"Granny, good morning."
"Good morning, boy. Where do you want to go?" tanya Greisy yang baru menutup pintu kamarnya sendiri melihat cucunya memakai baju rapi tetapi tampak nyaman. Mata wanita uzur itu melihat sebuah kaus berkerah polo berwarna putih melekat di bagian tas dan jeans untuk bawahannya.
"Aku ada urusan, Granny. Temanku memerlukan bantuan, jadi aku harus ke sana."
“Pergilah.”
Leyna meletakkan piring berisi tumisan sayur. Lalu, dia mencium pipi wanita tersebut.
"Granny, mau ikut denganku?"
Greisy menggeleng kepalanya pelan, membalas ciuman di kening pria tersebut, "Pergilah. Granny baik-baik saja di sini, nikmati harimu."
"Kalau begitu, aku pergi dulu, ya, Granny. Pulangnya aku akan bawa smoothies untuk Granny. Bye, Granny."
Wanita tua itu melihat Leyna yang memakai sepatu dan meninggalkan rumah. Dengan senyum lembut yang telah mengeriput, dia berucap, "Granny tahu yang kamu alami, Dion."
_The Stranger's Lust_
Dion Addison
[Aku akan ke restoran nanti. Kau ada di sana, kan?]
Leyna Olivia
[Tentu saja]
Leyna tersenyum saat melihat balasan tersebut. Bertukar raga tentulah berarti bertukar seluruh hidup termasuk alat komunikasi tercanggih seperti ini. Jiwa wanita itu tidak menemukan sesuatu yang janggal seperti pesan dari seseorang perempuan atau sebagainya.
Dion Addison benar-benar tidak memberikan perhatian kepada hal-hal romansa seperti itu. Walaupun, Leyna merasa kasihan karena di usia matang tidak memiliki calon pasangan, dia juga merasa bersyukur atas pilihan jiwa pria itu. Wanita itu tidak bisa membayangkan dirinya harus mencintai sesama jenis kalau sungguh Dion memiliki pasangan.
Wanita itu mengayuh sepeda sampai ke sebuah jalur panjang yang akan membawanya ke kota, dia memarkir kendaraan roda dua sederhana itu ke tempat yang disediakan oleh pemerintah, menguncinya dan anak kunci disimpan di kantung celana. Leyna berniat untuk memakai kereta bawah tanah untuk sampai ke sana.
Butuh tiga puluh menit baginya untuk sampai ke kota karena dia melewatkan kereta yang akan ke sana. Leyna tersenyum saat kondisi restoran tidak berubah di jam seperti ini. Dia langsung masuk ke dalam restoran tersebut dan mengambil posisi di dekat jendela.
Leyna selalu ingin duduk di sana selama ini.
"Fries and burger. One lemon tea," kata Leyna saat diberikan buku menu. Dia asal memesan yang terlintas di penglihatannya. Lalu, dia tersenyum ramah ke fisiknya sendiri yang tengah berada di belakang kasir.
Bibir jiwa laki-laki yang mendekam di tubuhnya bergerak meminta untuk menunggunya sejenak. Wanita itu mengiyakan, dia menyilangkan kakinya. Kebiasaan yang tidak pernah hilang karena selalu memakai rok di luar kamarnya. Tetapi, tidak ada yang peduli dengannya.
Karena, sekarang dia bukanlah siapa-siapa.
Berbeda dengan Dion yang memakai gaun sabrina berwarna hijau pastel dengan bawahannya yang sedikit mengembang. Tentu saja, dia harus banyak memoles dirinya sebagai bagian dari anak pemimpin Burk's Falls. Leyna memilih untuk menghabiskan waktunya melihat jalanan kota yang terlihat ramai akan kendaraan.
"Ini pesanannya, Tuan. Silakan dinikmati," ujar suara ringan dan halus. Leyna terkekeh pelan saat mengetahui siapa yang memanggilnya. Saat pemilik suara tersebut pamit mengundurkan diri, Leyna menahan pergelangannya.
