Beranda / Fiksi Remaja / The Fallen Servants of Allah / Chapter 2 : Lomba Fun Archery ???

Share

Chapter 2 : Lomba Fun Archery ???

last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-19 22:11:28

"Don, bilangin ke yang lain besok kita gak usah berangkat," kata Jaki.

"Oke, siap," kata Doni.

"Gue tadi gagal," ungkap Jaki.

"Lagian loe frontal banget. Coba gunain strategi. Kejahatan sekalipun harus rapi dan terencana," kata Doni.

"Ya, besok gue bakal gunain strategi," kata Jaki.

Tunggu dulu, semua itu dimulai dari pagi tadi.

“Hei, hati-hati ntar jatuh!” teriak Zein dari kejauhan saat melihat Rina berlari.

“Zein, emang loe tahu siapa dia?” tanya Philip.

“Ya tahu lah, dia itu kan...” ucapan Zein terpotong.

Roy menutup mulut Zein.

“Ada apa ini?” tanya Philip keheranan.

“Nggak ada apa-apa, ayo lanjut,” kata Roy yang ingin menutupi sesuatu.

Rina yang terus berlari kini tiba di asrama. Dia bergegas masuk ke kamar dan mencari buku yang ia tinggalkan. Saat sedang dia sibuk mencari buku yang dimaksud, Ai ikut membantunya yang terlihat begitu cemas. Buku yang dimaksud baru ditemukan beberapa menit setelah keduanya mencari.

“Nanti jangan ketinggalan lagi, ya, Kak,” kata Ai pada Rina.

“Iya, Ai,” jawab Rina.

Sementara itu, Aizha yang menunggu Rina di gerbang terus melihat jam tangan yang ia gunakan di tangan kanannya. Tak lama kemudian, datanglah Rina yang sudah membawa buku yang dia tinggalkan di asrama. Kemudian, keduanya pun pergi keluar area Pondok Pesantren Al-Karimah untuk menunggu angkot di jalan raya. Mereka menaiki angkot yang berjalan tak terlalu cepat sehingga 30 menit kemudian mereka baru tiba di kampus.

Setelah tiba di kampus, Aizha dan Rina disapa oleh salah satu teman sekelas mereka yaitu, Tazkia. Dia memberi tahu bahwa Rina terpilih menjadi petugas upacara di Hari Kemerdekaan nanti. Mendengar kabar ini Rina merasa senang. Sejak SMP Rina memang aktif di ekstrakurikuler Paskibra. Aizha yang melihat Rina merasa senang pun tersenyum ikut merasa senang.

“Latihannya mulai kapan?” tanya Rina.

“Nanti diinformasikan lagi. Yang penting sekarang kamu udah tahu kalau kamu ditunjuk,” jawab Tazkia.

“Ini luar biasa. Aku harus bisa tampil maksimal nanti,” kata Rina.

Setelah bercakap dengan Tazkia, Aizha dan Rina pun memasuki area kampus.

Di kampus ini, Aizha dan Rina memilih jurusan Agama Islam, sedangkan Zein memilih jurusan Teknik Informatika, Philip memilih jurusan Arsitektur dan Roy memilih jurusan Teknik Mesin. Mereka memang memiliki minat dan bakat yang berbeda sehingga memilih jurusan-jurusan yang berbeda, terkecuali Aizha dan Rina.

Saat Aizha dan Rina berjalan menuju kelas mereka, mereka berdua berjalan melewati sekelompok mahasiswa yang sedang duduk. Salah satu dari mereka bernama Jaki. Jaki terus saja menatap ke arah Aizha setelah dia melewatinya. Jaki pun berdiskusi kepada semua temannya tentang dua mahasiswi yang baru saja lewat itu.

"Yang baru lewat itu lumayan juga," kata Jaki.

“Iya, Jak. Yang di samping kiri itu, 'kan?” kata Doni menunjuk Aizha.

“Kalau gak salah, dia itu temen lama adek gue, Don,” kata Jaki pada Doni.

“Gue tahu orang itu. Dia anak kiyai pimpinan Pondok Pesantren Al-Karimah,” kata teman Jaki yang lain.

“Dia anak kiyai? kalau loe ngejar dia, loe gak mungkin berhasil, Jak,” ujar Doni.

“Kalau gue berhasil, loe mau apa?” tanya Jaki.

“Motor gue jadi milik loe,” jawab Doni.

“Oke, loe nantangin gue, ya?” tanya Jaki kembali.

“Gini aja, kalau loe berhasil dapetin dia, motor gue jadi milik loe. Namun, kalau loe gagal, motor loe jadi milik gue,” kata Doni menantang Jaki.

“Oke, siapa takut. Gue terima tantangan loe,” kata Jaki penuh percaya diri.

“Dan ingat, mungkin loe tahu apa maksud dari kata 'dapetin' dari gue tadi,” kata Doni menunjukkan ekspresi kejahatan.

“Ya, gue tahu lah,” kata Jaki yang menunjukkan ekspresi kejahatan.

Saat istirahat tiba Tazkia mengajak Rina, Aizha untuk pergi ke kantin bersama. Aizha dan yang lainnya melihat ada anak kecil seumuran anak SD sedang berjualan ketika mereka sampai di kantin. Dia merasa heran karena baru kali ini dia melihat ada anak kecil berjualan di kampus ini. Anak itu pun datang menghampiri Aizha untuk menawarkan barang dagangannya.

“Kak, mau beli, Kak?” tanya anak itu.

“Emang kamu jualan apa aja?” tanya Aizha sambil memegangi pundak anak itu.

“Aku jualan roti isi, Kak,” jawabnya sambil memperilhatkan berbagai varian rasa roti isi yang dia jual.

“Oh, roti isi, ya. kalian mau beli gak?” tanya Aizha pada teman-temanya.

