Beranda / Fiksi Remaja / The Fallen Servants of Allah / Chapter 5 : Tawa jahat mereka

Share

Chapter 5 : Tawa jahat mereka

last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-07 17:58:17

Zein merasa telah dipermalukan oleh orang-orang itu. Mereka semua menertawakannya karena tendangan yang meleset itu. Sudah dua kali Zein ditertawakan akibat kemampuannya yang tidak bagus. Pertama kalinya adalah waktu shubuh pagi tadi.

Pukul 04:35 WIB.

Adzan shubuh kali ini dikumandangkan oleh Zein. Suaranya yang terdengar pas-pasan membuat orang yang mendengarkan ingin tertawa. Namun, melihat keberanian Zein orang-orang berusaha untuk menahan tawa mereka. Lagipula, suara adzan bukan suara yang tidak patut ditertawakan siapa pun muadzinnya.

Setelah Zein selesai mengumandangkan adzan, dia hanya duduk dan tertunduk karena malu. Dia mendengar ada beberapa santri awwaliyah putra yang duduk di dekatnya menertawakan dirinya. Tiga menit menjelang iqamah semua santri melantukan syair shalawat bersama. Zein hanya terdiam karena dia tak mau hal ini sama ketika mengumandangkan adzan tadi. 

Pagi pukul 05:30 WIB, Jaki masih tertidur pulas di kamarnya. Pak Mandiri segera pergi ke kamar Jaki untuk membangunkannya. Lagi-lagi pintu kamarnya terkunci. Pak Mandiri pun mengetuk-ketuk pintu kamar dan menyuruhnya untuk segera keluar. 

Karena geram anaknya tak mau keluar Pak Mandiri pun memukul pintu dengan keras. Dari dalam Jaki terkejut karena hal ini. Dia terbangun dari tidurnya dan segera pergi keluar kamar.

“Cepat mandi, Jaki. Habis itu nanti kita sarapan bareng di ruang makan,” titah Pak Mandiri untuk Jaki saat dia keluar.

Jaki pun pergi ke kamar mandi.

Berbeda dengan Jaki, Arinah adalah anak menurut pada ayahnya. Dia lebih dulu bangun pagi daripada Jaki. Dan kini dia sudah berada di ruang makan bersama Pak Mandiri tiba. Arinah meminta kepada Pak Mandiri agar dibelikan Chest Guard yang baru. Chest Guard milik Arinah yang lama telah rusak dan tak layak pakai.

“Ya udah, nanti Ayah belikan,” kata Pak Mandiri memenuhi keinginan Arinah.

“Kalau bisa hari ini udah ada, Yah. Soalnya dipakenya kan besok,” pesan Arinah.

Beberapa menit kemudian Jaki datang dan bergabung dengan Pak Mandiri dan Arinah.

“Jaki, Ayah mau kamu hari ini ikut Ayah,” pinta Pak Mandiri.

“Mau ke mana?” tanya Jaki.

“Ayah masih kepikiran sama dua mahasiswi itu. Jadi, Ayah ingin kita ketemu sama orangtuanya untuk meminta maaf,” jelas Pak Mandiri.

“Yah, udahlah. Gak usah kita perpanjang masalah ini. Lupain aja semuanya,” kata Jaki.

“Justru karena Ayah gak mau memperpanjang masalah ini kita harus minta maaf sama orangtua dua mahasiswi itu,” kata Mandiri.

“Emangnya Ayah tahu di mana mereka tinggal?” tanya Jaki.

“Ayah tahu. Dia tinggal di Pondok Pesantren Al-Karimah. Itu yang dikatakan dosen yang menghubungi Ayah kemarin,” jawab Pak Mandiri.

“Iya, dua cewek itu emang tinggal di pondok pesantren,” ucap Arinah ikut bicara.

“Kamu tahu siapa dia, Arinah?” tanya Pak Mandiri.

“Tahu, Yah. Nama mereka Aizha dan Rina. Untuk Aizha, dia yang selama ini jadi penghambat aku buat menang dipertandingan panah,” jawab Arinah.

“Maksud kamu dia itu saingan kamu?” tanya Pak Mandiri kembali.

“Iya,” jawab Arinah dengan singkat.

“Arinah, dalam bertanding bersaing itu sudah wajar asalkan harus sportif.” Pak Mandiri memberi motivasi untuk Arinah.

Setelah selesai sarapan, Pak Mandiri, Jaki dan Arinah bersiap untuk pergi menuju tujuannya masing-masing. Sebenarnya Pak Mandiri mengajak Jaki untuk pergi bersama menggunakan mobil, tapi Jaki menolak dan ingin pergi menggunakan motor saja. Arinah pun ikut bersama Jaki saja dengan. Pak Mandiri pun mengizinkan mereka berdua untuk pergi menggunakan motor.

