[Leyna Olivia POV]
Aku menikmati sepiring roti isi sebagai hidangan makan malam. Kudengar itu atas perintah Nona Muda Olivia dari para penjaga. Tentu saja itu berarti adalah perintah Dion yang mungkin sedang mengistirahatkan dirinya tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu. Satu-satunya yang mengganjal adalah hubunganku dengan Uncle Lancelot.
Entah apa yang terjadi tadi pagi dengan pria yang menjadi favoritku kalau berhubungan tentang hunting food. Semoga saja semuanya berjalan dengan lancar. Dion juga bukan tipikal pria yang ceroboh atau tidak bisa berpikir dengan cepat dan matang. Apapun yang terjadi juga dia harus bisa menjalaninya dengan baik.
Lagipula, kalaupun dia salah melangkah. Masih ada alasan yang bermutu untuk menopang langkah tersebut untuk tidak terendus oleh siapapun.
“Aku bosan,” kataku sambil duduk di papan kayu yang menjadi tempat tidurku selama ini. Aku diinterogasi oleh Kepala Divisi Hukum tadi pagi dan berjalan dengan mulus … kurasa. Aku mengenal Kepala Divisi tersebut, bisa dibilang dia sejenis hakim di Burk’s Falls.
“Bisa jelaskan apa yang Anda lakukan hari itu?”
Aku mengenang kembali setiap detik yang terbuang di ruang rapat dengan Hakim Johnson. Ya, begitu lah biasanya aku memanggilnya. Ruangan yang sama menjadi tempat aku bertemu dengan Dion pertama kali selama berjam-jam hingga dia melewatkan makan siang dan mengganjal kelaparan dengan teh melati.
“Itu hanya kesalahpahaman, Tuan.”
Aku tidak bisa menjawab lebih banyak sebagai pembuka. Karena sesuai dengan sikap Dion yang selalu menjawab dengan singkat sebagai kesimpulan dari seluruh kejadian cerita yang terjadi. Aku senang dia tidak melarikan diri dengan ragaku atau mungkin lebih parahnya melakukan sesuatu yang merugikan diriku sendiri.
Bagaimanapun aku akan kembali ke ragaku sendiri, bukan?
Begitu pun dengan dirinya. Hanya saja, aku dan dia belum mendapatkan cara untuk menormalisasikan kekacauan ini. Aku terkekeh geli ketika mengingat Hakim Johnson langsung menanyakan alasannya aku menjawab seperti itu. Biar lah penjaga tahanan kebingungan dengan sikapku yang tiba-tiba cenderung ini.
“Aku tidak pernah mencuri apapun dari ruangannya, Tuan. Aku mendapatkan perintah darinya untuk mengambil buku yang ada di laci mejanya dan dia langsung menuduhku seperti itu. Itu ruangan pribadinya, tentu saja tidak akan ada orang yang berada di sana selain aku dan dia.”
“Dia? Menurutmu, ada pelaku lain?”
Kalau boleh jujur, aku hanya ingin untuk segera bebas dari penjara ini. Setelah mendengar kesaksian Dion di ruang rapat itu, aku bisa memutuskan kalau itu hanya kesalahpahaman baginya, tetapi satu sisi juga bukan. Pemilik ruangan yang merupakan rekan kerja Dion hanya salah menangkap pelaku dan menjadi kesialan bagi jiwa pria yang sedang beradaptasi dengan ragaku di sana.
Atau mungkin, memang sengaja menjebak Dion Addison?
Aku tidak bisa menyimpulkan sesuatu yang tidak kualami. Yang perlu Dion lakukan adalah segera mencari bukti agar raganya tidak dibawa ke tahanan sebenarnya. Kudengar, hanya ada satu orang yang melihat kasus tersebut selain dia dan yang lainnya.
“Bukan pelaku lain, Tuan. Melainkan, memang dia pelakunya.”
“Menurutmu, pencurian itu memang benar terjadi tetapi, bukan Anda pelakunya. Seperti itu?”
Aku ingat sekali aku langsung mengangguk. Aku hanya menjawab seadanya, sesuai dengan cerita Dion yang memang sangat mendetil untuk dipahami, semuanya terdengar runtut.
“Berarti, kejadian pencurian itu terjadi sebelum Anda datang ke ruangannya. Di bawah jam sepuluh pagi. Menurut Anda, siapa yang menjadi pelakunya?”
Aku tidak bisa mengatakan pelakunya. Karena, aku tidak mau menghakimi siapapun. Dion hanya menerka karena seingatnya dia melihat pelaku lain itu masuk ke dalam ruangan saat dia akan melewati ruangan tersebut untuk mencapai ruangannya dengan dua guru lainnya.