“Aku mau satu, Aiz, ” jawab Rina.

“Nah, ini kakak beli satu sama teman kakak juga beli satu,” kata Aizha sambil memberikan uang miliknya dan Rina.

“Ayo, dipilih dulu, Kak,” anjur anak itu pada Aizha dan Rina.

“Iya-iya, kakak pilih dulu, ya,” jawab Aizha dengan nada lembut.

Aizha memilih roti rasa cokelat, sedangkan Rina rasa nanas.

"Kamu mau pada beli gak?” tanya Aizha pada Tazkia.

“Tadinya sih mau beli mie ayam, tapi ya sudahlah,” jawab Tazkia.

Tazkia akhirnya mau membeli barang dagangan anak kecil itu.

“Dek, kakak boleh nanya gak?” tanya Aizha.

“Tanya apa, Kak?” anak kecil itu berbalik tanya.

“Kamu kok hari ini gak sekolah emangnya kenapa?” Aizha menatap anak itu.

“Hari ini saya lagi bantu-bantu dulu buat cari uang, Kak,” jawab anak itu.

“Emang ayah kamu kerja apa?” tanya Rina pada anam itu.

“Ayah saya udah meninggal, Kak. Ibu saya juga.” Air matanya berlinang.

“Innalillahi,” ucap Aizha.

“Kamu yang sabar, ya,” ucap Tazkia.

“Terus sekarang kamu tinggal sama siapa?” tanya Aizha.

“Sekarang saya tinggal sama nenek. Nenek saya biasa jualan keliling, tapi sekarang dia sakit jadi, saya yang ngegantiin dulu,” ungkap anak itu.

Mendengar kata-kata anak kecil itu Aizha langsung memeluknya dengan erat.

“Kalau nenek kamu udah sembuh kamu harus rajin sekolah, ya. Biar nanti kamu bisa mengangkat derajat orangtua kamu. Terus kamu jangan lupa buat ngedo’ain orangtua kamu yang sudah meninggal,” kata Aizha memberi motivasi

“Iya, Kak,” jawab anak kecil itu.

“Melihat kamu kakak jadi teringat sama adik kakak yang masih kecil,” kata Aizha.

Setelah Aizha, Rina, Tazkia membeli roti isi yang dia jual, anak itu pun pergi membawa dagangannya ke tempat lain dengan penuh semangat. Melihat hal ini Aizha juga tersenyum ikut bahagia. Tazkia mengajak Aizha dan Rina untuk duduk dan memakan roti isi yang sudah mereka beli. Setelah dicicipi, ternyata roti yang mereka makan benar-benar enak. Tazkia yang lebih memilih roti ketibang mie ayam yang dia inginkan pun merasa tak sia-sia membelinya.

Di tengah mereka sedang asyik memakan makanan yang mereka miliki datang seorang perempuan berjalan dengan penuh kesombongan. Dia mengatakan bahwa mereka semua orang udik karena memakan roti murah saja ekspresinya sudah kelihatan bahagia sekali. Namun, Aizha dan yang lainnya tetap berusaha untuk menahan diri dari kata-kata hinaan itu.

Perempuan itu bernama Arinah, salah satu kawan lama Aizha, tapi dia berbeda dengan yang lain. Dia lebih cenderung memusuhinya dan merasa lebih baik darinya. Dia menunjukkan suatu brosur pada Aizha.

“Nih lihat,” kata Arinah sambil menunjukkan brosur tersebut.

“Oh, event lomba panahan, ya?” tanya Aizha.

“Iya, nama perlombaannya Fun Archery. Gue yakin loe pasti mau ikutan, cuma gue pengen loe ikut kategori recurve bow advance level sama kayak gue. Jarak sasaran 80 meter untuk tingkat umum,” anjur Arinah.

Recurve bow advance level, jarak sasaran 80 meter? tanya Aizha.

"Maksudnya mungkin recurve bow advance itu FITA recurve. Loe pasti tahu sendirilah. Kategori ini dibuat jauh lebih menantang dengan jarak yang lebih jauh dari kategori lain. Loe bisa baca di brosurnya,” jelas Arinah.

Aizha pun membaca brosur itu dengan teliti.

"Gue mau loe ikut lomba ini di kategori recurve bow advance level sama kayak gue. Kalau loe menang, gue akui loe memang pemanah yang hebat, tapi jika loe kalah, loe berarti cuma pemanah amatir yang kebetulan lagi beruntung aja waktu loe bisa ngalahin gue dan terbukti gue lebih dari loe," kata Arinah dengan penuh keyakinan.

“Aizha, gak ada salahnya kamu coba ikut di perlombaan itu. Kamu pasti bisa. Kalahin mulut sombongnya si Arinah,” kata Tazkia dengan ekspresi yang kesal.

“Iya, Aizha. Gak ada salahnya kamu coba sesuatu yang baru di bidang panahan,” ucap Rina mendukung Aizha.

Aizha pun terdiam sejenak untuk mempertimbangkan ajakan Arinah.

"Malah diem," kata Arinah.

"Para anggota AAC harus tahu tentang hal ini. Insya Allah, akan ada beberapa orang yang ikut berpartisipasi di perlombaan ini,” jelas Aizha.

“Apa loe termasuk di dalamnya?” tanya Arinah.

“Insya Allah, aku ikut. Lagipula, setelah dipikir-pikir mungkin seru juga kalau coba recurve advance di perlombaan ini. Jadi, mungkin aku akan ikut di kategori itu,” jawab Aizha.

“Kalau begitu, gue tunggu loe diperlombaan nanti,” ucap Arinah.

