"Selamat atas pernikahanmu, Christian Aldrich Devoire."
Stacy tak menyangka jika dia memang akan menikah secepat itu dengan Aldrich. Hanya berselang tiga minggu setelah kesepakatan mereka sebelumnya. Dan sekarang, mereka tengah mengadakan pesta pernikahan. Meski jam sudah menunjukan pukul delapan malam, acaranya sama sekali tak terlihat akan berakhir. Stacy sendiri juga sudah mengganti gaun pernikahannya dengan dress putih satin dengan tali spaghetti. Panjangnya menjuntai, tapi terdapat belahan di salah satu sisinya hingga setengah paha. "Aldrich, boleh aku pergi sebentar?" bisik Stacy pada Aldrich yang sedang mengobrol dengan salah satu kenalannya. "Sebentar, ya?" ucap Aldrich kemudian pada pria yang sebelumnya tengah mengobrol dengannya. Kini, Aldrich justru meraih tangan Stacy dan membawa wanita itu berjalan sedikit menjauh dari keramaian. "Mau kemana?" tanya Aldrich kemudian begitu dia sudah menghentikan langkahnya. Stacy menghela nafasnya. "Beristirahat sebentar, aku lelah," jawabnya. Dia sudah menyambut para tamu sejak pagi tadi. Menunjukan senyuman ramahnya pada siapa pun yang ada di sana. Sungguh Stacy merasa begitu lelah, apalagi dengan hatinya yang tetap tak tenang. "Tetap bersamaku. Jangan membuat para tamu heran karena kau tidak di sampingku," tegas Aldrich. Lagi-lagi sebuah larangan yang Stacy dapatkan. Dimana dia juga tidak bisa membantah lagi, sebab Aldrich akan melayangkan sebuah ancaman untuknya jika membantah. Sebuah ancaman yang membuat Stacy tak bisa berkutik lagi. Aldrich juga sudah menggenggam tangan Stacy dengan erat. Dengan sorot mata yang menatap tajam pada Stacy, dia kemudian menyentuhkan satu tangannya pada wajah Stacy. Jemari yang lantas bergerak mengusap wajah Stacy secara perlahan. "Aku juga sudah tak sabar dengan malam yang akan aku habiskan bersamamu, babe," bisik Aldrich tepat di telinga Stacy. Bisikan yang sensual. Sebuah bisikan yang mampu membuat Stacy bergidik sendiri. Membayangkan dia yang harus melepas keperawanannya malam ini membuat Stacy merasa ngeri. Sekali lagi dia masih tak bisa menerima semua kenyataan ini. Kenyataan jika dia menikah dengan pria yang baru dikenalnya, tujuan pernikahan yang didasari sebuah kontrak untuk menguntungkan satu sama lain. "Shit! Dia datang!" Seru Aldrich saat dia tengah berjalan bersama Stacy. Stacy segera menatap ke arah pandangan Aldrich sekarang. Dimana seorang wanita berambut blonde tengah berjalan dengan mini dress silver yang gemerlap. Stacy hafal wanita itu. Mikayla Adnestter. Seorang News anchor terkenal. Tapi, Stacy sendiri tak tahu apa hubungan wanita itu dengan Aldrich hingga pria itu mengumpat seolah kehadiran Mikayla adalah sebuah bencana. "Happy wedding, Mr. Devoire!" Seru Mika saat dia sudah berdiri tepat di hadapan Aldrich dan Stacy. Dia juga mengulurkan tangannya pada Aldrich dengan senyuman lebar yang ditunjukan. Dimana Stacy sedikitnya paham, kalau itu bukan senyuman yang tulus. Seolah ada maksud lain di balik senyuman itu. "Ow! Selamat juga untukmu, Mrs. Stacy? Ah, atau sekarang mungkin Mrs. Devoire, ya?" Mika mengalihkan uluran tangannya pada Stacy. Namun, belum sempat Stacy meraih uluran tangan itu. Aldrich yang sudah melepaskan genggaman tangannya dari Stacy lantas menarik tangan Mika. Dia membawa wanita itu menjauh dari Stacy. Semua itu hanya mampu membuat Stacy terdiam sembari menatap keduanya yang sudah menjauh. Dan saat itu juga Stacy sadar, ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua. Sesuatu yang mungkin saja tak dibiarkan diketahui oleh Stacy. "Kau memang licik, Aldrich!" *** Pukul dua belas malam. Waktu saat akhirnya pesta berakhir. Dimana Stacy bisa bernafas lega setelah dia telah membersihkan diri dan berganti pakaian. Lingerie kimono berwarna hitam dikenakan Stacy saat ini. Dia sendiri berniat untuk segera mengistirahatkan tubuhnya. Memejamkan mata setelah seharian ini begitu lelah dengan rangkaian acara yang dilakukan. Stacy tak menyangka, jika Aldrich memiliki rekan bisnis yang begitu banyak. "Wow! Aku bahkan belum mandi, tapi sepertinya kau sudah mau menggodaku, ya?" Stacy menoleh pada asal suara. Dimana Aldrich kini telah berdiri di belakangnya, memperhatikan