Setelah kepergian pria misterius. Shenlong dan Huanglong akhirnya datang. Mereka berdua turun dari langit, mungkin mencari dari tempat tinggi. Naga biru segera memeluk Jiu lalu mengecek keadaannya. “Kau baik-baik saja? Aku kaget setengah mati saat kau tiba-tiba menghilang.” Jiu menggaruk pipinya malu. “Maafkan aku, Shenlong. Aku baik-baik saja, kau tidak perlu cemas berlebih!” “Mereka ini siapa?” tanya Huanglong begitu melihat tiga orang terkapar di tanah. Shenlong sontak menoleh. Mata emasnya memperhatikan sekitar, mulai dari kantong koin lalu rambut palsu dan mereka yang terluka. Tidak butuh waktu lama bagi Shenlong untuk memahami situasi. Alhasil matanya berkilat berbahaya dan siap menghabisi tiga pria malang itu. “Berani-beraninya kalian mencuri dan melukai Jiu! Tidak bisa diampuni!” Jiu segera memeluk pinggang Shenlong, berusaha menahan. “Wah! tunggu, tunggu sebentar Shenlong! Kau tidak usah menghajar mereka. Aku sudah mengatasinya sendiri, jadi puji aku!” Manik emas itu
Gemuruh ombak menyapu pesisir pantai putih. Menarik lalu menghempaskannya berulang kali sampai tiga sosok manusia terlihat. Jiu bangkit lebih dulu, batuk berulang kali, tubuhnya basah. Shenlong dan Huanglong menyusul ke luar dari laut. Mereka duduk di atas pasir, mencoba mengatur napas. “Dasar gila! Dia melempar kita begitu saja!” Huanglong meludah, ada butiran pasir di mulut. Shenlong dan Jiu tidak menyahut. Mereka masih diam, berusaha menenangkan debaran jantung. Manik emas pemuda itu melirik ke arah sang gadis. Jiu menggigit bibir bawah, mencengkram pasir di kedua tangan. Sayangnya Huanglong tidak memiliki kepekaan dan mulai mengoceh. “Ini semua tidak akan terjadi, kalau kau tidak memprovokasinya!” Huanglong menghardik kesal. “Mengapa pula kau bawa-bawa namaku? Aku tidak pernah menghina Ying Er. Justru kau yang melakukannya, untuk apa? Menarik dia keluar seperti tadi? Hanya untuk melempar kita kembali?!” “Memang kau punya ide lebih baik?!” Jiu balas membentak. Ia menyisir ram
Angin laut mulai berhembus kencang. Tapi Jiu masih enggan beranjak dari tepi pantai di bawah patung. Ia tidak menyadari. Saat bias mentari mengenai leher pantung Ying Er, sesuatu bersinar lembut di sana. Tidak hanya itu manik coklat Jiu berpendar pelan. Detik kemudian sosok pemuda muncul di belakangnya. “Cih, kau lagi.” Suara berat sedikit serak yang tidak asing. Jiu sontak beranjak dan menoleh ke belakang hanya untuk bertemu Long Wang. Melihat pemuda itu hendak pergi, Jiu berlari dan menahan lengannya. Manik emas menatap ke arahnya tajam seakan ingin membunuhnya. Jiu menelan ludah gugup, tapi dia tidak kunjung melepaskannya. “Aku perlu bicara denganmu,” kata Jiu. Dua pasang mata berbeda warna itu saling tatap. Long Wang seakan meniliknya lamat-lamat, mencari sesuatu di sana. Sampai akhirnya pemuda itu mengangguk paham dan Jiu melepaskannya. “Katakan... Mengapa aku perlu membuang waktuku untukmu?” Jiu menelan ludah gugup. “Aku bukan berasal dari dunia ini,” ungkapnya. Tatapan
Pintu berdaun dua berwarna putih terbuka setengah. Seorang anak laki-laki sekitar sepuluh tahun dengan rambut coklat bermata hitam. Masuk sambil membawa nampan penuh makanan dan seteko teh. Bocah manis itu berjalan lurus, menuju arah lukisan besar seorang gadis muda cantik. Di bawah lukisan itu, seorang pemuda berambut dan baju hitam tengah tertidur lelap. Ia tidur sambil bersandar, nampak letih dan kesepian. Xiao Jian menaruh nampan di atas meja berkaki pendek, lalu berjalan menghampiri. Ia duduk berjongkok, menepuk pelan sang penguasa Laut Lemin Gang. Mencoba membangunkan tuannya. “Tuan, Tuan Long Wang… Bangunlah, Tuanku.” Guncangan pelan itu berhasil membangunkan Long Wang. Bulu matanya yang panjang bersama mata emas itu terbuka perlahan. Visual dari sang naga lautan begitu indah sekaligus misterius di waktu bersamaan. “Xiao Jian…” Long Wang mengerjap beberapa kali. Setelah sepenuhnya sadar, ia melihat sekitar dan tertawa tanpa suara. “Lagi-lagi aku tertidur di sini.” “T
