Aku memberikanmu kesempatan untuk kesampatan bagi diriku sendiri yang telah menyesal. Maaf ... tapi kita mulai dari awal lagi, tak apa, kan?
~ Tiara Alyana ~
***
Tiara diselimuti rasa iba pada Astro dengan wujud raja iblisnya. Tanpa sadar air matanya menetes, dadanya sangat sesak, dan hatinya seperti diremas kuat hingga remuk. Ia tidak menyangka jika terjadi seperti ini.
Hati Tiara seperti ditusuk ribuan belati, dengan rasa bersalah yang bercampur aduk. Ia baru menyadari kebodohannya yang asal membuat cerita yang menarik, tanpa mempertimbangkan segala sisi dari pemerannya. Walau hanya sekedar cerita dalam novel, jika dunia yang ia buat menjadi nyata, ternyata kekacauanlah yang ia ciptakan. Dan itu berati Tiara lah pemeran antagonisnya di sini.
Tiara tidak sanggup melihat pertarungan besar ini secara langsung. Ia merasa tidak berguna, padahal dirinya seorang Dewi Pencipta di dunia ini. Penyesalan yang tersisa untuknya seperti mimpi buruk.
Pertarungan semakin sengit. Kesan dunia Suku Iblis seperti negeri dongeng favorit Tiara, kini telah rata menjadi rongsok.
“Kemampuanmu semakin hebat Ammon, apa kau berlatih dengan giat setelah mengetahui kekuatanku dipertarungan besar itu?” Suara besar dan berat itu terdengar sarkas untuk Dewa Ammon yang tampak kelelahan.
“Apa akan seperti itu lagi, Kak? Lebih baik kita hentikan sebelum semakin banyak korban.” Ammon mencoba membujuk Astro.
“Tidak akan ada korban jika kau tidak ikut campur masalahku pada Tiara! Serahkan dia dan semua akan selesai.”
“Untuk apa? Cerita lama tidak bisa diulang, itu peraturan dunia yang tidak dapat diubah.”
Perdebatan tidak absen dari pendengaran Tiara yang menyaksikan semuanya dari bawah. “Astro ....” gumamnya dengan berat, tenggorokannya terasa perih dan sulit untuknya bersuara. “Kita mulai dari awal ....”
Pertarungan kembali terjadi, Tiara menyesal dengan peraturan novel yang juga menjadi nyata ini, kekuatan Astro dan Dewa Ammon adalah kekuatan seimbang untuk saling melengkapi. Maka tidak akan ada selesainya jika dipertandingkan. Namun, karena Astro si tokoh antagonis memiliki jiwa Iblis, kekuatan kehidupan Ammon memiliki beberapa tingkatan yang dapat menetralkan semua kekuatan yang ada di dunia Suku Murni.
“Apa yang harus gue lakukan sekarang?!” Tiara menjadi panik dan pikirannya buntu. “Uhk!” ia melenguh karena tubuhnya merasa seperti ada gelombang yang membuatnya tidak nyaman. Kepalanya menjadi sangat sakit dan menusuk.
Sedikit lengah Tiara terkejut melihat Ammon mengeluarkan kekuatan dengan cahaya yang bersinar seperti matahari. Langit inti bumi menjadi biru terang hampir memutih. Ini kekuatan kehidupan Ammon pada tingkat penyempurnaan.
“Tidak, tidak ....”
Baru sebentar, Tiara tidak tahu apa yang terjadi pada kedua orang yang sedang bertarung itu hingga sekarang saling menggunakan kekuatan tertingginya.
Melihat Ammon mengarahkan serangan itu pada Astro, Tiara berusaha bangkit susah payah untuk mencegahnya. Terus terjatuh. Pada rasa paniknya, Tiara menangis kencang sambil memukul-mukul kakinya yang lemas tidak beguna.
‘Make a wish! Ya! make a wish, bodoh!’ kata batinnya pada diri sendiri, mengingat suatu hal yang penting.
