berubah jadi Rahayu Jaya Krisna?" interogasi Jupiter dengan berondongan pertanyaan. Bintang diam saja. Ia bingung harus menjelaskan apa pada Jupiter. Rahasia itu semakin banyak orang yang tau, semakin cepat tersibak kebenarannya bukan?Karena Bintang diam saja, Jupiter mensejajari langkah kaki Bintang yang berjalan pelan menyusuri pohon-pohon rindang di sekitar pabrik pengolahan kopi. Sejauh mata memandang, terlihat kesibukan para pekerja perkebunan yang sedang melakukan proses sortasi biji kopi."Kamu tidak mau menjawab? Baik, kalau begitu saya tinggal menelepon Pak Harjo untuk membatalkan perekrutan kamu sebagai karyawan," ancam Jupiter seraya meraih ponsel di sakunya. Ia terlihat mulai menekan beberapa nomor. Bintang panik. Sepertinya Jupiter ini serius ingin me
"Silahkan ikut saya ke ruangan manager HRD ya, Teh? Tapi teteh menunggu Pak Harjo sebentar tidak apa-apa kan, Teh? Soalnya Pak Harjo lagi menghadap Pak Galaksi. Ada briefing sebentar."Pak Endang mempersilahkan Bintang menunggu di ruangan manager HRD. Bintang memeriksa kembali formulir permohonan kerjanya sekali lagi. Ia juga melampirkan photo copy akte kelahiran dan KTP Ayu. Sepertinya semuanya sudah lengkap. Kantor ini sepertinya menerapkan sistem kerja yang professional. Karena walaupun Direktur Utama sudah menerimanya bekerja, Bintang tetap harus melengkapi semua dokumen-dokumen pribadinya untuk kelengkapan arsip perusahaan. Seperti inilah seharusnya perusahaan beroperasi, professional dan teliti. Tidak sembarangan menerima karyawan.Bintang menjadi tidak enak hati karena sudah membohongi Pak Galaksi yang sudah begitu baik dan memberinya kesempatan untuk bekerja. Suara-suara beberapa orang yang saling berbicara sepertinya akan
"Lho Pak Galaksi udah di sini ya? Padahal saya teh maksudnya mau ke kantor menjumpai Bapak. Bapak sehat?" Bintang melihat Bude Yanti menyalami Bapak yang dipanggilnya dengan sebutan Galaksi tadi. Bude Yanti ini sebenarnya suku Jawa, tetapi karena sudah lama tinggal di daerah ini, dialeknya sudah seperti penduduk asli di sini. Bintang memperhatikan masyarakat di sini rata -rata menyebut huruf f menjadi p."Alhamdullilah sehat, Bu. Ibu sekeluarga bagaimana? Sehat?" Bintang memperhatikan bapak-bapak ini walaupun orang kaya tetapi tampak ramah dan tidak ada kesan sombongnya sama sekali. Karena pembicaraan mereka sudah mulai serius membahas masalah pekerjaan, Bintang beringsut ke dapur dan berinisiatif membuatkan minuman untuk tamunya. Rina dan Panji sepertinya masih sibuk mengerjakan PR sekolahnya."Nah ini keponakan jauh saya, namanya Rahayu. Keponakan saya ini baru datang dari kota. Katanya mau melamar pekerjaan di perkebun
Hujan deras menerpa saat Tian tiba di apartemennya. Sembari mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah, Tian memanggil-manggil nama istrinya. Tetapi istrinya sama sekali tidak menyahut. Padahal ia sudah berkali-kali mengucapkan salam. Biasanya saat mendengar salamnya, istrinya pasti buru-buru keluar dan mengambil alih tas kerjanya. Ini kok sepi sekali rasanya? Apakah istrinya tidak ada di apartemen?Tian meletakkan bouquet bunganya di atas meja. Ia melirik pergelangan tangannya. Baru pukul 17.30 WIB. Ia memang sengaja pulang satu jam lebih cepat dari kantornya, karena ingin memberi kejutan pada istri bohaynya.Saat memeriksa seluruh apartemen yang ternyata memang kosong, Tian pun meraih ponselnya. Mencoba menelepon istrinya. Tumben sampai sore begini istrinya belum pulang. Apakah istrinya pergi ke kampus? Tian semakin heran saat ponsel istrinya masih dalam keadaan tidak aktif seperti tadi siang. Apakah sesuatu telah terjadi pada istr