Aku pantas sebagai pemeran antagonis,karena aku datang hanya membawa luka untukmu.
~ Astro Climton~
***
Dunia Manusia disebut sebagai dunia ketiga yang dianggap sebagai mitologi bagi dua dunia Suku Murni, Suku Dewa dan Suku Iblis. Karena dunia Manusia dianggap sebagai dunia penyimpangan, dipercaya surga dan neraka bertimpang tindih, kebenaran dan kesalahan bahkan sulit dikategorikan.
Dan manusia sendiri memiliki sifat alami yang terdiri dari sisi gelap dan terang, sampai mereka bisa menjadi jahat melebihi Iblis atau menjadi baik melebihi Dewa. Maka beresiko sangat besar jika Suku Murni datang ke dunia Manusia. Namun, Astro telah mempertaruhkan hidupnya pergi ke dunia Manusia untuk menculik Tiara. Demi keadilan, ia ingin menuntut kebenaran dalam hidupnya.
Dunia Suku Murni perbedaan dimensi dengan dunia Manusia, tercipta dari sebuah imajinasi penulis dan para pembacanya yang sangat kuat. Seperti mimpi yang bisa menjadi nyata, dan dendam yang dapat membangkitkan roh jahat. Maka imajinasi yang kuat dapat membentuk dunia baru.
Kira-kira begitulah yang Tiara dengar dari Astro saat ini. Beradaptasi di dunia Suku Iblis tidak terlalu sulit untuknya, semua tampak familiar karena imajinasinyalah menjadi nyata. Semua deskripsi dan penggambaran kata-kata yang Tiara tuangkan di dalam novelnya sama persis dengan yang ia lihat sekarang.
“Singkatnya semua menjadi ‘ada’ karena kekuatan imajinasi Nona yang membuat semua pembaca merasa ‘nyata’, hingga dunia ini tercipta,” jelas Astro menarik kesimpulan.
Sampai sini Tiara mulai bosan, apa yang ia dengar seperti mendengarkan Guru Sejarah sedang mendongeng. Apa lagi saat mengetahui banyak hal detail yang tidak pernah ia cantumkan dalam novelnya. Sama seperti sekarang, melihat sifat Astro berbeda dengan karakter yang ia buat. “Kalau semua tercipta karena imajinasi gue, tapi kok lo baik? Gue bikin lo itu jahat, kejam, psikopat! Lo itu pemeran antagonis. Kenapa jadi lembut gini?” tanya Tiara yang merasa sedih, karakter yang ia buat susah-susah, gagal.
“Jika saya sejahat yang Nona katakan, kenapa saya menerima Omili yang merupakan eksperimen gagal? Bukankah karena rasa kasihan? Seharusnya Nona sadar, kesalahan Nona dalam menulis cerita,” sarkas Astro yang cukup menohok untuk Tiara Karena sebenarnya gadis itu menciptakan Omili hanya sebagai bumbu pelengkap saja.
Tiara berusaha mencerna semuanya. Setelah mengetahui dunia Manusia bagi dunia Suku Murni, Tiara semakin pusing karena apa yang tidak pernah ditulisnya dalam novel dapat mempengaruhi keseluruhan cerita, walau hanya rasa kasihan. Padahal Tiara berbincang dengan Astro karena ingin mengetahui apa yang harus ia lakukan untuk bisa cepat pulang, tapi pria itu memberikan penjelasan yang tidak perlu seakan sengaja untuk mengulur waktu.
Dari pembicaraan ini ada rasa simpati yang mulai tumbuh, tapi Tiara tidak menghiraukannya. Astro itu licik mungkin saja ada rencana tersembunyi untuk keuntungannya.
“Walau Nona sudah tahu semua hal yang ada di dunia ini, silahkan berkeliling dengan Omili untuk melihat keadaan dunia Suku Iblis saat ini setelah peperangan. Maaf saya tidak bisa menemani Nona karena ada urusan yang harus segera diselesaikan, permisi.” Dengan jentikan jarinya Astro menghilang entah kemana.
“Apa ini benar dunia novel yang gue ciptakan? Kenapa gue kayak orang bodoh yang nggak tahu apa-apa? Gue mau pulang!” keluh Tiara menggaruk-garukkan kepalanya mengakibatkan rambutnya berantakan dan mekar seperti rambut singa.
Omili yang melihat kelakukan Dewi Penciptanya ini hanya bisa menggelang-gelengkan tubuhnya. “Jika ini bukan tugas dari Tuan Astro, aku tidak akan sudi menemani gadis bodoh ini. Cih!”
