"Selamat atas pernikahanmu, Christian Aldrich Devoire."
Stacy tak menyangka jika dia memang akan menikah secepat itu dengan Aldrich. Hanya berselang tiga minggu setelah kesepakatan mereka sebelumnya. Dan sekarang, mereka tengah mengadakan pesta pernikahan. Meski jam sudah menunjukan pukul delapan malam, acaranya sama sekali tak terlihat akan berakhir. Stacy sendiri juga sudah mengganti gaun pernikahannya dengan dress putih satin dengan tali spaghetti. Panjangnya menjuntai, tapi terdapat belahan di salah satu sisinya hingga setengah paha. "Aldrich, boleh aku pergi sebentar?" bisik Stacy pada Aldrich yang sedang mengobrol dengan salah satu kenalannya. "Sebentar, ya?" ucap Aldrich kemudian pada pria yang sebelumnya tengah mengobrol dengannya. Kini, Aldrich justru meraih tangan Stacy dan membawa wanita itu berjalan sedikit menjauh dari keramaian. "Mau kemana?" tanya Aldrich kemudian begitu dia sudah menghentikan langkahnya. Stacy menghela nafasnya. "Beristirahat sebentar, aku lelah," jawabnya. Dia sudah menyambut para tamu sejak pagi tadi. Menunjukan senyuman ramahnya pada siapa pun yang ada di sana. Sungguh Stacy merasa begitu lelah, apalagi dengan hatinya yang tetap tak tenang. "Tetap bersamaku. Jangan membuat para tamu heran karena kau tidak di sampingku," tegas Aldrich. Lagi-lagi sebuah larangan yang Stacy dapatkan. Dimana dia juga tidak bisa membantah lagi, sebab Aldrich akan melayangkan sebuah ancaman untuknya jika membantah. Sebuah ancaman yang membuat Stacy tak bisa berkutik lagi. Aldrich juga sudah menggenggam tangan Stacy dengan erat. Dengan sorot mata yang menatap tajam pada Stacy, dia kemudian menyentuhkan satu tangannya pada wajah Stacy. Jemari yang lantas bergerak mengusap wajah Stacy secara perlahan. "Aku juga sudah tak sabar dengan malam yang akan aku habiskan bersamamu, babe," bisik Aldrich tepat di telinga Stacy. Bisikan yang sensual. Sebuah bisikan yang mampu membuat Stacy bergidik sendiri. Membayangkan dia yang harus melepas keperawanannya malam ini membuat Stacy merasa ngeri. Sekali lagi dia masih tak bisa menerima semua kenyataan ini. Kenyataan jika dia menikah dengan pria yang baru dikenalnya, tujuan pernikahan yang didasari sebuah kontrak untuk menguntungkan satu sama lain. "Shit! Dia datang!" Seru Aldrich saat dia tengah berjalan bersama Stacy. Stacy segera menatap ke arah pandangan Aldrich sekarang. Dimana seorang wanita berambut blonde tengah berjalan dengan mini dress silver yang gemerlap. Stacy hafal wanita itu. Mikayla Adnestter. Seorang News anchor terkenal. Tapi, Stacy sendiri tak tahu apa hubungan wanita itu dengan Aldrich hingga pria itu mengumpat seolah kehadiran Mikayla adalah sebuah bencana. "Happy wedding, Mr. Devoire!" Seru Mika saat dia sudah berdiri tepat di hadapan Aldrich dan Stacy. Dia juga mengulurkan tangannya pada Aldrich dengan senyuman lebar yang ditunjukan. Dimana Stacy sedikitnya paham, kalau itu bukan senyuman yang tulus. Seolah ada maksud lain di balik senyuman itu. "Ow! Selamat juga untukmu, Mrs. Stacy? Ah, atau sekarang mungkin Mrs. Devoire, ya?" Mika mengalihkan uluran tangannya pada Stacy. Namun, belum sempat Stacy meraih uluran tangan itu. Aldrich yang sudah melepaskan genggaman tangannya dari Stacy lantas menarik tangan Mika. Dia membawa wanita itu menjauh dari Stacy. Semua itu hanya mampu membuat Stacy terdiam sembari menatap keduanya yang sudah menjauh. Dan saat itu juga Stacy sadar, ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua. Sesuatu