Ya, aku salah ... maaf. Aku tidak coba merubahnya, karena aku tidak bisa. Jika berkenan, mau kita memulainya lagi dari awal bersama?
~ Tiara Alyana ~
***
“AKH!”
Tiara terpental sangat jauh. Berakhir dengan dirinya terbentur pohon besar kering tanpa dedaunan, dan batang pohon hangus akibat terbakar kekuatan Astro.
“Uhuk! Uhuk!”
Tiara bisa merasakan sakit di punggungnya. Rasa sakit yang terus merambat tiap inci membuat tenggorokannya tercekat, rasanya ia seperti tersedak dengan darahnya sendiri yang tidak bisa ia muntahkan. Dengan mata yang masih sanggup ia buka, dirinya menatap nanar Astro yang jauh di sana. Di pikirannya saat ini, untuk segera menyadarkan Astro.
Tiara berusaha membangkitkan tubuhnya yang terasa begitu ngilu dan menusuk. Semakin lama pandangannya menjadi kabur dan terasa berat, tapi ia berusaha untuk tetap sadar dan mencoba berbicara pada Astro apa yang sebenarnya sudah ia lakukan.
“Astro, dengerin aku- hoek ....” Darah segar keluar begitu saja dari mulutnya. Organ dalam tubuh Tiara seperti remuk dan hancur akibat benturan yang sangat keras. “Kamu salah paham. Aku mau-“
“DIAM!” teriak Astro mengelegar. Tiara bisa melihat, sosok raksasa itu terbang cepat ke arahnya hanya dengan kedipan mata. “Nona terlalu banyak bicara! Nona bahkan bisa melindungi diri sendiri dari ledakan itu tapi pura-pura tidak bisa menggunakan kekuatan?! Bagaimana kita coba sekali lagi untuk membuktikannya? HIYA ....!” Lagi-lagi Astro melempar bola hitam ke arah Tiara.
Tiara yang sudah kehabisan tenaga dan hanya bisa menahan rasa sakit dengan menutup mata. ‘Kekuatan? Karena itu aku tidak terkena kekuatanya dan hanya terpental, benar caranya make a wish’.
DUAR!
Untuk kedua kalinya, suara ledakan kekuatan Astro menggetarkan inti bumi. Dan kembali, Tiara tidak merasakan apapun. Tapi kali ini, ia juga tidak merasa tubuhnya melayang karena terpental.
Membuka matanya perlahan, Tiara dikejutkan dengan barisan lima sosok berpakaian serba putih dengan aura cahaya putih yang mengelilingi dan membelakanginya. Entah kanapa kali ini Tiara merasa sangat takut hingga tubuhnya gemetar. Lebih takut dibanding saat bertemu Astro pertama kali dengan wujud iblisnya. Tiara sampai mundur, merasakan kekuatan yang membuatnya sesak dan ingin menangis. ‘Siapa mereka?’
Salah satu dari lima sosok itu membalikkan tubuhnya. Empat sosok lainnya membentuk tameng dari serangan Astro yang tubi-tubi.
Wajah yang bergitu tampan bak Dewa Yunani berseri dengan cahaya yang keluar dari tubuhnya. Cukup membuat Tiara tersedak dengan salivanya sendiri. Ia langsung memalingkan wajahnya merasakan perasaan yang sangat aneh.
“Dewi Pencipta Tiran. Saya Dewa Ammon, selamat datang di dunia Murni. Maaf mungkin kedatangan Nona ada sedikit kesalahan. Kami kurang menjaga Dewa Kematian Astro. Kami segara menangkapnya kembali,” ucapan itu begitu lembut.
Hanya saja mendengar itu seperti sebuah tamparan bagi Tiara. Dengan berani ia membalas tatapan Dewa Ammon. “Lancang banget lo menangkap tawanan yang baru aja gue lepas! Uhuk ... uhuk ...,” ucap Tiara kesal hingga terbatuk dan kembali membuatnya mengeluarkan darah, ia bahkan melupakan bahasa bakunya.