***
Tangan Tiara sudah mengepal kuat terus menahan emosinya pada Omili yang menyebalkan. Ia merasa menyesal membuat karakter Omili yang keras kepala, nakal, sulit diatur, dan cerewet. Kalau saja Tiara sudah tidak ingat dirinya terancam di dunia aneh ini, sudah ia lempar Omili seperti bola kasti di dunia nyata.
Terlepas dari itu, Tiara merasa miris saat berkeliling istana Astro. Setengah dari bangunan itu telah hancur tersisa runtuhan puing-puing. Taman istana yang Tiara deskripsikan adalah taman terindah di dunia Suku Iblis, tertimbun bebatuan.
Tiara ingat, jika ia menggambarkan istana Astro sebagai satu-satunya tempat seperti surga di dunia Suku Iblis, dengan tanaman hijaunya yang menyejukkan dan sungai yang bermuara langsung ke samudra. Diceritakan istana dibangun seperti itu karena Astro tetap memiliki sisi Dewanya. Lahir dan tumbuh besar di dunia Dewa membuat Astro tidak mungkin melupakan kampung halaman dan kesukaanya terhadap tumbuhan hijau.
Saat berkeliling keluar dari istana Tiara melihat wilayah dunia Suku Iblis dengan gaya hidup berteknologi dengan berbagai industri, karena tidak semua Suku Iblis memiliki sihir dan kekuatan sejak lahir. Suku Iblis baru memiliki kekuatan Iblisnya saat memasuki usia dewasa, kemampuan sihirnya pun berbeda-beda setiap orangnya.
Pokoknya Tiara menggambarkan tempat tinggal Suku Iblis seperti kota dunia vampir modern di manga yang pernah ia baca. Ternyata semua sama persis dengan khayalannya saat pembuatan novel. Itu membuatnya sedikit bernostalgia saat proses pembuatan novel pertamanya.
“Masih ada bau cat dan kayu yang menyengat, apa ada pabrik furnitur dekat sini?” tanya Tiara yang melihat hanya ada pedagang-pedagang.
“Karena pasar ini baru berhasil dibangun ulang, di sini tidak ada pabrik. Semua pabrik ada di wilayah industri dan semuanya masih dalam tahap pembangunan,” jawab ketus Omili karena sudah kelelahan menjelaskan semua tempat pada Tiara, tapi gadis itu tidak peka jika ia ingin istirahat.
“Kalau begitu kita ke wilayah industri sekarang!”
Tiara yang berjalan belum genap tiga langkah, tiba-tiba dihalangi oleh Omili.
“Tuan Astro tidak memberi izin kita ke sana, terlalu berbahaya.” Dengan tangan dari tali goni itu, Omili merentangkan tangannya.
Kemana pun Tiara meminta saat berkeliling Omili tidak pernah melarangnya, mungkin hanya berbicara dengan ketus seperti saat ini. Tiara yakin, pasti ada sesuatu di sana. Namun, dia memilik menuruti perkataan Omili.
“Semuanya baru pada tahap pembangunan ulang? Bagaimana dengan dananya?”
“Nona ini bodoh! Pencipta apanya kalau tidak tahu apapun? Nona pikir uang akan berlaku jika semuanya hancur? Tentu saja kami menggunakan sisa usaha yang bisa kami lakukan, semua dibangun ulang dengan bahan dari bangunan yang sudah runtuh. Jangan remehkan Suku Iblis, kami ini cerdik dan kuat!” celetuk Omili dengan sangat tajam.
Kata-kata Omili memang terdengar menjengkelkan, tapi Tiara tidak mengerti kenapa dadanya terasa ngilu mendengar jika Suku Iblis kembali membangun dunianya dari awal setelah ending cerita yang ia buat. Simpati. Tiara berusaha menyingkirkan perasaan itu, karena ini bukan urusannya lagi.
“Lebih baik kita kembali sebelum jam malam. Saya juga harus menyiapkan makan malam, jadi kita harus segera kembali ke istana,” lanjut perkataan Omili.
Tiara menjadi diam, ia merasa lebih baik begitu dibanding banyak bertanya dan jadi mengetahui hal lain yang menghambatnya untuk pulang. Ia mengikuti Omili yang akan kembali ke istana sambil mendengarkan ocehan makhluk kecil itu yang terbang kesana kemari seperti lalat. Omili benar-benar cerewet dan membuat kepala Tiara sakit.