yang mungkin saja tak dibiarkan diketahui oleh Stacy. "Kau memang licik, Aldrich!" *** Pukul dua belas malam. Waktu saat akhirnya pesta berakhir. Dimana Stacy bisa bernafas lega setelah dia telah membersihkan diri dan berganti pakaian. Lingerie kimono berwarna hitam dikenakan Stacy saat ini. Dia sendiri berniat untuk segera mengistirahatkan tubuhnya. Memejamkan mata setelah seharian ini begitu lelah dengan rangkaian acara yang dilakukan. Stacy tak menyangka, jika Aldrich memiliki rekan bisnis yang begitu banyak. "Wow! Aku bahkan belum mandi, tapi sepertinya kau sudah mau menggodaku, ya?" Stacy menoleh pada asal suara. Dimana Aldrich kini telah berdiri di belakangnya, memperhatikan Stacy dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Sebuah gelengan di kepala Stacy ditunjukan. "Pergilah mandi, aku sudah siapkan air hangat untukmu di sana," ucapnya. Sungguh, Stacy memakai lingerie itu tidak bermaksud untuk menggoda Aldrich. Tapi, dia memang sudah terbiasa mengenakan lingerie sebagai pakaian tidurnya. Bukannya mendengarkan apa yang dikatakan Stacy dan menurutinya, Aldrich kini malah mendekat pada Stacy. Dia juga mendekatkan wajahnya pada tubuh Stacy, menghirup aroma yang menguar dari tubuh Stacy. Manis, segar, dan menenangkan. "Aku suka aromanya," ucap Aldrich kemudian. "Aku anggap sebagai pujian. Terima kasih," ucap Stacy tenang. Dia sadar Aldrich menunjukan ketertarikannya pada Stacy. Tentang bagaimana aroma tubuh Stacy, bahkan tubu Stacy sendiri. Aldrich bahkan menatap Stacy seperti wanita itu adalah buruan yang harus segera dia terkam. Meski begitu, Stacy tak terlalu menunjukan kegugupannya. Dia masih bisa berusaha tetap terlihat tenang. "So can I bite you?" Stacy menatap Aldrich dengan kedua alis yang terangkat. Cukup terkejut juga saat Aldrich melemparkan pertanyaan seperti itu. Tanpa ada jawaban yang diberikan Aldrich, kini Stacy sudah dibungkam oleh ci*man yang didaratkan Aldrich pada bibirnya. Sebuah pagutan yang panas dan tergesa. "Eumph—" Stacy berusaha memberontak dsn mendorong tubuh Aldrich, tapi tetap kekuatannya tak sebanding dengan badan kekar Aldrich di sana. Hingga pada akhirnya, Stacy tak bisa lagi melakukan apapun. Dia hanya bisa membiarkan Aldrich melakukan apa yang pria itu inginkan. Sebab kedua pergelangan tangan Stacy juga sudah ditahan oleh kedua tangan Aldrich. "Kau hanya perlu diam, sayang. Be a good girl. Aku akan membawakan surga untukmu," bisik Aldrich saat pagutan mereka sudah dilepaskan. Nafas Stacy terengah, dia terdiam saat merasakan embusan nafas Aldrich pada wajahnya. Wangi mint. Fakta bahwa Aldrich baru saja selesai menikmati rokok mint-nya sebelum datang. "T–tapi aku belum siap ...," ucap Stacy lirih. Bukannya mencoba mengerti Stacy, Aldrich malah menunjukan seringaiannya. Bersamaan dengan tangan yang mulai terlepas dari pergelangan Stacy. Beralih pada wajah wanita itu untuk mengusapnya lembut. "Kau sudah menandatangani kontraknya, Stacy. Aku tak perduli. Aku menginginkanmu malam ini juga. Jatah malam pertamaku," bisik Aldrich sensual tepat di telinga Stacy. Stacy bisa merasakan embusan nafas Aldrich yang menggelitik di telinganya. Belum lagi, saat selanjutnya jemari Aldrich mulai turun menyusuri leher Stacy. Bergerak perlahan hingga memberikan usapan pada collarbone wanita itu, dan berikutnya berhenti untuk mengusap bagian dada Stacy. "Berikan aku jatah malam pertamaku sekarang juga, baby. Dan akan