SUDAH pernah mendengar nama Bina Bangsa belum?
Jika kalian belum tahu, mari akan aku jelaskan pelan-pelan mengenai sekolah tersebut. SMA Bina Bangsa merupakan sekolah swasta elit sekaligus bergengsi yang ada di Indonesia. Mereka berhasil mencetak alumni-alumni mumpuni dan berprestasi. Tak hanya sistem kebutan di akademik, Bina Bangsa juga memberikan dorongan penuh untuk non-akademik. Maka itu sekolah tersebut memiliki satu gedung yang menyediakan lab IPA dan bahasa sekaligus ruangan-ruangan penunjang klub-klub yang ada. Dan yeah, jangan khawatirkan fasilitasnya. Kalian bebas memakainya sesuka hati, jika rusak, yaa, diganti baru dan pihak yayasan yang akan menanggung semua biasa penanggulangan.Wow! Amazing! So attractive! Seiras dengan sistem pembelajaran serta fasilitas yang diberikan. Untuk masuk ke dalam Bina Bangsa pun nyatanya juga diperlukan nilai dengan rata-rata 83 ke atas. Tak sembarangan orang yang bisa masuk ke sana. Koneksi? Mungkin tapi nyaris tak tertembus di mana akar "blackhole" ini. Demi mempertahankan citra sekolah pun, Bina Bangsa juga mengadakan test masuk pribadi sebelum menyerahkan formulir pendaftaran ulang. Oke, cukup untuk memberikan pujian setinggi langit kepada SMA Bina Bangsaㅡdari namanya juga diharapkan anak-anak tersebut dapat membina negara ini menuju ke arah yang lebih baik. Kendati telah menerima begitu banyak harapan, doa bahkan sejauh mata memandang disuguhi interior sekolah yang tak main-main lantaran arsiteknya di datangkan dari luar negeri langsung saat membangunnya. Bina Bangsa harus rela nama mereka sedikit tercoreng. 30 tahun berdiri tegak di tanah dan memberikan kesan pertama menakjubkan tatkala orang-orang melewati sekolah megah itu. Perlahan-lahan rumor miring merangkak menyelimuti Bina Bangsa, katanya ada sejumlah murid membentuk geng dan mulai menggasak habis geng berandalan dari sekolah-sekolah yang ada. Awalnya hanya sekolah tetangga namun berakhir merambat ke nyaris seluruh sekolah penjuru kota. Hal tersebut cukup meresahkan pihak sekolah, tentunya. Memang di Bina Bangsa mereka punya cara sendiri guna menundukkan anak-anak nakal dan selalu berhasil di setiap sesi. Akan tetapi untuk yang anak yang satu ini, Bina Bangsa kehabisan akal dan cara untuk menjinakkannya. Sungguh licik, pikir mereka. Dia terlalu lihai dan licin untuk ditangkap begitu saja. Tak ada satupun hukuman yang dapat membuat anak yang satu inu bertekuk lutut. Yeaah, mana ada orang yang berani menyentuh cucu perempuan satu-satunya pemilik yayasan. Tak ada dan dia memanfaatkannya dengan sangat baik. Jika kamu bertemu seorang gadis berwajah manis dan berbingkai layaknya boneka barbie, berponi menggemaskan yang mana seiras dengan senyuman lebarnya, sekaligus tubuh semampai bak model. Tolong, waspadalah dan menjauh secara teratur! Benar, pada awalnya hanya akan ada kalimat pujian untuk kesan pandangan pertama pada gadis itu. Akan tetapi semua kalimat penuh decak kagum itu akan luruh begitu saja usai sepuluh menit berkenalan. Maka dari itu ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Jangan terlalu mencolok. 2. Jangan terlalu menarik perhatian. 