Leyna menatap manik Dion yang tidak berniat melepaskan tangannya, "Wait up. Could you sit with me while I'm eating?"
Lalu suara ketawa terdengar di antara mereka.
"Sure." Jawab Dion langsung dan mengambil posisi duduk di seberang Leyna, meletakkan nampannya di atas meja.
"Granny sangat sehat kemarin. Dia sangat baik dalam menjaga dirinya sendiri," katanya membuka topik.
Dion menyetujui, "Bekas piringnya selalu bersih. Dia sangat memperhatikan dirinya sendiri. Granny membicarakan apa denganmu masalah kasus itu?"
Leyna tersenyum tipis, mengambil sepotong kentang goreng dan mengunyahnya dengan perlahan, "Aku tidak menjelaskannya. Aku takut dia akan semakin memikirkan perkataanku mengingat dia sangat menyayangi cucu laki-lakinya ini. Jadi, aku hanya menjanjikan kalau hal ini tidak akan terulang lagi."
"Tentu saja. Itu hanya sebuah kesalahpahaman dan seseorang membesarkannya seperti kasus berat."
"Kau mendengar kelanjutan kasusnya dari Daddy?" tanya Leyna pelan dengan bisikan.
"Dia mengatakan kalau mungkin Nicolas akan dibawa ke penjara. Tapi, entah lah. Aku tidak tahu pastinya, karena entah mengapa aku diminta untuk tidak mengurusi kasus tersebut lagi dan jadwal balet bertambah," kata Dion dengan lesu. Leyna tersenyum, tangannya refleks mengusap rambut di depannya ini.
"Kurasa kau akan semakin banyak hukuman berdiri di atas pointe shoes," ujar Leyna yang semakin merosot kan bahu Dion.
Dion menghela napas, "Aku bahkan bisa ikut ke sini setelah memastikan mereka kalau aku akan menampilkan yang maksimal di panggung."
"Leyna!"
Keduanya melihat ke belakang, menemukan kalau pemilik restoran itu berdiri di sana. Leyna akan bangkit namun kesadarannya kembali menguasai membuatnya hanya bisa berdiri dan membungkuk kepala dengan hormat.
"Daddy," kata Dion yang ikut berdiri, Chayton melangkah mendekati mereka berdua. Netra tersebut melihat kedua anak Adam Hawa di depannya ini berkali-kali sebelum mengucap sebuah kalimat dan melenggang pergi dari sana.
"Kamu akan mengikuti Daddy bertemu dengan pemimpin Ontario nanti siang untuk makan siang sekaligus membicarakan beberapa hal."
"Yes, Daddy." Jawab Dion singkat. Lalu, kembali duduk di tempatnya. Kedua pasang mata itu saling menyelam samudra satu sama lain, menjadi anak dari seorang pemimpin tidaklah mudah dijalani, begitu juga menjadi seorang guru biasa dengan hari yang biasa.
"Aku akan mengirimkan video gerakannya padamu serta sesi latihan selama ini. Abaikan saja saat aku dikoreksi berkali-kali oleh Miss."
Leyna tersenyum mengangguk, dia bangkit dari tempatnya untuk pergi dari restoran tersebut setelah mengucap sepatah kata. Dia tidak mungkin mengacaukan hari seseorang.
"Okay. I'll go. Bye."