membawamu terbang tinggi,' bisik Aldrich sekali lagi. Lidahnya sudah menggelitik pada telinga Stacy, membuat Stacy menggelinjang geli dengan mata yang perlahan terpejam karenanya. Stacy tidak menyangka jika dia akan benar-benar berakhir di bawah Kungkungan tubuh pria yang telah berstatus sebagai suaminya malam ini. Dimana dia hanya bisa memasrahkan dirinya tanpa mencoba memberontak atau menolak setiap sentuhan yang diberikan Aldrich.Matanya terpejam dengan leher yang sudah dia jenjangkan. Memberikan akses lebih untuk Aldrich dapat menjangkaunya dan memberikan tanda kepemilikannya di sana.Tak hanya itu, sebenarnya Stacy terpejam karena sentuhan jemari Aldrich yang bergerak mengusap di balik underwear yang dia kenakan. Usapan lembut yang sesekali dapat membuat Stacy tak dapat lagi menahan desahannya."Keluarkan saja. Aku lebih suka bercinta dengan berisik," bisik Aldrich seduktif.Kalimat yang berhasil membuat Stacy melenguh hingga punggungnya melengkung. Bersamaan dengan satu jari Aldrich yang sudah menelusup ke dalam celana dalam Stacy dan memasukan jari tengahnya itu pada pusat Stacy."Ahh— s–sakit, Al," lenguh Stacy.Tangannya berusaha menahan lengan Aldrich. Tapi, tentu saja Aldrich sama sekali tak menghentikan apa yang tengah dia lakukan pada pusat tubuh Stacy."Tenang, sayang. Satu jariku hanya sebagai permulaan. Kau akan mendapatkan yang lebih luar biasa daripada satu jari tengahku!"Terdengar mengerikan.
"Berikan anak untukku."Stacy hampir membulatkan matanya sempurna, tak percaya dengan apa yang baru saja Aldrich katakan.Dia tak begitu masalah saat dirinya harus dijadikan sebuah alat untuk perjanjian yang mereka lakukan untuk menguntungkan satu sama lain. Tapi, anak? Sungguh, Stacy memang selalu mengharapkan anak selama ini dan membayangkan jika dia telah menikah dia ingin ada seorang anak yang lucu dan lahir dari rahimnya sendiri.Tapi, kalau begini. Tentu saja tidak! Bagaimana mungkin seorang anak dijadikan sebuah perjanjian? Ini sama saja dengan Stacy juga menjual anaknya pada Aldrich yang pasti akan memberikan penawaran dengan harta yang dia miliki di sana."Tidak. Kita menikah hanya karena sebuah kontrak. Kita tak bisa melibatkan anak yang tidak berdosa pada hubungan seperti ini," ujar Stacy kemudian.Bukannya merasa bersalah karena Stacy berucap demikian, Aldrich kini malah tertawa. Sebelum akhirnya menatap Stacy dengan senyuman miring yang dia tunjukan pada wanita itu."Mema
Aldrich terdiam. Dia terkejut saat Stacy berkata demikian. "Jangan mengira aku sama seperti wanita lainnya, Aldrich!" Stacy kira, dia berhasil membalikan keadaan karena Aldrich sudah terdiam begitu saja. Dia kira mungkin dirinya sudah mampu melawan Aldrich dengan segala keberanian yang dia kumpulan dengan susah payah. Namun semuanya berubah saat Aldrich mencondongkan tubuhnya pada Stacy dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat. "Apa aku ketahuan sekarang?" Dan beberapa detik berikutnya Aldrich lantas malah tertawa hingga terbahak. Membuat Stacy semakin yakin, jika Aldrich memang merencanakan semuanya sejak awal. Stacy merubah raut wajahnya begitu tawa Aldrich terdengar. Sungguh, melihatnya membuat Stacy menjadi ketakutan sendiri. Meski dia masih berusaha untuk tetap terlihat tenang. "You got me, honey?" tanya Aldrich saat dia pada akhirnya menghentikan tawa yang dia lakukan. Tangan Aldrich terulur untuk mengusap pipi Stacy dengan lembut. "Sepertinya, kau memang pintar sek
