BISA BANGSA akan selalu dan wajib gempar dengan segala macam ulah yang Jessica lakukan. Termasuk salah satu korbannya yang nyaris patah tulang kalau-kalau Chelsie tidak datang menenangkan si gadis siang ini. Tengah ramai diperbincangkan di twitter pada Bina Bangsa base dan ribuan komentar pun agaknya terisi penuh. Mempertanyakan alasan gadis berponi tersebut mengamuk demikian?
Jenna geleng-geleng kepala melihat isi komentarnya, terlalu banyak orang sinting berkedok 'baik hati' dan malah memaki secara online begini. Ck! Inilah salah satu alasan mengapa Jenna lebih menyukai Jessica yang blak-blakan. Sahabatnya yang satu itu tipe-tipe orang yang berterus terang, ogah menye-menye apalagi berbasa-basi kalau tidak diperlukan. Sekali terusik, yaa, langsung dihantam. Meskipun tahu benar bahwa kekerasan tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apapun, tetapi Jessica mana peduli peraturan konyol, katanya itu.
Kini si gadis berponi sibuk menelan es krimnya, terhitung sudah kotak ke ketiga yang ditandaskan dan Jessica belum mau berhenti mengunyah. Chelsie mengembuskan napas pendek, mengusap-usap pundak sempit sang sahabat dan membiarkan gadis itu melepas emosinya dengan cara ini daripada harus mematahkan tangan seseorang. Err! Mengerikan!
“Sekalipun gue nggak pernah bawa-bawa masalah keluarga orang setiap berantem. Yang salahkan dia jadi yang harus dibantai dia bukan family backgroundnya.” Jessica menyendok kasar es krim rasa stoberi ke mulut, memukul telapak tangan Rosa yang ingin satu sendok dan bergerak mundur menjauh guna menyelamatkan es krimnya. Rosa mendelik, Jessica melotot sebelum melanjutkan. “Orang-orang kehabisan bahan gosip apa gimana, sih? Keluarga orang mulu yang dibahas. Setan emang!”
Rosa mengibaskan tangan kemudian meniupi kuku-kukunya yang dicat putih serta dihiasi oleh bunga-bunga. “Biasalah. Orang bego kehabisan cara buat menang pasti bahas-bahas masalah sensitif kayak gitu. Nggak classy, ew!” komentarnya.
“Lo trending lagi base sekolah,” timpal Jenna dan mengambil tempat di sebelah Chelsie. Tampaknya makan es krim di bawah tudung food court outdoor panas-panas begini memang menggiurkan. Jenna lantas mengambil satu sendok milik Jessica kemudian menyambung, “Jangan coba-coba lo ngeburu orang yang ngomen negatif,” peringat si gadis kucing.
Jessica mendecih, “Iya-iya, kalau inget.”
“Sica?”
“Iya, Esie. Enggak lagi. Enggak.” Jessica buru-buru meyakinkan kala Chelsie memanggil namanya penuh peringatan. Sangat-sangat tidak mengenakan lagi kalau harus mendengar berbagai macam petuah sang sahabat sementara kondisi hatinya memburuk begini. Tidak, deh! Jessica masih ingin mengakhiri hari dengan gelak tawa, sekurang-kurangnya senyuman.
Gadis tersebut melirik layar ponselnya yang menyala. Tertera alarm kalender pada tanggal 28 Juli. Senyuman Jessica lantas tersungging manis sebelum mematikan gawai dan meletakkan sendok. Akhirnya hari ini datang juga. Mari buang jauh-jauh mengenai hari buruknya yang membuat si Poni nyaris melupakan hari penting begini. Jessica segera bangkit, meraih almamaternya dan menatap ketiga sahabatnya bergantian.
“Hari ini, Jes?” tanya Jenna sembari melihat tanggal pada gawai.
Rosa manggut-manggut di kursi. “Hati-hati di jalan. Jangan ngebut-ngebut lo.”
“Kalau ketemu anak geng lagi jangan lo ajakin berantem. Hari ini 'kan hari spesial jadi cuti dulu sehari dari baku hantam. Ngerti?” titah Chelsie serius.
Jessica berpose hormat dan nyengir, “Siap, Ibu Ratu. Ananda pergi dulu. Doakan pulang selamat,” katanya geli dan bergerak menjauh dari sana seraya melambaikan tangan. “Gue entar ke rumah lo, Nady. Buatin kue, please. Gue maksa.”
“Heh! Gue bukan babu loㅡ”
“Cat pesanan lo gue yang bayar. Deal?”