Semakin dekat cahaya itu pada Astro, Tiara mebulatkan matanya. Tanpa sadar ia bisa berlari terseok-seok dan terjatuh berkali-kali mencoba mencegah, walau dengan keadaanya sangatlah tidak mungkin. ‘Gue mau terbang, please! GUE MAU TERBANG!’
Tiara terjatuh lagi karena tersandung kakinya sendiri. Air mata itu terus jatuh bersama dengan usahanya menyeret tubuh yang sulit untuk berlari, saat melihat cahaya kekuatan Ammon sudah begitu dekat dengan Astro ....
“ASTRO, TIDAK!”
DAR!
Cahaya berpendar kuat sampai tidak ada yang bisa menatap apa yang terjadi di dalam ledakan besar itu. Seiring dengan langit biru yang menjadi normal dan awan gelap yang sedikit demi sekit kembali menyelimuti dunia Suku Iblis. Rintikan hujan turun bersama cahaya yang memudar.
Di bawah sana, Ammon melihat Astro terduduk menatap cahaya yang memudar itu.
‘Astro hidup?’ Seketika sayap Ammon pun melemas, hingga ia jatuh ke tanah dengan perlahan. Ia melihat tubuh lunglai Tiara yang jatuh perlahan bagai malaikat turun disinari sisa sorotan cahaya dari kekuatannya.
Sedangkan Astro dengan tenaga yang tersisa menegakkan kakinya menyambut Dewi Penciptanya. Ia tidak percaya jika tidakan bodoh Tiara hingga sejauh ini. Rasa penyesalan menyelusup masuk ke dalam hatinya, bersama dengan lepasnya roh jahat yang menggelapkan pikiran dan hatinya. Hampir ia menghancurkan semua, dan mencelakakan Tiara dengan tangannya sendiri.
Hingga Tiara mendarat dipangkuan Astro.
Astro mendekap Tiara dan merasakan tubuh mungil itu yang lemah dan tak berdaya, seperti telah tiada. “Bodoh! Nona bodoh! Bodoh ... Kenapa Nona melakukan itu, Bagaimana Nona bisa bertanggung jawab jika seperti ini?!” teriaknya beruraian air mata sambil mengelusi rambut Tiara yang berantakan.
Tiara tersenyum di sisa tenaganya, yang ia rasakan saat ini tubuhnya sakit semua. “Ini bentuk tanggung jawabku, maaf sudah membuatmu menderita selama ini.”
Astro menggeleng. Melihat kesadaran Tiara yang mulai menghilang, ia menggoncang tubuh gadis itu.
“Hatimu lembut ya aslinya, sampai menangis begini.” Tiara merasa wajahnya basah dengan air mata Astro, pemeran antagonis yang seharusnya jahat. “Bersama dengan aku yang mengambil tubuhmu dari penjara, itu adalah ide pembukaan cerita Theós of Authority season kedua yang akan aku buat nantinya. Jadi ... itulah kesempatanmu. Kita mulai lagi dari awal sama-sama ya? Aku akan membuat cerita dari sudut pandangmu kali ini. Aku penulismu, tapi tidak tahu kamu orang yang baik dengan caramu sendiri.”
Tiara tidak tahu apa ini akan menjadi akhir hidupnya? Napasnya seakan sudah bukan miliknya lagi. Ia seperti ditekan sesuatu hingga mati rasa dan melayang. “Aku akan membuat cerita yang lebih baik di season kedua, di mana aku lebih memperhatikan apa yang kalian rasakan dibanding mengutamakan alur cerita yang menarik.”
Hembusan napas terkhirnya mengantarkan Tiara pada kegelapan. Kesadarannya terenggut oleh kegelapan yang melepas semua rasa lelah dan sakitnya. “Jaga dirimu baik-baik, Astro.”
