Aku membawa semuanya ke dalam selku, membawa semua amarah dan kesakitan ini. Borgolku dilepas oleh sipir penjaga yang menggiringku hingga ke dalam sel, dan semuanya belum dapat redam dengan duduk di dalam ruang terkutuk ini. Wawan memandangku dengan khawatir. Meski ragu ia akhirnya memberanikan diri mendekatiku, "Mas, Mas Andrew gak apa-apa kan? Semuanya masih baik-baik saja kan?" Aku tidak tahu pasti apa yang terjadi kepadaku, tanganku gemetaran. Kemarahan ini memuncak hingga ke ubun-ubun. Setelah memandang wajah Karina barusan, membuatku teringat lagi bagaimana saat itu aku menemukan mamaku tergeletak di lantai kamarnya sembari mengerang memegangi lehernya. Mulutnya kala itu berbuih dan ia merasakan kesakitan bagai tercekik. Hingga aku memeluknya dengan tubuh kecilku, dan tak aku sangka itu untuk yang terakhir kalinya. Mama hanya menyebutkan nama perempuan itu di telingaku di sela-sela nafas terakhirnya sebelum mama menutupnya dengan menyebut nama Allah. Aku beralih ke bantal di s
"Aku senang mendengarnya, kabar bagus sekali ini, Ndrew!" seringai Surya begitu lebar dengan pekerjaan yang aku tawarkan kepadanya, "Katakan aku harus mencari informasi tentang siapa?" lanjut Surya terlihat bersemangat. Sambil memberikan secarik foto aku mulai penjelasanku, "Aku ingin kamu mencari segala informasi tentang wanita dalam foto itu! Sebutkan saja segala informasi yang kamu butuhkan, aku akan mempersiapkan semua untukmu sejauh mana yang aku tahu tentangnya." "Hmmm, seleramu sangat bagus, aku pun keder padahal hanya melihat fotonya!" entah itu terkesan atau menyindirku, mata Surya terlihat terpukau melihat foto yang aku berikan kepadanya itu. "Aku minta jangan terlalu lama, karena aku harus segera menemukannya untuk menagih hutang!" jelasku kemudian. "Afrina Diannova. Oke, sore ini akan aku beri kabar. Aku akan memperhitungkan kapan kamu bisa mendapatkan semua jawabannya dengan lengkap! Untuk berapa lama tergantung berapa banyak yang bisa kamu kucurkan untuk melancarkan p
Di dalam jeruji besiku, seusai membersihkan diri, aku melakukan sedikit pemanasan untuk menghilangkan rasa lelahku. Sambil menunggu waktu tidur tiba, aku menghabisakan tenagaku untuk melatih diri sembari memperlancar gerakanku. Tapi di sisi lain di ujung tempat tidur, Wawan terlihat murung dan menunduk gusar. "Apa yang terjadi kepadamu, Wan?" tanyaku di sela-sela sit-up ku di lantai. "Aku dengar Mas Andrew akan segera keluar, apa itu benar?" tanya Wawan tanpa gairah. "Ya kemungkinan dalam waktu dekat ini." jawabku singkat sambil meneruskan pemanasan. "Lalu aku bagaimana? Baru saja menjadi teman Mas Andrew, aku bisa merasakan tidak ada orang yang berani menggangguku. Kita juga baru saja latihan, aku rasa belum cukup kemampuanku menjaga diri." terlihat jelas kecemasan di wajah Wawan, alisnya mengerut turun dari tengah, begitu memelas. "Selama aku belum keluar, kita latihan sesering mungkin, aku sudah memikirkannya, Wan!" aku menjeda sejenak latihanku, lalu naik
Aku diajak pulang ke rumah Nyonya Margareth. Begitu sampai di halamannya, aku, Romi dan juga Alex begitu terpukau saat pertama turun dari mobil dan melihat kemegahan kediaman Nyonya Margareth yang kini terpampang di hadapan kami. Di samping rumah beliau terparkir Kitplane Trigear berwarna putih dengan garis biru, menambah betapa ia memiliki dominasi kekuasaan yang tersembunyi dibalik kesahajaannya. Aku semakin salut dengan beliau. Beliau mempersilakan kami semua masuk ke dalam rumahnya. Dan begitu sampai di ruang tamu. Langit-langitnya begitu tinggi sekitar 6 sampai 7 meter, bermotif awan cerah dan lampu-lampu kristal yang cantik nan elegan. "Untuk sementara waktu Andrew bisa menempati rumah ini. Tapi jika kamu memilih nyaman berada di sini, kamu bisa di sini selamanya. Aku akan lebih senang dengan itu, karena aku tinggal hanya dengan para pelayan jadi aku bisa merasa ada yang menjagaku. Semuanya terserah kepadamu, Nak!" ucapan itu memperlihatkan beliau begitu memperhatikanku, per