Pada pukul 06:30 WIB dalam perjalanan menuju kampus.

“Zein, dari tadi loe diem mulu, kenapa sih?” tanya Philip.

“Apa karena masalah yang tadi waktu shubuh, Zein?” Roy ikut bertanya.

“Kalau tentang shubuh tadi, menurut gue segitu juga loe udah berani,” ucap Philip.

“Iya, Zein. Jadi, loe gak usah minder kali,” kata Roy menyemangati Zein.

"Udah diem! gue cuma lagi nggak pengen banyak bicara aja hari ini,” jawab Zein dengan nada agak kesal.

“Iya, tapi kenapa loe nggak mood buat bicara?” tanya Roy.

“Udahlah, gue gak mau bahas!” Zein berbicara dengan nada tinggi.

Zein segera mempercepat langkah kakinya.

“Woy, Zein. Jalannya gak usah cepat-cepat kali,” ucap Philip seraya menyusul Zein.

Setibanya di jalan raya, Zein, Roy dan Philip pun menunggu angkot yang searah dengan tujuan mereka. Dari kejauhan terlihat sebuah mobil angkot yang berjalan ke arah mereka. Angkot tersebut ternyata masih kosong. Lantas, mereka pun memasuki angkot tersebut untuk memulai perjalanan menuju kampus.

Sebelum menancapkan gas, sopir angkot menyuruh mereka untuk berpegangan pada besi panjang yang ada di dekat tubuh mereka. Roy dan Philip mengikuti apa yang dikatakan sopir angkot, sementara Zein masih penasaran dengan permintaan dari sopir angkot itu.

“Emang kenapa, Bang?” tanya Zein keheranan.

“Udah, cepet pegang aja,” jawab sopir.

Zein pun mengikuti apa diperintahkan supir angkot.

“Siap?” tanya sopir angkot.

“Siap buat...” ucap Zein terpotong.

Sopir angkot tiba-tiba menancapkan gas dengan cepat.

Angkot yang dinaiki oleh Zein, Roy dan Philip adalah angkot yang kemarin menyelamatkan Aizha dan Rina. Sopir angkot ini sepertinya memang suka sekali untuk ngebut. Hobinya yang suka ngebut memang tak layak untuk dicontoh banyak orang. Philip yang berada di dalam pun merasa tak suka dengan gaya mengemudinya.

“Wey, Bang. Bisa gak jangan ngebut, Bang.” Philip mulai merasa khawatir.

“Udah, tenang aja gak bakalan nabrak kok,” ucap supir angkot.

“Ya, tetep aja ini bahaya, Bang. Tahu gini mah mendingan gue ikut sama Abi Salman tadi,” ujar Zein.

"Lagian siapa suruh loe nolak, Zein?" tanya Roy.

Supir angkot itu tetap ngebut dan tak menghiraukan Zein dan Philip.

Sementara itu, Abi Salman mengemudikan mobil dengan santai karena lebih mementingkan keselamatan. Apalagi, di dalam ada Aizha dan Rina yang ikut bersamanya. Mobil yang dikemudikan Abi Salman tersalip oleh mobil angkot itu di tengah perjalanan. Aizha menyadari bahwa mobil angkot itu adalah mobil angkot yang kemarin mengantar dirinya dan Rina pulang.

“Rin, bukannya itu mobil angkot yang waktu kemarin?” tanya Aizha.

“Oh, iya. Bener, itu angkot yang kemarin,” jawab Rina.

“Kita belum sempat tahu siapa nama supir angkot itu, tapi kita harus berterima kasih sama dia karena udah mau anterin kita sampai gerbang pondok,” ungkap Aizha.

“Oh, jadi angkot itu yang kemarin anterin kalian. Kalau kalian ketemu lagi sama sopir angkot itu, tolong sampaikan ucapan terima kasih dari Abi untuk dia,” kata Abi Salman.

“Insya Allah, kita akan sampaikan,” kata Aizha.

“Oh, iya. Aiz, katanya waktu malam tadi kamu yang menyampaikan materi sama para santri putri. Apa itu benar?” tanya Abi Salman.

“Iya, Abi. Tapi, awalnya Aizha agak ragu-ragu,” jawab Aizha.

“Kenapa kamu ragu-ragu? padahal bagus kalau kamu mau berbagi ilmu sama orang lain. Itu bisa dianggap shadaqah. Bermanfaat bagi kamu juga bermanfaat bagi orang lain,” Abi Salman memberi motivasi untuk Aizha.

“Iya, Aiz. Waktu tadi malam juga pemahaman yang kamu berikan mudah untuk dicerna oleh yang lain,” kata Rina menyanjung Aizha.

“Alhamdulillah, tapi Aiz selalu khawatir akan melakukan kesalahan fatal yang berdampak pada semua orang. Itu sebabnya Aiz selalu agak ragu melakukan hal yang belum Aiz kuasai dengan baik,” ucap Aizha.

