JIKA diingat kembali dalam kurun waktu satu bulan, kejahatan yang telah Jessica lakukan memang terorganisir dan patut mendapatkan hukuman. Yeah, si empunya sendiri tidak akan menangkis segala macam tuntutan dari pihak yang bersangkutan. Hanya saja dari sekian banyak hukuman-hukuman yang ada di Bina Bangsa bahkan sampai ada daftarnya dan diurutkan berdasarkan seberapa besar poin kesalahan. Kenapa Jessica harus mendapatkan hukuman menghormati Sang Saka Merah Putih alih-alih menyapu halaman?!
Bukannya berniat kurang ajar tetapi sudah ada waktu khusus untuk itu, jadi menyingkirkan sampah-sampah di lapangan barangkali merupakan pilihan bijaksana. Namun Dhani menyanggah kelewat cepat dengan wajah merah; betulan marah. "Kalau disuruh yang lain yang ada Jessica nyuruh-nyuruh temennya, Bu. Pilihan ini lebih baik!" Benar-benar pemuda kutu buku yang satu itu. Menyebalkan sekali! Hm, mungkin motor Dhani akan tergantung di pohon nanti. Lihat saja. Haha! Jessica takkan tinggal diam begitu saja. Oke. Abaikan saja kekesalannya yang agak menggunung tadi. Keringat yang mengucur deras dari pelipis sangat-sangat mampu membuat dirinya kegerahan dan kapabel sekali melemparkan diri ke kolam ikan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Iya, mereka! Hei! Dari sekian ratus murid Bina Bangsa yang berandalan dan nakal minta ampun. Mengapa Jessica harus dihukum berbarengan dengan Alvin?! Mengapa?! Memangnya dunia akan runtuh kalau laki-laki gila itu tidak ada?! Well, jika kalian tidak tahu siapa pemuda sombong di sebelahnya. Kalian akan tahu nanti seberapa menyebalkan dan gilanya pemilik nama Alvin itu. Hiih! Jessica saja stres tingkat tinggi menghadapinya dan bisa jadi kalian akan mundur perlahan setelah mengenalnya. "Kata orang kita mirip," kata Alvin disertai tatapan genit. Laki-laki itu terkekeh lucu dan dengan kurang ajarnya menjawil dagu si gadis yang langsung mendapat tatapan tajam. Alvin tersenyum geli, "Mungkin kita jodoh." Jessica meludah. Ekspresinya masam sekali. "Najis! Jauh-jauh! Pait-pait! Amit-amit!" "Lo menggunakan kata berulang sebanyak tiga kali jadi lo pengen kita punya tiga pasang anak kembar?" tanya Alvin, masih santai sekali ketika menaikkan enam jarinya. Alisnya naik sebelah dan sorot matanya menatap penuh arti. "Yang sakit ngelahirin ya elo, gue mah ayok aja bikinnya." Dengan segenap jiwa raga Jessica buru-buru menaikkan kakinya, niat hati ingin menendang kepala Alvin agar sekurang-kurangnya menggunakan akal dengan baik. Namun pemuda itu lebih gesit lagi, ia menepis kaki Jessica dengan cepat. Tanpa bisa diterka dan dicegah, Alvin malah menarik lengan sang lawan cepat, membalikkan tubuh dan melingkarkan tangannya di pundak Jessica. Argh! Argh! Jessica geram sekali. Sekalipun ia tidak pernah menang adu otot dengan Alvin. Hasilnya selalu imbang dan di beberapa kali kesempatan Jessica kalah cerdik. Ck! Sial! Sial! Sial! Lihat saja sekarang, posisi mereka sangat-sangat tidak keren! Alvin malah kelihatan tengah memeluknya dari belakang! Ya Tuhan! Tak perlu dideskripsikan seberapa besar kebencian Jessica terhadap laki-laki serupa kelinci itu. "Lepasin, bangsat!" Jessica berusaha melepaskan diri tetapi kalah tenaga dari si pemuda. Dia berdecak, "Lo mau apa, sih?! Sialan!" Pemuda serupa kelinci tersebut menundukkan kepalanya, menyetarakan tinggi dengan kepala Jessica lalu berbisik seraya menyeringai. "Mau lo aja gimana?" Alvin itu berengsek bukan main dan Jessica itu bajingan yang tak tanggung-tanggung membabat habis lawannya. Emosinya memuncak cepat barangkali sampai-sampai wajah Jessica memerah sempurna. Entah karena panas atau marah atau bisa jadi malu dilihat penghuni Bina Bangsa yang menonton mereka dari area koridor sekitar. Entah apa-apa saja yang mereka