3. Dilarang melakukan tindakan kekerasan tanpa alasan yang jelas. 4. Dilarang merisak siapapun ( untuk yang satu ini patut dihargai ). 5. Dilarang menggosipkan tiga perempuan dengan tahta tertinggi di Bina Bangsa (well, tentu setelah anak ini). Jangan lakukan hal yang telah dilarang keras di atas kalau-kalau masih ingin hidup tenang dan tentram di Bina Bangsa. Karena bagian kerusuhan dan keributan telah diambil sepenuhnya olehㅡ "JESSICA! KEMBALI KAMU! KAMU APAIN MOTOR SAYA, HAH?!" Yah, itu namanya. Jessica. Jessica Verada Shelby Atriyadinata. Tidak usah dihapalkan sekarang, nanti kalian juga kenal. Bagian perkenalan akan berjalan sepanjang waktu yang telah disediakan. Jangan terburu-buru, perlahan-lahan lebih baik. Jessica terbahak-bahak melihat bagaimana Pak Dendi mengejarnya dengan wajah merah padam menahan marah. "Pak, jangan kejar-kejar saya dong! Nanti saya baper, Bapak tanggung jawab, ya?!" "BOCAH GENDENG! SINI KAMU!" "GOCENG DULU, PAK. SAYA LAPER, BELUM SARAPAN. MAU BELI CIRENG DI KANTIN, PAK! JANJI, DEH. SUER! SAYA BERHENTI SEKARANG JUGA KALAU BAPAK KASIH SAYA GOCENG!" "SONTOLOYO!" Kaki sang gadis berbelok gesit ke lorong barat, semakin mempercepat ritme berlarinya dan membiarkan Pak Dandi melewatinya tatkala Jessica berhasil memasuki sebuah ruangan. Napas si gadis putus-putus namun rasa puas menggelora di dalam dada. Akan tetapi ketika ia berbalik dan menemukan banyaknya tatapan mata yang tertuju padanya. Jessica berkedip canggung, terpaku sesaat sebelum memberikan senyum disertai ringisan. Ah, shit! Bagaimana bisa ia masuk ke aula utama tempat di mana anggota-anggota OSIS baru dilantik hari ini? Sialan pangkat 7. Ia bersitatap dengan Demian, kakeknya, kemudian melambaikan tangan ceria. "I love you, Grandpa. I have to go, i'm bussy right now. Pai-pai!" dan segera kabur dari sana sebelum ia di tangkap. Berkali-kali umpatannya keluar mengutuk diri sendiri sepanjang perjalanan dan kejengkelannya makin meningkat secara drastis saat bertabrakan dengan seseorang hingga ia terjatuh. "Hahaha, lo senam lantai di bawah?"Oh, shit pt.2. Jessica takkan membahas anak laki-laki menyebalkan di depannya ini. Takkan, sungguh! Maka dari itu ia hanya bangkit, memberikan hadiah berupa tendangan di tulang kering sebelum berlari menjauh. "Dasar siluman kelinci! Enyah lo!" Alvin meringis sembari memeluk kakinya yang berdenyut kejam di bawah. "Dasar cewek berengsek lo!" "Haha! My revenge for you, shitty man!" Beralih dari pertikaian konyol dan membosankan itu. Jessica menjelajahi koridor, membeli satu kaleng kopi di vending machine dan memasuki ruang seni. Ia menyapa seorang gadis berwajah kucing. "Hai, Jennady." "Oh, haiㅡJESSICA! LUKISAN GUE KENAPA LO SEMBUR, SIALAN?!" Jessica terbahak-bahak, melambaikan tangan dan bergerak mundur tanpa rasa bersalah. "My apologize, byee, Nady! Hahaha!" Langkah kakinya kemudian mengunjungi sebuah ruangan seni tarik suara, hanya berjarak dua ruangan dengan yang tadi dan Jessica mengeluarkan sebungkus plastik dari saku dalam almamater. Membuka pintu tanpa suara dan kemudian melemparkan sekantung plastik penuh kecoa ke arah mereka yang tengah bernyanyi. "ARRRGHHH! KECOA! KAK ROSA! ADA