Long Wang tiba di Kota Xiantao saat matahari baru beranjak naik. Ia berkeliling kota tanpa khawatir ada yang mengenali. Mengingat sudah ratusan tahun lamanya pemuda itu tidak berkunjung. Berjalan di tengah keramaian, mendengar para pedagang menjajakan dagangannya. Melihat anak-anak berlari riang, sampai kumpulan ibu-ibu dan bapak-bapak asyik mengobrol. Kota ini damai. Mereka berhasil menutupi krisis sumber daya alam yang telah dibuat Long Wang. Manik emas itu berkilat tidak suka, haruskah ia membuat musibah lebih buruk dari ini? “Sayangnya, dewa hanya menyuruhku membuat satu bencana.” Long Wang bergumam pelan. Pemuda itu melangkahkan kakinya menuju ke salah satu penginapan. Bangunan berlantai dua yang cukup terkenal dikalangan ini. Disinilah tempat salah satu seorang gadis yang membuatnya dilema. Long Wang berdiri disalah satu kedai, berusaha membuat dirinya tidak mencolok. Tidak lama kemudian, pintu penginapan itu terbuka. Shi Jiu keluar dari sana sambil menguap lebar. Sungguh
Udara dingin dari lautan mulai terasa ketika tirai birunya langit berganti senja. Di atas patung Ying Er, tepatnya di telapak tangan. Long Wang duduk menikmati hembusan angin serta menikmati datangnya petang. Mata emas itu memandang jauh, membiarkan isi kepalanya mengingat kejadian tadi siang. Gadis pendatang yang tidak tahu apa-apa. Berdoa penuh harap, untuk keegoisannya semata. Meski begitu, sang naga tidak kuasa menahan jengkel. Hilang sudah nafsu makan yang sengaja ia buat demi kesopanan. Suara pintu tempat makan yang dibuka kasar. Langkah lebar miliknya serta lari kecil Ying Er berusaha menyusul. Tanpa menghabiskan makan siangnya, Long Wang memilih pergi. “Mengapa tiba-tiba, Tuan pergi?” Ying Er berusaha menyusul. “Mengapa Anda marah, Tuan? Apakah ada kata-kataku yang menyinggung, Tuan? Jika benar, maafkan saya, Tuan Long Wang.”Tidak ada yang salah dari doa yang dipanjatkan Ying Er. Tetapi dirinya yang merupakan naga pemberi berkah sekaligus bencana. Tidak sanggup mendengar pe
Suara pintu penginapan yang dibuka perlahan terdengar samar. Suara langkah memasuki kamar berukuran sedang. Dengan jendela berdaun dua yang langsung menghadap ke jalanan kota. Tanpa repot-repot menyalakan lampu tidur, Jiu membaringkan tubuhnya. Manik coklat itu memandang plafon kamar penginapan. Helaan napas berat terdengar. “Hari ini banyak sekali yang terjadi. Kepalaku rasanya mau pecah karena informasi yang datang tanpa henti.” Jiu menghentakan kaki ke udara. “Krisis Sumber Daya Alam sebagai bencana dari naga lautan. Long Wang dan Ying Er yang mengenal satu sama lain, namun hubungan mereka ternyata buruk.” “Dan … kebenaran dari cerita Legenda Long Wang.” Jiu mengembungkan pipi, kedua alisnya menukik tajam. “Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku, Author?!” Ia membuang napas kasar, lalu memiringkan badan. “Sial, omonganku seakan aku ini karakter di dunia novel saja.” Isi kepala Jiu mulai menata kembali ingatan acak mengenai kejadian hari ini. Sayangnya, file pertama yang dipu
Sebelum matahari semakin naik, rombongan Jiu sudah berpencar sesuai rute masing-masing. Tujuan pertama Shenlong adalah Pasar Antik Panjiayuan. Tempat itu terkenal sebagai surganya barang antik. Para pedagang dari segala penjuru kota berkumpul di sana. Mereka semua berkumpul di satu distrik dan dipisahkan perbangunan. Dindingnya berwarna hitam mengkilat, berpadu genteng merah, dan ukiran emas. Begitu sampai di sana, keramaian menyambut sang naga. Banyak pengunjung datang untuk sekedar melihat-lihat. Ada pula memang kolektor barang antik. Manik emas Shenlong menyisir setiap barang-barang yang dipajang. Mulai dari kumpulan guci porselen berbagai warna dan motif. Jam saku tua berwarna merah dengan rantai dan hiasan batu. “Tuan, bisa aku melihat barang itu?” Shenlong menunjuk jam saku pada seorang wanita tua. Pemilik segera mengambil dan menyerahkannya pada Shenlong. “Anda memiliki mata yang bagus, Adik. Ini adalah jam saku dari dua abad yang lalu. DIkatakan bahwa pemiliknya adalah s