_The Stranger's Lust_
To Be Continue
Stay healthy
Hari Minggu Burk’s Falls, Ontario “Granny, please drink the water.” Leyna menyerahkan sebotol minuman dengan sedotan di dalam untuk memudahkan nenek yang dengannya bisa meminum dengan lancar. Lalu, menyimpannya kembali ke dalam tas punggung yang dibawanya hari ini. “Sudah lama tidak ke sini. Kita ke sebelah sana.” Leyna merangkul lengan Greisy hati-hati, memastikan wanita tua itu berjalan dengan baik di sampingnya dan tidak akan terluka saat menaiki anak tangga. Doe Lake diciptakan oleh alam dan pemerintah membuatnya semakin menawan dengan memutuskan membuat jalan yang bertanjak untuk pejalan kaki. Seperti sekarang, ada yang berolahraga maupun sekedar jalan menikmati segarnya alam layaknya mereka. “Dulu sebelum Tuan Chayton memimpin, lautan ini tidak terawat. Begitu banyak sampah di sana dan sini. Saat itu Granny masih muda, suka datang ke sini dengan Kakekmu untuk jogging
"Eh?" Dion meraba wajahnya sendiri, mencubit kedua pipi yang terasa sedikit kasar daripada selama semingguan ini dan memegang rambutnya sendiri. Matanya melihat ke arah jarum jam yang masih di angka enam tepat. Dia langsung berlari ke depan kaca yang tergantung di dinding dan hanya menampakkan setengah badannya saja. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, dia langsung berjalan ke meja belajarnya dan menggapai ponsel yang terbaring di alas permukaan datar tersebut dengan sumringah. Ponselnya kembali. Tanpa berpikir panjang, dia menekan deretan angka diluar ingatan. Tangannya mengikis jarak antara ponsel dengan telinga kiri seraya mengetuk jari kakinya yang telanjang ke permukaan tanah. Sambungan suara dering yang cukup panjang dan konstan sebelum menghilang dan terdengar suara lembut khas perempuan yang serak karena terpaksa bangun tidur. “Hallo, Dion? Ada apa menelepon sepagi ini?” Dion tersenyum tipis, sekali menafsir k
Dion merapikan dasinya hari ini. Raut wajahnya mungkin terlihat datar. Tetapi, bagi yang peka tentu lah bisa melihat setitik kebahagiaan di wajah pria muda tersebut saat Dion mematut diri di depan kaca. Tangannya menyambar tas punggung berwarna hitam dan segera menjalani hari. Dia bersyukur dipertemukan dengan lemari sederhana berisi pakaiannya kembali, hanya da kemeja, kaos, dan celana di sana. Bukan walk-in-closet yang berjajar pakaian terusan maupun dress dengan aksesoris yang cukup membuat kepada Dion pusing. Lebih parahnya, dia harus beradaptasi dengan pakaian yang memang bukan merupakan miliknya sejak lahir. Dia bersyukur bisa memasuki rumah sederhana ini dengan leluasa tanpa harus disegani oleh Greisy atau siapapun yang melihat. Dion langsung meletakkan tasnya di area sofa untuk segera menyiapkan sarapan untuk orang tua yang merawatnya sejak kejadian buruk dalam hidupnya tersebut. Tangannya mengeluarkan tiga butir telur dari kulkas unt
[Leyna POV] Aku segera mengikat tali untuk mengeratkan celemek yang mengalung di leherku pada bagian pinggang. Bagaimanapun, aku bisa melihat kalau sungguh banyak customer yang datang di siang hari ini untuk mengisi kekosongan perut mereka setelah setengah hari melakukan aktivitas. Tidak mungkin bagiku untuk melepaskan tanggung jawab di saat seperti ini. Setelah memastikan apron tersebut terikat sempurna dan tatanan rambutku tidak akan berantakan dan memalukan nama restoran. Aku segera berjalan ke arah kasir yang terlihat kesulitan di depan meja penuh akan uang di dalam mesin tersebut, “Bantu yang lain untuk mengantar pesanan. Aku akan mengurus ini.” “Baik, Nona,” kata salah satu pelayan yang seingatku bernama Zella mengundurkan diri dari meja kasir dan membantu rekannya yang lain di tengah kesibukan. Aku berbuat seperti itu karena dua pegawai kami tidak datang hari ini. Sehingga, aku harus turun tangan. Pengawas lapangan jug