Tawaran Aldrich yang menggiurkan jelas tak bisa Stacy tolak lagi. Tentang harta, tahta, koneksi, semua hal itu adalah sesuatu yang dibutuhkan Stacy saat ini.Namun, apakah dia mampu menghadapi pria licik seperti Aldrich? Ini sama saja seperti Stacy tengah berhadapan dengan iblis yang berwujud manusia."Jadi, masih tetap ingin melanjutkan?" tanya Aldrich menatap Stacy dengan tatapan yang meremehkan.Stacy sempat menghindari sorot mata Aldrich untuk sejenak. Dia berusaha berpikir dengan baik. Masalahnya, bukan hanya tentang tawaran yang luar biasa, tapi juga soal ancaman Aldrich padanya. Meski jelas, Stacy juga harus mengorbankan banyak hal dari dirinya untuk Aldrich.Dengan kata lain, Stacy memang harus tunduk pada pria itu."Tidak dengan anak!" Seru Stacy kemudian.Dia sudah memikirkannya berkali-kali. Tapi, untuk anak, jawabannya akan tetap tidak. Dia tidak bisa jika harus melibatkan seorang anak di antara mereka."Okay! Tapi, jangan salahkan aku jika aku menikah lagi dan memiliki an
"Siapa wanita yang berbicara berdua denganmu di malam pernikahan kita?"Aldrich sempat terdiam atas pertanyaan Stacy. Sebelum akhirnya dia menunjukan senyuman tipisnya di sana. "Mikayla Adnestter. Kurasa kau pasti pernah melihatnya di televisi. Dia seorang news anchor." "Iya aku tahu itu. Maksudku, apa hubunganmu dengannya? Kenapa kau justru malah membawa Mikayla menjauh dariku malam itu? Bahkan, kalian berbicara begitu lama," jelas Stacy. Dia kembali mengingat malam pernikahan mereka. Dimana Aldrich meninggalkannya begitu saja dengan Mikayla yang dibawanya menjauh sampai berpuluh-puluh menit berlalu."Jangan pernah sekalipun kau berurusan dengannya!" Jawab Aldrich tegas pada Stacy.Raut wajahnya berubah drastis. Aldrich benar-benar menunjukan ketidaksukaannya di sana. Ya, tentang bagaimana tak sukanya dia saat Stacy bertanya tentang wanita itu. Pada faktanya, Aldrich tak ingin membuat Stacy berhadapan dengan Mikayla.Di sana Stacy menjadi semakin yakin bagaimana Aldrich menyembunyik
"K–kau akan menikahinya juga, Aldrich?" Pertanyaan yang dilontarkan Stacy mampu membuat Aldrich mengernyitkan dahinya heran. Dia sama sekali tak mengerti apa yang dimaksudkan wanita itu.Sampai pada akhirnya, Aldrich tertawa dengan begitu nyaring. Tepat saat dia menyadari kesalahpahaman yang telah terjadi di sana. Kesalahpahaman Stacy akan apa yang dia katakan soal Laura."Tidak, Nona Stacy! Bukan begitu!" Seru Laura saat dia juga menyadarinya.Sekarang, Stacy dibuat tambah bingung lagi dengan apa yang tengah terjadi saat Aldrich justru malah mengeluarkan tawanya."Tuan Aldrich, sebaiknya kau segera jelaskan pada Nona Stacy sebelum kesalahpahaman nya semakin jauh lagi," ujar Laura panik pada Aldrich di sana.Mendengar hal itu, Aldrich lantas menghentikan tawanya. Dia juga telah mengesat sudut matanya yang nampak sedikit berair karena tawa yang dia lakukan."Oh God, Stacy! Kenapa kau malah mendadak bodoh? Padahal aku begitu yakin kau itu pintar dan cerdas. Kenapa sama sekali tak bisa