“Apa pun alasan Nona kemari dibawa oleh Tuan Astro, yang pasti Nona harus membantunya. Anda begitu kejam memberikan peran ini pada Tuan Astro. Bahkan dia tidak pernah merasakan kebahagiaan sedikit pun dalam hidupnya.” Omili terus mengoceh, tapi tiba-tiba terhenti dengan tubuhnya yang menegang.
“Ada apa?”
Omili baru ingat, jika tujuannya memabawa Tiara jalan-jalan bukan untuk bergosip. Dan waktunya sudah selesai, tidak ada kesempatan bagi Omili untuk menjalankan tugas dari tuannya, Astro. Habis sudah riwayatnya. “Bukan apa-apa.” Omili terbang cepat mendahului Tiara mengalihkan pembicaraan.
Tiara terdiam mendengar kata ‘bukan apa-apa’ dari Omili yang setelahnya malah terbang meninggalkannya.
Tiara menepuk-nepuk pipi menyadarkan diri, tidak ada waktu untuk perasaan sesaat yang mengusiknya ini. Cerita sudah tamat dan untuk season kedua, outline ceritanya saja belum ia pikirkan. Tiara harus fokus mencari cara untuk kembali ke dunia nyata, bagaimanapun caranya!
***
Saat dayang iblis menyusun makanan di meja makan, di sela itu Tiara memperhatikan Astro dengan senyum bangga pada dirinya sendiri. Inilah gambaran wajah kejam di imajinasinya saat membuat novel Theós of Authority. Ternyata memiliki imajinasai yang menjadi nyata tidak begitu buruk. Seperti menonton film 4D dan ia berada di tengah-tengah peraduan akting. Semuanya terlihat sangat keren di mata Tiara.
Astro yang merasa diperhatikan merasa risih. Matanya yang berwarna merah ruby menatap tajam Tiara bermaksud mengintimidasi, tapi malah dibalas senyuman manis oleh gadis itu. Ia mengangkat sebelah alisnya keheranan dengan sikap Tiara.
“Apa ada yang ingin Nona bicarakan?” tanya Astro dengan dingin.
Tiara semakin mengembangkan senyuman dan menampilkan deretan gigi kelincinya. ia masih tidak menyadari wajahnya seperti orang bodoh saat ini. “Gue memerintahkan lo panggil gue Tiran aja, bukankah gue Dewi Pencipta?”
Omili yang sedang meminum tehnya tersedak sampai menyembur keluar. Ia tidak menyangka Tiara begitu narsis dan percaya diri dengan gelar Dewi Pencipta hingga memerintah tuannya.
Sedangkan Astro menyeringai mendengar pengakuan Tiara itu. “Jadi Nona bisa menerima kenyataan?”
“Tidak juga, tapi ini dunia novel gue, dan gue penulisnya.” Tiara mengangkat kepalanya angkuh. “Gue langsung tanya lagi ke point-nya, apa yang harus gue lakukan untuk membantu lo?” Inilah maksud Tiara setelah menegaskan jika dirinya adalah penulis dunia ini.
Astro menghembuskan napasnya mencoba tetap tenang dengan menyenderkan punggungnya di kursi keberasannya. “Omili, apa kamu sudah memperkenalkan dunia Suku Iblis kepada Nona?” Astro melirik tajam pada Omili yang baru saja merapikan minumnya karena semburanya tadi.
“Ma-maaf Tuan, sa-saya mau ... kabur!” Omili terbang terbirit-birit kerena merasa takut telah gagal menjalankan tugasnya.
Sebenarnya yang Astro inginkan bukan sesuatu yang rumit atau memiliki maksud tersembunyi. Ia hanya ingin memperkenalkan Tiaran secara perlahan kondisi dunia Suku Murni setelah peperangan, yang pasti tidak gadis itu ketahui. Dunia yang hanya imajinasi bagi Tiara, sekarang menjadi nyata dan memiliki kehidupan. Dampak apa yang terjadi setelah peperangan terus berlanjut dan dirasakan semua makhluk di dunia Suku Murni.
Tiara sebagai Dewi Pencipta. Sebelum Astro meminta untuk dirinya sendiri, ia ingin dunianya ini dikembalikan seperti semula. Karena tidak adil jika yang bekerja keras setelah peperangan hanya makhluk Suku Iblis untuk kembali membangun dunianya. Sedangkan Suku Dewa menikmati ketenangan dan kedamaian, bahkan kehidupannya lebih baik setelah peperangan itu.