Arinah sangat ingin bersaing dengan Aizha di bidang panahan. Perlombaan panahan Fun Archery akan diselenggarakan pada tanggal 23 Agustus 2001. Masih ada waktu bagi Aizha untuk berlatih agar dapat berpartisipasi dalam perlombaan nanti. Dia akan bertemu dengan para pemanah dengan kemampuan yang handal di perlombaan nanti.

Saat tiba waktunya untuk pulang, Aizha dan Rina bertemu dengan dua orang mahasiswa yang terlihat sedang mengunggu mereka ketika dalam perjalanan dalam perjalanan. Mereka adalah Jaki dan satu orang temannya. Jaki tiba-tiba memberikan sebuah karangan bunga yang ia rangkai sendiri. Aizha merasa keheranan dengan sikap Jaki yang seperti itu.

“Maksudnya, apa ini?” tanya Aizha.

“Ini hadiah yang spesial dari lubuk hati aku,” jawab Jaki.

“Maaf, tapi kayaknya saya gak bisa terima ini,” kata Aizha.

“Lho, kenapa?” tanya Jaki.

Naluri Aizha merasakan ada yang aneh.

“Pokoknya saya tidak bisa terima,” jawab Aizha.

Aizha mengajak Rina untuk segera pergi dari sana.

“Tunggu, aku anterin kamu sampai ke rumah kamu,” kata Jaki.

“Terima kasih, tapi gak usah,” jawab Aizha seraya menarik tangan Rina.

Aizha dan Rina lekas pergi.

“Jak, bener kata Doni dapetin dia gak akan mudah,” kata teman Jaki.

“Terpaksa gue pake cara ini,” kata Jaki seraya menyusul Aizha.

Jaki pun mencengkram tangan kanan Aizha dengan kedua tangannya dan menarik-nariknya. Dia berusaha untuk melepaskan cengkraman Jaki yang begitu kuat itu. Dari belakang pun Rina berusaha untuk membantunya, tapi teman Jaki malah mendorong Rina sehingga ia jatuh tersungkur.

Secara spontan Aizha pun menginjak kaki Jaki dan dengan kuat menarik tangannya yang dicengkram. Akhirnya, ia berhasil lepas dari Jaki. Dia berlari untuk menolong Rina yang terjatuh. Teman Jaki berusaha untuk menghalangi, tapi Aizha tetap berhasil lolos. Dia pun memangku tubuh Rina yang tadinya tergeletak.

“Kalian sudah keterlaluan. Maksud kalian apa sebenarnya?” tanya Aizha dengan nada tegas.

Jaki dan temannya hanya terdiam.

“Jangan karena kalian merasa punya fisik yang kuat, kalian jadi seperti ini. Kalau kalian merasa memiliki kemampuan fisik yang kuat, harusnya kalian gunakan untuk membantu dan melindungi bukan menyakiti yang tak bersalah,” jelas Aizha.

“Beneran anak kiyai ini mah, hahaha pinter ceramah,” kata Jaki.

“Woy, bocah!” teriak seseorang.

Jaki dan temannya pun menoleh ke arah suara itu. Terlihat ada tiga orang laki-laki berdiri. Mereka adalah Roy, Philip dan Zein. Jaki merasa tak suka dengan perkataan orang yang dianggapnya sedang mencari masalah dengannya. Sepertinya akan ada perkelahian antara mereka. Philip berjalan ke arah Jaki dan temannya, sedangkan Zein dan Roy menyusul dari belakang. 

“Loe bilang apa barusan?” tanya Jaki dengan nada sinis.

“Hahaha, gue baru tahu kalau loe budek, Jak,” jawab Philip.

“Loe jangan sembarangan kalau ngomong, ya,” lanjut Jaki

“Habis tuh, kenapa loe malah nanya? udah jelas-jelas gue tadi teriak kenceng banget,” ucap Philip.

“Lagian loe apa-apaan kayak gitu, Jak? kayak orang immoral aja,” ucap Zein yang ingin ikut bicara.

“Terus, apa masalahnya sama loe pada? kenapa loe pada malah ikut campur?” tanya Jaki kepada mereka bertiga.

“Jaki, Aizha perempuan baik-baik, dia juga teman satu pondok pesantren kita. Jadi, gak mungkin kita ngebiarin dia diganggu sama orang kayak loe,” jawab Roy ikut bicara.

Roy sebenarnya geram melihat Rina terjatuh, tapi ia terus menahannya.

Ketika para laki-laki itu sedang berdebat hebat, terpikir oleh Aizha bahwa ini adalah kesempatan untuk pergi menyelamatkan dirinya dan Rina. Aizha pun mengangkat tubuh Rina dan menyuruhnya untuk bersama melangkah kaki dengan perlahan kebelakang.

Philip melihat dengan jelas pergerakan Aizha dan Rina sehingga dia sengaja mencari topik pembicaraan agar Jaki terfokus padanya. Jaki terus mengobrol dan tak melihat ke arah Aizha dan Rina yang ingin menyelamatkan diri. Perlahan Aizha dan Rina berhasil kabur.

Jaki mulai menyadari bahwa ia terkecoh oleh Philip sehingga dia menoleh ke belakang untuk kembali melihat Aizha. Namun, ternyata Aizha sudah tidak ada. Jaki semakin kesal setelah mengentahui Aizha sudah tidak ada di belakangnya.

Situasi semakin memanas, Jaki pun melampiaskan amarahnya dengan memukul wajah Zein sehingga dia terjatuh. Roy dan Philip merasa tak terima melihat hal ini. Mereka pun menyerang balik kepada Jaki hingga akhirnya terjadilah perkelahian. Aksi saling pukul terus-menerus dilakukan oleh mereka hingga beberapa lama kemudian datang seorang dosen melihat kejadian ini. 

“Hei, ada apa ini? sudah berhenti,” ucap pak dosen dengan tegas.

Mereka pun menghentikan aksi yang mereka lakukan.