komentari sekarang. Si gadis segera menaikkan siku guna memukul telak dagu sang lawan kemudian menarik kuat tangan Alvin yang bertengger di lehernya. Alvin sukses dibanting kuat ke tanah. Napas Jessica memburu total sementara sepasang iris itu berkilat marah memandang Alvin penuh kebencian. Berbeda kemarahan yang membalut si gadis poni, Alvin malah terkekeh-kekeh sinting di posisi. Sudah ia duga, Jessica takkan mengalah secepat itu. "Denger ya, bangsat!" serunya lantang. "Kalau lo cuma mau ngabisin waktu main-main ke gue karena bosen dan gabut. Tolong cari cewek lain yang bisa lo mainin! Gue nggak ada waktu ngurusin sampah kayak lo!" tandasnya berang, tampak tak ingin diganggu gugat. Alvin melirik si gadis yang mudah sekali terbakar sumbu emosinya lalu tertawa senang. Ia berdiri, menepuk-nepuk debu halus di tangan dan menyorot santai. Seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. "Kenapa harus emosi sih, Sayang? Hmm? Lo cemburu gue main-main sama cewek lain?" Alvin merangkul mesra pundak Jessica lalu berbisik seduktif. Sudah dapat dipastikan, laki-laki itu ingin membangunkan singa betina. "You are the one i have, don't worry." Yang lebih pendek mendorong kasar tangan si lelaki yang menyentuhnya dengan kurang ajar. Jessica memandang sinis, tak tahu lagi harus apa agar laki-laki gila itu enyah dari hidupnya. Alvin melebarkan mata tatkala Jessica melayangkan kepalan tangan yang sayang sekali meleset sebab ia reflek menghindar. Jessica mengerang dan terus-menerus melempar bogem mentah. Shoot! Untuk kali ini Jessica tersenyum puas ketika pukulan terakhir mengenai tulang pipi Alvin. Didorongnya kuat dada Alvin hingga si empunya terhuyung ke bawah. "Kena lo, sial! Enyah lo!" Alvin terkikik geli dan melemparkan dua anggukan geli. "Lo imut deh kalau udah marah. Yakin nggak mau bikin sindikat kejahatan terbaik dan terepik sepanjang sejarah bareng gue? We can be popular, Babe." "Najis!" Pemuda itu terbahak-bahak dan kesempatan tersebut diambil Jessica untuk menyumpal mulut sampah Alvin dengan kepalan tangannya. Namun belum saja berhasil mengenai si empu tangannya sudah terlebih dahulu ditangkap. Kali ini pelakunya bukan Alvin. Irisnya menoleh kebingungan menemukan Hardiㅡsekretaris kakeknyaㅡberada di sini. "Nona, Anda sebaiknya mengurangi penggunaan kekuatan Anda secara berlebihan," ujarnya dan menurunkan tangan Jessica pelan-pelan. Hardi melanjutkan tenang, "Pak Demian menanti kedatangan Anda di restoran, Nona. Saya datang untuk menjemput." Jessica mengerang kesal, kakinya memukul angin sembarang sesudah memeriksa tanggal. "Hari ini? Masih siang, Pak." Hardi hanya tersenyum mendengarnya. "Saya hanya mengikuti instruksi Pak Demian, Nona. Anda bisa datang ke sana untuk tau tujuan beliau." Si gadis menaikkan sebelah alisnya, memandang penasaran sepenuhnya. "Mereka semua ... udah kumpul?" "Saya kurang tau, Nona. Saya mendapat perintah lewat telepon," sahut Hardi sopan. Gadis berponi tersebut mengangguk kesal, menyugar rambut panjangnya dan melirik Alvin yang penasaran di posisi. Ditunjuknya sebal wajah Alvin. "Kita lanjut lagi nanti. Awas lo!" Alvin melemparkan senyuman termanisnya dan membungkuk kecil. "Baik, Tuan Putri." Oh! Jelas. Alvin tengah meledek. "Berengsek lo! Mati lo abis ini!" Berikutnya kepergian Jessica diwarnai bisik-bisik yang seketika langsung hening ketika si empunya berteriak memaki mereka. Memang belum ada yang mampu melawan kegarangan Jessica di Bina Bangsa kecuali Alvin yang rela hati melemparkan dirinya ke taman penuh ranjau. Alvin tertawa pelan, total terhibur hari ini. "Emang, ya. Dia lucunya agak unik." Perhatiannya cepat teralihkan saat menemukan sesosok gadis menghampiri. Ah, sekarang waktunya ya? Alvin lantas menyunggingkan senyum paling