Insyaallah akan up setiap hari Kamis pagi dan Minggu malam. Maaf jika ada keterlambatan up hingga tidak sesuai dengan jadwal, karena pasti ada sesuatu hal mendesak yang membuat Zoo tidak bisa up pada waktu tersebut. Terima kasih sudah membaca novel ini Jaga kesehatan dan selalu bahagia. Happy Reading~
Untuk Dewa Kematian, Raja Iblis, Astro. Gelarmu banyak juga ya, hmm ... Aku kan Dewi Pencipta nih, seharusnya kamu tahu bagaimanapun aku cuma manusia biasa yang banyak melakukan kesalahan. Dan kebodohanku itu manusiawi. Aku hanya gadis 20 tahun yang baru memulai kuliah di semester barunya, entah bagaimana imajinasiku dapat menciptakan dunia kalian. Aku minta maaf karena aku- kamu menderita sampai akhir cerita. Tapi yang aku tahu, kamu iblis yang baik Astro. Itu sebabnya aku menurunkan ego untuk memberimu kesempatan. Aku sudah pasrah jika memang harus menetap di dunia novel, tapi untung saja Ammon bisa membawaku kembali ke duniaku. Aku akan membuat cerita untukmu, pada season kedua kali ini. Aku janji akan membuatkan cerita happy ending untukmu. Salam hangat, Si bodoh Tiara, Dewi Pencipta Tiran ^^ ~*~ “Kesempatan kata Nona?” Senyum miring mengembang membaca surat perpisahan dari Tiara. Kertas yang sudah lecak di
Semoga ini harga yang pantas untukku pertaruhkan. Ingatanku, untuk keselamatanmu. ~Tiara Alyana~ *** “Padahal baru semalam, sudah terjadi persaingan ranking antar penulis?” Tiara tidak mengerti, teknik marketing konyol apa lagi yang digunakan Madam Asri. Partisipasi penulis dan pembaca begitu cepat dan meledak-ledak pada aplikasi baru mereka. Yang menjadi pelopor utama dari riset sementara, seratus juta lebih pembaca di aplikasi J&T berkunjung ke novel eksklusif Theós of Authority yang dapat diakses online. Tak kalah juga dengan banyaknya penulis pemula yang mengunggah novel terbaik mereka dan sudah mendapat pembaca yang tak kalah banyak pula. “Begitulah. Gue makin bangga sama lo, Ti.” “Kenapa? Theós of Authority? Gue udah yakin sih, kalau bisa langsung top ranking.” Dengan percaya diri Tiara menjawab. “Bukan. Lo bilang baru menyiapkan projek season kedua, kan? Tadi pagi
Sejak dahulu, Dewa dan Iblis hidup berdampingan walau selalu bersiteru dengan perbedaan pendapat. Berdebatan hingga terjadi perkelahian sering terjadi sebagai solusi akhir, dimana yang menang akan mendapat hak untuk mengambil keputusan.Sampai pengetahuan politik berkembang, di mana persetujuan untuk memilih salah satu pemimpin antara kedua Suku. Sebagai pemimpin langit dan bumi, dan juga mengatur kematian dan kehidupan di seluruh alam.Untuk menghindari pertikaian yang lebih besar, mereka sepakat untuk mencalonkan pemimpin masing-masing Suku. Suku Dewa diwakili oleh Dewa Agung Asoka, dan suku Iblis diwakili oleh Raja Iblis Mammon. Kedua perwakilan diberikan waktu untuk memimpin kedua suku dalam waktu 10 tahun.20 tahun berlalu. Setelah sampai pemilihan pemimpin dengan pengambilan suara terbanyak. Hasil yang didapatkan tidaklah memuaskan. Masing-masing perwakilan mendapatkan suara yang sama, karena rakyat di setiap suku memilih pemimpinnya masing-masing.
