Share

BAB 2 : Hukuman

JIKA diingat kembali dalam kurun waktu satu bulan, kejahatan yang telah Jessica lakukan memang terorganisir dan patut mendapatkan hukuman. Yeah, si empunya sendiri tidak akan menangkis segala macam tuntutan dari pihak yang bersangkutan. Hanya saja dari sekian banyak hukuman-hukuman yang ada di Bina Bangsa bahkan sampai ada daftarnya dan diurutkan berdasarkan seberapa besar poin kesalahan. Kenapa Jessica harus mendapatkan hukuman menghormati Sang Saka Merah Putih alih-alih menyapu halaman?!

Bukannya berniat kurang ajar tetapi sudah ada waktu khusus untuk itu, jadi menyingkirkan sampah-sampah di lapangan barangkali merupakan pilihan bijaksana. Namun Dhani menyanggah kelewat cepat dengan wajah merah; betulan marah.

"Kalau disuruh yang lain yang ada Jessica nyuruh-nyuruh temennya, Bu. Pilihan ini lebih baik!"

Benar-benar pemuda kutu buku yang satu itu. Menyebalkan sekali! Hm, mungkin motor Dhani akan tergantung di pohon nanti. Lihat saja. Haha! Jessica takkan tinggal diam begitu saja.

Oke. Abaikan saja kekesalannya yang agak menggunung tadi. Keringat yang mengucur deras dari pelipis sangat-sangat mampu membuat dirinya kegerahan dan kapabel sekali melemparkan diri ke kolam ikan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Iya, mereka! Hei! Dari sekian ratus murid Bina Bangsa yang berandalan dan nakal minta ampun. Mengapa Jessica harus dihukum berbarengan dengan Alvin?! Mengapa?! Memangnya dunia akan runtuh kalau laki-laki gila itu tidak ada?!

Well, jika kalian tidak tahu siapa pemuda sombong di sebelahnya. Kalian akan tahu nanti seberapa menyebalkan dan gilanya pemilik nama Alvin itu. Hiih! Jessica saja stres tingkat tinggi menghadapinya dan bisa jadi kalian akan mundur perlahan setelah mengenalnya.

"Kata orang kita mirip," kata Alvin disertai tatapan genit. Laki-laki itu terkekeh lucu dan dengan kurang ajarnya menjawil dagu si gadis yang langsung mendapat tatapan tajam. Alvin tersenyum geli, "Mungkin kita jodoh."

Jessica meludah. Ekspresinya masam sekali. "Najis! Jauh-jauh! Pait-pait! Amit-amit!"

"Lo menggunakan kata berulang sebanyak tiga kali jadi lo pengen kita punya tiga pasang anak kembar?" tanya Alvin, masih santai sekali ketika menaikkan enam jarinya. Alisnya naik sebelah dan sorot matanya menatap penuh arti. "Yang sakit ngelahirin ya elo, gue mah ayok aja bikinnya."

Dengan segenap jiwa raga Jessica buru-buru menaikkan kakinya, niat hati ingin menendang kepala Alvin agar sekurang-kurangnya menggunakan akal dengan baik. Namun pemuda itu lebih gesit lagi, ia menepis kaki Jessica dengan cepat. Tanpa bisa diterka dan dicegah, Alvin malah menarik lengan sang lawan cepat, membalikkan tubuh dan melingkarkan tangannya di pundak Jessica.

Argh! Argh! Jessica geram sekali. Sekalipun ia tidak pernah menang adu otot dengan Alvin. Hasilnya selalu imbang dan di beberapa kali kesempatan Jessica kalah cerdik. Ck! Sial! Sial! Sial!

Lihat saja sekarang, posisi mereka sangat-sangat tidak keren! Alvin malah kelihatan tengah memeluknya dari belakang! Ya Tuhan! Tak perlu dideskripsikan seberapa besar kebencian Jessica terhadap laki-laki serupa kelinci itu.

"Lepasin, bangsat!" Jessica berusaha melepaskan diri tetapi kalah tenaga dari si pemuda. Dia berdecak, "Lo mau apa, sih?! Sialan!"

Pemuda serupa kelinci tersebut menundukkan kepalanya, menyetarakan tinggi dengan kepala Jessica lalu berbisik seraya menyeringai. "Mau lo aja gimana?"

Alvin itu berengsek bukan main dan Jessica itu bajingan yang tak tanggung-tanggung membabat habis lawannya. Emosinya memuncak cepat barangkali sampai-sampai wajah Jessica memerah sempurna. Entah karena panas atau marah atau bisa jadi malu dilihat penghuni Bina Bangsa yang menonton mereka dari area koridor sekitar. Entah apa-apa saja yang mereka komentari sekarang. Si gadis segera menaikkan siku guna memukul telak dagu sang lawan kemudian menarik kuat tangan Alvin yang bertengger di lehernya.

Alvin sukses dibanting kuat ke tanah.