Jenna segera mengirimkan love sign lewat jarinya seiring senyuman lebar terpatri di wajah. “Akan saya lakukan dengan sepenuh hati, Yang Mulia. Pulanglah dengan selamat dari peperangan.”
“Matre lo!” hina Rosa.
Jenna mengibaskan rambutnya. “Manusiawi, anjing! Diam kau, bangsat!”
Kedua gadis itu sibuk berdebat sementara Chelsie memperhatikan punggung Jessica yang semakin mengecil dari pandangan. Helaan napasnya mengudara berat. Diusap pelan keningnya dengan gerakan lambat sembari memejamkan mata sejenak.
“Udah masuk tiga tahun, ya?”
Dua gadis lainnya sontak berhenti saling memaki dan memandang Chelsie yang tampak gusar di posisi. Chelsie mengulas senyum simpul, menyendok es krim ke mulutnya dan menambahkan lugas serta berat. “Dia masih rutin dateng ke sana, ya. Gue … gue jadi khawatir kalau Sica terus-terusan gini.”
“Sie, Sica juga lebih tenang dengan cara kayak gitu. Rasa bersalahnya pelan-pelan hilang, kalau dilarang nanti dianya makin nggak ke kontrol. Tau sendiri, emosinya itu susah surut,” tukas Jenna, sama cemasnya. “Mungkin dengan cara ini dia ngerasa lebih baik. Kita cuma perlu ngedukung, 'kan?”
“Iya, gue tau. Gue cuma khawatir doang dia nggak mau keluar dari masa lalunya lalau terus-terusan gini. Gimanapun juga dia harus tetap ngelanjutin hidup sebagai mestinya, Nady, Audy. Gue cuma khawatir Jessica nutup hati buat selama-lamanya.”
Mendengarnya Rosa lantas memberikan gelengan. “Buat saat ini mungkin iya tapi gue punya firasat kalau dia tanpa sadar mulai ngelepas beban di hatinya, Sie. Nady bener, kita cuma perlu ngedukung dan nunggu.” Menyeruput minuman soda kalengnya, gadis chipmunk itu menambahkan lugas. “Nunggu dia nerima sosok baru dalam hidupnya.”
***
Sepanjang perjalanan Jessica harus mendapatkan perhargaan kecil lantaran tidak memaki jalanan yang syukurnya tidak macet sehingga mempercepat dirinya sampai ke tujuan. Usai memarkirkan mobilnya di sisi jalan, gadis berponi tersebut segera keluar dan memasuki sebuah toko bunga bernama Maria's Flower. Lantaran berada di pusat kota dan memiliki suasana cerah dan hangat, toko bunga tersebut cukup terkenal apalagi bunga-bunga di sana benar-benar harum dan sangat terawat.
“Jessica? Astaga! Akhirnya kamu dateng lagi.”
Jessica memberikan cengiran manisnya yang jarang sekali ditunjukkan. Gadis tersebut berlari kecil menuju wanita paruh baya di belakang etalase toko dan berhamburan memeluknya. “Biasa, sibuk sekolah, Tante.”
Maria memicingkan matanya; setengah curiga menyorot si gadis. “Nggak bolos?”
“Enggak, dong.” Jessica melipat bibir kemudian meringis seraya menggaruk belakang lehernya. “Khusus hari ini iya, hehehe.”
Wanita tersebut mengelus rambut panjang Jessica lembut dan tersenyum hangat sebelum mengambil satu bucket bunga matahari di atas meja lalu menyodorkannya pada lawan bicara. “Nih. Udah Tante siapin dari tadi pagi. Harum dan bunga baru.”
Jessica semakin melebarkan senyumannya sampai-sampai maniknya menyipit lucu bak anak kecil. “Makasih, Tante. Tau aja aku mau ngambil bunga.”
Seraya memotong tangkai bunga Maria melirik Jessica sekilas dan melanjutkan pekerjaanya lagi. “Tante ini udah kenal kamu dari SMP. Pas kamu tau Tante punya toko bunga, kamu pasti mesen bunga matahari di tanggal yang sama terus. Udah empat tahun nggak mungkin Tante lupa gitu aja.”
Jessica tersenyum malu. Entah bagaimana mulanya, ia bertemu Maria saat bolos dari sekolah. Wanita itu memergokinya melompat turun dari tembok belakang sekolah. Alih-alih menasehatinya sebagaimana kebanyakan orang-orang yang Jessica temui, Maria malah mengajaknya pergi makan ke sebuah kedai. Katanya sedang butuh teman makan dan mengobrol. Jessica tidak menolak. Lumayan, tumpangan dan makanan gratis. Pun tidak menyangka kalau hubungan mereka akan bertahan seawet ini hanya dari pertemuan tidak disengaja.
