DESISAN kesakitan lolos dari keduanya belah bibirnya tatkala sepasang manik itu terbuka. Bagaikan dihantam gada, kepalanya pening bukan main. Tak ada yang bisa pemuda kelinci tersebut lakukan selain meringis ke sekian kalinya sembari mengurut pelipisnya yang makin berkedut tajam.
Alvin berkedip beberapa kali guna mencerna, apa yang telah terjadi pada dirinya sampai-sampai ia berbaring di ranjang UKS begini? Satu detik kemudian ketika departemen ingatan melakukan reka ulang adegan sebelum dia tak sadarkan diri. Matanya melotot tak percaya sementara bibirnya sukses dibuat mengumpat tertahan guna memaki-maki dirinya dalam hati karena bisa-bisanya ia pingsan di tengah keramaian.
Ck! Menyebalkan! Menjengkelkan!
Dan Jessica pelaku utamanya! Ck! Sial! Sial! Sial!
Well, Alvin tidak akan berkelit dari alasan mengapa gadis barbar tersebut mengamuk sedemikian rupa. Hanya saja dari sekian banyak bentuk aksi pembalasan dendam, mengapa Jessica memilih mengerjainya dengan pistol mainan?! Astaga! Alvin betulan berpikir ia akan mati detik itu juga dan bahkan sudah menyiapkan kata-kata di dalam benak sebagai bentuk doa terakhir kepada Yang Maha Kuasa agar memberikan kebahagiaan bagi keluarganya. Benar. Sebegitu takutnya Alvin pagi tadi.
Dan mari menjawab pertanyaan aneh pemuda kelinci tersebut. Jelas saja! Jessica tentu ingin membalas semua perilakunya dengan cara tersadis sekaligus epik yang ia miliki dan Alvin menolak untuk memahami.
Hei! Harga dirinya kini tercoreng!
"Ck! Dasar cewek berengsek!"
Pemuda tersebut agaknya tersentak kaget tatkala tirai yang mengitari ranjangnya dibuka kasar dan menampilkan seraut wajah khawatir teman-temannya. Yeah, tak sepenuhnya khawatir jujur saja, Daniel masih sempat-sempatnya tertawa mengejek di sana.
"Heh! Lo nggak papa? Mau gue panggilin dokter?" tanya Thomas, pemuda itu menghela napas lega kala Alvin menggeleng dan mengibaskan tangannya seolah mengatakan, ia tidak perlu dokter sekarang. "Syukur deh lo masih hidup. Gue kira lo mati, anjing!"
"Yaa nggak usah kasar, bangsat!"
Daniel mendaratkan bokongnya di ranjang sebelah, menaikkan kaki untuk disilangkan dan membawa satu bantal ke pangkuan. Ia geleng-geleng tak habis pikir mengingat peristiwa yang menggemparkan Bina Bangsa. "Gila! Jessica bener-bener gila, anjir!" ucapnya dan menatap ketiga kawannya secara bergantian. "Gue pikir dia beneran beli pistol buat ngebunuh nih anak, secara anak orang kaya beli barang begituan 'kan gampang. Set-set-set! Beres."
Thomas manggut-manggut setuju lalu mengusap lengan seputih awan itu. "Gue aja masih merinding, njir! Nggak nyangka sintingnya separah itu."
"Gue beneran mau nelepon agen batu nisan buat lo, Vin. Darah lo juga berencana mau gue sumbangin ke orang yang membutuhkan biar akhir hayat lo berguna dikit," tukas Gerald menimpali. Ia terkikik menghina kemudian, "Beneran setakut itu lo sampai pingsan begini?"
Alvin berdecak sebal dan menendang lengan atas Gerald dengan gesit guna menyampaikan kejengkelannya. "Bajingan! Di posisi gue, sialan, biar tau rasanya hidup dan mati lo dipertaruhkan. Gue mikir beneran mau dibikin koid sama dia. Sial!"