Begitu tiba di kantor kecil perusahaan yang sedang aku ambil alih, aku masih menahan geli setiap melihat pandangan tajam Romi kepadaku. Ia terlihat begitu marah dan cemberut. Alex yang sudah lebih dulu menunggu ku di ruang kerja bersama Pak Suhendra dari tadi ikut mengamati gelagat ngambek Romi itu. "Kenapa si Romi, mas? Mukanya ditekuk gitu?" tanya Alex di sela-sela memeriksa dokumen-dokumen keuangan dan pajak milik kantor baru kami. "Mas Andy mengerjaiku! Masih belum puas dengan penderitaanku tadi? Ayo, ayo mau ngerjain apalagi sekarang?" sahut Romi dengan wajah kesalnya kepadaku. "Sudah-sudah yang tadi saja sudah membuat perutku kaku!" aku terus saja terbahak-bahak. Aku tak mampu menjelaskan, yang ada aku hanya bisa tertawa saja pjika harus mengingat kejadian yang dialami Romi tadi di tengah pengangkatan dirinya sebagai anggota baru Geng Brewok. "Memangnya kenapa Rom?" tanya Alex lagi karena mendengar nama geng itu lagi membuat telinga Alex seakan ingin menelisik
"Mas, tadi itu bener-bener menawan, Mas! Aku yakin Fenno akan meradang karena ucapan Mas tadi!" tawa Alex menggila membayangkan raut Fenno yang selalu merasa di atas angin bisa begitu saja terjungkal ke dasar tanah karena ucapanku. Tak henti-henti Alex membicarakan kejadian tadi, "Blacky si anjing! Aku yakin cuma mas yang bisa melakukan hal itu kepadanya." Lalu gelaknya itu terhenti sesaat, Alex terlihat menyangsikan suatu hal, "Tapi aku masih heran kenapa dia bisa mengikutiku? Dari mana ia tahu aku sekarang kerja sama Mas?" "Mata-matanya tersebar di mana saja! Jadi tidak usah begitu heran akan tindakannya, dulu aku juga begitu." balasku itu membuat Alex menjadi cemas dan mulai memperhatikan kaca spion beberapa kali, mungkin baginya sekarang pun perjalanan kami ada yang mengikuti. "Kamu nggak perlu khawatir, aku akan buat posisiku seimbang dengannya!" tegasku sembari membenarkan posisi spion di tengah kami berdua, "Ia tidak semata-mata mengikuti kita begitu saja, perjalanan kita masi
"Jangan kawatir, aku tentu saja tidak lupa atas semua ucapanku, Pak Carlen yang terhormat! Aku juga tidak akan menariknya, kalian lakukan saja semau kalian! Tapi Fenno memintaku datang bukan untuk hal yang tidak berguna. Kalian membutuhkan tanda tangan persetujuanku untuk pengangkatannya, bukan?" targetku tepat di sasaran, "Untungnya Fenno tidak lupa aku masih harus mewakili sebagai ahli waris mamaku di sini! Dan semua itu tidak bisa Anda hapuskan begitu saja Nyonya Karina. Mamaku juga salah satu founder perusahaan ini, putramu yang baik tentu saja tidak bisa menyingkirkan itu." Mata Karina seketika melotot tegang begitu aku melangkah melewatinya dan mendekati Papaku, "Dasar ular! Kamu tidak hentinya berkeliaran di kehidupanku!" "Jangan lupa Nyonya, kita berasal dari keluarga yang sama, jadi kemungkinan besar kini, Andalah ratunya!" tak putus aku menjawab semua perkataan ibu tiri sekaligus adik kandung mamaku ini. Papa terus menatapku hingga aku sampai ke hadapannya dan bertanya d
"Kemudian Andrew, bisa kamu jelaskan kepadaku tentang semua yang sudah kamu lakukan?" ini pasti karena laporan dari Alex, sehingga Tante Margareth siap mencecar penjabaran kepadaku. Senyum Tante kali ini membuat bulu kudukku merinding. "Aku?" tanyaku resah sembari menelan ludah. Lalu aku mengambil duduk di salah satu kursi di samping kanan Tanteku itu, "... Alex menceritakan apa saja kepada Tante?" sambungku bingung harus mulai dari mana. Karena sudah banyak yang terjadi semenjak kebebasan ku dari penjara. "Pertama geng-geng apa itu...? Aku mendengar dari Romi soal geng itu! Jelaskan kepadaku apa gunanya kamu bergabung dengan mereka!" tanya Tante Margaret dengan intonasi agak tinggi daan cepat, "Alex juga menceritakan banyak sekali hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan hidupmu itu! Apa kamu melakukan semuanya tanpa pikir panjang, hah?" sambil masih menggenggam garpunya, Tante mulai menggebrak jengkel ke atas meja. Kamu tidak lagi hidup di jalanan, kamu pasti paham itu kan,