“Ayolah ... aku bukan penulis yang saklek kok. Kita rundingkan masalahmu. Ending cerita ini, kamu sedang di penjara, bukan? Bahkan aku belum ada ide untuk cerita di season kedua nanti, tapi kamu sudah kabur rupanya,” ucap Tiara mengikuti gaya bahasa di dunia ini. Sangat aneh jika ia menggunakan lo-gue sendiri.
“Sebelumnya apa saya boleh memanggil Nona dengan nama asli?” Izin Astro penuh kesopanan. Permintaanya itu adalah langkah awal untuk memulai perundingan yang dimaksud, karena sejujurnya Astro tidak suka mengakui jika Tiara adalah Dewi Pencipta. Ia lebih menghormati gadis itu sebagai manusia ceroboh yang telah menulis takdir untuk dunia Suku Murni. Walau tidak ia pungkiri setelah membawa Tiara ke dunia Suku Murni, ia bisa merasakan aura kekuatan Dewa yang tidak biasa dari diri Tiara. Ammon saja yang merupakan Dewa Agung tidak memiliki aura seperti ini.
Tiara hanya mengangguk menyetujuinya. Ia pikir itu tidak masalah, toh Tiara ataupun Tiran adalah namanya.
“Dan untuk hukuman saya ... saya tidak kabur. Kekuatan saya adalah penghancur dan kematian, dan yang sedang di hadapan Nona adalah jiwa saya, tubuh saya masih di penjara Suku Dewa,” jelas Astro.
Mendengar itu, membuat mata Tiara membulat karena karena merasa terkejut dan tidak percaya. “Tunggu tunggu tunggu! Jadi kamu beneran setan? Tapi kok ....” Bahkan Tiara melihat Astro makan dengan memegang garpu dan sendok.
“Tidak mungkin saya bisa melakukannya jika Nona belum pernah membayangkannya.” Astro menjawabnya dengan dingin. Ia masih perlu menganalisis Tiara yang terlihat aneh. Padahal gadis itu yang menulis semuanya, tapi kenapa tidak tahu apapun tentang dunia yang ditulisnya sendiri?
Sebanyak apapun aku mengetahuinya.Sangat sulit untuk memahamimu, aku memang bodoh.~Tiara Alyana~***Kejadian sebelum makan malam.Tiara yang ditinggal Omili di pasar kebingungan dengan jalan menuju istana. Ia mencoba mengingat apa yang pernah ia tulis di dalam novel tentang dunia Suku Iblis, dan akhirnya teringat dengan satu petunjuk. Ada bagian di dalam ceritanya, saat pertama kali Astro ke dunia Suku Iblis, ia tersesat. Saat itu Astro menemukan kolam air mancur berdarah yang terbuat dari emas dan permata di pusat kota, di sana terdapat patung panther yang menghadap ke arah utara. Dengan nalurinya, Astro berjalan mengikuti arah patung itu menghadap dan ternyata itu adalah jalan menuju istana.Dengan berusaha keras, Tiara berkeliling pasar sendirian untuk mencari kolam air mancur berdarah. Namun, ternyata tidak semudah yang ia tuliskan. Padahal saat Astro tersesat, ia membuat jalan ke tempat air m
Aku memang penjahat yang sewaktu-waktu bisa menyakitimu.Terima kasih sudah mencoba mengerti diriku.~ Astro Climton~***“Btw, ada yang ingin aku tanyakan lagi. Kenapa kamu terlihat tampan? Aku tidak mendeskripsikanku secara detail, kecuali ciri-ciri umum. Seperti ini, 'kulit putih bak Dewa yang selembut awan, dan kontras warna rambut layaknya tinta pada kertas'.”'Apa benar hanya membayangkannya, maka terjadi sesuatu di dunia ini?' Tiara memejamkan matanya dan mulai berimajinasi, apa yang akan menjadi pemicu dari awal cerita barunya.'Mungkin akan menarik jika cerita berawal dari hilangnya Astro dari penjara Dewa, karena diculik Dewi Pencipta. Perjalanan awal Astro membuktikan keadilan, kebenaran di mata Suku Iblis tidak sepenuhnya salah, ini akan menjadi premis yang bagus. Maka, tubuh Astro seharusnya sudah berada di sebelahku sekarang!'Inilah
Aku mencoba yang terbaik, tapi sepertinya kamu tidak bisa mendengar dan melihatnya. Aku tidak tahu sampai mana bisa bertahan.~ Tiara Alyana ~***Brak! DUAR!Tiara dikejutkan dengan suara gebrakan meja dan ledakan dari tubuh Astro secara bersamaan. Ia sampai terbatuk-batuk dari kebulan debu yang dihasilkan, pandangan pun menjadi kabur. Tiara melihat keadaan sekitar saat kabut sudah menipis, hal pertama yang ditemukan adalah tubuh Astro menjadi sangat besar seperti raksasa. Tiara menganga dan matanya membulat, ia tahu persis jika itu adalah wujud Astro sebagai Raja Iblis.Saat bertarung dengan Ammon di novel Theós of Authority, wujud inilah yang Astro gunakan. Sulit menenangkannya jika seperti ini, karena Astro sudah terpengaruh dengan roh jahat, hingga menutup semua perasaannya dalam dendam yang begitu besar.Setelah mengetahui itu, Tiara tidak melarikan diri dan malah mengamati Astro dengan seksama.