Stacy dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Sebuah gelengan di kepala Stacy ditunjukan. "Pergilah mandi, aku sudah siapkan air hangat untukmu di sana," ucapnya. Sungguh, Stacy memakai lingerie itu tidak bermaksud untuk menggoda Aldrich. Tapi, dia memang sudah terbiasa mengenakan lingerie sebagai pakaian tidurnya. Bukannya mendengarkan apa yang dikatakan Stacy dan menurutinya, Aldrich kini malah mendekat pada Stacy. Dia juga mendekatkan wajahnya pada tubuh Stacy, menghirup aroma yang menguar dari tubuh Stacy. Manis, segar, dan menenangkan. "Aku suka aromanya," ucap Aldrich kemudian. "Aku anggap sebagai pujian. Terima kasih," ucap Stacy tenang. Dia sadar Aldrich menunjukan ketertarikannya pada Stacy. Tentang bagaimana aroma tubuh Stacy, bahkan tubu Stacy sendiri. Aldrich bahkan menatap Stacy seperti wanita itu adalah buruan yang harus segera dia terkam. Meski begitu, Stacy tak terlalu menunjukan kegugupannya. Dia masih bisa berusaha tetap terlihat tenang. "So can I bite you?" Stacy menatap Aldrich dengan kedua alis yang terangkat. Cukup terkejut juga saat Aldrich melemparkan pertanyaan seperti itu. Tanpa ada jawaban yang diberikan Aldrich, kini Stacy sudah dibungkam oleh ci*man yang didaratkan Aldrich pada bibirnya. Sebuah pagutan yang panas dan tergesa. "Eumph—" Stacy berusaha memberontak dsn mendorong tubuh Aldrich, tapi tetap kekuatannya tak sebanding dengan badan kekar Aldrich di sana. Hingga pada akhirnya, Stacy tak bisa lagi melakukan apapun. Dia hanya bisa membiarkan Aldrich melakukan apa yang pria itu inginkan. Sebab kedua pergelangan tangan Stacy juga sudah ditahan oleh kedua tangan Aldrich. "Kau hanya perlu diam, sayang. Be a good girl. Aku akan membawakan surga untukmu," bisik Aldrich saat pagutan mereka sudah dilepaskan. Nafas Stacy terengah, dia terdiam saat merasakan embusan nafas Aldrich pada wajahnya. Wangi mint. Fakta bahwa Aldrich baru saja selesai menikmati rokok mint-nya sebelum datang. "T–tapi aku belum siap ...," ucap Stacy lirih. Bukannya mencoba mengerti Stacy, Aldrich malah menunjukan seringaiannya. Bersamaan dengan tangan yang mulai terlepas dari pergelangan Stacy. Beralih pada wajah wanita itu untuk mengusapnya lembut. "Kau sudah menandatangani kontraknya, Stacy. Aku tak perduli. Aku menginginkanmu malam ini juga. Jatah malam pertamaku," bisik Aldrich sensual tepat di telinga Stacy. Stacy bisa merasakan embusan nafas Aldrich yang menggelitik di telinganya. Belum lagi, saat selanjutnya jemari Aldrich mulai turun menyusuri leher Stacy. Bergerak perlahan hingga memberikan usapan pada collarbone wanita itu, dan berikutnya berhenti untuk mengusap bagian dada Stacy. "Berikan aku jatah malam pertamaku sekarang juga, baby. Dan akan membawamu terbang tinggi,' bisik Aldrich sekali lagi. Lidahnya sudah menggelitik pada telinga Stacy, membuat Stacy menggelinjang geli dengan mata yang perlahan terpejam karenanya. Stacy tidak menyangka jika dia akan benar-benar berakhir di bawah Kungkungan tubuh pria yang telah berstatus sebagai suaminya malam ini. Dimana dia hanya bisa memasrahkan dirinya tanpa mencoba memberontak atau menolak setiap sentuhan yang diberikan Aldrich.Matanya terpejam dengan leher yang sudah dia jenjangkan. Memberikan akses lebih untuk Aldrich dapat menjangkaunya dan memberikan tanda kepemilikannya di sana.Tak hanya itu, sebenarnya Stacy terpejam karena sentuhan jemari Aldrich yang bergerak mengusap di balik underwear yang dia kenakan. Usapan lembut yang sesekali dapat membuat Stacy tak dapat lagi menahan desahannya."Keluarkan saja. Aku lebih suka bercinta dengan berisik," bisik Aldrich seduktif.Kalimat yang berhasil membuat Stacy melenguh hingga punggungnya melengkung. Bersamaan dengan satu jari Aldrich yang sudah menelusup ke dalam celana dalam Stacy dan memasukan jari tengahnya itu pada pusat Stacy."Ahh— s–sakit, Al," lenguh Stacy.Tangannya berusaha menahan lengan Aldrich. Tapi, tentu saja Aldrich sama sekali tak menghentikan apa yang tengah dia lakukan pada pusat tubuh Stacy."Tenang, sayang. Satu jariku hanya sebagai permulaan. Kau akan mendapatkan yang lebih luar biasa daripada satu jari tengahku!"Terdengar mengerikan.