Yeah, takdir terkadang memang seaneh dan seunik itu.
Seolah-olah semesta mengirim Maria yang hangat untuknya sebagai figur ibu.
Jessica mendekap buket bunganya cukup erat, menghirup aroma harum dari sana dan kembali tersenyum. “Aku bersyukur banget bisa ketemu, Tante. Diajarin nanem bunga matahari, ditemenin ini-itu. Makasih banget ya, Tante.”
Mendengar penuturan gadis manis tersebut membuat Maria tersenyum lebih hangat. Diusapnya lembut pipi chubby Jessica dan mengangguk kecil. “Tante juga bersyukur ketemu kamu, Sica. Makasih juga udah nemenin Tante yang banyak omong ini.”
“Enak tau ngobrol bareng Tante. Topiknya random aja bisa seasik itu kalau kita ngobrol,” sahut Jessica, mengibaskan tangan kemudian. “Yaudah, aku pamit dulu, ya. Keburu sore entar.”
Maria lagi-lagi mengangguk dan melambaikan tangannya. “Hati-hati, Sayang. Tante titip salam, ya.”
“Siap. Semoga tokonya rame, Tante. Daaaah! Sayang, deh. Hahaha!”
Maria terkekeh geli melihat tingkah menggemaskan Jessica yang mirip seperti anak yang ia temui empat tahun lalu. Pipinya masih hangat dan sechubby itu untuk ia cubit. Ia geleng-geleng kepala saat menemukan Jessica melambaikan tangan dari dalam mobil sebelum pergi dari sana.
Maria menghela napas pendek, “Senyumannya masih semanis itu, ya,” gumamnya penuh makna.
ALVINterbahak-bahak usai menonton video singkat yang terus-menerus diunggah seisi sekolah di mana Jessica menunjukkan kebolehannya soal patah mematahkan tulang. Komentar-komentar yang terus dilayangkan betul-betul sukses mengocok perut sampai Alvin pikir ia bisa menangis kapan saja. Tangannya memukul-mukul sofa markas dan menunjukkan layar ponselnya pada Gerald. "Liat! Liat! Dia naikin kaki ke bahu si ceweknya terus hampir matahin tangannya tapi Chelsie ke buru dateng," Alvin berdecak sebal. "Kecewa penonton."Percayalah rasa ingin menghantan Alvin dengan buku-buku di hadapannya ini meningkat drastis pada angka tidak terhingga. Gerald merasa jengkel sedari tadi akibat meledaknya tawa pemuda kelinci tersebut yang mana mengganggu konsentrasi, akan tetapi si empu malah bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
ALUNANmelodi dari laguone last timeyang dipopulerkan oleh Ariana Grande menjadi latar suara. Mengisi kekosongan senyap dalam mobil sementara mesin terus melaju mengikuti rute jalan. Jalanan yang tak pernah sepi, jalajan yang tak pernah lengang, jalanan yang tak pernah ditinggalkan. Barangkali jalan ini menjadi penghubung dari rumah ke tempat-tempat tujuan para penduduk. Bisa jadi untuk bekerja, melanjutkan pendidikan atau sekedar jalan-jalan semata. Intinya, jalan raya tidak pernah kehilanganpelanggan.Untuk setiap sekon yang harus rela terbuang dalam antrian menuju tempat ternyaman mereka. Jessica enggan menyebut rumahnya sebagai tempat berpulang.Yeah,definisi rumah itu memangnya apa? Hanya sebatas batu bata yang disatukan dengan semen mengikuti desain yang diinginkan lalu ditinggalkan tanpa tersapa l
MALAMapa pernah senyap meski batas waktu beraktifitas telah seharusnya berhenti tatkala mentari menyampaikan salam perpisahan, hilang di ufuk barat dan berjanji akan datang keesokan harinya?Jessica rasa tidak. Meskipun jam telah berdentang-dentang menunjukkan eksistensi pukul malam. Orang-orang barangkali enggan untuk berhenti hanya karena masalah waktu. Selalu ada kegiatan dadakan yang wajib untuk dituntaskan sebelum mimpi membuai raga saat terlelap.Yeaah,contohnya ada pada dirinya sendiri malam ini. Ah, sial! Padahal Jessica berjanji akan pulang ke rumah Jenna setelah berziarah akan tetapiㅡah, sudahlah! Malas membahas yang sudah berlalu, toh, bukan hal yang patut dikenang dan dibanggakan.Yang membuatnya lebih jengkel lagi malam ini adalah Alvin. Siluman kelinci yang muncul di ar
