Aku diajak pulang ke rumah Nyonya Margareth. Begitu sampai di halamannya, aku, Romi dan juga Alex begitu terpukau saat pertama turun dari mobil dan melihat kemegahan kediaman Nyonya Margareth yang kini terpampang di hadapan kami. Di samping rumah beliau terparkir Kitplane Trigear berwarna putih dengan garis biru, menambah betapa ia memiliki dominasi kekuasaan yang tersembunyi dibalik kesahajaannya. Aku semakin salut dengan beliau. Beliau mempersilakan kami semua masuk ke dalam rumahnya. Dan begitu sampai di ruang tamu. Langit-langitnya begitu tinggi sekitar 6 sampai 7 meter, bermotif awan cerah dan lampu-lampu kristal yang cantik nan elegan. "Untuk sementara waktu Andrew bisa menempati rumah ini. Tapi jika kamu memilih nyaman berada di sini, kamu bisa di sini selamanya. Aku akan lebih senang dengan itu, karena aku tinggal hanya dengan para pelayan jadi aku bisa merasa ada yang menjagaku. Semuanya terserah kepadamu, Nak!" ucapan itu memperlihatkan beliau begitu memperhatikanku, per
Begitu tiba di kantor kecil perusahaan yang sedang aku ambil alih, aku masih menahan geli setiap melihat pandangan tajam Romi kepadaku. Ia terlihat begitu marah dan cemberut. Alex yang sudah lebih dulu menunggu ku di ruang kerja bersama Pak Suhendra dari tadi ikut mengamati gelagat ngambek Romi itu. "Kenapa si Romi, mas? Mukanya ditekuk gitu?" tanya Alex di sela-sela memeriksa dokumen-dokumen keuangan dan pajak milik kantor baru kami. "Mas Andy mengerjaiku! Masih belum puas dengan penderitaanku tadi? Ayo, ayo mau ngerjain apalagi sekarang?" sahut Romi dengan wajah kesalnya kepadaku. "Sudah-sudah yang tadi saja sudah membuat perutku kaku!" aku terus saja terbahak-bahak. Aku tak mampu menjelaskan, yang ada aku hanya bisa tertawa saja pjika harus mengingat kejadian yang dialami Romi tadi di tengah pengangkatan dirinya sebagai anggota baru Geng Brewok. "Memangnya kenapa Rom?" tanya Alex lagi karena mendengar nama geng itu lagi membuat telinga Alex seakan ingin menelisik
"Mas, tadi itu bener-bener menawan, Mas! Aku yakin Fenno akan meradang karena ucapan Mas tadi!" tawa Alex menggila membayangkan raut Fenno yang selalu merasa di atas angin bisa begitu saja terjungkal ke dasar tanah karena ucapanku. Tak henti-henti Alex membicarakan kejadian tadi, "Blacky si anjing! Aku yakin cuma mas yang bisa melakukan hal itu kepadanya." Lalu gelaknya itu terhenti sesaat, Alex terlihat menyangsikan suatu hal, "Tapi aku masih heran kenapa dia bisa mengikutiku? Dari mana ia tahu aku sekarang kerja sama Mas?" "Mata-matanya tersebar di mana saja! Jadi tidak usah begitu heran akan tindakannya, dulu aku juga begitu." balasku itu membuat Alex menjadi cemas dan mulai memperhatikan kaca spion beberapa kali, mungkin baginya sekarang pun perjalanan kami ada yang mengikuti. "Kamu nggak perlu khawatir, aku akan buat posisiku seimbang dengannya!" tegasku sembari membenarkan posisi spion di tengah kami berdua, "Ia tidak semata-mata mengikuti kita begitu saja, perjalanan kita masi
"Jangan kawatir, aku tentu saja tidak lupa atas semua ucapanku, Pak Carlen yang terhormat! Aku juga tidak akan menariknya, kalian lakukan saja semau kalian! Tapi Fenno memintaku datang bukan untuk hal yang tidak berguna. Kalian membutuhkan tanda tangan persetujuanku untuk pengangkatannya, bukan?" targetku tepat di sasaran, "Untungnya Fenno tidak lupa aku masih harus mewakili sebagai ahli waris mamaku di sini! Dan semua itu tidak bisa Anda hapuskan begitu saja Nyonya Karina. Mamaku juga salah satu founder perusahaan ini, putramu yang baik tentu saja tidak bisa menyingkirkan itu." Mata Karina seketika melotot tegang begitu aku melangkah melewatinya dan mendekati Papaku, "Dasar ular! Kamu tidak hentinya berkeliaran di kehidupanku!" "Jangan lupa Nyonya, kita berasal dari keluarga yang sama, jadi kemungkinan besar kini, Andalah ratunya!" tak putus aku menjawab semua perkataan ibu tiri sekaligus adik kandung mamaku ini. Papa terus menatapku hingga aku sampai ke hadapannya dan bertanya d