“Maaf, Dewi. Sangat berbahaya membiarkan Astro terus mengamuk seperti ini. Mereka hanya bisa mengulur waktu sangat sebentar. Jika tidak, dunia Suku Iblis bisa hancur,” jelas Dewa Ammon perlahan.
“Uhuk! Uhuk ....” Tiara kembali batuk. Jantungnya terus berdetak sangat kencang dan tidak normal, napasnya juga sesak merasakan sakit yang tidak pernah Tiara rasakan sebelumnya.
“Gue cuma butuh bantuan lo sebagai Dewa Agung. Bukankah sejak awal tujuan dipenjaranya Astro untuk diberi pelajaran, tapi gue malah buat Astro tersiksa dengan semua doa kematian dari para Dewa dan Manusia, Uhuk!” Tiara mekasakan diri untuk berbicara, ia tidak akan mebiarkan Astro semakin terluka karena dirinya. “Gue merasa bertanggung jawab atas kejahatan Astro.” Tiara menjelaskan tanpa memperdulikan rasa sakitnya. Karena, hati Tiara lebih sakit mengingat perkataan Astro jika semua alur kejahatannya adalah bukan alasan untuk menjadi sebuah kesalahan.
“Nona. Itu adalah hukuman yang pantas. Walaupun, saya tidak memandang Astro sebagai penjahat, tapi kekuatannya dapat mengancam Suku Dewa. Bukankah seharusnya Astro yang merasa bersyukur karena hanya dihukum dalam pensucian?” Tentang Dewa Ammon.
“Tapi dia kesakitan, Ammon! Dia menderita! Jika keadaan berbalik, lo yang berada di posisinya. Apa lo bisa bertahan hidup seperti dia? Semua yang dia lakukan sekarang gue yang jamin, nggak ada lagi ancaman untuk Suku Dewa. Karena dia hanya meminta keadilan, maka urusannya saat ini cuma sama gue saja. Dan kalian bisa hidup dari awal dengan damai. Jadi-“
DUAR! Ledakan yang sangat besar hingga hembusan angin yang sangat kencang dan hawa dingin menimpa Tiara, namun dengan cepat langsung dilindungi oleh sayap malaikat besar milik Dewa Ammon.
Bersamaan Tiara dan Dewa Ammon menoleh ke arah pertarungan itu. Para Dewa sudah terkapar tidak berdaya menangani kekuatan besar Astro. Memang hanya Dewa Ammon yang bisa menandinginya.
“Dewa sialan! Beraninya kau berbicara dengan Tiara! Dia harus bertanggung jawab dan mengubah jalan cerita yang penuh ketidakadilan ini!” Astro terbang dengan sayapnya. Sayap yang sama seperti milik Dewa Ammon, tapi berwarna hitam legam.
“Astro, hentikan semuanya! Bagaimana Dewi Tiran memberikan keadilannya jika kau merusak semuanya?” Dewa Ammon mencoba sekali lagi membujuk Astro.
“Omong kosong! Aku tidak masalah bertarung kedua kalinya. Aku pastikan jika sekarang akulah yang menang! Karena saat itu kekalahanku ditulis oleh dia, sedangkan sekarang tidak.” Astro menunjuk Tiara yang terlihat sangat lemah. Tanpa ia hiraukan pemandangan itu, hanya tersisa amarah dan dendam ia menyerang Dewa Ammon bertubi-tubi.
Untuk melindungi Tiara, Dewa Ammon tidak bisa tinggal diam. Ia mengepakkan sayapnya dan terbang manyamai Astro sembari menangkal semua serangan yang tertuju pada Dewi-nya. Namun, sebelum itu ia berpesan pada Tiara. “Dewi Tiran, carilah tempat persembunyian, jika Astro tidak bisa ditangani, pertarungan kedua pun tidak dapat dihindari.”