Ya, aku salah ... maaf. Aku tidak coba merubahnya, karena aku tidak bisa. Jika berkenan, mau kita memulainya lagi dari awal bersama?~ Tiara Alyana ~***“AKH!”Tiara terpental sangat jauh. Berakhir dengan dirinya terbentur pohon besar kering tanpa dedaunan, dan batang pohon hangus akibat terbakar kekuatan Astro.“Uhuk! Uhuk!”Tiara bisa merasakan sakit di punggungnya. Rasa sakit yang terus merambat tiap inci membuat tenggorokannya tercekat, rasanya ia seperti tersedak dengan darahnya sendiri yang tidak bisa ia muntahkan. Dengan mata yang masih sanggup ia buka, dirinya menatap nanar Astro yang jauh di sana. Di pikirannya saat ini, untuk segera menyadarkan Astro.Tiara berusaha membangkitkan tubuhnya yang terasa begitu ngilu dan menusuk. Semakin lama pandangannya menjadi kabur dan terasa berat, tapi ia berusaha untuk tetap sadar dan mencoba berbicara pada Astro apa yang sebenarnya sudah ia lakukan.&ldquo
Aku memberikanmu kesempatan untuk kesampatan bagi diriku sendiri yang telah menyesal. Maaf ... tapi kita mulai dari awal lagi, tak apa, kan? ~ Tiara Alyana ~ *** Tiara diselimuti rasa iba pada Astro dengan wujud raja iblisnya. Tanpa sadar air matanya menetes, dadanya sangat sesak, dan hatinya seperti diremas kuat hingga remuk. Ia tidak menyangka jika terjadi seperti ini. Hati Tiara seperti ditusuk ribuan belati, dengan rasa bersalah yang bercampur aduk. Ia baru menyadari kebodohannya yang asal membuat cerita yang menarik, tanpa mempertimbangkan segala sisi dari pemerannya. Walau hanya sekedar cerita dalam novel, jika dunia yang ia buat menjadi nyata, ternyata kekacauanlah yang ia ciptakan. Dan itu berati Tiara lah pemeran antagonisnya di sini. Tiara tidak sanggup melihat pertarungan besar ini secara langsung. Ia merasa tidak berguna, padahal dirinya seorang Dewi Pencipta di dunia ini. Penyesalan yang tersisa untuknya seperti mimpi buruk.