"Good afternoon, Dorine. Here, matcha latte for you to relax yourself." "Oh My! You don't have to bring me a drink. But, thanks." Leyna tersenyum sumringah mendengar penuturan tersebut. Masih ada tiga yang tersisa di plastik bawaannya. Sengaja membelikan minuman karena perasaannya terlampau baik hari ini. "Kalau gitu, aku duluan ke atas, ya. Miss Jessica pasti sudah menunggu," kata gadis tersebut yang berlalu dari meja resepsionis dan menaiki tangga untuk sampai ke ruang latihannya. "Oh! Leyna! Come here." Gadis yang baru dipanggil itu mengerutkan dahinya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menghampiri Patricia yang sudah siap dengan kostumnya jelas mengumbar seluruh lekuk tubuh gadis yang akan segera memulai hidup baru dengan seseorang yang dikasihi. "Here is your Caramel Macchiato," ucap Leyna yang menyerahkan sebotol kepada temannya sembari mengambil posisi di sampingnya dan menyimpanny
05.00 p.m Classic Studio Leyna bercermin dan merapikan sanggulan rambutnya di kamar ganti studio. Entah kenapa dia merasa untuk membiarkan rambutnya digulung menjadi satu sore itu dan menampilkan garis lehernya yang jenjang. Tangannya membuka tas selempang yang menjadi tasnya seharian ini, berniat mencari lip sheer untuk dipoles ke bibirnya yang terlihat memulas. "Eh?" Gadis tersebut mengerut ketika merasakan sesuatu yang janggal dari dalam tasnya, menggapai benda tersebut dan mengeluarkannya dari sana. Matanya memicing melihat amplop tersebut. Yang mana, lebih cocok dipanggil lipatan kertas daripada surat. Bibirnya terbuka sedikit ketika ucapan Dion saat mereka kembali ke raga terngiang di otaknya. Mungkin ini yang dia bilang surat tersebut. Wanita muda itu pun langsung membuka dan membacanya. Ternyata bukan hanya satu lembaran, masih ada tiga lainnya yang mengikuti. Hey, Leyna. Ini Dion. Mungk
[Leyna POV] Aku segera melambaikan tanganku dari jendela mobil yang terbuka ke arah seorang gadis berpakaian kasual berdiri di depan gerbang sekolah. Outfit yang berbeda dengan saat pagi hari. Tidak lain dan tidak bukan adalah Quinza. Anak perempuan itu langsung mengambil posisi di sampingku. "Daddy dan Mommy ke mana?" tanyanya setelah meletakkan tas di bawah bersamaan dengan bawaannya yang lain. Aku memberikan botol air minum kepada adik satu-satunya, "Mereka sedang kencan kilat berkedok melihat museum kota sebelah." "Leyna tidak ikut?" Aku mengembangkan senyum, "Dan menjadi tanaman hias dianggurkan? Tidak terima kasih. Mau berhenti untuk membeli matcha?" Quinza langsung mengangguk singkat. Tentu saja, dia menerima tawaranku, secara tidak langsung, akulah yang akan membayar minuman tersebut. "Tolong berhenti di cafe biasa," ujarku ke arah sang supir. "Baik,
Leyna menyusuri koridor gedung dengan piyama berlengan panjang dari satin berwarna biru muda. Matanya berusaha mencari seseorang, "Melihat Tuan Besar?: "Tuan Besar sedang menikmati pemandangan malam di belakang gedung, Nona Muda Olivia." Jawab salah satu asisten rumah tangga yang lewat dengan membawa pot bunga baru. "Thank you." Wanita muda itu kembali berjalan menuruni tangga dan melangkah dengan langkah lebar untuk segera menemui ayahnya, meninggalkan Quinza sendirian di kamarnya. Anak itu sedang ingin tidur berdua dengannya dan Leyna tidak punya alasan untuk menolak. Seorang pria berdiri sendirian di balkon belakang gedung dengan pakaian yang sama dikenakannya seharian ini. Leyna mengambil kesimpulan, sang pemimpin Burk's Falls belumlah membersihkan dirinya. "Daddy, we need to talk," ucapnya dengan dada yang kembang kempis. Perlu usaha untuk menemui ayahnya di sini. "Daddy juga ada yang perlu dikatakan kep