Aku memberikanmu kesempatan untuk kesampatan bagi diriku sendiri yang telah menyesal. Maaf ... tapi kita mulai dari awal lagi, tak apa, kan? ~ Tiara Alyana ~ *** Tiara diselimuti rasa iba pada Astro dengan wujud raja iblisnya. Tanpa sadar air matanya menetes, dadanya sangat sesak, dan hatinya seperti diremas kuat hingga remuk. Ia tidak menyangka jika terjadi seperti ini. Hati Tiara seperti ditusuk ribuan belati, dengan rasa bersalah yang bercampur aduk. Ia baru menyadari kebodohannya yang asal membuat cerita yang menarik, tanpa mempertimbangkan segala sisi dari pemerannya. Walau hanya sekedar cerita dalam novel, jika dunia yang ia buat menjadi nyata, ternyata kekacauanlah yang ia ciptakan. Dan itu berati Tiara lah pemeran antagonisnya di sini. Tiara tidak sanggup melihat pertarungan besar ini secara langsung. Ia merasa tidak berguna, padahal dirinya seorang Dewi Pencipta di dunia ini. Penyesalan yang tersisa untuknya seperti mimpi buruk.
Untuk Dewa Kematian, Raja Iblis, Astro. Gelarmu banyak juga ya, hmm ... Aku kan Dewi Pencipta nih, seharusnya kamu tahu bagaimanapun aku cuma manusia biasa yang banyak melakukan kesalahan. Dan kebodohanku itu manusiawi. Aku hanya gadis 20 tahun yang baru memulai kuliah di semester barunya, entah bagaimana imajinasiku dapat menciptakan dunia kalian. Aku minta maaf karena aku- kamu menderita sampai akhir cerita. Tapi yang aku tahu, kamu iblis yang baik Astro. Itu sebabnya aku menurunkan ego untuk memberimu kesempatan. Aku sudah pasrah jika memang harus menetap di dunia novel, tapi untung saja Ammon bisa membawaku kembali ke duniaku. Aku akan membuat cerita untukmu, pada season kedua kali ini. Aku janji akan membuatkan cerita happy ending untukmu. Salam hangat, Si bodoh Tiara, Dewi Pencipta Tiran ^^ ~*~ “Kesempatan kata Nona?” Senyum miring mengembang membaca surat perpisahan dari Tiara. Kertas yang sudah lecak di
Semoga ini harga yang pantas untukku pertaruhkan. Ingatanku, untuk keselamatanmu. ~Tiara Alyana~ *** “Padahal baru semalam, sudah terjadi persaingan ranking antar penulis?” Tiara tidak mengerti, teknik marketing konyol apa lagi yang digunakan Madam Asri. Partisipasi penulis dan pembaca begitu cepat dan meledak-ledak pada aplikasi baru mereka. Yang menjadi pelopor utama dari riset sementara, seratus juta lebih pembaca di aplikasi J&T berkunjung ke novel eksklusif Theós of Authority yang dapat diakses online. Tak kalah juga dengan banyaknya penulis pemula yang mengunggah novel terbaik mereka dan sudah mendapat pembaca yang tak kalah banyak pula. “Begitulah. Gue makin bangga sama lo, Ti.” “Kenapa? Theós of Authority? Gue udah yakin sih, kalau bisa langsung top ranking.” Dengan percaya diri Tiara menjawab. “Bukan. Lo bilang baru menyiapkan projek season kedua, kan? Tadi pagi
Sejak dahulu, Dewa dan Iblis hidup berdampingan walau selalu bersiteru dengan perbedaan pendapat. Berdebatan hingga terjadi perkelahian sering terjadi sebagai solusi akhir, dimana yang menang akan mendapat hak untuk mengambil keputusan.Sampai pengetahuan politik berkembang, di mana persetujuan untuk memilih salah satu pemimpin antara kedua Suku. Sebagai pemimpin langit dan bumi, dan juga mengatur kematian dan kehidupan di seluruh alam.Untuk menghindari pertikaian yang lebih besar, mereka sepakat untuk mencalonkan pemimpin masing-masing Suku. Suku Dewa diwakili oleh Dewa Agung Asoka, dan suku Iblis diwakili oleh Raja Iblis Mammon. Kedua perwakilan diberikan waktu untuk memimpin kedua suku dalam waktu 10 tahun.20 tahun berlalu. Setelah sampai pemilihan pemimpin dengan pengambilan suara terbanyak. Hasil yang didapatkan tidaklah memuaskan. Masing-masing perwakilan mendapatkan suara yang sama, karena rakyat di setiap suku memilih pemimpinnya masing-masing.
