setelah membaca bisa ya meninggalkan ulasan tentang cerita ini , yuks dukung terus diriku agar semakin bersemangat melanjutkan cerita
Pria tambun ini tak berhenti bergelak, "Lihatlah Si Tikus malang ini! Sampai di sini saja kemampuannya!" pria tambun itu terus saja mengejekku, 'tikus malang' katamu? Tunggu saja, justru nasibmulah yang akan malang setelah ini! "Sudah jangan lama-lama lagi! Habisi saja dia supaya kapok!" seru pria lain yang terlihat paling-tidak-tertarik dengan tontonan lelucon ini. "Baiklah! Padahal aku masih ingin bermain-main dengannya!" pria tambun itu mulai mengepalkan tangannya lagi mepersiapkan pukulan pungkasannya kepadaku. BUKK! Maaf membuatmu kecewa, tapi aku bisa lolos! "Kamprettt! Tanganku!!" ia mengeluhkan tangannya yang meninju lantai karena aku menghindari pukulannya. "Aaaaahhh, payah, kamu!" seru pria lain yang tadinya menonton dan terus memberikan semangat, sahabat pria tambun itu pun berdiri, "Sini sini, biar aku yang selesaikan!" ia meremaskan kedua tangannya bergantian kiri dan kanan menunjukkan dominasinya kepadaku. Mulai mengintimidasiku dengan menegangkan otot lenganny
"Hey, Wawan! Nih ada teman baru buatmu!" ujar sipir yang mengantarku dan memasukkan aku ke selku yang, uh, di sini memang tak bagus keadaannya. Agak kotor dan berbau. Tak lupa sipir itu melepaskan borgolku dan memberi aku alat mandi yang sudah disediakan di sana, "Jangan banyak bertingkah jika kau tidak ingin banyak kesulitan. Nikmati sel barumu, aku yakin kamu akan nyaman. Setelah ini jam istirahat selesai, kamu bisa ikut mereka semua melihat kegiatan hari ini." Nyaman darimana? Kondisi sel di sini di pojok, paling jauh dari pintu keluar utama dan sanitasinya juga dikenal paling buruk. Tapi mau bagaimana lagi? Di manapun ruangannya tetap saja sel. Tidak ada yang jauh lebih baik daripada kebebasan. "Hey, hebat sekali bela dirimu tadi! Aku sudah bisa membaca kamu yang akan menang! Aku tahu kamu pernah lama di sini! Apa yang membawamu kemari pasti karena Tuhan sudah mengatur kita untuk bertemu kembali!" sapa pria dari luar sel di sela-sela aku mengeringkan badan dengan
Berkumpullah semua di ruang makan untuk sarapan, menu nasi goreng dengan berbagai sayuran dan lauk yang bergizi sudah disediakan. Semua napi makan dengan lahap memenuhi perut mereka untuk mempersiapkan tenaga hari ini. Begitu piring makananku penuh dan segelas air putih sudah aku dapatkan, aku memilih mana meja yang masih kosong. Wawan tadi bersamaku, tapi entah ia sekarang berada di mana. Tubuhnya yang kecil tenggelam di antara napi-napi kekar itu. Aku melihat setiap pojokan sudah penuh dengan kawana-kawanan napi yang membentuk geng di sana. Surya ada di salah satu geng napi dan terlihat akrab mengobrol dengan lelaki yang tampak mendominasi meja itu. Aku rasa ia sedang menjual informasi, terdengar dari bualannya saat aku lewat di depannya. Aku mendapatkan mejaku setelah tak lama mencari di mana tempat yang kosong tapi juga tidak terlalu berisik, aku butuh ketenangan saat makan. "Hey mas Andrew, sudah tahu siapa yang memberi surat?" tanya Wawan begitu bisa menyusulku
Aku membalikkan badan sambil mengeringkan titik-titik air di telapak tangan dengan mengusapkannya pada handuk yang aku kalungkan ke leher, "Karena aku merasa tidak begitu perlu menemuimu." jawabku singkat kepada Narko. "Padahal sudah lama sekali aku menunggumu!" Narko semakin melebarkan seringainya. Narko kemudian mengangkat tangan kirinya ke dekat kepala, yang berarti memberi isyarat yang mengarah padaku. Dengan begitu, bersama-sama anak buahnya merapat mengelilingiku, tak lama disusul dengan serangan mereka serentak kepadaku. Pukulan dari mereka datang dari segala arah, tapi gerakan mereka yang tidak begitu cepat bisa aku lihat dengan mudah karena gerakanku lebih cepat dari gerakan mereka. Mereka menyerang perut, betis dan dadaku secara bersamaan, tapi kesemuanya bisa dengan sangat cepat aku tangkis. Saat salah satu dari mereka menaiki wastafel dan menyerang kepalaku dari atas, dengan cepat aku menekuk kedua lututku sehingga posisiku lebih pendek sehingga aku bisa