Kupikir ini hukuman yang ringan, tapi nyatanya ... aku tersiksa dengan perasan yang hampa ini. Satu pertanyaan yang menetap. “Kenapa aku terus merasa bersalah?”~Tiara Alyana~***“Hoam ....” Tiara menguap tanpa tahu malu. Dengan mata yang sudah sayu ia melipat tangan di atas meja untuk dijadikan bantakan kepalanya.Ilham yang baru masuk kelas dan mengambil duduk di sebelah Tiara keheranan. “Ngapain lo? Belajar?”Tiara hanya menggelangkan kepalanya sebagai jawaban. Dirinya butuh asupan cogan (cowok ganteng) buat menjernihkan mata dan pikiran.Melihat novel Theós of Authority di atas meja, Ilham mulai mengerti, sepertinya Tiara sedang mempelajari ceritanya kembali untuk revisi season keduanya. “Nggak usah diforsir, Ti. Masih ada waktu sampai up minggu ini.”Tiara langsung bengun menatap tajam Ilham yang biacara semau jidatnya. Ia tidak t
Kau pergi setelah berkata akan bertanggungjawab ... Hebat sekali! Jadi tidak masalah aku datang untuk menagihnya, bukan?~ Astro Climton ~***Ruang pertemuan istana Suku Iblis. Dua makhluk immortal bersujud di hadapan Dewa yang menjabat sebagai Raja Iblis saat ini duduk di singgasananya.“Omili, bagaimana dengan tugas yang kuberikan?” tanya Sang Penguasa menopang dagu pada salah satu tangannya.Makhluk bola kuning yang ditanya melirik terlebih dahulu pada makhluk setengah serigala di sebelahnya. Mereka bertukar pandang seakan sedang bertelepati dengan keadaan Tuan mereka. Tatapan kosong dan raut wajah lesuh, setia terpatri sejak kepergian Dewi Pencipta. Semakin lama, kondisi Sang Tuan semakin buruk. Tubuh yang bekerja seakan tanpa jiwa, walau tidak ada celah untuk itu, tapi sangat mengkhawatikan bagi mereka yang berada di sisinya.“Portal yang Anda buat sudah sepenuhnya hilang,” jawab Omili
Keadilan apa yang kau berikan sebagai penulis? Kau bahkan tidak bisa melihatku lagi. Kanapa aku harus mengulangnya kembali dari awal?~Astro Climton~***Mengelilingkan pandangannya, ini tempat yang tidak asing. Senyum Astro mengembang masih bisa melihat hunian yang tampak seperti kadang kerbau ini. Seketika kepalanya menoleh ke arah pintu saat mendengar kunci yang akan dibuka.Kegelapan kamar perlahan bercahaya dari celah pintu yang melebar. Terbentuk siluet dua orang, pria yang tengah membopong wanita lunglai. Senyum itu memudar saat dapat dipastikan siapa yang tengah dibopong itu. Mata Astro seketika menajam pada pria yang tidak ia kenal itu. Aura kegelapan yang mencekam suasana kamar membawakan hawa dingin.Klik!Lampu kamar menyala memperjelas pandangan yang semakin membuat Astro terbangkitkan amarahnya.Hoek ~“Tiara, bego!” maki Ilham pada Tiara yang langsung mengeluarkan isi perutn
Flashback On Belenggu yang terasa mengetat di bagian tangan dan leher membuat Astro hampir kehilangan napas. Entah doa-doa apa yang diberikan Dewa Suci untuk mensucikannya hari ini. Hanya ringisan yang tergambar jelas di raut wajahnya. “Tuan! Tuan! Ini Omili. Tuan bisa dengar?” Menahan rasa sakit dan napasnya yang tercekat, Astro tetap berusaha sadar dengan memejamkan matanya, terlihat seperti sudah pingsan. “Omili? Bagaimana bisa?” tanyanya di dalam pikiran. Ini adalah mindlink, hanya bisa dilakukan Dewa dan Iblis dengan kekuatan tingkat tinggi. “Saya menggunakan sihir Dewa, Tuan. Saya berhasil mencuri buku mantranya!” *** Dunia Suku Iblis. Istana Raja Iblis. Astro memegang buku bersampul penuh warna yang tidak ia percaya berisi mantra untuknya ke dunia Manusia. ”Kau tidak bercanda Omili?” “Benar, Tuan itu bukunya. Hanya saja, istilah dunia Manusia dan dunia Suku Mur