"Berikan anak untukku."Stacy hampir membulatkan matanya sempurna, tak percaya dengan apa yang baru saja Aldrich katakan.Dia tak begitu masalah saat dirinya harus dijadikan sebuah alat untuk perjanjian yang mereka lakukan untuk menguntungkan satu sama lain. Tapi, anak? Sungguh, Stacy memang selalu mengharapkan anak selama ini dan membayangkan jika dia telah menikah dia ingin ada seorang anak yang lucu dan lahir dari rahimnya sendiri.Tapi, kalau begini. Tentu saja tidak! Bagaimana mungkin seorang anak dijadikan sebuah perjanjian? Ini sama saja dengan Stacy juga menjual anaknya pada Aldrich yang pasti akan memberikan penawaran dengan harta yang dia miliki di sana."Tidak. Kita menikah hanya karena sebuah kontrak. Kita tak bisa melibatkan anak yang tidak berdosa pada hubungan seperti ini," ujar Stacy kemudian.Bukannya merasa bersalah karena Stacy berucap demikian, Aldrich kini malah tertawa. Sebelum akhirnya menatap Stacy dengan senyuman miring yang dia tunjukan pada wanita itu."Mema
Aldrich terdiam. Dia terkejut saat Stacy berkata demikian."Jangan mengira aku sama seperti wanita lainnya, Aldrich!"Stacy kira, dia berhasil membalikan keadaan karena Aldrich sudah terdiam begitu saja. Dia kira mungkin dirinya sudah mampu melawan Aldrich dengan segala keberanian yang dia kumpulan dengan susah payah.Namun semuanya berubah saat Aldrich mencondongkan tubuhnya pada Stacy dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat. "Apa aku ketahuan sekarang?"Dan beberapa detik berikutnya Aldrich lantas malah tertawa hingga terbahak. Membuat Stacy semakin yakin, jika Aldrich memang merencanakan semuanya sejak awal.Stacy merubah raut wajahnya begitu tawa Aldrich terdengar. Sungguh, melihatnya membuat Stacy menjadi ketakutan sendiri. Meski dia masih berusaha untuk tetap terlihat tenang."You got me, honey?" tanya Aldrich saat dia pada akhirnya menghentikan tawa yang dia lakukan.Tangan Aldrich terulur untuk mengusap pipi Stacy dengan lembut. "Sepertinya, kau memang pintar sekali membaca s
"Ohh! Aku ... membunuhnya?"Stacylia Frey lantas terdiam saat seorang pria yang bersimbah darah berbaring di hadapannya. Matanya bergetar, begitu pula dengan tubuhnya. Kakinya melangkah mundur dengan perlahan, begitu kaku layaknya sebuah robot."Stacy?"Seseorang memanggil namanya. Teriakan yang menjadi samar di telinga Stacy. Sebab, saat ini telinganya seperti tengah berdengung, hingga pendengarannya menjadi tak begitu normal."A–aku membunuhnya ... Aku membunuh dia," ucap Stacy lirih.Tangannya terangkat, sebilah pisau yang berada di genggaman tangannya lantas dia jatuhkan. Tangannya bergetar hebat, rasa takutnya semakin menjadi saat dia baru saja teringat telah menghunuskan pisau itu pada perut pria di hadapannya.Pria yang terbaring dengan genangan darah, pria yang tak sadarkan diri, pria yang dibunuhnya."No, Stacy. Ayo, kau harus ikut bersamaku." Pria yang juga terlihat terkejut melihat Stacy dengan pisau berdarah itu lantas menarik tangan Stacy.Membawa Stacy setengah berlari,
"Itu adalah harga yang pas untuk kau bayar, Stacy. Aku harap, kau akan menjadi istri yang sempurna. Istri yang bisa membuatku merasa puas di atas bisnisku dan juga di atas ranjang ku," tambahnya.Stacy terdiam. Sekarang, dia mengerti. Aldrich bukan hanya sekadar membantu dengan cuma-cuma, pria itu memiliki maksud lain. Dan Aldrich, tak hanya bisa menjadi malaikat penolong Stacy, pria itu juga bisa menjadi iblis yang akan menarik Stacy pada kegelapannya.Dengan sorot mata yang menatap Stacy dengan begitu lekat, Aldrich lantas semakin mendekatkan wajahnya pada wanita itu. Terlebih saat fokusnya berubah pada bibir tipis milik Stacy. Bibir tipis berwarna merah muda yang terlihat sedikit basah."Apa yang akan aku dapatkan selain dengan terbebas dari hukumanku?"Pertanyaan yang dilontarkan Stacy tepat di hadapan wajahnya membuat Aldrich lantas terkekeh. Awalnya, dia tertarik untuk menyesap atau sekadar nengecup bibir wanita itu, tapi mendengar apa yang dikatakan olehnya, membuat Aldrich ras