KECOA!" "ARRGHHH! INJEK! INJEK!" "CEPETAN INJEK! KALIAN 'KAN COWOK! ARRGHH! ARGHH!" Di tengah-tengah sahut-sahutan pekikan brutal dengan ketakutan menggebu-gebu, Jessica terkikik sembari bersedekap tangan sebelum melambaikan tangan pada gadis bernama Rosa. Senyum jahilnya tersungging murah. "Hai, semoga suka hadiahnya, daah!" Rosa memejamkan mata, menarik napas dan menghembuskannya perlahan sebelum, "JESSICA! MATI LO ABIS INI!" "You gonna miss me after that, see you, lol!" Tinggalkanlah ruangan kedap suara tetapi berisik itu sekarang, mari mengunjungi lab debat di lantai bawah. Si gadis kembali mengeluarkan satu kantong beludru merah muda dan memberikannya pada seorang gadis di sana. "Bilangin, buat Chelsie." "Ouh, oke." Jessica melipat bibir, lagi-lagi bersedekap tangan dan menunggu-nunggu namanya diteriakanㅡ "JESSICA! GUE BENCI KODOK, BANGSAT!" "I'm sorry, Chelsie. Dia keukeuh mau ketemu lo padahal udah gue larang!" Jessica mengirimkan kecupan perpisahan jarak jauh dan pergi dari sana. "Hehehe." Jessica mengibaskan rambut panjangnya dengan gerakan angkuh sementara bibirnya mengulas senyum puas bukan main. Berkali-kali terkikik sendiri mengingat ulang ulahnya hari ini.Well, mari perkenalkan biang onar tersohor dan paling menyebalkan yang pernah ada. Je-ssi-ca. Spelling with me! Je-ssi-ca! Jessica! Haha! "Hmmm. Siapa lagi yang belum gue kasih hadiah pagi ini?" Irisnya lantas jatuh pada sepasang muda-mudi yang duduk di bangku panjang taman sekolah. Jessica langsung mendapatkan lampu terang di atas kepala. Tangannya segera merogoh saku depan almamater dan mendekati keduanya sebelum mencondongkan badan di tengah-tengah mereka dari belakang. Jessica tersenyum lebar ke arah mereka, "Suprise!" "ARRRGHH! ULER! ULER! HUSH! HUSH! DINA! USIRIN!" "LO COWOK! LO YANG NGUSIR!" "GUE TAKUT, ANJIR!" "LO PIKIR GUE ENGGAK! ARRRGHH!" "HAHAHAHAHA!"Okay, enough for today. Kita potong adegan ... errr! penuh teriakan itu. Tidak baik untuk kondisi telinga, sejujurnya. Sekian dari banyaknya hadiah memicu keributan yang dilakukan Jessica. Bagaimana? Merasa tertarik? Sudah berminat mengetahui lebih banyak tentang gadis berponi ini? Sudah menaruh perhatian lebih, belum? Dan, sudahkah jatuh hati dengan gadis sinting ini? Kalau sudah, silahkan gulir layar kalian setelah menyiapkan mental. Siapkan diri juga untuk bersabar dan bantal kalau-kalau kalian mengantuk sebab bosan menyerang. Jangan terlalu di bawa serius. Being have fun, literally. Dan semoga sabuk pengaman kalian erat untuk bertahan dalam rentetan kisah seorang Jessica.See you on the chapter one-! Pai-pai!KALAU-KALAU membahas tentang interior bangunan sekolah maka sudah pasti Bina Bangsa akan keluarga sebagai pemenang. Bina Bangsa memang terkenal sebagai rajanya bangunan sekolah lantaran memiliki begitu banyak lorong dan tikungan pada tiap-tiap bangunan menjulang tinggi nan saling terhubung satu sama lain. Sehingga pihak sekolah menyediakan papan penunjuk jalan bagi pendatang baru karena rumitnya membedakan tiap-tiap koridor, bahkan tak ayal penghuni aslinya sendiri terkadang masih ada nan rentan tersesat. Mengerti benar bahwa petunjuk jalan merupakan suatu hal yang sangat-sangat krusial dan nyaris di butuhkan seluruh orang. Apalagi pada hari-hari penting seperti hari ini, contohnya. Bina Bangsa kedatangan tamu penting yaitu kunjungan tahunan dari para ketua OSIS dari sekolah-sekolah lain. Nah, karena Jessica adalah murid yang paling baik hati dan ingin mereka mendapat sambutan terbaik dalam sejarah pertemanan antar sekolah ini. Maka dari itu si gadis datang dengan senyuman manis di