"Kemudian Andrew, bisa kamu jelaskan kepadaku tentang semua yang sudah kamu lakukan?" ini pasti karena laporan dari Alex, sehingga Tante Margareth siap mencecar penjabaran kepadaku. Senyum Tante kali ini membuat bulu kudukku merinding. "Aku?" tanyaku resah sembari menelan ludah. Lalu aku mengambil duduk di salah satu kursi di samping kanan Tanteku itu, "... Alex menceritakan apa saja kepada Tante?" sambungku bingung harus mulai dari mana. Karena sudah banyak yang terjadi semenjak kebebasan ku dari penjara. "Pertama geng-geng apa itu...? Aku mendengar dari Romi soal geng itu! Jelaskan kepadaku apa gunanya kamu bergabung dengan mereka!" tanya Tante Margaret dengan intonasi agak tinggi daan cepat, "Alex juga menceritakan banyak sekali hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan hidupmu itu! Apa kamu melakukan semuanya tanpa pikir panjang, hah?" sambil masih menggenggam garpunya, Tante mulai menggebrak jengkel ke atas meja. Kamu tidak lagi hidup di jalanan, kamu pasti paham itu kan,
Pelatuk glock itu ditarik, mata pria itu berkedip, tatapannya seolah berbicara : menghentikanku ... atau mati. "Bajingan dari neraka mana kamu datang, hah?" pekau ku padanya. Benar, si bajingan itu adalah Mario. "Berandalan brengsek! Sudah begitu lama ku tunggu tapi kamu tidak juga menemuiku!!" balasnya kemudian, Aku meraba ada celah kelengahan di sela-sela ceracaunya itu, aku gunakan kesempatan sempit itu untuk menendanng sekuatnya pergelangan pria arogan itu karena hanya aku yang boleh arogan di ruangan ini, dan DARRR! Tembakan itu mengenai dinding di samping kananku. Shitt! Dia benar-benar ingin membakku! Saat ia hendak berbalik mengarah padaku, secepat kilat aku meraih leher dan tanganya yang lain. Aku lipat tangan kirinya ke belakang. Ku cekik leher pria ini dengan gemas di antara lipatan siku kananku dengan seluruh tenaga. Sedangkan ujung glock yang masih di pegangnya, ku jauhkan dari diriku. "Aku harus menghabisi mu!" ujar Mario dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan di
Pagi ini di sinilah aku berada. Di ruang auction milik bank, untuk mengantongi properti pertamaku. "Aku masih tidak percaya Anda kukuh sekali dengan rumah ini, padahal aku sudah menawarkan lokasi lain yang lebih luas, tapi tetap saja pilihan Anda tidak berubah." keluh Pak Suherman begitu mengambil duduk di sebelahku. "Lokasi ini paling cocok dengan ku, Pak! Jaraknya cukup dekat dengan pasar besar, anak buahku dengan mudah bisa sampai ke sana setiap saat!" ujarku sambil menangkap keresahan di matanya. "Ayolah nak Andrew, pilihan yang ku berikan bahkan lebih dekat dengan pasar itu! Tapi sudahlah, aku percaya saja pada intuisi mu!" senyuman pungkas diberikan Pak Suherman padaku, akhirnya beliau menyerah sambil telunjuknya mengetuk di atas file properti yang akan dilelang hari ini, "Mari bekerja, kita dapatkan rumah ini!" Aku suka gaya optimisnya ini, dia selalu memenangkan banyak kasus, ya memang beliau cukup selektif, tidak semua kasus yang datang, mau ia tangani. Tapi untuk kasus-ka
"Semua pembiayaan sudah siap, sample juga sudah lolos uji. Aku akan segera menghubungi ibu Margareth dengan kabar baik ini." terang Alex sumringah di sela-sela rapat tertutup kami membicarakan rencana besar ku untuk mulai meruntuhkan Fenno. "Lengkapi semua dokumen biar dia juga bisa mengecek kekurangan produk ini ada di mana. Kita akan siap bekerjasama dengan perusahaan tante ku itu, aku yakin beliau tidak akan menduga jika itu kita." timpalku sembari menandatangani dokumen yang terakhir. "Ya untungnya Belva menyambut baik teleponku, aku tidak menyangka dia bekerja di perusahaan Ibu Margareth," ada nada aneh saat Alex mengatakan ini, tapi aku rasa ada sesuatu terjadi dengannya dan Belva, "Tapi tidak mengapa, dengan begini kita mendapatkan jalan pintas dan kolega yang terpercaya." "Apapun itu yang terjadi padamu dan Belva jangan sampai mempengaruhi pekerjaan!" sindirku ku bubuhi dengan senyuman. "Ah, nggak masalah, aku hanya tidak menyangka bertemu lagi dengan kawan