Kupikir ini hukuman yang ringan, tapi nyatanya ... aku tersiksa dengan perasan yang hampa ini. Satu pertanyaan yang menetap. “Kenapa aku terus merasa bersalah?”~Tiara Alyana~***“Hoam ....” Tiara menguap tanpa tahu malu. Dengan mata yang sudah sayu ia melipat tangan di atas meja untuk dijadikan bantakan kepalanya.Ilham yang baru masuk kelas dan mengambil duduk di sebelah Tiara keheranan. “Ngapain lo? Belajar?”Tiara hanya menggelangkan kepalanya sebagai jawaban. Dirinya butuh asupan cogan (cowok ganteng) buat menjernihkan mata dan pikiran.Melihat novel Theós of Authority di atas meja, Ilham mulai mengerti, sepertinya Tiara sedang mempelajari ceritanya kembali untuk revisi season keduanya. “Nggak usah diforsir, Ti. Masih ada waktu sampai up minggu ini.”Tiara langsung bengun menatap tajam Ilham yang biacara semau jidatnya. Ia tidak t
Kau pergi setelah berkata akan bertanggungjawab ... Hebat sekali! Jadi tidak masalah aku datang untuk menagihnya, bukan?~ Astro Climton ~***Ruang pertemuan istana Suku Iblis. Dua makhluk immortal bersujud di hadapan Dewa yang menjabat sebagai Raja Iblis saat ini duduk di singgasananya.“Omili, bagaimana dengan tugas yang kuberikan?” tanya Sang Penguasa menopang dagu pada salah satu tangannya.Makhluk bola kuning yang ditanya melirik terlebih dahulu pada makhluk setengah serigala di sebelahnya. Mereka bertukar pandang seakan sedang bertelepati dengan keadaan Tuan mereka. Tatapan kosong dan raut wajah lesuh, setia terpatri sejak kepergian Dewi Pencipta. Semakin lama, kondisi Sang Tuan semakin buruk. Tubuh yang bekerja seakan tanpa jiwa, walau tidak ada celah untuk itu, tapi sangat mengkhawatikan bagi mereka yang berada di sisinya.“Portal yang Anda buat sudah sepenuhnya hilang,” jawab Omili
Keadilan apa yang kau berikan sebagai penulis? Kau bahkan tidak bisa melihatku lagi. Kanapa aku harus mengulangnya kembali dari awal?~Astro Climton~***Mengelilingkan pandangannya, ini tempat yang tidak asing. Senyum Astro mengembang masih bisa melihat hunian yang tampak seperti kadang kerbau ini. Seketika kepalanya menoleh ke arah pintu saat mendengar kunci yang akan dibuka.Kegelapan kamar perlahan bercahaya dari celah pintu yang melebar. Terbentuk siluet dua orang, pria yang tengah membopong wanita lunglai. Senyum itu memudar saat dapat dipastikan siapa yang tengah dibopong itu. Mata Astro seketika menajam pada pria yang tidak ia kenal itu. Aura kegelapan yang mencekam suasana kamar membawakan hawa dingin.Klik!Lampu kamar menyala memperjelas pandangan yang semakin membuat Astro terbangkitkan amarahnya.Hoek ~“Tiara, bego!” maki Ilham pada Tiara yang langsung mengeluarkan isi perutn
Flashback On Belenggu yang terasa mengetat di bagian tangan dan leher membuat Astro hampir kehilangan napas. Entah doa-doa apa yang diberikan Dewa Suci untuk mensucikannya hari ini. Hanya ringisan yang tergambar jelas di raut wajahnya. “Tuan! Tuan! Ini Omili. Tuan bisa dengar?” Menahan rasa sakit dan napasnya yang tercekat, Astro tetap berusaha sadar dengan memejamkan matanya, terlihat seperti sudah pingsan. “Omili? Bagaimana bisa?” tanyanya di dalam pikiran. Ini adalah mindlink, hanya bisa dilakukan Dewa dan Iblis dengan kekuatan tingkat tinggi. “Saya menggunakan sihir Dewa, Tuan. Saya berhasil mencuri buku mantranya!” *** Dunia Suku Iblis. Istana Raja Iblis. Astro memegang buku bersampul penuh warna yang tidak ia percaya berisi mantra untuknya ke dunia Manusia. ”Kau tidak bercanda Omili?” “Benar, Tuan itu bukunya. Hanya saja, istilah dunia Manusia dan dunia Suku Mur