JIKA di ingat-ingat kembali dalam kurun waktu satu bulan belakangan ini, daftar panjang kejahatan yang telah Jessica lakukan sangat terorganisir, sistematis dan sudah sepatutnya mendapat hukuman. Yah, sang empunya sendiri tidak akan menangkis segala macam tuntutan dari pihak yang bersangkut bersama segudang kerugian yang mereka terima. Jessica akan menerimanya dengan lapang dada. Hanya saja dari sekian banyak jenis hukuman-hukuman yang ada di Bina Bangsa bahkan sampai ada daftarnya dan di urutkan dari seberapa besar poin kesalahan. Kenapa malah Jessica harus mendapatkan hukuman menghormati Sang Saka Merah Putih alih-alih menyapu halaman atau berbagai hal hukuman lainnya yang menggunakan tenaga? Bukannya berniat kurang ajar atau tidak menghormati perjuangan sampai titik darah penghabisan dari para pahlawan yang berguguran di masa lalu, hanya saja bukankah mereka sudah punya waktu khusus untuk itu? Jadi menyingkirkan sampah-sampah di lapangan sekolah atau membersihkan toilet barangkali
BAGIAN sial apa dari hidup yang sangat kalian benci? Kalau di tanya, Jessica punya banyak sekali. Terlalu banyak sampai-sampai dua puluh jari yang gadis itu miliki tidak akan cukup untuk menghitungnya. Terlalu banyak hal merepotkan nan Jessica benci hingga membuatnya mengerutkan kening tidak suka sepanjang hari. Kendati demikian pun sang gadis berponi tersebut paham benar bahwa bernapas bahagia dengan tenang nan tentran setiap waktu adalah sebuah kemustahilan. Setidaknya di atas bumi yang mulai rusak ini. Toh, katanya rasa sedih dan bahagia selalu di takar seimbang untuk semua manua. Hanya saja Jessica kurang mempercayainya. Jessica lebih percaya dan tertarik dengan apa yang terjadi di lapangan. Dunia nyata selalu tampak mengerikan kian hari berlalu. Salah satu contohnya ialah seperti acara sederhana keluarga besar Atriyadinata yang mesti Jessica hadiri setiap dua kali sebulan. Sang kakek berpikir cara ini efektif untuk tetap menjalin komunikasi dan memperindah harmonisasi keluarga
TATKALA amarah menguasai sel demi sel di sekujur tubuh seseorang pernah berkata padanya, untuk menenangkan jiwa yang sedang di liputi amarah absolut maka hal yang harus di lakukan adalah berhitung. Entah itu di dalam hati atau di lakukan secara lisan. Yang mana katanya akan sangat-sangat membantu mengontrol gelegak emosi yang tengah membara. Jessica pikir itu adalah saran terkonyol dari sekian juta petuah yang berada di dunia ini. Ya, awalnya gadis berponi tersebut demikian sebelum kalimat yang di sampaikan laki-laki berwajah kalem itu ternyata cukup ampuh dan berguna baginya dalam melalui hari-hari berat nan menguras tenaga sekaligus energinya. Sangat berguna, sungguh dan Jessica sepenuhnya menyesal telah menertawai saran tulus laki-laki tersebut sore hari itu. Jessica mengakui dengan baik bahwa ia memiliki sumbu emosi yang terbilang pendek, sangat pendek malahan. Dia mudah sekali tersulut amarahnya akan sesuatu hal yang terkadang tergolong sepele. Bahkan terkadang dia tidak akan su