"Ayo pulang," ajak Aldrich dengan tangan yang sudah dia ulurkan pada Stacy.Tak langsung disambut dengan baik uluran tangan yang diberikan Aldrich, kini Stacy sudah menatap pria itu heran. "Pulang? Kau serius?"Sebuah anggukan menjadi jawaban Aldrich."Aldrich, kau benar-benar serius? Kau baru saja sampai beberapa jam yang lalu. Tapi, sekarang kau sudah mengajak pulang? Bukannya bekerja?" tanya Stacy tak percaya."Serius, Stacy. Memangnya apa masalahnya? Aku bisa menyuruh Billy untuk mengerjakan semua sisanya," jawab Aldrich dengan begitu tenang.Sungguh, Stacy tak mengerti. Untuk seseorang yang begitu perfeksionis seperti Stacy, ini terasa tak bisa diterima sama sekali. Apalagi soal pekerjaan. Bagaimana bisa Aldrich dengan santainya mengatakan seperti itu seolah tanpa beban sama sekali?"Gila. Bagaimana bisa kau memiliki perusahaan sebesar ini kalau kerjamu seperti ini?!" Seru Stacy dnegan gelengan di kepalanya.Mendengar itu, Aldrich terkekeh pelan. "Ya tidak setiap hari juga aku se
"Rapihkan dress-mu, Stacy. Kau tidak bisa keluar dengan penampilan yang berantakan."Stacy menoleh pada Aldrich dengan tatapan sinisnya. Bukan lagi sekadar merasa kesal, kini Stacy benar-benar ingin sekali menghantamkan heels yang dia kenakan pada Aldrich. Sayangnya, dia tidak ingin membunuh untuk kali kedua."Memangnya siapa yang membuatku berantakan?!" Kesal Stacy padanya.Bukannya merasa bersalah, Aldrich justru malah terkekeh pelan sembari mengancingkan kemeja yang dia kenakan.Aldrich memang segila itu. Dengan nekatnya pria itu mencumbu Stacy di dalam mobil. Belum lagi dengan tangannya yang meraba ke sana kemari, hingga membuat Stacy harus menyingkap dress yang dia kenakan saat Aldrich membawa dia ke atas pangkuannya.Tentu dengan celana dalam Stacy yang dilepaskan, hingga Aldrich benar-benar memasukan miliknya. Gerakan cepat yang pada akhirnya membuat mereka keluar bersama. Beruntungnya, Aldrich mengenakan pengaman hingga cairannya tidak berantakan.Stscy sampai harus menahan de
"Perkenalkan, ini istriku, Stacylia Frey. Dia yang akan menjadi Presdir sementara untuk menggantikan Pak Yovi."Itulah bagaimana Aldrich memperkenalkan Stacy pada beberapa orang yang sudah duduk di kursinya masing-masing. Sebuah perkenalan yang lantas membuat Stacy harus bersikap elegan sembari tersenyum dan memperkenalkan dirinya sendiri. Seperti yang diinginkan oleh Aldrich, Stacy sedang berusaha untuk menjadi seorang istri yang sempurna, untuk bisnisnya."Duduklah," ucap Aldrich pada Stacy.Stacy mengangguk dengan lembut. Dia pada akhirnya duduk tepat di samping Aldrich. Dan sekali lagi, Stacy tengah berusaha bersikap baik dengan segala manner yang dia miliki. Tak lupa, Stacy juga mencoba untuk terlihat angkuh.Membutuhkan waktu beberapa puluh menit untuk mereka semua membahas beberapa hal tentang perusahaan dan semacamnya. Stacy tak begitu tahu banyak hal tentang itu. Tapi, sedikitnya dia yang sudah paham dengan bisnis sedikit menger
"Karena dengan menjadi istriku, keamananmu adalah nomor satu. Kau tak pernah tahu bahaya yang mungkin akan datang saat menjadi bagian dari diriku."Bisikan yang diberikan Aldrich di telinganya jelas membuat Stacy tidak bisa tenang begitu saja. Jelas yang dikatakan pria itu mampu membuat kecemasan dalam dirinya bangkit. Tidak mungkin Stacy tidak khawatir kalau Aldrich mengatakannya dengan begitu serius.Sebab, di sisi lain, Stacy juga tak pernah benar-benar mengenal bagaimana Aldrich sebenarnya. Bagaimana pria itu menjalani kehidupannya. Meski lelah dengan hidupnya, tapi Stacy juga tidak mau kalau dia harus mati konyol hanya karena telah menjadi istri seorang Christian Aldrich Devoire.Stacy menelan ludahnya sendiri. "Apa orang-orang mencoba memburumu atau semacamnya?" tanya Stacy pada akhirnya.Rasa penasaran dalam dirinya tak bisa dielakkan lagi.Bukannya menjawab, Aldrich justru malah tersenyum dan mengangkat kedua bahunya."Ay