Setelah membawa Tiara pergi dari perkenalan resmi, Astro memerintahkan Omili untuk melayani dan mengawasinya gadis itu. Astro yakin kerubutan tidak hanya pada Bangsawan Suku Iblis, Dewa Petinggi pun pasti tidak akan tinggal diam. Hingga situasinya saat ini Tiara menjadi tidak aman karena dianggap sebagai objek yang tidak biasa. “Hormat saya Tuan Astro.” Ograien datang ke kamar Astro, namun ia tidak sendiri. Sosok dengan energi Dewa ikut hadir. “Salam hormat kepada Dewa kami, Dewa Kematian.” “Golden?” Sosok yang sudah lama tidak Astro temui. Bukannya tidak sama sekali, dalam beberapa kesempatan Dewa Golden memang hadir saat lima Dewa Petinggi berkumpul, namun itu hanyalah bayangannya. Bayangan adalah salah satu kekuatan Dewa Golden yang dapat memecah diri dalam bentuk bayangan. Dan setiap bayangan dengan memiliki sekian persen dari kesadaran aslinya. Dewa Golden yang disapa santai oleh Astro tersenyum. “Saya pikir Anda tidak menyadarinya, terima kasih sudah mengenali saya.” Astro
“Ini bukan pertemuan pertama kami dengan Sang Dewi. Salam hormat dan kemuliaan tertinggi untuk Dewi Pencipta Tiran. Saya Dewa Hati, Gefsi, salah satu Dewa Petinggi. Senang dapat memperkenalkan diri secara resmi kepada Dewi Pencipta Tiran dengan keadaan sehat.” Sebenarnya Tiara gugup dengan penghormatan seperti itu. Masih terasa tidak nyata, apa lagi dirinya menjadi orang yang tidak biasa menyandang peran Dewi Pencipta. “Okey, terima kasih Dewa Gefsi. Salam kenal.” Astro bernapas lega dengan Tiara yang tidak mengacau dan hanya menjawab seadanya saat diberikan salam penghormatan. Untuk penilaian awal, jawaban seperlunya menunjukkan dominasi dan harga diri dalam posisi yang tinggi. Walau Astro tahu jika Tiara menjawab seperti itu pun, karena tidak tahu harus menjawab seperti apa. Dan alasan itu tidak penting saat ini. Sedangkan Ammon, tubuhnya gemetar berusaha keras menahan tawa. Kegugupan Tiara sangat terlihat dari ekspresinya, ya ... tidak ada bawahan yang berani memandang ke atas,
Ukh, Tiara benci pakaian formal dunia Suku Iblis. Harus seberapa terbuka lagi untuk mengekspos bagian tubuhnya? “Ini namanya pelecehan, bagaimana caranya gue minta pertanggung jawaban Astro sialan!” Tidak henti-hentinya Tiara menggerutu sebelum ada yang menjemput. Kerudung yang katanya sebagai penutup diri jika Tiara malu, tidak membantu sama sekali karena transparan. Kini gadis itu hanya memeluk dirinya sendiri berjaga-jaga siapapun yang masuk ke kamarnya nanti. Tolong jangan tanyakan kenapa Tiara mau saja menggunakan pakaian seperti itu, hal itu bisa terjadi jika memang ia bisa menolak. Apa lagi pakaiannya yang dari rumah sudah dibuang. “Tiara! Tidakkah ini keterlaluan jika membuat semua menunggu-“ “KYAAAA!” Tiara tidak merasakan kehadiran seseorang, kemunculan Astro yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Apa lagi suara dalam Astro yang terdengar halus hingga pikiran horor tidak dapat dihindari. Mendengar teriakan Astro langsung bersiaga. “Ada masalah?” “Aish~” Tiara bangkit dar