"TEMEN lo gila ya, Mas?" celetuk Daniel bertanya sangsi, menjauhkan puntung rokok dari bibirnya bersama kepulan asap yang keluar dari kedua belah bibirnya. Ia kontan merasa tidak mengerti sekarang sementara itu di sana Thomas menatap sinis dan memasang raut wajah jengkel. Dengan perasaan gondok luar biasa ingin sekali memukul sang kawan, Thomas menjulurkan tangannya merebut rokok tersebut dan membuangnya ke tanah dengan kasar. "Thom, anjir, Thom. Mas-mas pale lu!" tukasnya kesal. "Nama gue secakep itu lo panggil mas-mas, jijik tau nggak. Kalau cewek masih oke, lah elu? Merinding sebadan-badan gue." "Ah, bangsat! Rokok terakhir gue, Mas!" decak Daniel kalang kabut melihat rokok terakhir miliknya terlihat mengenaskan di tanah. Laki-laki bertubuh tegap tersebut berencana ingin segera memungut kembali tapi Gerald terlebih dahulu datang dan menginjak batang putih lunak itu dengan dramatis. Daniel membeku. "Anjing kalian berdua!" makinya, meradang juga ujung-ujungnya. Mendengar suara f
KENDATI tahu dan mengenal diri sendiri dengan baik, maka lebih dari siapa pun Alvin mengetahui dengan benar bahwa dalam hidupnya tantangan nan memicu adrenaline merupakan kegiatan harian yang paling ia sukai. Lebih dari apa pun. Karena dengan melakukannya ia dapat menikmati hidup penuh keseruan tiada tara dan tidak perlu mendekam di dalam kamar di gelung kebosanan. Ew! Alvin tidak ingin menghabiskan waktu mudanya hanya dengan menatap dinding kamar, buku-buku, bangunan sekolah dan bersikap baik sebagai seorang murid. Tidak, tidak. Alvin menolak untuk hidup semembosankan itu. Jadi oleh sebab itu, tahu apa yang Alvin lakukan ketika bertemu Jessica pada puku. 08:56 WIB di lapangan utama Bina Bangsa?Tentu saja. Pemuda kelinci tersebut bertingkang laku sesuka hati sampai-sampai berani datang telat dan berujung di hukum bersama Jessica; lagi-lagi menghormat bendera, bedanya kali ini ada beberapa murid yang juga menemani mereka berdua, dua penguasa sekolah. Pun laki-laki itu seolah lupa atas
“JADI … ” Kepala berdenyut-denyut. Bahu naik-turun. Jantung masih berdebar-debar. Kemurkaan belum sepenuhnya sirna dari dalam rongga dada. Pria berusia 52 tahun yang telah lama menjabat sebagai kepala sekolah tersebut memejamkan matanya erat bukan main sembari mengurut pelipis nan masih berkedut kejam. Niat hati ingin segera mengusir denyutan pening di kepala akan tetapi menyadari betul bahwa salah satu siswi di hadapan tidak menunjukkan gelagat orang bersalah sedikit pun membuat Pak Henry makin memanas. Ia ingin marah, memaki atau membentak gadis berponi tersebut karena tingkah laku ajaibnya di lapangan sekolah tadi, akan tetapi Pak Henry ingat betul dengan siapa ia berhadapan sekarang. Lebih tepatnya terhadap siapa orang yang berada di belakang Jessica. Tentu saja pemilik yayasan, Demian Atriyadinata. Pria baya itu merasa usia terus berkurang apabila berurusan dengan Jessica dan segudang catatan kenakalannya. "... kamu ngelakuin itu buat bales dendam, Jessica?" Ha! Siapa saja tolong