“Aiz, semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Yang perlu kita lakukan adalah belajar dari kesalahan yang kita lakukan untuk menjadi lebih baik. Abi berharap pada Allah agar Mengkhendaki kamu supaya bisa menjadi penyebar ilmu yang bermanfaat bagi orang lain,” do'a Abi Salman.

“Aamiin,” jawab Aizha.

"Dan kamu juga harus berusaha untuk menggapai hal tersebut. Ilmu adalah penerang laksana cahaya, Aizha. Itu sebabnya Abi kasih kamu nama Aizha Nur Ilmi," kata Abi Salman.

“Tapi, Abi. Aizha juga ingin jadi atlet olahraga panah. Kalau bisa, mungkin sampai jenjang internasional. Boleh, kan?” tanya Aizha.

“Kalau itu positif, insya Allah, Abi juga dukung kamu,” jawab Abi Salman.

“Alhamdulillah.” lagi-lagi Aizha mengucap puji syukur.

"Yang terpenting adalah kamu bisa lakukan yang terbaik, Aizha," kata Abi Salman.

"Iya, insya Allah," kata Aizha.

Zein, Roy dan Philip pun telah sampai di kampus. Zein bergegas keluar dari angkot dan membayar tarifnya pada supir. Setelah itu, Zein melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kelas. Di suatu tempat, terlihat para mahsiswa jurusan Pendidikan Jasmani tengah berkumpul. Salah satu dari mereka mengenali Zein. Dia menyuruh Zein untuk menendang bola yang dia lemparkan Zein.

"Kenapa loe nyuruh gue nendang?" tanya Zein.

"Soalnya gue mau jadi kiper. Gue juga butuh latihan. Coba loe tendang," pinta mahasiswa itu.

"Iya, ayo cepet tendang," pinta mahasiswa yang lain.

"Tendang, tendang, tendang." semua mahasiswa Pendidikan Jasmani yang ada di sana berseru demikian.

Dari arah yang berbeda, Roy dan Philip mendengar seperti ada keramaian.

"Ada apa, ya?" tanya Philip penasaran.

"Iya, ada apa, ya? coba kita lihat!" ajak Roy yang juga penasaran.

"Ayo, cepet tendang!"

"Iya, lama banget."

Para mahasiswa di sana terus saja meminta Zein untuk menendang bola.

"Baik, gue bakal tendang," kata Zein.

Zein pun mengambil ancang-ancang.

"Tangkap!" teriak Zein seraya mengayunkan kaki.

Sayangnya, tendangan Zein meleset. Orang-orang yang ada di sana tak ada yang tak tertawa. Bahkan, Roy pun juga ikut menertawakan Zein dari kejauhan. Sebenarnya, ini adalah akal-akalan mahasiswa Pendidikan Jasmani itu. Dia ingin membuat Zein ditertawakan oleh teman-temannya. Dia juga sebenarnya mengetahui bahwa Zein tak mahir menendang bola.

Zein sangat merasa telah dipermalukan. Tapi, Zein juga tampaknya tak mungkin bisa melawan mereka yang tubuhnya sangat atletis. Maka dari itu, dia segera pergi.

"Loe emang gak punya bakat, Zein. Loe hanya beban hidup, bahkan buat keluarga loe sendiri," teriak salah satu mahasiswa Pendidkan Jasmani.

Zein sangat kesal dengan kata-kata yang diucapkannya itu.

"Loe mau ikut-ikutan kayak mereka, Roy?" tanya Zein pada Roy saat berpapasan.

"Eeu..." Roy susah untuk berkata.

Zein tampak berjalan dengan ekspresi kesal.

Di kelas PA-1... 

Aizha dan Rina mendapat informasi dari orang-orang tentang musibah yang menimpa Dosen Hamid. Pengkarangan rumah Dosen Hamid rusak berat. Banyak benda yang hancur dan terluluhlantahkan. Mobil yang dimiliki Dosen Hamid dipenuhi coretan cat grafiti. Yang lebih parah, keberadaan Dosen Hamid belum diketahui ada di mana.

"Katanya ini ulah kelompok tak dikenal," kata seorang mahasiswa.

"Kelompok tak dikenal?" Aizha terheran.

"Iya, kelompok tak dikenal." seseorang yang lain menegaskan.

"Ini musibah berat bagi keluarga Dosen Hamid. Kita do'akan saja supaya kasus ini bisa diusut tuntas oleh pihak kepolisian," ucap Aizha.

"Aamiin," ucap Rina.

Berbeda dengan kelas PA-1, setibanya di kelas, Zein mendengar kabar terbaru dari teman-temannya tentang fenomena alam yang juga sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Sebuah komet melintas di langit malam Indonesia. Diperkirakan komet itu adalah komet Halley. 