Cukup memalukan untuk Stacy saat Levin berucap demikian. Dimana itu berarti, Levin benar-benar mengetahui apa yang terjadi semalam. Tentang apa yang dia lakukan bersama Aldrich di dalam kamar hingga membuat Stacy melenguh dan mendesah dengan begitu keras. Nyaris seperti jeritan, tepat dengan yang dikatakan oleh Levin.Pun begitu, Stacy sudah mendapati Levin pergi dari mereka. Pria itu sudah berlalu meninggalkan Stacy dan Aldrich di sana. Bahkan, membuat Aldrich bisa merasakan bahunya sengaja ditabrakkan oleh tubuh Levin. Membuat Aldrich ingin sekali memberikan pukulan pada Levin, jika saja Stacy tidak mengalihkan fokusnya."Dari mana? Kenapa tidak mengatakan akan pergi?" tanya Stacy penasaran pada Aldrich.Nyatanya, wanita itu lebih memilih untuk memberikan pertanyaan, daripada membahas apa yang sebelumnya dikatakan oleh Levin."Ada urusan," jawab Aldrich singkat."Kenapa tidak membangunkan aku? Kau malah meninggalkan aku sendiri," ujar S
Stacy cukup terkejut saat dia telah berjalan keluar kamar pagi ini. Dimana dia yang tengah mencari Aldrich yang entah kemana sejak pagi buta, malah menemukan suasana Mansion itu yang sudah rapi. Dengan beberapa pelayan yang ada di sana. Padahal, sebelumnya suasana di sana begitu ramai dan dapat dipastikan jika pagi ini tempat itu akan begitu berantakan.Mungkin, karena memang Aldrich atau entah siapa yang mengurus tempat itu telah mengerahkan puluhan pekerja untuk membereskan semua itu. Hingga akhirnya, semuanya cepat beres dalam waktu singkat. Saat waktu baru menunjukan pukul tujuh pagi."Selamat pagi, Nona Stacy."Sapaan itu terus terdengar selama Stacy berjalan ke sana kemari untuk mencari Aldrich. Ya, itu adalah sapaan dari beberapa pelayan yang berpapasan dengannya selagi dia menyusuri beberapa tempat yang ada di sana."Ya. Apa kau melihat Suamiku?" tanya Stacy saat dia mulai merasa lelah mencari Aldrich ke sana kemari."Ah, Tuan Ald
"Jangan melakukan hal lain selain dengan menuruti perintahku dan menjadi istri yang baik untukku, Stacy. Atau kau, akan terluka. Lebih buruknya, kau mungkin akan mati."Kalau sudah seperti ini, jelas Stacy sudah tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia hanya bisa menjadi seorang wanita yang telah patuh pada suaminya. Ah, atau mungkin lebih tepatnya itu adalah tuannya.Karena Stacy sendiri sadar kalau Aldrich tak benar-benar menganggapnya sebagai istri saja. Nyatanya pria itu juga menganggapnya sebagai seseorang yang bisa dia perbudak di antara bisnis dan urusan ranjangnya."Aku ingin beristirahat," ucap Stacy kemudian. Dia berusaha menghindari Aldrich di sana dengan bangkit dari duduknya.Aldrich malah menunjukan senyumnya pada Stacy yang sudah berdiri dari sampingnya."Memangnya siapa yang mengizinkanmu untuk beristirahat, sayang? Kau bahkan sudah menghabiskan beberapa waktu mu untuk tertidur di kamar Levin," ucap Aldrich dengan jari telunjuk yang sudah bergerak menggaruk pelipisnya yan
Tidak seperti Stacy yang terlihat begitu gelisah mendengar suara Aldrich di luar sana. Levin justru terlihat santai dan tenang-tenang saja, seolah kehadiran Aldrich bukanlah hal yang akan menjadi masalah untuk dirinya. Padahal dari suaranya saja terdengar jelas jika Aldrich tengah berada di dalam sebuah amarah."Tenang saja, jangan khawatirkan apapun. Biar aku yang menjelaskan pada pria itu," ucap Levin saat melihat kekhawatiran Stacy.Dia juga sudah berjalan melewati Stacy di sana. Dimana dia kini telah membukakan pintu kamar tersebut.'Levin, benar-benar tidak merasa takut untuk berhadapan dengan Aldrich?' tanya Stacy dalam hati.Menghela nafasnya dalam, Stacy sempat memejamkan matanya untuk beberapa detik. Dia mempersiapkan diri jika saja Aldrich memarahi dan melemparkan makian padanya."Hai! Lama tidak bertemu, Aldrich. Kakakku!"Stacy kembali dikejutkan dengan hal lain. Kakak, katanya? Stacy sampai harus berpikir dengan baik, dia takut jika memang telinganya salah mendengar Levin