Aldrich terdiam. Dia terkejut saat Stacy berkata demikian."Jangan mengira aku sama seperti wanita lainnya, Aldrich!"Stacy kira, dia berhasil membalikan keadaan karena Aldrich sudah terdiam begitu saja. Dia kira mungkin dirinya sudah mampu melawan Aldrich dengan segala keberanian yang dia kumpulan dengan susah payah.Namun semuanya berubah saat Aldrich mencondongkan tubuhnya pada Stacy dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat. "Apa aku ketahuan sekarang?"Dan beberapa detik berikutnya Aldrich lantas malah tertawa hingga terbahak. Membuat Stacy semakin yakin, jika Aldrich memang merencanakan semuanya sejak awal.Stacy merubah raut wajahnya begitu tawa Aldrich terdengar. Sungguh, melihatnya membuat Stacy menjadi ketakutan sendiri. Meski dia masih berusaha untuk tetap terlihat tenang."You got me, honey?" tanya Aldrich saat dia pada akhirnya menghentikan tawa yang dia lakukan.Tangan Aldrich terulur untuk mengusap pipi Stacy dengan lembut. "Sepertinya, kau memang pintar sekali membaca s
"Berikan anak untukku."Stacy hampir membulatkan matanya sempurna, tak percaya dengan apa yang baru saja Aldrich katakan.Dia tak begitu masalah saat dirinya harus dijadikan sebuah alat untuk perjanjian yang mereka lakukan untuk menguntungkan satu sama lain. Tapi, anak? Sungguh, Stacy memang selalu mengharapkan anak selama ini dan membayangkan jika dia telah menikah dia ingin ada seorang anak yang lucu dan lahir dari rahimnya sendiri.Tapi, kalau begini. Tentu saja tidak! Bagaimana mungkin seorang anak dijadikan sebuah perjanjian? Ini sama saja dengan Stacy juga menjual anaknya pada Aldrich yang pasti akan memberikan penawaran dengan harta yang dia miliki di sana."Tidak. Kita menikah hanya karena sebuah kontrak. Kita tak bisa melibatkan anak yang tidak berdosa pada hubungan seperti ini," ujar Stacy kemudian.Bukannya merasa bersalah karena Stacy berucap demikian, Aldrich kini malah tertawa. Sebelum akhirnya menatap Stacy dengan senyuman miring yang dia tunjukan pada wanita itu."Mema
Matanya terpejam dengan leher yang sudah dia jenjangkan. Memberikan akses lebih untuk Aldrich dapat menjangkaunya dan memberikan tanda kepemilikannya di sana.Tak hanya itu, sebenarnya Stacy terpejam karena sentuhan jemari Aldrich yang bergerak mengusap di balik underwear yang dia kenakan. Usapan lembut yang sesekali dapat membuat Stacy tak dapat lagi menahan desahannya."Keluarkan saja. Aku lebih suka bercinta dengan berisik," bisik Aldrich seduktif.Kalimat yang berhasil membuat Stacy melenguh hingga punggungnya melengkung. Bersamaan dengan satu jari Aldrich yang sudah menelusup ke dalam celana dalam Stacy dan memasukan jari tengahnya itu pada pusat Stacy."Ahh— s–sakit, Al," lenguh Stacy.Tangannya berusaha menahan lengan Aldrich. Tapi, tentu saja Aldrich sama sekali tak menghentikan apa yang tengah dia lakukan pada pusat tubuh Stacy."Tenang, sayang. Satu jariku hanya sebagai permulaan. Kau akan mendapatkan yang lebih luar biasa daripada satu jari tengahku!"Terdengar mengerikan.