ramah yang ia miliki. "Vin, pipi lo nggak kenapa-napa?" tanya Tiara, nadanya terdengar khawatir. Ah, suara manis ini. Terdengar sangat-sangat ... memuakan. Pemuda tersebut mengelus lambat bekas kemerahan samar hasil dari keganasan Jessica. Ia mendesis singkat, "Lumayanlah. Tenaga badak namanya." Tiara menyodorkan botol minumannya malu-malu. "Airnya dingin. Bisa ngompres pipi lo, nih." Alih-alih menerimanya, Alvin berdeham agak panjang sembari memiringkan kepala sebelum menatap penuh makna pada Tiara. Ia mengulas senyum tipis, "Gimana kalau lo ngobatin gue di UKS?"BAGIAN sial apa dari hidup yang sangat kalian benci? Kalau Jessica banyak. Banyak sekali sampai-sampai dua puluh jari yang ia miliki tak cukup untuk menghitungnya. Kendati demikian pun si gadis berponi tersebut paham benar bahwa bernapas bahagia setiap waktu adalah sebuah kemustahilan. Toh, katanya, rasa sedih dan bahagia selalu ditakar seimbang untuk semua manusia. Hanya saja Jessica kurang mempercayainya. Contohnya seperti acara keluarga besar yang mesti Jessica hadiri setiap dua kali sebulan. Argh! Berada di satu ruangan yang dengan orang-orang yang engkau benci itu sama halnya dengan oksigen ada di depan mata tetapi lehermu dicekik kuat hingga bernapas bebas merupakan fatamorgana belaka. Err! Menjijikan. Menjengkelkan! Membayangkan bagaimana senyuman demi senyuman palsu disunggingkan murah meriah membuat perut Jessica mendadak bergejolak mual bukan main. Bertempat di sebuah restoran bintang lima milik sang kakek yang tentunya seluruh menu utama dihidangkan di depan mata. Beraga
SESEORANG pernah berkata ketika jiwa tengah diliputi amarah yang harus dilakukan adalah berhitung dalam hati. Jessica pikir itu saran terkonyol dari sekian juta petuah yang ada di dunia. Iya, awalnya si gadis berpikir demikian sebelum kalimat yang disampaikan laki-laki berwajah kalem itu berguna baginya untuk melalui hari-hari berat. Sangat berguna, sekali, dan Jessica menyesal telah menertawakannya sore itu. Jessica akui sumbu emosinya ini pendek, sangat pendek malahan. Dia mudah marah akan sesuatu hal sepele bahkan terkadang suka melepas tantrum besar-besaran kalau-kalau Chelsie tidak datang guna menenangkan. Suatu waktu, ia ingin membenarkan komentar-komentar yang dilontarkan orang secara percuma. Bahwa Jessica mutlak pembawa masalah murni di hidupnya sendiri sekaligus bagi orang-orang sekitarnya. Maka daripada itu si gadis akan melupakan rentetan adegan kemarahannya di restoran secepat mungkin. Napasnya terhembus kasar serta berat lalu mendongak kemudian guna melihat lembayung
"TEMEN lo gila ya, Mas?" celetuk Daniel bertanya sangsi, menjauhkan puntung rokok dari bibirnya dan menatap Thomas yang memasang raut wajah jengkel. Bersama hati yang ringan Thomas membuang rokok Daniel ke tanah. "Thom, anjir, Thom. Mas-mas pale lu!" tukasnya kesal. "Ah, bangsat! Rokok terakhir gue, Mas!" Daniel berencana memungut rokoknya yanh menggelinding mengenaskan di tanah namun Gerald keburu datang dan menginjaknya dengan dramatis. Daniel membeku, "Anjing kalian berdua!" umpatnya. Gerald tersenyum sadis sebelum menendang rokok sang kawan menjauh dari area. "Tobat lo, bangsat! Paru-paru lo item entar, mampus!""Ck, bajinglah! Kan pembahasan kita bukan itu tadi. Argh! Sial!" gerutu Daniel, menggaruk kesal belakang kepalanya lalu menjatuhkan punggung ke sofa. Ditunjuknya Alvin menggunakan dagu. "Noh, liat! Temen lo-lo pada gila ketawa-ketawa sendiri."Di sebelahnya Thomas memasang ekspresi sulit, sembari mengunyah bakwan di mulut ia bertanya, "Lha, Alvin pernah waras emangnyaㅡa