“Saya tidak akan menganggap Anda menghakimi siapapun. Saya dan tim saya perlu kesaksian Anda untuk menuntaskan kasus pencurian ini. Catatan kriminal Anda yang bersih jelas mengatakan Anda adalah warga Burk’s Falls yang baik. Hanya hidup berdua dengan seorang nenek yang merawat Anda sampai besar. Saya tidak akan menjatuhkan hukuman apapun pada Anda sebelum kasus ini terjawab sepenuhnya dengan objektif.”
Ini dia. Kalimat yang membuat aku selalu kagum dengan Hakim Johnson. Menurut kalian, kenapa dia bisa menjadi hakim kepercayaan Daddy selama delapan belas tahun dia bekerja?
Dia bisa diibaratkan menjadi role model kami semua serta calon hakim. Dia menegakkan berdasarkan logika bukan dengan keinginannya sendiri. Dalam bekerja dia tidak akan menghakimi walaupun nada bicaranya terkesan tegas, dia berusaha mengulik berdasarkan perkataan tersangka, korban, maupun saksi dan memecahkan misterinya.
Karena kepercayaan itu, aku bisa menjawab dengan penuh percaya diri. Aku sudah pernah bertanya pada Dion tentang ini dan kurasa memang sudah waktunya untuk membeberkan semuanya.
“Nicholas Merlyn.”
_The Stranger’s Lust_
To Be Continue
[Dion Addison POV] Aku mengencangkan ikatan tali sepatu di sekitar pergelangan kakiku. Masih ada lima jam sebelum latihan di studio dimulai. Dengan skirt di tanganku, kubawa ke ruang rapat yang sebenarnya cukup luas dijadikan studio tari. Kemarin Hakim Johnson mengatakan hasil sesi wawancaranya dengan Leyna. Aku mengiyakan dan meminta hari esok aku yang akan mengintrogasinya. Di sinilah sekarang, di jam sembilan pagi. Leyna dibawa ke dalam ruang rapat. Aku membiarkan para pengawal tahanan berdiri di luar ruangan rapat, menyisakan aku dan Leyna yang berseberangan. "Hakim Johnson sudah mengatakan semuanya padamu?" tanyanya memulai sesi percakapan. Aku tahu dia mulai menerima kehadiranku di sekitarnya karena kondisi aneh ini. Aku mengangguk, mataku bertabrakan dengan matanya dengan seulas senyuman di wajah, "Thank you for telling the truth." "That's what I've to do," katanya dengan tenang.
10.45 a.m Burk’s Falls, Ontario Dion menekan bel rumah yang disediakan di samping pagar. Di tangannya terdapat banyak kantung penuh dengan hadiah untuk anak kecil yang sedang berlari dari arah pintu untuk membuka akses kepadanya. “Leynaaa,” kata anak laki-laki yang memakai jumpsuit warna coklat dengan dalaman kaus putih polos. Rambutnya yang sedikit memanjang menutupi dahinya. Sandal yang dikenakan bersentuhan dengan tanah. Dengan cepat, dia membuka pagar dan memeluk gadis tersebut. “Hey, Bryant sedang apa?” tanya Dion yang menggendong anak tersebut dengan sebelah tangan, sebelahnya dia masih menenteng bingkisannya. Laki-laki itu memeluk lehernya dengan kuat dengan senyum yang masih terpasang di wajahnya. “Sedang menggambar. Ada tugas menggambar dari guru di sekolah. Bryant menggambar sungai, ada Leyna, Marcell, Papa, Mama, dan Bryant juga,” jawab anak sulung tersebut dengan antusias. Dion
Dion mengikuti jejak Chayton yang berdiri di samping Hakim Johnson, dia duduk di barisan kiri pria yang sementara ini menjadi ayahnya sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi, dia masih mengharapkan sebuah keajaiban datang. Di ruangan cukup luas menampung lima belas orang, Chayton duduk di singgasananya. Ya, hari ini adalah hari penyidangan. Sebenarnya Dion lebih suka bilang ini adalah tahap mediasi. Karena, tidak mungkin Leyna yang berada di raganya itu bisa dibawa ke sana, semuanya sudah sempurna. Dia berhasil mendapatkan bukti yang cukup akurat. Leyna masuk melalui pintu yang ada di samping ruangan, didudukan di bagian tengah berhadapan dengan hakim. "Sidang sudah boleh dimulai, Hakim," kata Dion ketika melihat Leyna sudah duduk di tempatnya. Dia sempat bertanya prosedurnya kepada Leyna kemarin malam dengan alibi urusan mendadak. Hakim Johnson yang mengambil posisi tempat di sebelah Chayton bersiap memulai sidang. "Sidang k