"Ada apa ini sebenarnya? kalian sampai berkelahi di tempat seperti ini," ujar pak dosen.

“Mereka yang mulai duluan, Pak. Tadi dia mengganggu dua mahasiswi yang satu pondok pesantren sama kita, Aizha juga Rina,” kata Zein menunjuk Jaki dan temannya.

“Aizha sama Rina? Ya udah, kita selesaikan masalah ini secara berunding. Semua yang ada di sini harus ikut, kalau perlu panggil dua mahasiswi itu kita selesaikan di ruang konseling,” anjur dosen.

“Mungkin mereka udah pulang, Pak. Tadi mereka kabur dari dua orang ini,” kata Philip.

“Kalau begitu, kita selesaikan masalah ini besok. Karena kalau sekarang, kurang saksinya. Saya juga lagi banyak urusan. Saya ingin tahu seperti apa latar belakang kejadian ini. Sekarang kalian boleh pulang, tapi jika saya dengar kalian berkelahi lagi di jalan, kalian akan dapat hukuman berat karena sudah mencoreng almamater kampus,” jelas dosen itu dengan tegas

Sementara itu, dalam mobil angkot.

“Aiz, kamu kenapa ngelamun aja?” tanya Rina.

“Rin, kira-kira apa yang terjadi sama mereka, ya?” Aizha berbalik tanya.

“Oh, jadi kamu mikirin mereka,” kata Rina.

“Iya, mereka udah mau bantu kita tadi,” kata Aizha.

“Ya udah, kita do'ain aja supaya mereka gak apa-apa,” kata Rina.

“Aamiin,” ucap Aizha.

Saat sampai ke Pondok Pesantren Al-Karimah, Aizha dan Rina mendapatkan waktu istirahat serta jatah makan siang. Saat di asrama, Aizha memberitahu Anisa dan Safitri yang juga anggota Al-Karimah Archery Club tentang event perlombaan Fun Archery. Dia juga bermaksud mengajak mereka di kategori recurve advance.

“Wah, di brosur ini disebutkan kalau anak yatim piatu digratiskan,” kata Safitri.

“Berarti Safitri gak usah mikirin biaya pendaftaran,” kata Anisa.

“Iya, gimana? apa kalian mau ikutan di kategori recurve advance? Jarak sasaran 80 meter seperti yang tertulis di brosur. Untuk compound jaraknya 55 meter,” tanya Aizha.

“Selama satu tahun latihan aku jarang memperhatikan jenis busur lain, tapi soal busur recurve agak tahu sedikit,” ungkap Anisa.

“Iya, itu bisa dimaklum soalnya busur yang sering kita pakai cuma compound, tapi kita harus bersyukur kalau kita bisa latihan dengan busur compound yang kualitasnya sangat bagus,” kata Aizha.

“Kayaknya seru juga kalau kita coba ikutan kategori recurve advance di Fun Archery. Jarak jauh yang dikonsepkan panitia agak menantang, tapi kan busur inventaris milik Al-Karimah cuma compound,” ungkap Safitri.

“Kalau soal busur, mungkin kita bisa pinjam dari pelatih,” kata Aizha.

“Iya, benar,” kata Anisa.

"Iya, kalau itu gimana baiknya aja,” kata Safitri.

“Ya udah, Aizha. Kayaknya kita coba aja ikut kategori recurve advance di perlombaan ini,” ujar Anisa.

“Oh, iya. Nanti aku akan bilang sama pelatih,” ucap Aizha.

"Para anggota putra juga harus tahu tentang perlombaan ini," kata Anisa.

"Iya, Nanti kita informasikan," kata Aizha.

"Biar aku aja yang bilang sama Yordansyah nanti," kata Anisa.

Dimulai dari pukul 14:00 WIB mereka pun harus mengikuti agenda yang sudah di terapkan di Pondok Pesantren Al-Karimah. Mengaji Al-Qur'an, shalat berjama'ah ashar dan pengkajian kitab ilmu akhlak adalah agenda sore hari bagi Aizha dan semua santri yang ada.

“Zein, apa loe udah kasih tahu sama Aizha juga Rina?” tanya Roy saat diruang belajar.

“Oh, iya. Gue lupa. Ntarlah, pas di mesjid waktu maghrib nanti gue kasih tahu sama mereka,” jawab Zein.

“Oh, ya udah kalau gitu,” kata Roy.

Tak lama kemudian, datang seorang ustadz yang khendak memulai pembelajaran.

Sehabis pengkajian kitab ilmu akhlak, para santri mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat maghrib berjama’ah dilanjut dzikir berjama’ah serta memperlajari tajwid Al-Qur'an. Aizha pun mengajak Rina untuk menunggu waktu maghrib datang dengan beritikaf di mesjid. Setelah mempersiapkan diri, mereka pun pergi bersama menuju mesjid.

Orang-orang melihat Zein sedang berjalan menuju mesjid menggunakan kacamata berwarna hitam. Dia berusaha untuk menyembunyikan luka memar akibat pukulan dari Jaki tadi siang. Untuk mencari perhatian dari orang-orang di sekitarnya, Zein pun mempragakan gaya yang menurutnya keren.

“Heyo, kawan-kawan. Apa kabar kalian semua?” ucap Zein sambil mempragakan gaya.

Saat sedang berjalan tak sengaja menabrak salah satu ustadz.

“Maaf, pak ustadz. Gak sengaja,” kata Zein.

“Iya, tapi lain kali hati-hati kalau berjalan. Kamu kok pake kacamata?” tanya ustadz.

“Oh, biar keren aja kelihatannya. Saya Zein Abdurahman,” kata Zein sambil bergaya.

Tiba-tiba Roy melepas kacamata yang dipakai Zein.

“Astaghfirullah, Zein. Mata kamu kenapa?” tanya ustadz.