Ternyata tidak butuh berjalan lebih lama, Ograien dengan kereta kadal yang dibawanya datang sengaja menjemput Tiara. Banar, kadal bukan kuda sebagai kendaraan pengangkut barang. Terlihat seperti buaya dengan sisik yang tajam, tetapi sebesar Komodo. Apapun itu sekarang Tiara sudah berada di kamar Astro dan berguling-guling ria diawasi oleh Omili. Tiara disuruh istirahat dan itulah yang dilakukan, entah sudah berapa lama ia terjebak di lapang rumput tanpa batas itu hingga membuatnya begitu lelah. “Hormat Yang Mulia Raja Iblis Astro.” Salam Omili dengan suara kecil, agar Tiara tidak terbangun. Namun Tiara langsung duduk memperlihatkan dirinya sudah tidak tidur lagi. Ia melihat kedatangan Astro bersama Ograien di belakangnya membawa sesuatu. “Kamu tidak tidur?” tanya Astro yang mengira Tiara sedang tidur. “Aku sudah bangun.” Mungkin sudah terbiasa berbagi kamar dengan Astro sampai Tiara tidak memperdulikan penampilannya yang berantakan saat ini. “Aku akan memanggilkan pelayan untuk
Angin bertiup bagai badai bersama cahaya kehidupan yang menyoroti Tiara, dua kekuatan bertolak belakang yang saling berpadu tanpa perlawanan. Dua Dewa yang menjegal Tiara seketika menegang tak dapat berkutik pada tekanan intimidasi yang dahsyat dari kedua kekuatan besar tersebut. Senjata mereka jatuh, kaki mereka menjadi lemas, sampai bersujud tanpa mampu mengangkat kepala. Ammon yang merasa bertanggung jawab menghampiri Tiara lebih dulu untuk melihat bawahannya lebih dekat. Ia tidak percaya jika para Dewa bisa se-tidak sopan itu bahkan dalam menghakimi seseorang dengan kecurigaan semata. “Huaaa Ammon!” Tiara yang ketakutan menerjang sang Dewa Agung, memeluknya. Tangisannya pecah setelah merasa lega, akibat terguncang dengan apa yang dialaminya saat ini. Ammon mengerti lemahnya Dewi Pencipta Tiran sebagai manusia. Selain itu ia mengernyitkan kening, saat merasakan presensi besar dalam diri Tiara. Sesuatu yang tidak ia rasakan di pertemuan terakhir mereka. “Tidak apa Dewi, mereka b
Tiara menganga melihat gerbang besar entah dari mana. Dua jam yang lalu, Tiara sudah putus asa berjalan tanpa ujung dan tidak menemukan apapun. Hanya hamparan rumput yang luas dan awan kelabu yang tinggi dengan kilat sesekali membelah langit. Perutnya sudah lapar, tidak tahu berapa lama ia berjalan tapi cahaya sekitar masih sama. Tidak lebih terang bertanda siang, ataupun lebih gelap waktunya malam. Dengan ingatan yang penuh Tiara tahu jika tidak memiliki makanan, tapi ia tetap merogoh saku berharap masih ada sesuatu yang bisa ia kunyah. Nyatanya tetap memang tidak ada, hanya sisa uang dari pemberian Ovid saja. Bisa dibilang kaki Tiara yang terus berjalan sudah mati rasa, karena rasa sakit telah ia abaikan. Pikirannya membayangkan jika berhenti sejenak mungkin tidak masalah, tapi Tiara takut. Kecemasan menyusup hatinya. Jika Tiara berhenti berjalan, maka semakin lama ia bertemu dengan Astro dan semakin lama untuknya pulang. Tiara ingin pulang. Keberadaanya di dunia asing itu, se