NYAWANYA rasa-rasanya seolah seperti baru saja di tarik dari tubuh kemudian di lepaskan lagi dan mendatangkan rasa sakit pada sekujur tubuhnya. Desisan lantas lolos dari kedua belah bibir pemuda kelinci tersebut, sembari membuka sepasang tirai matanya secara perlahan-lahan guna menyusaikan kontras cahaya matahari yang masuk, Alvin serta-merta membuka mata hanya untuk merasakan kepalanya berdenyut sakit gila-gilaan. Seakan-akan ia baru saja di hantam gada dengan kekuatan maksimal tepat di atas ubun-ubun kepalanya, menghantarkan rasa berkunang-kunang pada pandangannya tiap kali ia bergerak. Pemuda serupa kelinci tersebut berdecak sebal ketika pening di kepala tidak kunjung membaik bahkan setelah ia berusaha tenang guna menetralisir denyutan demi denyutan nan datang, namun nihil, Alvin malah semakin merasa sakit kepala di buatnya. Tangannya pun beralih mengurut pelipis, berharap dapat mengurangi setidaknya sedikit sakit dari kepalanya yang terasa berputar-putar.Alvin mengerjapkan mata be
APABILA di umpakan secara gamblang, transparan dan tepat sasaran. Barangkali kejengkelan nan sedang menggerogoti jantung sekaligus hatinya telah menyerupai gunung aktif yang siap memuntahkan lahar panas guna membumi hanguskan sekitarnya. Menghancurkan setiap sentinya. Melenyapkan setiap eksistensi yang terlihat. Begitu pendeskripsian isi hati seorang Alvin sekarang ini. Dia sangat amat muak menghadapi situasi yang sama berulang-ulang kali. Hingga rasanya si lelaki bisa melakukan apa saja untuk menyingkir masalah nan sedang mengganggu kesehariannya tersebut. Jujur saja, bukankah dia lahir tanpa setangki kesabaran melimpah? Hei, dia jelas-jelas bukan badan amal. Mana sudi ia bersikap sabar terhadap orang-orang yang bahkan tidak ingin bersikap sabar atas dirinya; egois memang, akan tetapi Alvin mana mau repot-repot peduli.Emosi yang kini menguasai dadanya benar-benar tidak terbendung lagi, jadi Alvin harus memprioritaskan hati dan batinnya. Ini tidak bisa di tunda-tunda lagi jikalau tida
KABAR kembalinya sang penguasa Bina Bangsa menyebar dengan cepat yang bahkan tidak genap satu hari setelah beritanya masuk menuju masing-masing ponsel warga sekolah. Termasuk adegan epik sang tuan putri dalam melancarkan aksi balas dendamnya begitu menginjakkan kaki di sekolah. Memang tidak ada bukti fisik seperti video atau pun foto, akan tetapi hal ini mutlak mengirim teror bagi siapa-siapa saja yang telah lancang mengusik tiga sahabat gadis penguasa tersebut. Selepas fakta mengenai Chika menjalar bagaikan tanaman rambat, informasi baru dari korban-korban yang Jessica gasak habis di hari yang sama mulai simpang siur terdengar. Bahwa pembalasan dendam Jessica bukanlah lelucon semata. Tiada satu pun dari mereka yang berani membayangkan akan sesuram apa hari esok. Akan setegang dan seberisik apa Bina Bangsa esok, namun yang pasti, Jessica telah mendeklarasikan peperangan dan takkan ada yang bisa kabur dari cengkeramannya.Yah, terserah dengan apa yang akan terjadi. Alvin tidak peduli.