“Oh, ini saya tadi siang….”

“Dia ditonjok orang sampai K.O., Pak ustadz.” Roy memotong ucapan Zein.

“Kenapa bisa gitu? kalian ini, baru juga beberapa hari kuliah udah kayak gini,” ungkap ustadz.

“Ceritanya panjang, Pak ustadz. Kalau cerita sekarang, kayaknya gak bisa,” jawab Roy.

“Oh, ya sudah kalau begitu, ayo kita ke mesjid saja,” ajak ustadz.

“Siap, Pak ustadz,” kata Roy dan Zein serempak.

Mereka pun pergi menuju mesjid.

“Zein, Roy, tunggu!” teriak Philip dari kejauhan.

Saat memasuki mesjid Zein dan yang lainnya berjumpa dengan Aizha dan Rina. Zein pun menyampaikan pada Aizha dan Rina bahwa besok mereka harus datang ke ruangan konseling. Zein juga menceritakan apa yang mereka alami tadi siang pada Aizha dan Rina.

Di luar, langit terlihat berwarna biru gelap pertanda waktu maghrib akan tiba. Tak lama kemudian, terdengar seorang muadzin mengumandangkan adzan. Perlahan mesjid pun mulai dipenuhi oleh warga Pondok Pesantren Al-karimah yang khendak melaksanakan ibadah sebagai agenda rutin di sini.

Pada pukul 09:00 WIB, para santri diperbolehkan untuk beristirhat agar bisa menjalankan esok pagi dengan baik. 

Sebelum merebahkan diri di tempat tidur, Aizha dan Rina pun berbincang.

"Aizha, tampaknya bulan Agustus nanti kita sama-sama punya kegiatan yang menarik bagi kita masing-masing," kata Rina yang mengajak Aizha untuk mengobrol.

"Iya, aku mau ke ikut Fun Archery dan kamu bakalan petugas pengibar bendera," kata Aizha.

"Ya semoga saja kita bisa sukses di masing-masing hal yang akan kita lakukan," kata Rina.

"Aamiin," ucap Aizha.

Di tempat lain, Jaki menelpon Doni.

"Don, bilangin ke yang lain besok kita gak usah berangkat," kata Jaki.

"Oke, siap," kata Doni.

"Gue tadi gagal," ungkap Jaki.

"Lagian loe frontal banget. Coba gunain strategi. Kejahatan sekalipun harus rapi dan terencana," kata Doni.

"Ya, besok gue bakal gunain strategi," kata Jaki.

Bersambung…

Bab terkait

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 3 : Jadikan dia sebagai motivasi

    "Kira-kira cara apa yang bakal loe lakuin, Jak?" tanya Doni. "Yang pasti gue bakal bikin dia kayak perempuan lain yang jadi korban gue dulu!" tegas Jaki. Tit... Tit... Tit... Alarm berbunyi pada pukul 03:30 WIB. Di luar asrama terlihat langit yang masih berwarna gelap, suhu udara pun terasa begitu sejuk serta terdengar pula suara ayam jantan terus berkokok. Karena tak kuat dengan hawa dingin, Ai meminta Aizha, Rina dan Nurul untuk menunggunya. Dia pun kembali ke kamarnya untuk mengambil baju hangat yang dia miliki. Dia kembali keluar asrama setelah memakai baju hangatnya miliknya. Mereka berempat pun kembali melangkahkan kaki mereka menuju mesjid. Setelah melaksanakan semua agenda pagi selaku santri, seperti biasa Aizha dan Rina pun bersiap untuk berangkat ke kampus bersama. Saat berjalan mendekati gerbang, mereka diklaksoni oleh mobil hitam milik Pondok Pesantren Al-Karimah. Dari dalam mobil terlihat Abi Salman menengok keluar. Abi Salman mem

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-28
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 4 : Nasihat kebaikan

    “Rin, kayaknya itu Jaki,” ucap Aizha sambil menunjuk ke seseorang. Tampaknya Aizha mulai menyadari ada yang membuntuti mereka. “Apa? Jaki? di mana?” tanya Rina. “Itu yang lagi naik motor,” jawab Aizha. “Apa kamu yakin kalau itu Jaki? mungkin aja itu orang lain yang motornya sama kayak motor Jaki,” ujar Rina. “Nggak, Rin. Aku yakin itu Jaki,” kata Aizha mulai cemas. “Ada apa, Neng?” tanya sopir angkot. “Itu orang yang waktu kemarin ganggu kita. Sekarang dia juga mungkin mau ganggu kita lagi,” jawab Aizha. “Ya udah, tenang, Neng. Abang bakal cari cara agar bisa ngehindar dari dia,” kata sopir angkot. Jaki juga tampaknya mengetahui kehadirannya mulai disadari Aizha. Hal ini dibuktikan dengan mobil angkot itu mempercepat lajunya. Jaki tak ingin dirinya tertinggal oleh mobil angkot itu. Dia pun mengemudikan motornya untuk bisa mendekati pintu depan. “Woy, berhenti, loe!” kata Jaki pada sopir angkot sambil men

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 5 : Tawa jahat mereka

    Zein merasa telah dipermalukan oleh orang-orang itu. Mereka semua menertawakannya karena tendangan yang meleset itu. Sudah dua kali Zein ditertawakan akibat kemampuannya yang tidak bagus. Pertama kalinya adalah waktu shubuh pagi tadi. Pukul 04:35 WIB. Adzan shubuh kali ini dikumandangkan oleh Zein. Suaranya yang terdengar pas-pasan membuat orang yang mendengarkan ingin tertawa. Namun, melihat keberanian Zein orang-orang berusaha untuk menahan tawa mereka. Lagipula, suara adzan bukan suara yang tidak patut ditertawakan siapa pun muadzinnya. Setelah Zein selesai mengumandangkan adzan, dia hanya duduk dan tertunduk karena malu. Dia mendengar ada beberapa santri awwaliyah putra yang duduk di dekatnya menertawakan dirinya. Tiga menit menjelang iqamah semua santri melantukan syair shalawat bersama. Zein hanya terdiam karena dia tak mau hal ini sama ketika mengumandangkan adzan tadi. Pagi pukul 05:30 WIB, Jaki masih tertidur pulas di kam

