Dion mengikuti jejak Chayton yang berdiri di samping Hakim Johnson, dia duduk di barisan kiri pria yang sementara ini menjadi ayahnya sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi, dia masih mengharapkan sebuah keajaiban datang. Di ruangan cukup luas menampung lima belas orang, Chayton duduk di singgasananya.
Ya, hari ini adalah hari penyidangan. Sebenarnya Dion lebih suka bilang ini adalah tahap mediasi. Karena, tidak mungkin Leyna yang berada di raganya itu bisa dibawa ke sana, semuanya sudah sempurna. Dia berhasil mendapatkan bukti yang cukup akurat.
Leyna masuk melalui pintu yang ada di samping ruangan, didudukan di bagian tengah berhadapan dengan hakim.
"Sidang sudah boleh dimulai, Hakim," kata Dion ketika melihat Leyna sudah duduk di tempatnya. Dia sempat bertanya prosedurnya kepada Leyna kemarin malam dengan alibi urusan mendadak.
Hakim Johnson yang mengambil posisi tempat di sebelah Chayton bersiap memulai sidang.
"Sidang kasus pencurian pada tanggal 4 Februari 2030 dimulai pukul delapan pagi. Jaksa Jason Parker, silakan memulai."
Seorang pria di umur kepala tiga dengan jubah panjang warna merah gelap bangkit berdiri dan mengambil posisi di depan hakim, membungkuk badan sebagai sebuah penghormatan.
"Kasus pencurian yang terjadi di Burk's Falls Primary School pada 4 Februari 2030 yang diajukan oleh Tuan Lucas pada hari yang sama. Korban pencurian mengatakan kalau Tuan Dion Addison sebagai pelaku. Saya dan rekan saya, Leyna Olivia mendapatkan barang bukti yang bisa dijadikan pertimbangan untuk membebaskan Tuan Addison. Daftar bukti diserahkan oleh anggota," kata Jaksa Jason yang melihat ke arah Leyna lalu kembali berbicara. Lalu membungkuk hormat membiarkan Dion membagikan lembaran kertas yang dibawanya.
Pengacara Gerald yang duduk di samping Lucas, pemilik ruangan yang merupakan kepala sekolah menerima dokumen tersebut dan melihat isinya.
"Dari pihak Tuan Lucas, ada yang mau dikatakan?"
"Ada. Bukti nomor 4, dan 8, saya merasa keberatan."
Dion tersenyum menyeringai. Tentu saja merasa keberatan. Berbeda dengan Jaksa Jason yang mengerutkan dahinya.
"Bukti nomor 4 adalah bukti kesaksian dari anak
kecil. Bagaimana bisa memaksa anak kecil untuk bersaksi? Mereka bisa saja berbohong."
Dion berbisik, "Haruskah saya yang maju, Jaksa? Itu hanyalah bukti rekam. Karena, ini masih hari sekolah."
"Silakan, Nona."
Dion mengangguk, "Hakim, saya menemui anak kecil itu kemarin pagi dan bertanya kepadanya. Karena penduduk di sini tidak begitu banyak, maka bisa dilakukan dengan cara komunikasi langsung. Anak kecil itu bernama Bryant, satu-satunya saksi yang melihat semuanya. Bukti rekamannya ada di sini."
"Bukti rekaman ini akan mendukung kejadian yang terekam berdasarkan bukti nomor empat."
Hakim menyetujui. Dion langsung memberikan kepada anggota lainnya yang bekerja sama untuk memperlancar sidang ini. Dion membungkuk hormat dan duduk di tempatnya.
"Leyna!"
"Bryant melihatnya dan jujur mengatakannya pada Leyna."
"Sir Nico yang melakukannya."
Jason bangun dan menjelaskan sisi rekaman video yang tertangkap oleh salah satu kamera tersembunyi yang ada di sekolah, lebih tepatnya kamera pengawas yang tersedia untuk memantau ruangan Lucas.
"Karena ini, saya meminta anggota saya untuk mendatangkan saksi mata, Hakim Johnson."
"Silakan," ucap Hakim Johnson. Jason mengangguk dan memberi gestur kepada penjaga untuk membuka pintu. Semua makhluk hidup di sana terkesiap.
"Dia adalah Nicholas, Hakim."
Dion tersenyum dan mengarah pada Leyna yang duduk di seberang iris mata itu saling bertabrakan dengan teduh.
Leyna ikut mengembangkan senyumannya saat melihat semuanya akan berjalan dengan lancar.
_The Stranger's Lust_
12.00 p.m
Burk's Falls, Ontario
"Leyna!"
Dion berbalik dengan setelan formal hari ini berwarna hitam, senyumnya muncul bersinar ketika melihat raganya datang menghampiri. Dia terkesiap ketika tubuhnya masuk ke dalam dekapan tersebut.
"Thank you so much." Bisik sang pelaku pemeluk tanpa niat untuk melepaskan kungkungannya.
Dion membalas pelukan, dia berada di samping gedung yang menjadi tempat tinggalnya sekaligus multifungsi tempat lainnya. Berjalan di koridor luar sembari melihat perkarangan yang dijaga oleh para pekerja di sini.