Untuk Dewa Kematian, Raja Iblis, Astro. Gelarmu banyak juga ya, hmm ... Aku kan Dewi Pencipta nih, seharusnya kamu tahu bagaimanapun aku cuma manusia biasa yang banyak melakukan kesalahan. Dan kebodohanku itu manusiawi. Aku hanya gadis 20 tahun yang baru memulai kuliah di semester barunya, entah bagaimana imajinasiku dapat menciptakan dunia kalian. Aku minta maaf karena aku- kamu menderita sampai akhir cerita. Tapi yang aku tahu, kamu iblis yang baik Astro. Itu sebabnya aku menurunkan ego untuk memberimu kesempatan. Aku sudah pasrah jika memang harus menetap di dunia novel, tapi untung saja Ammon bisa membawaku kembali ke duniaku. Aku akan membuat cerita untukmu, pada season kedua kali ini. Aku janji akan membuatkan cerita happy ending untukmu. Salam hangat, Si bodoh Tiara, Dewi Pencipta Tiran ^^ ~*~ “Kesempatan kata Nona?” Senyum miring mengembang membaca surat perpisahan dari Tiara. Kertas yang sudah lecak di
Semoga ini harga yang pantas untukku pertaruhkan. Ingatanku, untuk keselamatanmu. ~Tiara Alyana~ *** “Padahal baru semalam, sudah terjadi persaingan ranking antar penulis?” Tiara tidak mengerti, teknik marketing konyol apa lagi yang digunakan Madam Asri. Partisipasi penulis dan pembaca begitu cepat dan meledak-ledak pada aplikasi baru mereka. Yang menjadi pelopor utama dari riset sementara, seratus juta lebih pembaca di aplikasi J&T berkunjung ke novel eksklusif Theós of Authority yang dapat diakses online. Tak kalah juga dengan banyaknya penulis pemula yang mengunggah novel terbaik mereka dan sudah mendapat pembaca yang tak kalah banyak pula. “Begitulah. Gue makin bangga sama lo, Ti.” “Kenapa? Theós of Authority? Gue udah yakin sih, kalau bisa langsung top ranking.” Dengan percaya diri Tiara menjawab. “Bukan. Lo bilang baru menyiapkan projek season kedua, kan? Tadi pagi
Sejak dahulu, Dewa dan Iblis hidup berdampingan walau selalu bersiteru dengan perbedaan pendapat. Berdebatan hingga terjadi perkelahian sering terjadi sebagai solusi akhir, dimana yang menang akan mendapat hak untuk mengambil keputusan.Sampai pengetahuan politik berkembang, di mana persetujuan untuk memilih salah satu pemimpin antara kedua Suku. Sebagai pemimpin langit dan bumi, dan juga mengatur kematian dan kehidupan di seluruh alam.Untuk menghindari pertikaian yang lebih besar, mereka sepakat untuk mencalonkan pemimpin masing-masing Suku. Suku Dewa diwakili oleh Dewa Agung Asoka, dan suku Iblis diwakili oleh Raja Iblis Mammon. Kedua perwakilan diberikan waktu untuk memimpin kedua suku dalam waktu 10 tahun.20 tahun berlalu. Setelah sampai pemilihan pemimpin dengan pengambilan suara terbanyak. Hasil yang didapatkan tidaklah memuaskan. Masing-masing perwakilan mendapatkan suara yang sama, karena rakyat di setiap suku memilih pemimpinnya masing-masing.
Setelah membawa Tiara pergi dari perkenalan resmi, Astro memerintahkan Omili untuk melayani dan mengawasinya gadis itu. Astro yakin kerubutan tidak hanya pada Bangsawan Suku Iblis, Dewa Petinggi pun pasti tidak akan tinggal diam. Hingga situasinya saat ini Tiara menjadi tidak aman karena dianggap sebagai objek yang tidak biasa. “Hormat saya Tuan Astro.” Ograien datang ke kamar Astro, namun ia tidak sendiri. Sosok dengan energi Dewa ikut hadir. “Salam hormat kepada Dewa kami, Dewa Kematian.” “Golden?” Sosok yang sudah lama tidak Astro temui. Bukannya tidak sama sekali, dalam beberapa kesempatan Dewa Golden memang hadir saat lima Dewa Petinggi berkumpul, namun itu hanyalah bayangannya. Bayangan adalah salah satu kekuatan Dewa Golden yang dapat memecah diri dalam bentuk bayangan. Dan setiap bayangan dengan memiliki sekian persen dari kesadaran aslinya. Dewa Golden yang disapa santai oleh Astro tersenyum. “Saya pikir Anda tidak menyadarinya, terima kasih sudah mengenali saya.” Astro