TAHU apa yang dilakukan Alvin ketika bertemu Jessica pukul 08:56 di lapangan Bina Bangsa?Tentu, pemuda kelinci tersebut bersikap sesuka hati sampai-sampai berani datang telat dan berujung dihukum bersama Jessica; lagi-lagi menghormat bendera dengan murid-murid lainnya. Lagi, Alvin seakan lupa atas perbuatan kurang ajarnya tempo hari dan Jessica harus rela tangannya berhenti mengayun tatkala sebuah pertanyaan dilemparkan kepadanya yang dibalut nada suara penasaran bukan kepalang dan seraut wajah serupa.“Lo punya pacar, Jes?”Ya Tuhan! Cobaan macam apalagi ini?!Gadis berponi tersebut memejamkan matanya, menurunkan tangan dan berusaha mengatur napas agar tidak meledakkan bom nuklir di sini. Perasaannya makin jengkel saat ia meniup poninya kasar. Jessica bahkan tidak punya kalimat baru lagi untuk memaki Alvin lantaran semua kosa kata dalam kamus sudah ia keluarkan semua.Pertanyaan ada satu, jadi Jessica dulunya betulan pengkhianat negara, ya? Tolong jawab! Atau setidaknya berikan solu
“JADI… ” Pria yang menjabat sebagai kepala sekolah tersebut memejamkan mata erat bukan main sembari mengurut pelipisnya. Niat hati ingin mengusir denyutan pening di kepala namun menyadari betul bahwa gadis berponi di depannya tidak merasa bersalah sedikitpun. Pak Henry mulai panas. “ … kamu ngelakuin itu buat bales dendam?”Tolong katakan bahwa Pak Henry salah lihat saat Jessica tengah memberikan senyuman serta mengangguk penuh keyakinan sekarang?“Iya, Pak.”“Ini mainan?” tanya sang kepala sekolah dengan nada serak; nyaris mengalami trauma pada benda hitam di atas mejanya itu.Jessica lagi-lagi mengirim dua anggukan. “Benar s
DESISANkesakitan lolos dari keduanya belah bibirnya tatkala sepasang manik itu terbuka. Bagaikan dihantam gada, kepalanya pening bukan main. Tak ada yang bisa pemuda kelinci tersebut lakukan selain meringis ke sekian kalinya sembari mengurut pelipisnya yang makin berkedut tajam.Alvin berkedip beberapa kali guna mencerna, apa yang telah terjadi pada dirinya sampai-sampai ia berbaring di ranjang UKS begini? Satu detik kemudian ketika departemen ingatan melakukan reka ulang adegan sebelum dia tak sadarkan diri. Matanya melotot tak percaya sementara bibirnya sukses dibuat mengumpat tertahan guna memaki-maki dirinya dalam hati karena bisa-bisanya ia pingsan di tengah keramaian.Ck! Menyebalkan! Menjengkelkan!Dan Jessica pelaku utamanya! Ck! Sial! Sial
KAKI-KAKIramping itu mengayun ringan sedangkan kedua telapak tangan bertumpu pada pembatas atap. Tolong jangan mempermasalahkan Jessica yang duduk di atas sana sementara jarak dia dari tanah adalah 13 meter. Tolong juga jangan khawatir. Kegiatan semacam itu acapkali dilakukan ketika kepalanya terlalu berisik dan benang kusut di dalam tak kunjung bisa ia luruskan. Satu-satunya yang bisa gadis berponi itu lakukan adalah duduk di sana. Membiarkan semilir angin mengusap setiap inci kulit hanya untuk bersikeras mengais sebuah afeksi tentram pada semesta.Dari gedung utama ini seluruh penjuru Bina Bangsa bisa di nikmati lantaran merupakan bangunan tertinggi. Di barat, beberapa anak memilih tinggal dan bermain basket. Atau banyak yang menyusup ke gelanggang renang untuk mencuriwi-fiyang memang cukup kencang di sana.Well,sak
MENGERIKAN!Rosa mengerjap beberapa kali melihat wajah sahabat sintingnya memerah menahan amarah, bahunya naik-turun sementara tangan terkepal kuat di bawah sana. Jessica tampak bersiap untuk mengamuk usai mereka sampai di kelas lantaran menemukan meja si gadis penuh dengan dekorasi merah muda. Tak hanya itu, ada belasan cokelat dan boneka mini beruang yang tersusun rapi dan sialnyaㅡwajah si beruang malah berganti dengan foto Jessica.Sungguh, Rosa nyaris terbahak-bahak kalau saja tak mengingat kondisi.Sang pelaku tampaknya tahu benar bagaimana cara memancing kemurkaan seorang Jessica.Jessica mendongam menatap seluruh manusia di kelas sebelum bertanya dengan nada luar biasa dingin