"Aku bebas."
Dion mengulas senyuman, "Aku yang pantas mengucapkan terima kasih. Aku tidak jadi masuk ke dalam penjara utama."
Leyna menjauhkan kepalanya, dengan tangan yang masih melingkar dierat di pinggang, lalu merendahkan tatapannya.
"Tapi, aku yang menjalani." Balas Leyna tidak terima.
Dion tertawa, "Alright, you win."
"Aku berhutang banyak penjelasan. Tapi, kurasa yang paling penting adalah ini," ucap Leyna yang melepaskan pelukannya lalu menyerahkan sebuah benda yang kantung bajunya. Baju yang telah ditukar dengan baju pertama kali dia memasuki gedung ini.
Sebuah ponsel. Itu miliknya.
Dion mengerutkan dahi dan melihat Leyna sekejap lalu mengangguk paham. Mengambil ponsel tersebut dan menyimpan nomor Leyna di ponselnya.
"Passwordnya 1208."
"Ulang tahunmu?"
Dion menggeleng, "Ulang tahun Granny."
Leyna mengangguk paham, dia tahu banyak kalau cucu dari satu nenek ini sangat menyayangi wanita uzur itu.
"Sebaiknya, sekarang kau pulang. Aku yakin Granny akan banyak bertanya tentang ini. Jawablah dengan jujur tetapi pastikan Granny tidak risau."
"Iya, cucu kesayangan." Jawab Leyna lalu segera keluar dari gedung tersebut.
Selain Dion yang memiliki hari yang berbeda dari sebelumnya, dia juga punya dan akan mulai dari sekarang.
_The Stranger’s Lust_
To Be Continue
Leyna langsung ke luar dari gedung termegah di Burk's Falls, dia harus pulang ke rumah Dion untuk menjaga wanita tua yang mungkin sedang cemas dengan kondisi cucu kesayangannya itu. Dia melewati jalan yang bisa dilalui oleh sebuah mobil beroda empat. Leyna hanya berusaha untuk tidak menyapa sekitar kecuali tetangga rumahnya, sedikit aneh tetapi dia akan berusaha menyamai tingkah pemilik asli tubuh ini. “Hey, Dion. How are things going?” Leyna memberikan senyum ramah yang bisa dia buat, “Hello, Luke. Doing good these days. And you?” “Should bring kiddos to beach. This time they really want it,” kata tetangga yang sedang meletakkan sebuah tas besar di dalam bagasi mobil. “Have fun, Luke.” “Sure. You too.” Leyna membuka pagar rumah. Tanpa berpikir panjang, dia membuka pintu rumah dan matanya melihat seorang wanita sedang duduk melihatnya dengan tatapan berbinar senang. Tangannya beringsut menut
[Leyna Olivia POV] “Granny, aku berangkat duluan, ya,” kataku sembari mengecup pipi kanan Granny tanpa berpikir panjang dan segera keluar dari rumah setelah memastikan rumah bisa ditinggal untuk beberapa jam ke depan. Aku bertanya kepada Dion semalam lebih rinci tentang kegiatannya di sekolah lewat messages. Leyna Olivia [Aku biasanya jam tujuh sudah berada di jalan ke sekolah. Kalau yang membingungkanmu adalah jadwal mengajarku, seingatku aku menyimpan tabel di laci meja kerja. Kau bisa membawanya kemana saja] [Tidak perlu banyak bicara. Kalau ada yang bertanya, jawab saja menurutmu mana yang bagus apalagi tentang kejadian aku ditahan. Pasti besok banyak guru yang akan bertanya. Aku tidak begitu dekat dengan mereka] [Biasanya saat makan siang, aku menyempatkan diri kembali ke rumah untuk menyiapkan makan siang Granny. Tetapi, kalau kau belum terbias
"Granny, good morning." "Good morning, boy. Where do you want to go?" tanya Greisy yang baru menutup pintu kamarnya sendiri melihat cucunya memakai baju rapi tetapi tampak nyaman. Mata wanita uzur itu melihat sebuah kaus berkerah polo berwarna putih melekat di bagian tas dan jeans untuk bawahannya. "Aku ada urusan, Granny. Temanku memerlukan bantuan, jadi aku harus ke sana." “Pergilah.” Leyna meletakkan piring berisi tumisan sayur. Lalu, dia mencium pipi wanita tersebut. "Granny, mau ikut denganku?" Greisy menggeleng kepalanya pelan, membalas ciuman di kening pria tersebut, "Pergilah. Granny baik-baik saja di sini, nikmati harimu." "Kalau begitu, aku pergi dulu, ya, Granny. Pulangnya aku akan bawa smoothies untuk Granny. Bye, Granny." Wanita tua itu melihat Leyna yang memakai sepatu dan meninggalkan rumah. Dengan senyum lembut yang telah mengeriput,