“Ini bukan pertemuan pertama kami dengan Sang Dewi. Salam hormat dan kemuliaan tertinggi untuk Dewi Pencipta Tiran. Saya Dewa Hati, Gefsi, salah satu Dewa Petinggi. Senang dapat memperkenalkan diri secara resmi kepada Dewi Pencipta Tiran dengan keadaan sehat.” Sebenarnya Tiara gugup dengan penghormatan seperti itu. Masih terasa tidak nyata, apa lagi dirinya menjadi orang yang tidak biasa menyandang peran Dewi Pencipta. “Okey, terima kasih Dewa Gefsi. Salam kenal.” Astro bernapas lega dengan Tiara yang tidak mengacau dan hanya menjawab seadanya saat diberikan salam penghormatan. Untuk penilaian awal, jawaban seperlunya menunjukkan dominasi dan harga diri dalam posisi yang tinggi. Walau Astro tahu jika Tiara menjawab seperti itu pun, karena tidak tahu harus menjawab seperti apa. Dan alasan itu tidak penting saat ini. Sedangkan Ammon, tubuhnya gemetar berusaha keras menahan tawa. Kegugupan Tiara sangat terlihat dari ekspresinya, ya ... tidak ada bawahan yang berani memandang ke atas,
Ukh, Tiara benci pakaian formal dunia Suku Iblis. Harus seberapa terbuka lagi untuk mengekspos bagian tubuhnya? “Ini namanya pelecehan, bagaimana caranya gue minta pertanggung jawaban Astro sialan!” Tidak henti-hentinya Tiara menggerutu sebelum ada yang menjemput. Kerudung yang katanya sebagai penutup diri jika Tiara malu, tidak membantu sama sekali karena transparan. Kini gadis itu hanya memeluk dirinya sendiri berjaga-jaga siapapun yang masuk ke kamarnya nanti. Tolong jangan tanyakan kenapa Tiara mau saja menggunakan pakaian seperti itu, hal itu bisa terjadi jika memang ia bisa menolak. Apa lagi pakaiannya yang dari rumah sudah dibuang. “Tiara! Tidakkah ini keterlaluan jika membuat semua menunggu-“ “KYAAAA!” Tiara tidak merasakan kehadiran seseorang, kemunculan Astro yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Apa lagi suara dalam Astro yang terdengar halus hingga pikiran horor tidak dapat dihindari. Mendengar teriakan Astro langsung bersiaga. “Ada masalah?” “Aish~” Tiara bangkit dar
Ternyata tidak butuh berjalan lebih lama, Ograien dengan kereta kadal yang dibawanya datang sengaja menjemput Tiara. Banar, kadal bukan kuda sebagai kendaraan pengangkut barang. Terlihat seperti buaya dengan sisik yang tajam, tetapi sebesar Komodo. Apapun itu sekarang Tiara sudah berada di kamar Astro dan berguling-guling ria diawasi oleh Omili. Tiara disuruh istirahat dan itulah yang dilakukan, entah sudah berapa lama ia terjebak di lapang rumput tanpa batas itu hingga membuatnya begitu lelah. “Hormat Yang Mulia Raja Iblis Astro.” Salam Omili dengan suara kecil, agar Tiara tidak terbangun. Namun Tiara langsung duduk memperlihatkan dirinya sudah tidak tidur lagi. Ia melihat kedatangan Astro bersama Ograien di belakangnya membawa sesuatu. “Kamu tidak tidur?” tanya Astro yang mengira Tiara sedang tidur. “Aku sudah bangun.” Mungkin sudah terbiasa berbagi kamar dengan Astro sampai Tiara tidak memperdulikan penampilannya yang berantakan saat ini. “Aku akan memanggilkan pelayan untuk
Angin bertiup bagai badai bersama cahaya kehidupan yang menyoroti Tiara, dua kekuatan bertolak belakang yang saling berpadu tanpa perlawanan. Dua Dewa yang menjegal Tiara seketika menegang tak dapat berkutik pada tekanan intimidasi yang dahsyat dari kedua kekuatan besar tersebut. Senjata mereka jatuh, kaki mereka menjadi lemas, sampai bersujud tanpa mampu mengangkat kepala. Ammon yang merasa bertanggung jawab menghampiri Tiara lebih dulu untuk melihat bawahannya lebih dekat. Ia tidak percaya jika para Dewa bisa se-tidak sopan itu bahkan dalam menghakimi seseorang dengan kecurigaan semata. “Huaaa Ammon!” Tiara yang ketakutan menerjang sang Dewa Agung, memeluknya. Tangisannya pecah setelah merasa lega, akibat terguncang dengan apa yang dialaminya saat ini. Ammon mengerti lemahnya Dewi Pencipta Tiran sebagai manusia. Selain itu ia mengernyitkan kening, saat merasakan presensi besar dalam diri Tiara. Sesuatu yang tidak ia rasakan di pertemuan terakhir mereka. “Tidak apa Dewi, mereka b