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-07
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 6 : Semangat hidup baru

    Jaki dan juga yang lainnya singgah ke kantin. "Kemarin emang loe habis ngapain, Jak?" tanya Doni. "Jalan-jalan pake motor, tapi motor gue malah mogok. Target gue juga gagal gue dapetin," kata Jaki. "Jadi itu cara loe? gue bilang yang rapi jangan acak-acakan," ujar Doni. "Terus mau gimana lagi?" tanya Jaki. "Apanya yang acak-acakan?" tanya bu kantin. "Ini, mesin motornya Jaki," kata Doni. "Gimana kalau kita lakukan hal yang sama kayak tadi malam. Kita jalan-jalan pake motor bareng-bareng ke tempat yang ingin Jaki tuju." usul sesorang. "Lakukan hal yang sama? oh, iya. Gue paham," kata Jaki. "Tapi, ini game loe, Jak. Loe harus lakuin sendiri. Kalau loe minta bantuan ke yang lain, loe harus bagi dua hadiahnya," kata Doni dengan pelan. "Mungkin gue bisa sendiri. Loe lihat aja nanti. Kalian gak usah terlibat," kata Jaki. Sementara itu, ketika sedang dalam perjalanan pulang, Roy terus menatap k

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 7 : Permohonan maaf

    Saat Zein dan Roy kembali asrama, mereka melihat Philip sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Rupanya, Philip tengah mengerjakan tugas dari dosennya di kampus. Baik Roy maupun Zein tak begitu mengerti lebih dalam mengenai ilmu arsitektur. Mereka hanya bisa melihat dan sesekali bila Philip membutuhkan bantuan kecil, mereka pun membantunya. “Kalau bantuan kecil kayak gini kita masih bisa bantu,” ucap Zein. “Iya, gak apa-apa. Wajar kalau kalian gak terlalu paham ilmu tentang arsitektur karena manusia punya bakat yang beda-beda,” kata Philip. Zein dan Roy terangguk membenarkan perkataan Philip. “Oh, iya. Masalah kalian berdua udah selesai belum?” tanya Philip. “Anggap aja udah selesai semua,” jawab Zein. “Ya, karena yang tadi cuma salah paham doang.” Roy membenarkan jawaban Zein. “Ya, syukur deh kalau gitu,” kata Philip. Sementara itu, Jaki dan kawan-kawannya sedang berada dibasecamptempat biasa mereka 

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 8 : Persiapan Fun Archery

    "Hei, siapa itu?" satpam penjaga menyadari ada seseorang yang mencurigakan. Satpam penjaga pun menghampiri orang itu. "Mau apa sebenarnya loe, Hah?" tanya satpam penjaga. "Penting buat gue jawab," jawab Jaki. "Kurang ajar!" ucap satpam penjaga. Akhirnya terjadi perkelahian antara mereka berdua. "Ternyata loe punya nyali juga," ujar Jaki. "Gak usah banyak omong," ujar satpam penjaga. Meskipun Jaki terus berusaha melawan, pada akhirnya Jaki berhasil dilumpuhkan. "Kena loe sekarang," kata satpam. karena takut akan tertangkap, Jaki menendang wajah satpam saat khendak membawanya. "Kurang ajar!" teriak satpam. Jaki pun pergi dengan berlari terbirit-birit. Siang hari saat tiba waktu dzuhur, para santri pun pergi ke mesjid sebagaimana biasanya. Di waktu istirahat sehabis shalat dzuhur Zein, Roy dan Philip didatangi olehUstadz Abidin. Dialah ustadz yang diberi tanggung jawab untuk me

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 9 : Misteri kasus Dosen Hamid

    Pukul 13:40 WIB, Jaki dan Doni datang ke tempat biasa. "Mana dia? kok gak ada?" kata Doni panik. "Sialan dia kabur, tapi kita harus tetap tenang. Lagipula, penyamaran kita pasti aman," Kata Jaki. "Iya juga. Udahlah, biarin dia kabur. Kita udah puas nyiksa dia," kata Doni. "Ya," ucap Jaki singkat. Di tempat lain, Dosen Hamid ditemukan oleh seseorang dalam keadaan tak sadarkan diri. "Ya ampun, ini harus segera dibawa ke rumah sakit," ujar orang yang menemukan Dosen Hamid. Esok pagi di hari Ahad, Zein, Roy dan Philip berencana untuk pergi berjoging bersama. Dengan cara yang sangat meyakinkan mereka berhasil mendapat izin untuk pergi berjoging keluar area Pondok Pesantren Al-Karimah. Tetapi, Ustadz Abidin memberikan batasan waktu pada mereka bertiga. Pada jam 7 tepat mereka sudah harus berada di area Pondok Pesantren Al-Karimah lagi. Dengan mengucap "Bismillah" Zein, Roy dan Philip pun memulai kegiatan joging pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 10 : Kejahatan Jaki Raharja