"Selamat atas pernikahanmu, Christian Aldrich Devoire."Stacy tak menyangka jika dia memang akan menikah secepat itu dengan Aldrich. Hanya berselang tiga minggu setelah kesepakatan mereka sebelumnya. Dan sekarang, mereka tengah mengadakan pesta pernikahan. Meski jam sudah menunjukan pukul delapan malam, acaranya sama sekali tak terlihat akan berakhir.Stacy sendiri juga sudah mengganti gaun pernikahannya dengan dress putih satin dengan tali spaghetti. Panjangnya menjuntai, tapi terdapat belahan di salah satu sisinya hingga setengah paha."Aldrich, boleh aku pergi sebentar?" bisik Stacy pada Aldrich yang sedang mengobrol dengan salah satu kenalannya."Sebentar, ya?" ucap Aldrich kemudian pada pria yang sebelumnya tengah mengobrol dengannya.Kini, Aldrich justru meraih tangan Stacy dan membawa wanita itu berjalan sedikit menjauh dari keramaian."Mau kemana?" tanya Aldrich kemudian begitu dia sudah menghentikan langkahnya.Stacy menghela nafasnya. "Beristirahat sebentar, aku lelah," jawa
"Itu adalah harga yang pas untuk kau bayar, Stacy. Aku harap, kau akan menjadi istri yang sempurna. Istri yang bisa membuatku merasa puas di atas bisnisku dan juga di atas ranjang ku," tambahnya.Stacy terdiam. Sekarang, dia mengerti. Aldrich bukan hanya sekadar membantu dengan cuma-cuma, pria itu memiliki maksud lain. Dan Aldrich, tak hanya bisa menjadi malaikat penolong Stacy, pria itu juga bisa menjadi iblis yang akan menarik Stacy pada kegelapannya.Dengan sorot mata yang menatap Stacy dengan begitu lekat, Aldrich lantas semakin mendekatkan wajahnya pada wanita itu. Terlebih saat fokusnya berubah pada bibir tipis milik Stacy. Bibir tipis berwarna merah muda yang terlihat sedikit basah."Apa yang akan aku dapatkan selain dengan terbebas dari hukumanku?"Pertanyaan yang dilontarkan Stacy tepat di hadapan wajahnya membuat Aldrich lantas terkekeh. Awalnya, dia tertarik untuk menyesap atau sekadar nengecup bibir wanita itu, tapi mendengar apa yang dikatakan olehnya, membuat Aldrich ras
"Ohh! Aku ... membunuhnya?"Stacylia Frey lantas terdiam saat seorang pria yang bersimbah darah berbaring di hadapannya. Matanya bergetar, begitu pula dengan tubuhnya. Kakinya melangkah mundur dengan perlahan, begitu kaku layaknya sebuah robot."Stacy?"Seseorang memanggil namanya. Teriakan yang menjadi samar di telinga Stacy. Sebab, saat ini telinganya seperti tengah berdengung, hingga pendengarannya menjadi tak begitu normal."A–aku membunuhnya ... Aku membunuh dia," ucap Stacy lirih.Tangannya terangkat, sebilah pisau yang berada di genggaman tangannya lantas dia jatuhkan. Tangannya bergetar hebat, rasa takutnya semakin menjadi saat dia baru saja teringat telah menghunuskan pisau itu pada perut pria di hadapannya.Pria yang terbaring dengan genangan darah, pria yang tak sadarkan diri, pria yang dibunuhnya."No, Stacy. Ayo, kau harus ikut bersamaku." Pria yang juga terlihat terkejut melihat Stacy dengan pisau berdarah itu lantas menarik tangan Stacy.Membawa Stacy setengah berlari,