Seakan telah puas tertidur, Tiara bangun tanpa beban, tanpa mimpi. Banar bukan? Tidur tanpa mimpi itu adalah kualitas istirahat terbaik. Mengedarkan pandangannya, Tiara keheranan dengan alas rumput yang empuk dan hamparan hijau luas sejauh mata memandang. Di atas langit pun terlihat cerah dengan awan tebal, hingga keabu-abuan. Jika digambarkan, cuaca sama saat bumi akan hujan. “Bumi? Kayaknya ini bukan bumi. Gue ada di dunia novel, kan?” Secara langsung Tiara ingat perjalanannya, jika ia berada di dunia novel untuk mencari Astro. Entah kenapa secara bersamaan seperti ada yang terlupakan, pikirannya terasa kosong. Alasan Tiara tertidur ... Karena kelelahan? “Ini dunia Suku Dewa? Tunggu, gue urut satu-satu daerah mana aja yang sudah gue jelajahi.” Tiara mengeluarkan peta di saku jubahnya, peta yang didapatkan dari Ovid ... tapi bukan itu masalahnya. Antara ingatan, pikiran, dan kerja otaknya tidak singkron. Bukan lagi masalah hati dan pikiran, tapi satu fungsi yang sama kendalin
Tiara kecil mendengar begitu banyak cerita yang seakan mengerti, ‘Dewa itu’ juga masih menggedongnya. Mengajak Tiara kecil berkeliling sambil memakan jajanan pasar. Tiba di sebuah ujung jurang dari sebuah bukit ‘Dewa itu’ menurunkan Tiara kecil, dengan kekuatan yang keluar dari ujung jarinya merubah wujud Tiara kembali ke semula. Kontrol kesadaran dan gerak tubuh Tiara pun berangsur pulih, yang sebelumnya bergerak dengan sendirinya. “Kamu kah Dewa? Tapi siapa? Aku tidak pernah menulis sosokmu di dalam novel?” Walau begitu Tiara tetap tidak bisa mengendalikan ucapannya (keceplosan), kali ini karena sifatnya yang impulsif. ‘Dewa itu’ tersenyum. “Sungguh? Sepertinya kamu menulis tentangku walau tidak banyak. Em, biar aku ingat perkataan Istriku mengenai ramalan itu.” “Ramalan?” Tiara bertanya seakan baru mendengarnya, padahal sepanjang ia bersama dengan ‘Dewa itu’ membicarakan banyak hal, termasuk ramalan. “Ah, di bab satu sebagai pembuka. Kamu mengisahkanku seperti seorang pahlawan
Seperti bagian di dalamnya, Tiara bisa mencium aroma makanan yang sangat sedap, rasa yang menyenangkan dan tidak mengganggu sama sekali, suasana yang padat namun terasa damai. Bisa Tiara lihat orang-orang begitu ramah satu sama lain, menyambut dengan senyuman dan minim kejahatan, kecuali anak kecil yang jahil dan mencuri beberapa camilan di toko. Namun semua teratasi dengan baik oleh orang tua mereka yang akhirnya membayar, penjualnya pun berekspresi marah (bercanda) untuk anak-anak saja. Terasa hangat, kedekatan, dan toleransi yang kuat. Mengingatkan Tiara pada suasana kampung halaman, bangunan yang masih berbahan dasar kayu dan dihiasi kain warna-warni, aneka penerangan juga bagian dari karya yang kreatif. Saat matanya tanpa sadar berpapasan dengan yang lain, mereka akan tersenyum lebih dulu yang membuat Tiara sungkan dan menganggukkan kepalanya. Seperti berada di rumah. Orang-orang dengan kulit kecokelatannya berpenampilan manis dan sederhana. Tidak jarang banyak pendatang den