    "Udah-udah, gak usah takut. Tenang aja. Bepikir positif," kata Yordansyah yang terilhat berani. "Ha..." suara misterius itu terdengar lagi. "Tuh, kedenger lagi. Udah tiga kali," kata Roy yang semakin tegang. "Wayah...!!!" terlihat wayah yang disinari cahaya senter. "Aaa...!!!" Roy beteriak. Sementara itu, Zein dan Yordansyah hanya memegangi dada karena sama terkejut. "Pak satpam, apa-apaan sih?" Zein menghelakan nafas. "Ya, kalian ngapain keluar di tengah gelap kayak gini?" tanya satpam penjaga gerbang. "Kita disuruh ngecek area di luar pondok. Ternyata benar, yang lain sama juga gelapnya," kata Yordansyah sambil melirik-lirik. "Nah, pak satpam juga apa-apaan tadi ngagetin kita?" tanya Roy. "Saya tadinya mau pergi ke mesjid buat bagiin lilin, tapi saat tahu kalian bertiga berjalan di tengah gelap kayak gini, saya mau agak usil sedikit," jelas satpam penjaga sambil tertawa. "Alah," uca

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16

Bab terbaru

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 25 : That's enough for now

    Empat hari setelah pertandingan...Tampaknya Stuart masih kesal dengan kekalahannya tempo hari. Stuart berhasil dikalahkan oleh Wilson dalam pertandingan. Terlebih lagi, Stuart selalu mendapat hujatan dari beberapa pihak akibat kekalahan yang dia terima. Beberapa penggemar berat Stuart pun kini justru menjadi pembencinya.***Di kediaman keluarga Strongheart... "Assalamu'alaikum," ucap Wilson saat memasuki ruangan rumah."Wa'alaikumussalam," jawab Mrs. Hana dan Mr. Joe"Nah, akhirnya kau datang. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu di garasi, Wilson," kata Mr. Joe"Ada apa?" Wilson penasaran"Sudah, ayo ikuti saja ayahmu ke garasi rumah," kata Mrs. Hana sambil tersenyum."Baiklah," kata WilsonWilson dan Mr. Joe pun pergi ke garasi."Coba kau buka tikar itu," kata Mr. Joe"Baiklah." Wilson membuka tikar yang dimaksudTernyata yang ditutupi tikar itu adalah MTB berjeni

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 24 : Let's Ride part 2

    Stuart terus melaju untuk menyalip Wilson lagi. 'Pembalap rendahan sepertimu takkan bisa lebih unggul dariku, Strongheart,' ucap Stuart. "Ya, sebentar lagi para peserta harus melewati lintasan yang bernama Rock & Death path," kata komentator. Ada beberapa orang yang tampaknya tak sanggup untuk melewati lintasan ini. Mereka terjatuh dari sepeda yang mereka kendarai yang menyebabkan kecelakaan beruntun.Karena kecelakaan ini, delapan orang peserta keluar dari arena balap. Tapi, sebagian para peserta lainnya yang masih bertahan. "Ya, tersisa 12 orang mampu bertahan masih berusaha untuk bisa melewati lintasan Rock & Death. Apakah 12 riders ini mampu bertahan hingga akhir? mari, kita lihat," kata komentator. Wilson terlihat masih bersusah payah untuk bisa melewati lintasan Rock & Death. 'Ini memang tak mudah, tapi aku harus bisa bertahan hingga bisa mencapai garis finish,' kata Wilson. Di depan Wilson

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 23 : Let's Ride

    Pertandingan pun dimulai, para partisipan mendayuh sepeda gunungnya masing-masing. Dengan penuh tenaga Stuart pun melaju cepat di depan para peserta yang lain. Melihat hal ini, San Jacky pun segera menambahkan kecepatan dayuhan kakinya. Tanpa disangka oleh San Jacky, Wilson ternyata sudah berada di sampingnya. Wilson memberi isyarat kepada San Jacky bahwa dia juga takkan mengalah begitu saja. "Ya aksi saling salip telah dimulai. Untuk sementara ini, Stuart tampak sedang memimpin," ucap komentator. "Ayo, Stuart pertahankan posisimu," sorak Felicia. "Ya, ini dia Snake Twist, sebuah lintasan yang penuh tikungan yang berbelit-belit. Mari kita lihat sekuat apa kemampuan para peserta untuk melewati rintangan ini." Komentator kembali berbicara. "Ini dia," kata Stuart dengan penuh percaya diri. Stuart tampaknya bisa mentolelir lintasan tersebut karena sudah terbiasa. "Apa ini? Aaaa..." San Jacky kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh.

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 22 : Operation to repair New York

    "Apa?" Wilson agak terkejut. "Aku tak ingin bertemu dengan orang seperti kalian. Sebaiknya, kalian segera pergi dari sini!" tegas Dave seraya pergi. "Tunggu dulu, kenapa kau membenci kami?" tanya Junie. "Sudahlah, Junie. Biarkan dia pergi. Dia hanya seorang anak-anak," jelas Wilson. "Maaf atas perlakuannya. Aku tahu niat kalian datang ke sini itu baik. Tapi, sepertinya dia benar-benar tidak ingin bertemu kalian," ucap suster. "Tak apa, kami paham kenapa dia bisa begitu," kata Wilson. "Tapi, dengan kelembutan dan kasih sayang, mungkin kita bisa membuatnya berpikir bahwa kita tidak sejahat apa dikatakan orang-orang," kata Tamara. "Iya, kurasa itu benar," kata McRossa. Tamara memiliki gagasan untuk melakukan sesuatu, tapi hal tersebut dia simpan dalam benaknya. Sementara itu di Mesjid Ath-Thaharah. "Sangat disayangkan semua barang-barang itu harus diambil kembali," kata Yusuf. "Iya, padahal kita seb

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 21 : It's gonna be the big problem