Aku membawa semuanya ke dalam selku, membawa semua amarah dan kesakitan ini. Borgolku dilepas oleh sipir penjaga yang menggiringku hingga ke dalam sel, dan semuanya belum dapat redam dengan duduk di dalam ruang terkutuk ini. Wawan memandangku dengan khawatir. Meski ragu ia akhirnya memberanikan diri mendekatiku, "Mas, Mas Andrew gak apa-apa kan? Semuanya masih baik-baik saja kan?" Aku tidak tahu pasti apa yang terjadi kepadaku, tanganku gemetaran. Kemarahan ini memuncak hingga ke ubun-ubun. Setelah memandang wajah Karina barusan, membuatku teringat lagi bagaimana saat itu aku menemukan mamaku tergeletak di lantai kamarnya sembari mengerang memegangi lehernya. Mulutnya kala itu berbuih dan ia merasakan kesakitan bagai tercekik. Hingga aku memeluknya dengan tubuh kecilku, dan tak aku sangka itu untuk yang terakhir kalinya. Mama hanya menyebutkan nama perempuan itu di telingaku di sela-sela nafas terakhirnya sebelum mama menutupnya dengan menyebut nama Allah. Aku beralih ke bantal di s
"Aku senang mendengarnya, kabar bagus sekali ini, Ndrew!" seringai Surya begitu lebar dengan pekerjaan yang aku tawarkan kepadanya, "Katakan aku harus mencari informasi tentang siapa?" lanjut Surya terlihat bersemangat. Sambil memberikan secarik foto aku mulai penjelasanku, "Aku ingin kamu mencari segala informasi tentang wanita dalam foto itu! Sebutkan saja segala informasi yang kamu butuhkan, aku akan mempersiapkan semua untukmu sejauh mana yang aku tahu tentangnya." "Hmmm, seleramu sangat bagus, aku pun keder padahal hanya melihat fotonya!" entah itu terkesan atau menyindirku, mata Surya terlihat terpukau melihat foto yang aku berikan kepadanya itu. "Aku minta jangan terlalu lama, karena aku harus segera menemukannya untuk menagih hutang!" jelasku kemudian. "Afrina Diannova. Oke, sore ini akan aku beri kabar. Aku akan memperhitungkan kapan kamu bisa mendapatkan semua jawabannya dengan lengkap! Untuk berapa lama tergantung berapa banyak yang bisa kamu kucurkan untuk melancarkan p
Di dalam jeruji besiku, seusai membersihkan diri, aku melakukan sedikit pemanasan untuk menghilangkan rasa lelahku. Sambil menunggu waktu tidur tiba, aku menghabisakan tenagaku untuk melatih diri sembari memperlancar gerakanku. Tapi di sisi lain di ujung tempat tidur, Wawan terlihat murung dan menunduk gusar. "Apa yang terjadi kepadamu, Wan?" tanyaku di sela-sela sit-up ku di lantai. "Aku dengar Mas Andrew akan segera keluar, apa itu benar?" tanya Wawan tanpa gairah. "Ya kemungkinan dalam waktu dekat ini." jawabku singkat sambil meneruskan pemanasan. "Lalu aku bagaimana? Baru saja menjadi teman Mas Andrew, aku bisa merasakan tidak ada orang yang berani menggangguku. Kita juga baru saja latihan, aku rasa belum cukup kemampuanku menjaga diri." terlihat jelas kecemasan di wajah Wawan, alisnya mengerut turun dari tengah, begitu memelas. "Selama aku belum keluar, kita latihan sesering mungkin, aku sudah memikirkannya, Wan!" aku menjeda sejenak latihanku, lalu naik
Aku diajak pulang ke rumah Nyonya Margareth. Begitu sampai di halamannya, aku, Romi dan juga Alex begitu terpukau saat pertama turun dari mobil dan melihat kemegahan kediaman Nyonya Margareth yang kini terpampang di hadapan kami. Di samping rumah beliau terparkir Kitplane Trigear berwarna putih dengan garis biru, menambah betapa ia memiliki dominasi kekuasaan yang tersembunyi dibalik kesahajaannya. Aku semakin salut dengan beliau. Beliau mempersilakan kami semua masuk ke dalam rumahnya. Dan begitu sampai di ruang tamu. Langit-langitnya begitu tinggi sekitar 6 sampai 7 meter, bermotif awan cerah dan lampu-lampu kristal yang cantik nan elegan. "Untuk sementara waktu Andrew bisa menempati rumah ini. Tapi jika kamu memilih nyaman berada di sini, kamu bisa di sini selamanya. Aku akan lebih senang dengan itu, karena aku tinggal hanya dengan para pelayan jadi aku bisa merasa ada yang menjagaku. Semuanya terserah kepadamu, Nak!" ucapan itu memperlihatkan beliau begitu memperhatikanku, per