Mereka terbahak-bahak mendengar penuturan Alvin dan Gerald hanya bisa mengirimkan dua tepukan di lengan sang kawan. "Kan gue udah bilang. Jangan nyari lawan mulu. Jangan nyari gara-gara. Jangan nyari pekara. Nyawa lo cuma satu, goblok! Ngeyel amat dibilangin!"
“Lo nggak jadi gue sih!”
“Dih! Ogah gue jadi orang nggak ada otak kayak lo! Mohon maaf!” Gerald menukikkan bibirnya tajam dan menatap keki Alvin.
“Ck! Setan kalian! Minggat sono! Makin pusing kepala gue, nih!” gerutu pemuda kelinci itu sebal.
“Jujur deh, Vin. Lo kenapa ngebet banget sih gangguin Jessica?” tanya Daniel penasaran bukan main. “Secara di sekolah ini bahkan anak-anak geng yang lain tunduk semua sama dia kecuali elo yang menantang maut terus-terusan. Apalagi backingan tuh cewek bukan sembarangan orang. Sekali liat aja, udah, tamat hidup lo.”
Alvin mengerutkan keningnya. “Jadi inti pertanyaan lo?”
“Bangsat! Yang tadi! Kenapa lo ngebet banget gangguin Jessica?! Dasar setan lo!” balas Daniel, emosi juga dibuatnya.
Sang lawan bicara terkekeh geli, sudah paling ahli dia dalam hal menyulut kemarahan orang lain. Alvin berdeham kemudian, agak lama guna mencari-cari satu jawaban. “Hmmm … suka aja?”
Daniel menatap datar. “Udah gue duga. Ada yang konslet di otak. Lo. Transplantasi otak sana!”
“Transplantasi juga tuh nilai fisika lo! Bisa-bisanya cuma dapet 28. Lo dongo apa beneran goblok?” tandas Alvin dan melihat wajah frustasi Daniel, ia tahu ia memenangkan perdebatan.
“Argh, sat! Gue makin kepikiran, anjeng! Emak gue pasti ngemaki-maki lagi nih pas pulang!”
Tatkala Daniel sibuk mengumpat dan menyalahkan guru bidang studi yang melaporkan rentetan nilai sang teman yang tak kunjung mengalami peningkatan. Thomas mengetuk betisnya beberapa kali.
“Terus abis ini lo mau ngebales Jessica?” tanyanya. “Secara satu sekolahan nontonin lo pingsan. Malu pasti.”
“Dia mana pernah punya malu sih,” hina Gerald tanpa menatap Alvin, pemuda itu sibuk saling bertukar pesan dengan kekasihnya.
Lagi-lagi Alvin mengumpat memaki temannya sejak kelas satu tersebut. Ia mendengus kasar, “Nggak tau deh gue! Gila! Kepala gue masih sakit, sial!”
“Mending nggak usah nyari gara-gara lagi, deh. Sayang-sayang nyawa lo mulai sekarang, kasian, terancam punah mulu gara-gara lo,” tutur Gerald seraya melirik sekilas Alvin dan selanjutnya mengetuk pelipisnya dua kali. “Gunain otak berdebu lo.”
Dari kebungkaman pemuda kelinci tersebut Gerald mengira sekurang-kurangnya sang teman akan mulai berpikir jernih, menggunakan nalar dalam bertindak atau memutuskan berhenti menantang maut. Akan tetapi atensi mereka terpusat tatkala Alvin melompat turun dari ranjang, anak laki-laki itu mengangguk penuh keyakinan dan mengepal kuat sepasang tangannya di udara.
“Kesimpulan yang dapat gue petik dari saran-saran lo adalah … ” Alvin tersenyum kalem dan memberikan Gerald dua tepukan di pundak. Ia melanjutkan kepalang ringan. “ … gue makin yakin buat gangguin dia. Gue harus tetap balesin dendam orang-orang yang dia gangguin dengan cara yang sama juga. Daah, gue cabut duluan.”