    Saat Wilson tiba di rumah, ibunya menyampaikan suatu pesan. "Wilson, tadi ada San Jacky datang ke sini," kata Mrs. Hana. "Oh, iya? tapi, dia tidak memberi tahuku lewat SMS terlebih," ujar Wilson. "Ibu tak tahu, tapi dia tadi datang kemari bersama adik perempuannya," jelas Mrs. Hana. "San Carina? apa mereka berdua membawa sepeda gunung?" tanya Wilson. "Iya, San Jacky membonceng adiknya," jawab Mrs. Hana. "Oh," kata Wilson. "Ya sudah, ayo cepat masuk!" ajak Mrs. Hana. Wilson baru ingat bahwa dia ingin menyampaikan sesuatu pada YMC. Dia sangat menyayangkan akan kelupaan yang dia lakukan. Hal yang dia ingin sampaikan berkaitan dengan kondisi New York sekarang ini. Luka duka atas kejadian tragedi kemarin mungkin masih terasa. Malam hari pada pukul 08:30 PM, Mrs. Hana sedang membereskan sesuatu. Dia melihat sebuah kotak yang tak asing baginya. Dia pun mengambil kotak itu dan kemudian membukanya. Isi dari kotak itu ada

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 20 : Building Structure

    Menjelang sore, Wilson pun bermaksud untuk melaksanakan agenda kumpulan bersama YMC. Seperti biasa, Wilson selalu menggunakan sepeda gunung miliknya sebagai alat transportasi untuk pergi ke manapun. Beberapa menit kemudian, dia pun sampai di mesjid tempat biasa berkumpul dengan para YMC lainnya. Ada beberapa orang anggota YMC yang sudah tiba di mesjid ini. Diantaranya, ada Astra dan juga saudari kembarnya Astrid, Junie, Bobby dan Ali. "Assalamu'alaikum. Hei, kalian cepat sekali datang ke sini. Apa Syeikh Alim sudah datang?" tanya Wilson. "Wa'alaikum salam," jawab semua bersamaan. "Ya, aku datang ke sini lebih cepat karena di rumah tidak sedang ada kerjaan," kata Astra. "Iya, benar." Astrid mendukung ucapan Astra. "Kalian saudara kembar memang sangat kompak," kata Bobby. "Belum, Syeikh Alim belum datang," kata Ali. "Hei, lihat! itu McRossa dan juga Tamara," kata Astrid menunjuk ke arah mereka yang berboncengan dengan

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 19 : The sorrow for us

    Anna kehilangan keseimbangan dan terjatuh. "Kakak!" teriak Bill. Pria yang menembak Anna langsung kabur. "Bill..." ucap Anna dengan nada bicara yang sudah tidak jelas. Anna tertembak di bagian perut sebelah kiri. Kini, Anna yang tergeletak hanya berusaha menahan rasa sakit akibat peluru yang menembusnya. Dia sangat sulit sekali untuk berbicara dengan kondisi yang seperti ini, tapi dia terlihat ingin mengatakan sesuatu. Dalam hatinya, dia ingin sekali mengucapkan kalimat syahadat. Akhirnya, ada satu kata yang bisa dia ucapkan oleh mulutnya. "Allah," itulah yang bisa dia ucapkannya. Tak lama setelah itu, Anna yang semula tangannya memegang pipi Bill pun kini tergeletak di bawah tanah. Tubuhnya mendingin, detak jantungnya sudah berhenti. Bill yang melihat hal ini hanya bisa menangis dan berteriak untuk meminta pertolongan. Siang hari pukul 12:30 PM, Wilson dibuat terkejut dengan kabar duka dari keluarga White. Kabar duka

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 18 : The tragedy

    Tak terasa waktu istirahat telah usai, semua mahasiswa di kampus pun kembali memasuki kelasnya masing-masing. Wilson segera kembali ke kelasnya untuk melaksanakan kegiatan perkuliahan di mata kuliah keduanya pada hari ini. Tak lama setelah Wilson tiba di kelas, datanglah dosen yang khendak mengajar di kelasnya. Sementara itu, Syeikh Alim yang sudah selesai mengurusi usulannya terkait perizinanYMC ke Departemen Keagamaan segera kembali ke kediamannya. Tadi, usulan dari Syeikh Alim direspon dengan baik oleh pihak Departemen Keagamaan. Pihak Departemen Keagamaan akan mempertimbangkan usulan dari Syeikh Alim. Segera setelah itu, mungkin YMC akan menjadi organisasi yang berada di bawah naungan Departemen Keagamaan. Di sore hari, kawan-kawan yang satu kelompok dengan Wilson mulai berdatangan ke kediaman keluarga Strongheart. Yang pertama kali tiba di kediaman keluarga Strongheart adalah Felicia. Felicia adalah seorang perempuan yang berasal dari Manhattan. Manhattan

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 17 : Birth of Young Muslim Community

    Syeikh Alim segera berangkat menuju mesjid saat waktu maghrib hampir tiba.Dia pun ditemani ajudan yang setia kepadanya. Dalam perjalanan menuju mesjid, mereka berdua berpapasan dengan Ali. Lantas, Ali pun bersalaman dengan mereka berdua. Setelah itu, mereka pun bersama-sama melangkahkan kaki menuju mesjid. Kali ini, Junie mulai terbiasa dengan tugasnya sebagai muadzin. Dia secara inisiatif mengumandangkan adzan saat waktu maghrib tiba. Dari kejauhan, Syeikh Alim mendengar dengan jelas suaranya yang tengah melantunan adzan. Syeikh Alim merasa senang dengan apa yang dilakukannya sekarang. Esok pagi masih hari libur bagi Wilson. Di hari ini, Wilson mengajak Junie, Yusuf dan Ali untuk menyebarkan pamflet ke sekitaran wilayah The Bronx yang tidak terlalu jauh dari tinggal mereka. Mereka datang ke tempat yang memang ditempati oleh orang-orang muslim. Mereka menyebar pamflet tersebut dengan harapan ada banyak orang yang akan bergabung dengan komunitas bentukan mereka.

DMCA.com Protection Status