APABILA bundaran oranye tersebut dapat berbicara, barangkali serangkaian kalimat makian sudah terlontar kepada manusia kelinci yang masih bebal melantunkan bola basket nan kusam itu menuju ring walau telah terpeleset berulang kali. Alvin tetap bersikukuh melanjutkan permainan seorang diri di markas kumuh ini. Tempat terakhir ia benar-benar bertemu Jessica. Tempat yang menjadi saksi bisu akan seberapa besar perasaannya untuk gadis nakal tersebut. Oleh sebab itu ujung-ujungnya Alvin melarang keras yang lain datang ke tempat ini. Alasannya karena takut kenangannya dengan Jessica pudar begitu saja. Jelas, awal-awalnya muncul pertentangan akan tetapi jikalau Alvin sudah berkehendak. Siapa yang berani menantang memangnya? Cari mati namanya.Yah, setidaknya sampai Jessica kembali.Iya, begitu.Namun, kapan gadisnya akan kembali?Apa setelah mereka lulus SMA?Ah, sial! Perasaannya semakin memburuk bahkan hanya dengan memikirkannya saja. Alvin tentu saja tidak tahu apa-apa. Dia ini merupakan o
PEMANDANGAN danau indah, secangkir kopi dan sepirinh roti panggang hangat. Perpaduan ini membuat Jessica merasa jauh lebih hidup di bandingkan yang sudah-sudah. Seolah ia baru saja menjadi manusia seutuhnya sekarang. Sebab sepanjang hidup, baru kali ia tidak bangun dengan beban berat pada pundak. Tidak ada lagi mimpi buruk yang mencekam. Tidak ada lagi sesak dalam dada. Tidak ada lagi pening yang menyerang kepala. Tubuhnya sungguh-sungguh terasa ringan hingga menjalani rutinitas santai begini membuat senyuman manis di bibir terbit dengan begitu cerah. Jessica menghembuskan napas pendek, mengeluarkan ponsel yang Bastian berikan padanya dan mulai memotret tiap sudut tempat nan ia rasa tampak cantik untuk di abadikan oleh kamera ponselnya.Jessica memang belum sepenuhnya terbiasa. Bahasa dan budaya mereka jelas berbeda dengan keseharian yang dulu biasa ia jalani. Jessica juga belum pernah tinggal begitu lama di negeri orang lain selain hanya singgah guna menemani sang kakek bekerja atau
DUA minggu. Empat minggu. Kemudian sudah genap satu bulan. Lambat laun bertambah hari demi hari. Tahu-tahu sudah lebih dari satu minggu lagi. Lalu bulan lagi. Begitu terus. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tepat lima bulan kepergian Jessica dari hidupnya dan Alvin tidak pernah merasa kehilangan seperti ini sebelumnya. Alvin tidak pernah merasa hidupnya sehampa ini. Tidak pernah merasa jikalau hidupnya akan seberat ini tanpa kehadiran gadis barbar kesayangannya itu. Alvin tidak pernah mengira bahwa ketiadaan Jessica dalam poros dunianya benar-benar melumpuhkan nyaris seluruh engsel kehidupannya, dan membuat dia terus berlari dari getirnya fakta bila saat ini dia benar-benar di tinggalkan tanpa salam perpisahan.Jantungnya berdenyut ngilu.Alvin tidak pernah tahu bahwa merindukan seseorang bisa membuatnya gila seperti ini. Entah sudah berapa orang yang ia pukuli hari ini. Entah sudah berapa kayu yang ia patahkan ka
SEBUT saja dia gila. Bastian tidak keberatan. Sama sekali tidak masalah di maki demikian sebab orang waras mana yang dengan kesadaran penuh membawa kabur seorang cucu perempuan satu-satunya dari keluarga konglomerat Atriyadinata? Cuma dia. Secara teknik memang tidak dapat di sebut menculik akan tetapi tetap saja Bastian terlibat sebagai kaki tangan. Apabila sang kakek tahu, tanpa sempat menjelaskan maka namanya sudah terlebih dahulu terukir di batu nisan. Mengesankan. Bastian tidak belajar mati-matian dari dulu hanya untuk menghancurkan hidupnya di masa depan nanti. Tidak. Enak saja. Bastian belajar seperti kiamat akan datang esok hari karena ingin segera hidup mandiri dan terlepas dari sistem politik keluarga. Dia sudah muak harus mendengarkan sang ibu menjelek-jelekkan anggota keluarga lain. Masih baik dia tidak terkontaminasi, tidak seperti saudaranya yang lain.Kendati demikian, walau sudah membuat heboh keluarga, tampaknya si pelaku tidak terlihat merasa bersalah sedikit pun. Di