Napas Jessica memburu total sementara sepasang iris itu berkilat marah memandang Alvin penuh kebencian. Berbeda kemarahan yang membalut si gadis poni, Alvin malah terkekeh-kekeh sinting di posisi. Sudah ia duga, Jessica takkan mengalah secepat itu.

"Denger ya, bangsat!" serunya lantang. "Kalau lo cuma mau ngabisin waktu main-main ke gue karena bosen dan gabut. Tolong cari cewek lain yang bisa lo mainin! Gue nggak ada waktu ngurusin sampah kayak lo!" tandasnya berang, tampak tak ingin diganggu gugat.

Alvin melirik si gadis yang mudah sekali terbakar sumbu emosinya lalu tertawa senang. Ia berdiri, menepuk-nepuk debu halus di tangan dan menyorot santai. Seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya.

"Kenapa harus emosi sih, Sayang? Hmm? Lo cemburu gue main-main sama cewek lain?" Alvin merangkul mesra pundak Jessica lalu berbisik seduktif. Sudah dapat dipastikan, laki-laki itu ingin membangunkan singa betina. "You are the one i have, don't worry."

Yang lebih pendek mendorong kasar tangan si lelaki yang menyentuhnya dengan kurang ajar. Jessica memandang sinis, tak tahu lagi harus apa agar laki-laki gila itu enyah dari hidupnya.

Alvin melebarkan mata tatkala Jessica melayangkan kepalan tangan yang sayang sekali meleset sebab ia reflek menghindar. Jessica mengerang dan terus-menerus melempar bogem mentah. Shoot! Untuk kali ini Jessica tersenyum puas ketika pukulan terakhir mengenai tulang pipi Alvin. Didorongnya kuat dada Alvin hingga si empunya terhuyung ke bawah.

"Kena lo, sial! Enyah lo!"

Alvin terkikik geli dan melemparkan dua anggukan geli. "Lo imut deh kalau udah marah. Yakin nggak mau bikin sindikat kejahatan terbaik dan terepik sepanjang sejarah bareng gue? We can be popular, Babe."

"Najis!"

Pemuda itu terbahak-bahak dan kesempatan tersebut diambil Jessica untuk menyumpal mulut sampah Alvin dengan kepalan tangannya. Namun belum saja berhasil mengenai si empu tangannya sudah terlebih dahulu ditangkap. Kali ini pelakunya bukan Alvin. Irisnya menoleh kebingungan menemukan Hardiㅡsekretaris kakeknyaㅡberada di sini.

"Nona, Anda sebaiknya mengurangi penggunaan kekuatan Anda secara berlebihan," ujarnya dan menurunkan tangan Jessica pelan-pelan. Hardi melanjutkan tenang, "Pak Demian menanti kedatangan Anda di restoran, Nona. Saya datang untuk menjemput."

Jessica mengerang kesal, kakinya memukul angin sembarang sesudah memeriksa tanggal. "Hari ini? Masih siang, Pak."

Hardi hanya tersenyum mendengarnya. "Saya hanya mengikuti instruksi Pak Demian, Nona. Anda bisa datang ke sana untuk tau tujuan beliau."

Si gadis menaikkan sebelah alisnya, memandang penasaran sepenuhnya. "Mereka semua ... udah kumpul?"

"Saya kurang tau, Nona. Saya mendapat perintah lewat telepon," sahut Hardi sopan.

Gadis berponi tersebut mengangguk kesal, menyugar rambut panjangnya dan melirik Alvin yang penasaran di posisi. Ditunjuknya sebal wajah Alvin. "Kita lanjut lagi nanti. Awas lo!"

Alvin melemparkan senyuman termanisnya dan membungkuk kecil. "Baik, Tuan Putri." Oh! Jelas. Alvin tengah meledek.

"Berengsek lo! Mati lo abis ini!"

Berikutnya kepergian Jessica diwarnai bisik-bisik yang seketika langsung hening ketika si empunya berteriak memaki mereka. Memang belum ada yang mampu melawan kegarangan Jessica di Bina Bangsa kecuali Alvin yang rela hati melemparkan dirinya ke taman penuh ranjau.

Alvin tertawa pelan, total terhibur hari ini. "Emang, ya. Dia lucunya agak unik."

Perhatiannya cepat teralihkan saat menemukan sesosok gadis menghampiri. Ah, sekarang waktunya ya? Alvin lantas menyunggingkan senyum paling ramah yang ia miliki.

"Vin, pipi lo nggak kenapa-napa?" tanya Tiara, nadanya terdengar khawatir.

Ah, suara manis ini. Terdengar sangat-sangat ... memuakan.

Pemuda tersebut mengelus lambat bekas kemerahan samar hasil dari keganasan Jessica. Ia mendesis singkat, "Lumayanlah. Tenaga badak namanya."

Tiara menyodorkan botol minumannya malu-malu. "Airnya dingin. Bisa ngompres pipi lo, nih."

Alih-alih menerimanya, Alvin berdeham agak panjang sembari memiringkan kepala sebelum menatap penuh makna pada Tiara. Ia mengulas senyum tipis, "Gimana kalau lo ngobatin gue di UKS?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status