Leyna langsung ke luar dari gedung termegah di Burk's Falls, dia harus pulang ke rumah Dion untuk menjaga wanita tua yang mungkin sedang cemas dengan kondisi cucu kesayangannya itu. Dia melewati jalan yang bisa dilalui oleh sebuah mobil beroda empat. Leyna hanya berusaha untuk tidak menyapa sekitar kecuali tetangga rumahnya, sedikit aneh tetapi dia akan berusaha menyamai tingkah pemilik asli tubuh ini. “Hey, Dion. How are things going?” Leyna memberikan senyum ramah yang bisa dia buat, “Hello, Luke. Doing good these days. And you?” “Should bring kiddos to beach. This time they really want it,” kata tetangga yang sedang meletakkan sebuah tas besar di dalam bagasi mobil. “Have fun, Luke.” “Sure. You too.” Leyna membuka pagar rumah. Tanpa berpikir panjang, dia membuka pintu rumah dan matanya melihat seorang wanita sedang duduk melihatnya dengan tatapan berbinar senang. Tangannya beringsut menut
[Leyna Olivia POV] “Granny, aku berangkat duluan, ya,” kataku sembari mengecup pipi kanan Granny tanpa berpikir panjang dan segera keluar dari rumah setelah memastikan rumah bisa ditinggal untuk beberapa jam ke depan. Aku bertanya kepada Dion semalam lebih rinci tentang kegiatannya di sekolah lewat messages. Leyna Olivia [Aku biasanya jam tujuh sudah berada di jalan ke sekolah. Kalau yang membingungkanmu adalah jadwal mengajarku, seingatku aku menyimpan tabel di laci meja kerja. Kau bisa membawanya kemana saja] [Tidak perlu banyak bicara. Kalau ada yang bertanya, jawab saja menurutmu mana yang bagus apalagi tentang kejadian aku ditahan. Pasti besok banyak guru yang akan bertanya. Aku tidak begitu dekat dengan mereka] [Biasanya saat makan siang, aku menyempatkan diri kembali ke rumah untuk menyiapkan makan siang Granny. Tetapi, kalau kau belum terbias
"Granny, good morning." "Good morning, boy. Where do you want to go?" tanya Greisy yang baru menutup pintu kamarnya sendiri melihat cucunya memakai baju rapi tetapi tampak nyaman. Mata wanita uzur itu melihat sebuah kaus berkerah polo berwarna putih melekat di bagian tas dan jeans untuk bawahannya. "Aku ada urusan, Granny. Temanku memerlukan bantuan, jadi aku harus ke sana." “Pergilah.” Leyna meletakkan piring berisi tumisan sayur. Lalu, dia mencium pipi wanita tersebut. "Granny, mau ikut denganku?" Greisy menggeleng kepalanya pelan, membalas ciuman di kening pria tersebut, "Pergilah. Granny baik-baik saja di sini, nikmati harimu." "Kalau begitu, aku pergi dulu, ya, Granny. Pulangnya aku akan bawa smoothies untuk Granny. Bye, Granny." Wanita tua itu melihat Leyna yang memakai sepatu dan meninggalkan rumah. Dengan senyum lembut yang telah mengeriput,
Hari Minggu Burk’s Falls, Ontario “Granny, please drink the water.” Leyna menyerahkan sebotol minuman dengan sedotan di dalam untuk memudahkan nenek yang dengannya bisa meminum dengan lancar. Lalu, menyimpannya kembali ke dalam tas punggung yang dibawanya hari ini. “Sudah lama tidak ke sini. Kita ke sebelah sana.” Leyna merangkul lengan Greisy hati-hati, memastikan wanita tua itu berjalan dengan baik di sampingnya dan tidak akan terluka saat menaiki anak tangga. Doe Lake diciptakan oleh alam dan pemerintah membuatnya semakin menawan dengan memutuskan membuat jalan yang bertanjak untuk pejalan kaki. Seperti sekarang, ada yang berolahraga maupun sekedar jalan menikmati segarnya alam layaknya mereka. “Dulu sebelum Tuan Chayton memimpin, lautan ini tidak terawat. Begitu banyak sampah di sana dan sini. Saat itu Granny masih muda, suka datang ke sini dengan Kakekmu untuk jogging
"Eh?" Dion meraba wajahnya sendiri, mencubit kedua pipi yang terasa sedikit kasar daripada selama semingguan ini dan memegang rambutnya sendiri. Matanya melihat ke arah jarum jam yang masih di angka enam tepat. Dia langsung berlari ke depan kaca yang tergantung di dinding dan hanya menampakkan setengah badannya saja. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, dia langsung berjalan ke meja belajarnya dan menggapai ponsel yang terbaring di alas permukaan datar tersebut dengan sumringah. Ponselnya kembali. Tanpa berpikir panjang, dia menekan deretan angka diluar ingatan. Tangannya mengikis jarak antara ponsel dengan telinga kiri seraya mengetuk jari kakinya yang telanjang ke permukaan tanah. Sambungan suara dering yang cukup panjang dan konstan sebelum menghilang dan terdengar suara lembut khas perempuan yang serak karena terpaksa bangun tidur. “Hallo, Dion? Ada apa menelepon sepagi ini?” Dion tersenyum tipis, sekali menafsir k