Belum sempat bagi mereka untuk memproses seluruh kalimat yang Alvin layangkan dan si empunya telah menghilang dari balik pintu. Mereka menghela napas tak percaya.
Thomas mengangkat ponselnya seraya berkata, “Jadi … agen batu nisan mana yang perlu kita telepon?”
KAKI-KAKIramping itu mengayun ringan sedangkan kedua telapak tangan bertumpu pada pembatas atap. Tolong jangan mempermasalahkan Jessica yang duduk di atas sana sementara jarak dia dari tanah adalah 13 meter. Tolong juga jangan khawatir. Kegiatan semacam itu acapkali dilakukan ketika kepalanya terlalu berisik dan benang kusut di dalam tak kunjung bisa ia luruskan. Satu-satunya yang bisa gadis berponi itu lakukan adalah duduk di sana. Membiarkan semilir angin mengusap setiap inci kulit hanya untuk bersikeras mengais sebuah afeksi tentram pada semesta.Dari gedung utama ini seluruh penjuru Bina Bangsa bisa di nikmati lantaran merupakan bangunan tertinggi. Di barat, beberapa anak memilih tinggal dan bermain basket. Atau banyak yang menyusup ke gelanggang renang untuk mencuriwi-fiyang memang cukup kencang di sana.Well,sak
MENGERIKAN!Rosa mengerjap beberapa kali melihat wajah sahabat sintingnya memerah menahan amarah, bahunya naik-turun sementara tangan terkepal kuat di bawah sana. Jessica tampak bersiap untuk mengamuk usai mereka sampai di kelas lantaran menemukan meja si gadis penuh dengan dekorasi merah muda. Tak hanya itu, ada belasan cokelat dan boneka mini beruang yang tersusun rapi dan sialnyaㅡwajah si beruang malah berganti dengan foto Jessica.Sungguh, Rosa nyaris terbahak-bahak kalau saja tak mengingat kondisi.Sang pelaku tampaknya tahu benar bagaimana cara memancing kemurkaan seorang Jessica.Jessica mendongam menatap seluruh manusia di kelas sebelum bertanya dengan nada luar biasa dingin
BISA BANGSAakan selalu dan wajib gempar dengan segala macam ulah yang Jessica lakukan. Termasuk salah satu korbannya yang nyaris patah tulang kalau-kalau Chelsie tidak datang menenangkan si gadis siang ini. Tengah ramai diperbincangkan ditwitterpada Bina Bangsa base dan ribuan komentar pun agaknya terisi penuh. Mempertanyakan alasan gadis berponi tersebut mengamuk demikian?Jenna geleng-geleng kepala melihat isi komentarnya, terlalu banyak orang sinting berkedok 'baik hati' dan malah memaki secara online begini. Ck! Inilah salah satu alasan mengapa Jenna lebih menyukai Jessica yang blak-blakan. Sahabatnya yang satu itu tipe-tipe orang yang berterus terang, ogah menye-menye apalagi berbasa-basi kalau tidak diperlukan. Sekali terusik, yaa, langsung dihantam. Meskipun tahu benar bahwa kekerasan tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apap
ALVINterbahak-bahak usai menonton video singkat yang terus-menerus diunggah seisi sekolah di mana Jessica menunjukkan kebolehannya soal patah mematahkan tulang. Komentar-komentar yang terus dilayangkan betul-betul sukses mengocok perut sampai Alvin pikir ia bisa menangis kapan saja. Tangannya memukul-mukul sofa markas dan menunjukkan layar ponselnya pada Gerald. "Liat! Liat! Dia naikin kaki ke bahu si ceweknya terus hampir matahin tangannya tapi Chelsie ke buru dateng," Alvin berdecak sebal. "Kecewa penonton."Percayalah rasa ingin menghantan Alvin dengan buku-buku di hadapannya ini meningkat drastis pada angka tidak terhingga. Gerald merasa jengkel sedari tadi akibat meledaknya tawa pemuda kelinci tersebut yang mana mengganggu konsentrasi, akan tetapi si empu malah bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