“Bukankah, aku tidak benar-benar mengulangnya dari awal?” ucap Astro memperhatikan bundelan kertas di tangannya. “Pada akhirnya dia hanya menulis apa yang sudah dialami, tanggung jawab apanya? Kenapa dia juga kembali tidak bisa melihatku?”Melihat Tiara membelakanginya, di tepi kasur Astro mengamati aktivitas Tiara yang sudah ia hafal itu. “Aneh, Aku berasa sedikit lega karena masih bisa melihatnya dari dekat.”Astro tidak bisa melakukan seperti yang dulu ia lakukan, menjahili dan berusaha untuk keberadaanya diketahui. Setelah Astro tahu jika perbuatannya dulu itu sangat membuat Tiara tersiksa. Menunggu seperti ini adalah pilihannya.***“Dewi Amiola, Dewi yang sudah dipersiapkan sebagai Dewi Agung untuk bersama Dewa Asoka. Kecantikan, kepribadian, bahkan kepintarannya membuatnya mendapatkanbanyak pendukung dari bangsawan Suku Dewa. Dewi bersejarah di masa peperangan Suku Dewa dan Suku Iblis yang tidak pernah kete
Setelah membawa Tiara pergi dari perkenalan resmi, Astro memerintahkan Omili untuk melayani dan mengawasinya gadis itu. Astro yakin kerubutan tidak hanya pada Bangsawan Suku Iblis, Dewa Petinggi pun pasti tidak akan tinggal diam. Hingga situasinya saat ini Tiara menjadi tidak aman karena dianggap sebagai objek yang tidak biasa. “Hormat saya Tuan Astro.” Ograien datang ke kamar Astro, namun ia tidak sendiri. Sosok dengan energi Dewa ikut hadir. “Salam hormat kepada Dewa kami, Dewa Kematian.” “Golden?” Sosok yang sudah lama tidak Astro temui. Bukannya tidak sama sekali, dalam beberapa kesempatan Dewa Golden memang hadir saat lima Dewa Petinggi berkumpul, namun itu hanyalah bayangannya. Bayangan adalah salah satu kekuatan Dewa Golden yang dapat memecah diri dalam bentuk bayangan. Dan setiap bayangan dengan memiliki sekian persen dari kesadaran aslinya. Dewa Golden yang disapa santai oleh Astro tersenyum. “Saya pikir Anda tidak menyadarinya, terima kasih sudah mengenali saya.” Astro
“Ini bukan pertemuan pertama kami dengan Sang Dewi. Salam hormat dan kemuliaan tertinggi untuk Dewi Pencipta Tiran. Saya Dewa Hati, Gefsi, salah satu Dewa Petinggi. Senang dapat memperkenalkan diri secara resmi kepada Dewi Pencipta Tiran dengan keadaan sehat.” Sebenarnya Tiara gugup dengan penghormatan seperti itu. Masih terasa tidak nyata, apa lagi dirinya menjadi orang yang tidak biasa menyandang peran Dewi Pencipta. “Okey, terima kasih Dewa Gefsi. Salam kenal.” Astro bernapas lega dengan Tiara yang tidak mengacau dan hanya menjawab seadanya saat diberikan salam penghormatan. Untuk penilaian awal, jawaban seperlunya menunjukkan dominasi dan harga diri dalam posisi yang tinggi. Walau Astro tahu jika Tiara menjawab seperti itu pun, karena tidak tahu harus menjawab seperti apa. Dan alasan itu tidak penting saat ini. Sedangkan Ammon, tubuhnya gemetar berusaha keras menahan tawa. Kegugupan Tiara sangat terlihat dari ekspresinya, ya ... tidak ada bawahan yang berani memandang ke atas,