Hari Minggu Burk’s Falls, Ontario “Granny, please drink the water.” Leyna menyerahkan sebotol minuman dengan sedotan di dalam untuk memudahkan nenek yang dengannya bisa meminum dengan lancar. Lalu, menyimpannya kembali ke dalam tas punggung yang dibawanya hari ini. “Sudah lama tidak ke sini. Kita ke sebelah sana.” Leyna merangkul lengan Greisy hati-hati, memastikan wanita tua itu berjalan dengan baik di sampingnya dan tidak akan terluka saat menaiki anak tangga. Doe Lake diciptakan oleh alam dan pemerintah membuatnya semakin menawan dengan memutuskan membuat jalan yang bertanjak untuk pejalan kaki. Seperti sekarang, ada yang berolahraga maupun sekedar jalan menikmati segarnya alam layaknya mereka. “Dulu sebelum Tuan Chayton memimpin, lautan ini tidak terawat. Begitu banyak sampah di sana dan sini. Saat itu Granny masih muda, suka datang ke sini dengan Kakekmu untuk jogging
"Eh?" Dion meraba wajahnya sendiri, mencubit kedua pipi yang terasa sedikit kasar daripada selama semingguan ini dan memegang rambutnya sendiri. Matanya melihat ke arah jarum jam yang masih di angka enam tepat. Dia langsung berlari ke depan kaca yang tergantung di dinding dan hanya menampakkan setengah badannya saja. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, dia langsung berjalan ke meja belajarnya dan menggapai ponsel yang terbaring di alas permukaan datar tersebut dengan sumringah. Ponselnya kembali. Tanpa berpikir panjang, dia menekan deretan angka diluar ingatan. Tangannya mengikis jarak antara ponsel dengan telinga kiri seraya mengetuk jari kakinya yang telanjang ke permukaan tanah. Sambungan suara dering yang cukup panjang dan konstan sebelum menghilang dan terdengar suara lembut khas perempuan yang serak karena terpaksa bangun tidur. “Hallo, Dion? Ada apa menelepon sepagi ini?” Dion tersenyum tipis, sekali menafsir k
Dion merapikan dasinya hari ini. Raut wajahnya mungkin terlihat datar. Tetapi, bagi yang peka tentu lah bisa melihat setitik kebahagiaan di wajah pria muda tersebut saat Dion mematut diri di depan kaca. Tangannya menyambar tas punggung berwarna hitam dan segera menjalani hari. Dia bersyukur dipertemukan dengan lemari sederhana berisi pakaiannya kembali, hanya da kemeja, kaos, dan celana di sana. Bukan walk-in-closet yang berjajar pakaian terusan maupun dress dengan aksesoris yang cukup membuat kepada Dion pusing. Lebih parahnya, dia harus beradaptasi dengan pakaian yang memang bukan merupakan miliknya sejak lahir. Dia bersyukur bisa memasuki rumah sederhana ini dengan leluasa tanpa harus disegani oleh Greisy atau siapapun yang melihat. Dion langsung meletakkan tasnya di area sofa untuk segera menyiapkan sarapan untuk orang tua yang merawatnya sejak kejadian buruk dalam hidupnya tersebut. Tangannya mengeluarkan tiga butir telur dari kulkas unt
[Leyna POV] Aku segera mengikat tali untuk mengeratkan celemek yang mengalung di leherku pada bagian pinggang. Bagaimanapun, aku bisa melihat kalau sungguh banyak customer yang datang di siang hari ini untuk mengisi kekosongan perut mereka setelah setengah hari melakukan aktivitas. Tidak mungkin bagiku untuk melepaskan tanggung jawab di saat seperti ini. Setelah memastikan apron tersebut terikat sempurna dan tatanan rambutku tidak akan berantakan dan memalukan nama restoran. Aku segera berjalan ke arah kasir yang terlihat kesulitan di depan meja penuh akan uang di dalam mesin tersebut, “Bantu yang lain untuk mengantar pesanan. Aku akan mengurus ini.” “Baik, Nona,” kata salah satu pelayan yang seingatku bernama Zella mengundurkan diri dari meja kasir dan membantu rekannya yang lain di tengah kesibukan. Aku berbuat seperti itu karena dua pegawai kami tidak datang hari ini. Sehingga, aku harus turun tangan. Pengawas lapangan jug
"Good afternoon, Dorine. Here, matcha latte for you to relax yourself." "Oh My! You don't have to bring me a drink. But, thanks." Leyna tersenyum sumringah mendengar penuturan tersebut. Masih ada tiga yang tersisa di plastik bawaannya. Sengaja membelikan minuman karena perasaannya terlampau baik hari ini. "Kalau gitu, aku duluan ke atas, ya. Miss Jessica pasti sudah menunggu," kata gadis tersebut yang berlalu dari meja resepsionis dan menaiki tangga untuk sampai ke ruang latihannya. "Oh! Leyna! Come here." Gadis yang baru dipanggil itu mengerutkan dahinya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menghampiri Patricia yang sudah siap dengan kostumnya jelas mengumbar seluruh lekuk tubuh gadis yang akan segera memulai hidup baru dengan seseorang yang dikasihi. "Here is your Caramel Macchiato," ucap Leyna yang menyerahkan sebotol kepada temannya sembari mengambil posisi di sampingnya dan menyimpanny