Stacy melangkahkan kakinya ke dalam kamar dengan pintu hitam yang dipilihnya. Dengan perlahan, Stacy lantas melihat-lihat seisi ruangan tersebut. Memperhatikan setiap detail kamar super besar itu.Mungkin, kalau dibandingkan dengan kamar miliknya di rumahnya terdahulu, ini jelas berkali lipat lagi besarnya. Belum lagi dengan barang-barang mewah yang ada di sana. Sepertinya kalau Stacy meminta beberapa persen kekayaan Aldrich saat bercerai nanti saja sudah mampu membuatnya hidup sebagai janda kaya.Ya, janda yang dipenuhi dengan kemewahan dimana dia hanya perlu bersantai di rumahnya tanpa harus kebingungan saat memikirkan bagaimana dia bisa menghidupi dirinya sendiri."Sayangnya, pasti sulit untuk bercerai dengan Aldrich saat kontrak itu masih menjadi ikatan mereka," gumam Stacy.Kalau diperbolehkan untuk memilih juga Stacy sendiri pasti lebih memilih menjadi janda kaya raya daripada harus menjadi istri yang merangkap sebagai budak sekaligus untuk Aldrich si pria penuh kelicikan itu."
Menikmati segelas champagne yang sudah ada di tangannya, Stacy menyesap isi gelas itu untuk yang ke sekian kalinya. Sembari menatap Aldrich yang kini tengah berdiri dengan seseorang yang Stacy yakini adalah salah satu rekan kerjanya.Namun, satu hal yang membuat Stacy bingung di sana adalah Aldrich yang tidak ikut serta membawa Stacy untuk mengobrol dengan pria itu. Padahal sebelumnya Aldrich selalu membawa Stacy dan memperkenalkan dirinya dengan bangga.Sekarang? Stacy malah disuruh menunggu di salah satu meja bundar yang ada di sana. Seorang diri dengan hanya ditemani beberapa makanan dan sebotol champagne mahal itu."Mrs. Stacy?"Stacy menoleh pada asal suara. Seorang pria kini telah berdiri di sampingnya. Sedikit membungkuk dengan sopan ke arah Stacy."Ya? Apa kau mengenalku?" tanya Stacy kebingungan.Pria dengan pakaian yang dipakai para pelayan di sana itu nampak menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Dengan senyuman tipis yang dia tunjukan pada Stacy."Seseorang menitipkan pe
"Mikayla?"Aldrich tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Kejutan yang diberikan Steve mampu membuat dia menatap wanita itu tak percaya. Bersamaan dengan Aldrich yang kini telah menatap Stacy di sampingnya."Ow, Steve. Kau tidak mengatakan Aldrich datang dengan istrinya."Sama seperti Aldrich, Mikayla sendiri kini juga menunjukan raut wajah terkejutnya saat melihat ke arah Aldrich yang tengah duduk bersama Stacy. Meski memang tidak begitu terkejut seperti Aldrich."Ya, aku juga tidak tahu. Mungkin karena pengantin baru, susah berpisah," ujar Steve meledek.Rasanya membuat Stacy semakin tak suka lagi pada pria itu. Nyatanya Steve telah benar-benar membuat Stacy jengkel dengan tingkahnya itu."Tunggu, apa yang sebenarnya kalian—""Rileks, Aldrich. Aku hanya menjadi tamu yang kebetulan dihubungi Steve untuk datang kemari," potong Mikayla dengan senyuman yang dia tunjukan. Dimana selanjutnya dia telah menatap ke arah Stacy."Hai, Stacy. Boleh 'kan aku bergabung di sini?" tanya Mikayla