GELEGAK amarah. Urat saraf yang menonjol. Wajah memerah penuh resah. Ekspresi keruh terang-terangan menyatakan isi hati. Layar demi layar di depan mata nan menampilkan rekaman CCTV beberapa lokasi tidak berhasil membuatnya puas. Demian makin murka. Dalam satu kali gerakan, dia menghempas kasar benda-benda berteknologi canggih tersebut. "KALIAN SEMUA TIDAK BECUS! UANG YANG SAYA KELUARKAN SELAMA INI UNTUK KALIAN TERNYATA SIA-SIA! SAYA INGIN CUCU SAYA DI TEMUKAN TAPI KALIAN SEMUA TIDAK MAMPU MELAKUKAN ITU! APANYA YANG SULIT MENCARI SEORANG ANAK PEREMPUAN YANG MASIH SMA?! KELUAR KALIAN DARI RUMAH SAYA! DASAR TIKUS-TIKUS KOTOR! JANGAN PIKIR UNTUK KEMBALI MENGINJAKKAN KAKI DI SINI SEBELUM CUCU SAYA DI TEMUKAN ATAU KALIAN AKAN TAU APA AKIBAT GAGAL MENJALANKAN TUGAS DARI SEORANG DEMIAN! CAMKAN ITU!"Satu minggu berlalu sejak menghilangnya Jessica. Entah sesakit apa hati anak malang tersebut sampai-sampai memilih untuk pergi. Demian gagal menjadi rumah bagi cucunya. Demian gagal menjadi zona a
JESSICA benar-benar lenyap begitu saja. Bagaikan di telan bumi dan terdampai di dunia antah berantah. Tidak dapat terdeteksi. Tidak dapat di telusuri. Tidak dapat di temukan. Kabar menghilangnya cucu bungsu dari keluarga konglomerat Atriyadinata memang tidak di beritakan pada surat kabar, berita di TV atau pun pada seluruh platform media sosial. Namun satu hal pasti, ketidakhadiran puan tersebut secara mendadak jelas-jelas menggemparkan seisi sekolah. Entah itu murid-muridnya, guru berserta staff dan sekaligus pedagang di kantin. Ketiadaan eksistensi Jessica sungguh-sungguh menjadi topik hangat bahkan usai genap seminggu sang penguasa sekolah tersebut menghilang tanpa kabar. Beberapa dari mereka berusaha menggali informasi dari sumber pasti, tentu itu adalah tiga sahabat sang topik utama Bina Bangsa, akan tetapi seperti yang telah di terka-terka, mereka sempurna dalam kebungkaman. Lebih tepatnya mereka sama sekali tidak tahu-menahu mengenai keberadaan Jessica sekarang. Hembusan na
ORANG-ORANG dulu berkata bahwa rumah adalah tempat paling aman, nyaman dan tepat untuk beristirahat dari berisiknya hiruk-pikuk dunia. Kehangatannya akan mampu meluruhkan segala penat dan lelah tanpa pamrih. Di semua buku, selebaran, iklan atau penjelasan literatur pun mengatakan hal serupa. Rumah adalah tempat kau untuk pulang. Setidaknya itu yang mereka ingin bagikan ke seluruh umat manusia. Tapi sialnya, tidak semua dari mereka memaparkan lebih detail mengenai rumah macam apa yang baik guna menyambut rusaknya jiwa akan permainan benang takdir. Atas segala ujian alam bagi tiap-tiap mereka yang bernapas. Mereka lupa menambah satu paragraf kenyataan bahwa tidak semua rumah itu terasa seperti pulang. Kadang kala justru mirip seperti neraka. Memang tidak panas, namun gelegak amarah yang terus-menerus mendidih, lontaran makian, teriakan melengking, barang demi barang melayang, tuduh menuduh dan sejenisnya. Mana mungkin tempat yang terasa seperti arena peperangan tersebut cocok di katakan