DUNIAJessica selalu terguncang. Selalu diguyur badai, petir berkepanjangan dan angin kencang yang tak pernah mau berdamai. Seolah memporak-porandakan hidup gadis manis tersebut merupakan hal yang sangat menyenangkan dilakukan oleh alam semesta. Ketenangan selalu sukar didapati pada Jessica yang juga akhirnya ikut membalas. Membuat hidupnya lebih berisik daripada apapun. Membuat dirinya lebih sibuk dibandingkan siapapun.Dengan cara menghancurkan sekitarnya.Angkasa biru lebih cerah dibandingkan biasanya, matahari juga membumbung tinggi di atas kepala guna membagi cahayanya sama rata ke seluruh penjuru bagian bumi. Pukul sepuluh pagi dan Bina Bangsa kira keadaan sekolah akan baik-baik saja tanpa keributan berarti. Namun Jessica enggan mewujudkannya. Gadis serupa boneka tersebut berdiri tegak di tengah-te
HEMBUSANangin tertiup cukup lembut dari jendela bersama cahaya yang menembus masuk namun hangatnya mentari enggan untuk menyatu di ruang UKS tersebut. Terlelapnya Jessica pada ranjang tepat di bawah jendela adalah sebuah tanda bahwa keadaan terbilang stabil di luar sana. Manik bulat tersebut terkatup rapat dengan memar di tulang pipi, sepasang telapak tangannya dihias oleh perban, plester berkarakter pun tak mau ikut ketinggalan guna menjadi aksesoris baru di wajah si gadis.Jessica betulan babak belur dalam pertandingan pagi ini.Usai Alvin membuat si gadis pingsan sebagai satu-satunya cara agar Jessica berhenti melepas tantrum, pemuda kelinci tersebut langsung membawa Jessica dalam gendongan menuju ruang kesehatan dan ketiga sahabat si empu yang mengejar dari belakang. Alvin masih tetap di sana memper
DUNIAmasih bekerja sebagaimana mestinya saat Jessica kabur dari panggilan menghadap keruangan kepala sekolah usai membuat gempar Bina Bangsaㅡuntuk ke sekian kalinya tanpa bosan menjadi pelaku utama. Betulan seperti pelaku buronan kala namanya dikumandangkan di seluruhspeakeryang ada di sekolah. Gadis berponi tersebut meloloskan gelak tawa mengejek guru-gurunya sebelum meninggalkan area Bina Bangsa dan pergi menuju Alexander. Jaraknya cukup jauh jika ditambah waktu kemacetan parah lalu lintas.Omong-omong soal sekolah tetangga yang satu itu di mana para sepupunya bersekolah di sana. Alexander merupakan sekolah swasta yang dalam perangkingan poin tahunan berada di bawah Bina Bangsa. Baik di bidang akademik maupun non keduanya berpacu gesit menjadi yang terbaik. Dan acapkali Bina Bangsa yang keluar sebagai pemenang akhir. Ditambah orang-ora
“JESSICAbelum mau menurut?” merupakan pertanyaan Eleanor pada putra sulungnya setelah beberapa waktu sampai di sebuah butik ternama ibu kota.Jemari lentiknya memilah-milah pakaian-pakaian dengan harga setinggi langit tergantung rapi. Masih dibalut setelan kerja sekaligus curi-curi waktu di jam kerja, Eleanor tetap ingin turun tangan dalam mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk putri bungsunya dalam acara pembukaan cabang anak perusahaan dengan Angello sebagai penanggung jawab. Tangan wanita tiga anak tersebut mengibas di udara guna memberi kode agar seseorang membawakan pilihan baju yang lain.Sembari menunggu, Eleanor menatap putranya yang duduk menyilang kaki di sofa. “Kamu nggak marahin dia, 'kan, Jello?”“
NAPASNYAterengah-engah seiras dengan irama detak jantung yang berdentum gila-gilaan seolah mampu untuk melompat dari posisi. Kepala pemuda kelinci itu menengadah ke atas sesaat guna merenggangkan otot tengkuk sebelum meludah darah ke tanah. Pukul tujuh malam, kurang sedikit dan rembulan bersinar cukup terang malam ini untuk membantu Alvin membabat habis lima belas orang musuh yang menghadang di jalan. Tahu-tahu datang bagaikan jelangkung.Semua lawannya tumbang memang akan tetapi yang Alvin cemaskan adalah kemarahan Susandra. Bisa habis diceramahi dia kalau sampai ketahuan bertengkar lagi.Perkelahian bersama Jessica saja sudah mujur tidak diungkit-ungkit lagi mengingat posisi penting gadis itu di keluarganya dan Alvin terbebas dari hukuman. Tetapi malah harus berurusan dengan Gala yang marah karena Alv