Tiara menganga melihat gerbang besar entah dari mana. Dua jam yang lalu, Tiara sudah putus asa berjalan tanpa ujung dan tidak menemukan apapun. Hanya hamparan rumput yang luas dan awan kelabu yang tinggi dengan kilat sesekali membelah langit. Perutnya sudah lapar, tidak tahu berapa lama ia berjalan tapi cahaya sekitar masih sama. Tidak lebih terang bertanda siang, ataupun lebih gelap waktunya malam. Dengan ingatan yang penuh Tiara tahu jika tidak memiliki makanan, tapi ia tetap merogoh saku berharap masih ada sesuatu yang bisa ia kunyah. Nyatanya tetap memang tidak ada, hanya sisa uang dari pemberian Ovid saja. Bisa dibilang kaki Tiara yang terus berjalan sudah mati rasa, karena rasa sakit telah ia abaikan. Pikirannya membayangkan jika berhenti sejenak mungkin tidak masalah, tapi Tiara takut. Kecemasan menyusup hatinya. Jika Tiara berhenti berjalan, maka semakin lama ia bertemu dengan Astro dan semakin lama untuknya pulang. Tiara ingin pulang. Keberadaanya di dunia asing itu, se
Seakan telah puas tertidur, Tiara bangun tanpa beban, tanpa mimpi. Banar bukan? Tidur tanpa mimpi itu adalah kualitas istirahat terbaik. Mengedarkan pandangannya, Tiara keheranan dengan alas rumput yang empuk dan hamparan hijau luas sejauh mata memandang. Di atas langit pun terlihat cerah dengan awan tebal, hingga keabu-abuan. Jika digambarkan, cuaca sama saat bumi akan hujan. “Bumi? Kayaknya ini bukan bumi. Gue ada di dunia novel, kan?” Secara langsung Tiara ingat perjalanannya, jika ia berada di dunia novel untuk mencari Astro. Entah kenapa secara bersamaan seperti ada yang terlupakan, pikirannya terasa kosong. Alasan Tiara tertidur ... Karena kelelahan? “Ini dunia Suku Dewa? Tunggu, gue urut satu-satu daerah mana aja yang sudah gue jelajahi.” Tiara mengeluarkan peta di saku jubahnya, peta yang didapatkan dari Ovid ... tapi bukan itu masalahnya. Antara ingatan, pikiran, dan kerja otaknya tidak singkron. Bukan lagi masalah hati dan pikiran, tapi satu fungsi yang sama kendalin
Tiara kecil mendengar begitu banyak cerita yang seakan mengerti, ‘Dewa itu’ juga masih menggedongnya. Mengajak Tiara kecil berkeliling sambil memakan jajanan pasar. Tiba di sebuah ujung jurang dari sebuah bukit ‘Dewa itu’ menurunkan Tiara kecil, dengan kekuatan yang keluar dari ujung jarinya merubah wujud Tiara kembali ke semula. Kontrol kesadaran dan gerak tubuh Tiara pun berangsur pulih, yang sebelumnya bergerak dengan sendirinya. “Kamu kah Dewa? Tapi siapa? Aku tidak pernah menulis sosokmu di dalam novel?” Walau begitu Tiara tetap tidak bisa mengendalikan ucapannya (keceplosan), kali ini karena sifatnya yang impulsif. ‘Dewa itu’ tersenyum. “Sungguh? Sepertinya kamu menulis tentangku walau tidak banyak. Em, biar aku ingat perkataan Istriku mengenai ramalan itu.” “Ramalan?” Tiara bertanya seakan baru mendengarnya, padahal sepanjang ia bersama dengan ‘Dewa itu’ membicarakan banyak hal, termasuk ramalan. “Ah, di bab satu sebagai pembuka. Kamu mengisahkanku seperti seorang pahlawan
Seperti bagian di dalamnya, Tiara bisa mencium aroma makanan yang sangat sedap, rasa yang menyenangkan dan tidak mengganggu sama sekali, suasana yang padat namun terasa damai. Bisa Tiara lihat orang-orang begitu ramah satu sama lain, menyambut dengan senyuman dan minim kejahatan, kecuali anak kecil yang jahil dan mencuri beberapa camilan di toko. Namun semua teratasi dengan baik oleh orang tua mereka yang akhirnya membayar, penjualnya pun berekspresi marah (bercanda) untuk anak-anak saja. Terasa hangat, kedekatan, dan toleransi yang kuat. Mengingatkan Tiara pada suasana kampung halaman, bangunan yang masih berbahan dasar kayu dan dihiasi kain warna-warni, aneka penerangan juga bagian dari karya yang kreatif. Saat matanya tanpa sadar berpapasan dengan yang lain, mereka akan tersenyum lebih dulu yang membuat Tiara sungkan dan menganggukkan kepalanya. Seperti berada di rumah. Orang-orang dengan kulit kecokelatannya berpenampilan manis dan sederhana. Tidak jarang banyak pendatang den