ALUNANmelodi dari laguone last timeyang dipopulerkan oleh Ariana Grande menjadi latar suara. Mengisi kekosongan senyap dalam mobil sementara mesin terus melaju mengikuti rute jalan. Jalanan yang tak pernah sepi, jalajan yang tak pernah lengang, jalanan yang tak pernah ditinggalkan. Barangkali jalan ini menjadi penghubung dari rumah ke tempat-tempat tujuan para penduduk. Bisa jadi untuk bekerja, melanjutkan pendidikan atau sekedar jalan-jalan semata. Intinya, jalan raya tidak pernah kehilanganpelanggan.Untuk setiap sekon yang harus rela terbuang dalam antrian menuju tempat ternyaman mereka. Jessica enggan menyebut rumahnya sebagai tempat berpulang.Yeah,definisi rumah itu memangnya apa? Hanya sebatas batu bata yang disatukan dengan semen mengikuti desain yang diinginkan lalu ditinggalkan tanpa tersapa l
MALAMapa pernah senyap meski batas waktu beraktifitas telah seharusnya berhenti tatkala mentari menyampaikan salam perpisahan, hilang di ufuk barat dan berjanji akan datang keesokan harinya?Jessica rasa tidak. Meskipun jam telah berdentang-dentang menunjukkan eksistensi pukul malam. Orang-orang barangkali enggan untuk berhenti hanya karena masalah waktu. Selalu ada kegiatan dadakan yang wajib untuk dituntaskan sebelum mimpi membuai raga saat terlelap.Yeaah,contohnya ada pada dirinya sendiri malam ini. Ah, sial! Padahal Jessica berjanji akan pulang ke rumah Jenna setelah berziarah akan tetapiㅡah, sudahlah! Malas membahas yang sudah berlalu, toh, bukan hal yang patut dikenang dan dibanggakan.Yang membuatnya lebih jengkel lagi malam ini adalah Alvin. Siluman kelinci yang muncul di ar
DUNIAJessica selalu terguncang. Selalu diguyur badai, petir berkepanjangan dan angin kencang yang tak pernah mau berdamai. Seolah memporak-porandakan hidup gadis manis tersebut merupakan hal yang sangat menyenangkan dilakukan oleh alam semesta. Ketenangan selalu sukar didapati pada Jessica yang juga akhirnya ikut membalas. Membuat hidupnya lebih berisik daripada apapun. Membuat dirinya lebih sibuk dibandingkan siapapun.Dengan cara menghancurkan sekitarnya.Angkasa biru lebih cerah dibandingkan biasanya, matahari juga membumbung tinggi di atas kepala guna membagi cahayanya sama rata ke seluruh penjuru bagian bumi. Pukul sepuluh pagi dan Bina Bangsa kira keadaan sekolah akan baik-baik saja tanpa keributan berarti. Namun Jessica enggan mewujudkannya. Gadis serupa boneka tersebut berdiri tegak di tengah-te
HEMBUSANangin tertiup cukup lembut dari jendela bersama cahaya yang menembus masuk namun hangatnya mentari enggan untuk menyatu di ruang UKS tersebut. Terlelapnya Jessica pada ranjang tepat di bawah jendela adalah sebuah tanda bahwa keadaan terbilang stabil di luar sana. Manik bulat tersebut terkatup rapat dengan memar di tulang pipi, sepasang telapak tangannya dihias oleh perban, plester berkarakter pun tak mau ikut ketinggalan guna menjadi aksesoris baru di wajah si gadis.Jessica betulan babak belur dalam pertandingan pagi ini.Usai Alvin membuat si gadis pingsan sebagai satu-satunya cara agar Jessica berhenti melepas tantrum, pemuda kelinci tersebut langsung membawa Jessica dalam gendongan menuju ruang kesehatan dan ketiga sahabat si empu yang mengejar dari belakang. Alvin masih tetap di sana memper