Ukh, Tiara benci pakaian formal dunia Suku Iblis. Harus seberapa terbuka lagi untuk mengekspos bagian tubuhnya? “Ini namanya pelecehan, bagaimana caranya gue minta pertanggung jawaban Astro sialan!” Tidak henti-hentinya Tiara menggerutu sebelum ada yang menjemput. Kerudung yang katanya sebagai penutup diri jika Tiara malu, tidak membantu sama sekali karena transparan. Kini gadis itu hanya memeluk dirinya sendiri berjaga-jaga siapapun yang masuk ke kamarnya nanti. Tolong jangan tanyakan kenapa Tiara mau saja menggunakan pakaian seperti itu, hal itu bisa terjadi jika memang ia bisa menolak. Apa lagi pakaiannya yang dari rumah sudah dibuang. “Tiara! Tidakkah ini keterlaluan jika membuat semua menunggu-“ “KYAAAA!” Tiara tidak merasakan kehadiran seseorang, kemunculan Astro yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Apa lagi suara dalam Astro yang terdengar halus hingga pikiran horor tidak dapat dihindari. Mendengar teriakan Astro langsung bersiaga. “Ada masalah?” “Aish~” Tiara bangkit dar
Ternyata tidak butuh berjalan lebih lama, Ograien dengan kereta kadal yang dibawanya datang sengaja menjemput Tiara. Banar, kadal bukan kuda sebagai kendaraan pengangkut barang. Terlihat seperti buaya dengan sisik yang tajam, tetapi sebesar Komodo. Apapun itu sekarang Tiara sudah berada di kamar Astro dan berguling-guling ria diawasi oleh Omili. Tiara disuruh istirahat dan itulah yang dilakukan, entah sudah berapa lama ia terjebak di lapang rumput tanpa batas itu hingga membuatnya begitu lelah. “Hormat Yang Mulia Raja Iblis Astro.” Salam Omili dengan suara kecil, agar Tiara tidak terbangun. Namun Tiara langsung duduk memperlihatkan dirinya sudah tidak tidur lagi. Ia melihat kedatangan Astro bersama Ograien di belakangnya membawa sesuatu. “Kamu tidak tidur?” tanya Astro yang mengira Tiara sedang tidur. “Aku sudah bangun.” Mungkin sudah terbiasa berbagi kamar dengan Astro sampai Tiara tidak memperdulikan penampilannya yang berantakan saat ini. “Aku akan memanggilkan pelayan untuk
Angin bertiup bagai badai bersama cahaya kehidupan yang menyoroti Tiara, dua kekuatan bertolak belakang yang saling berpadu tanpa perlawanan. Dua Dewa yang menjegal Tiara seketika menegang tak dapat berkutik pada tekanan intimidasi yang dahsyat dari kedua kekuatan besar tersebut. Senjata mereka jatuh, kaki mereka menjadi lemas, sampai bersujud tanpa mampu mengangkat kepala. Ammon yang merasa bertanggung jawab menghampiri Tiara lebih dulu untuk melihat bawahannya lebih dekat. Ia tidak percaya jika para Dewa bisa se-tidak sopan itu bahkan dalam menghakimi seseorang dengan kecurigaan semata. “Huaaa Ammon!” Tiara yang ketakutan menerjang sang Dewa Agung, memeluknya. Tangisannya pecah setelah merasa lega, akibat terguncang dengan apa yang dialaminya saat ini. Ammon mengerti lemahnya Dewi Pencipta Tiran sebagai manusia. Selain itu ia mengernyitkan kening, saat merasakan presensi besar dalam diri Tiara. Sesuatu yang tidak ia rasakan di pertemuan terakhir mereka. “Tidak apa Dewi, mereka b
Tiara menganga melihat gerbang besar entah dari mana. Dua jam yang lalu, Tiara sudah putus asa berjalan tanpa ujung dan tidak menemukan apapun. Hanya hamparan rumput yang luas dan awan kelabu yang tinggi dengan kilat sesekali membelah langit. Perutnya sudah lapar, tidak tahu berapa lama ia berjalan tapi cahaya sekitar masih sama. Tidak lebih terang bertanda siang, ataupun lebih gelap waktunya malam. Dengan ingatan yang penuh Tiara tahu jika tidak memiliki makanan, tapi ia tetap merogoh saku berharap masih ada sesuatu yang bisa ia kunyah. Nyatanya tetap memang tidak ada, hanya sisa uang dari pemberian Ovid saja. Bisa dibilang kaki Tiara yang terus berjalan sudah mati rasa, karena rasa sakit telah ia abaikan. Pikirannya membayangkan jika berhenti sejenak mungkin tidak masalah, tapi Tiara takut. Kecemasan menyusup hatinya. Jika Tiara berhenti berjalan, maka semakin lama ia bertemu dengan Astro dan semakin lama untuknya pulang. Tiara ingin pulang. Keberadaanya di dunia asing itu, se
Seakan telah puas tertidur, Tiara bangun tanpa beban, tanpa mimpi. Banar bukan? Tidur tanpa mimpi itu adalah kualitas istirahat terbaik. Mengedarkan pandangannya, Tiara keheranan dengan alas rumput yang empuk dan hamparan hijau luas sejauh mata memandang. Di atas langit pun terlihat cerah dengan awan tebal, hingga keabu-abuan. Jika digambarkan, cuaca sama saat bumi akan hujan. “Bumi? Kayaknya ini bukan bumi. Gue ada di dunia novel, kan?” Secara langsung Tiara ingat perjalanannya, jika ia berada di dunia novel untuk mencari Astro. Entah kenapa secara bersamaan seperti ada yang terlupakan, pikirannya terasa kosong. Alasan Tiara tertidur ... Karena kelelahan? “Ini dunia Suku Dewa? Tunggu, gue urut satu-satu daerah mana aja yang sudah gue jelajahi.” Tiara mengeluarkan peta di saku jubahnya, peta yang didapatkan dari Ovid ... tapi bukan itu masalahnya. Antara ingatan, pikiran, dan kerja otaknya tidak singkron. Bukan lagi masalah hati dan pikiran, tapi satu fungsi yang sama kendalin
Tiara kecil mendengar begitu banyak cerita yang seakan mengerti, ‘Dewa itu’ juga masih menggedongnya. Mengajak Tiara kecil berkeliling sambil memakan jajanan pasar. Tiba di sebuah ujung jurang dari sebuah bukit ‘Dewa itu’ menurunkan Tiara kecil, dengan kekuatan yang keluar dari ujung jarinya merubah wujud Tiara kembali ke semula. Kontrol kesadaran dan gerak tubuh Tiara pun berangsur pulih, yang sebelumnya bergerak dengan sendirinya. “Kamu kah Dewa? Tapi siapa? Aku tidak pernah menulis sosokmu di dalam novel?” Walau begitu Tiara tetap tidak bisa mengendalikan ucapannya (keceplosan), kali ini karena sifatnya yang impulsif. ‘Dewa itu’ tersenyum. “Sungguh? Sepertinya kamu menulis tentangku walau tidak banyak. Em, biar aku ingat perkataan Istriku mengenai ramalan itu.” “Ramalan?” Tiara bertanya seakan baru mendengarnya, padahal sepanjang ia bersama dengan ‘Dewa itu’ membicarakan banyak hal, termasuk ramalan. “Ah, di bab satu sebagai pembuka. Kamu mengisahkanku seperti seorang pahlawan
Seperti bagian di dalamnya, Tiara bisa mencium aroma makanan yang sangat sedap, rasa yang menyenangkan dan tidak mengganggu sama sekali, suasana yang padat namun terasa damai. Bisa Tiara lihat orang-orang begitu ramah satu sama lain, menyambut dengan senyuman dan minim kejahatan, kecuali anak kecil yang jahil dan mencuri beberapa camilan di toko. Namun semua teratasi dengan baik oleh orang tua mereka yang akhirnya membayar, penjualnya pun berekspresi marah (bercanda) untuk anak-anak saja. Terasa hangat, kedekatan, dan toleransi yang kuat. Mengingatkan Tiara pada suasana kampung halaman, bangunan yang masih berbahan dasar kayu dan dihiasi kain warna-warni, aneka penerangan juga bagian dari karya yang kreatif. Saat matanya tanpa sadar berpapasan dengan yang lain, mereka akan tersenyum lebih dulu yang membuat Tiara sungkan dan menganggukkan kepalanya. Seperti berada di rumah. Orang-orang dengan kulit kecokelatannya berpenampilan manis dan sederhana. Tidak jarang banyak pendatang den