“Woy, Zein. Kenapa diem aja?” seseorang bertanya kepadanya.

“Iya, Zein. Kita gak lagi ngomongin orang kok,” ucap yang lain.

“Iya, gue tahu tentang kabar itu. Apalagi, gue lihat pake mata kepala gue sendiri,” kata Zein kepada teman-temannya.

“Beneran?” teman Zein terkejut.

“Beneranlah, kejadiannya juga cuma sekilas pas jam 2 lebih waktu dini hari. Gue lihat pas waktu gue lagi ada di kamar mandi,” jawab Zein pada temannya.

“Kita tahu berita ini cuma lewat televisi, tapi loe lihat langsung.”

“Anak santri kan beda. Dari jam 3 pagi juga udah bangun, gak kayak kita shubuh juga kadang kesiangan.”

“Biasa aja sih, gue cuma lagi kebetulan bangun lebih awal,” kata Zein.

“Tapi, Zein. Apa yang loe tahu soal komet?” tanya salah satu teman Zein.

“Soal komet? Yang gue tahu tentang itu adalah kalau komet itu sebuah benda langit yang biasa bergerak menjauhi atau mendekati matahari. Kalau kita lihat dari bumi, komet akan terlihat bercahaya kayak bintang dengan ekor di belakangnya, itu sebabnya komet juga biasa disebut 'bintang berekor'.” Zein menjelaskan pada teman-temannya.

“Zein, kayaknya loe lebih cocok kuliah di universitas yang ada jurusan astronominya biar loe jadi pakar sains angkasa,” ujar salah satu yang ada di dalam kelas.

"Ya, udah rezeki gue harus kuliah di sini mau gimana lagi? gue harus bersyukur masih bisa kuliah," kata Zein di akhir percakapan itu.

Seorang dosen yang khendak mengajar di kelas Zein dan yang lainnya pun datang. Dosen itu memerintahkan semua yang ada di kelas untuk segera memasuki ruangan lab komputer. Mereka akan mengadakan perkuliahan. Sesampai di sana, Zein segera mencari tempat yang terdapat komputer yang bisa digunakan. Beberapa menit setelah dosen memulai kegiatan belajar mengajar, tiba-tiba listrik menjadi padam. Semua yang ada di dalam lab komputer pun sangat menyayangkan hal ini. 

“Yah, listriknya padam, padahal kita lagi seru,” kata salah satu mahasiswa yang ada di dalam lab.

“Oke, semuanya tunggu dulu, ya?saya mau cari tahu dulu apa penyebab listriknya padam,” kata dosen seraya pergi keluar.

Beberapa menit setelah dosen keluar, dia pun kembali memasuki lab.

“Gimana, Pak?” tanya Zein.

“Ternyata penyebabnya bukan konsleting, tapi memang sedang ada pemadaman listrik, bukan hanya di kampus kita saja ternyata di daerah lain juga. Dan gak tahu sampai kapan pemadaman listrik ini berlangsung.” Dosen menjelaskan pada para mahasiswa dan mahasiswi.

“Jadi, sekarang kita mau apa?” tanya Zein.

“Ya, terpaksa praktek ini kita lanjutin nanti saja, sekarang sebagai gantinya keluar buku catatan kalian dan mohon untuk dua orang bagikan buku paket yang ada di depan karena ada yang harus kalian catat sebagai pegangan,” jawab dosen.

“Apa, menulis?” Zein terkejut.

“Lho, kenapa kamu kaget, Zein?” tanya dosen.

“Nulisnya banyak gak, Pak?” Zein malah berbalik tanya.

“Ya, lumayan,” jawab  dosen.

"Hahaha, pasti si Zein panik. Dia kan kalau nulis suka lambat kayak siput," ucap seseorang sebagai hinaan.

Zein hanya terdiam berusaha bersabar.

Di kelas PA-1, Aizha justru menjalani perkuliahan pada hari ini tanpa kendala. Hal ini membuatnya lebih leluasa untuk memahami materi yang ada. Mata kuliah sedang dibahas adalah tentang ilmu akhlak. Apa saja yang disampaikan oleh dosen pengajar, dia simak dan cerna dengan baik. Apalagi, ilmu tentang agama Islam adalah aspek penting dalam kehidupannya selaku santri dan mahasiswi.

Waktu istirahat pun tiba, para mahasiswa yang berada di lab pun diperbolehkan keluar. Zein hanya duduk di bangku sambil terus menulis. Diantara mereka yang memusuhinya mengeluarkan olokan karena dia terlalu lambat. Hal ini membuat Zein lagi-lagi merasa geram, tapi ia berusaha untuk menahan rasa geramnya itu.

Di lorong kampus...

"Ada apa?" tanya Jaki.

"Jaki, kita harus apain dia sekarang?" kata Doni berbalik tanya.

"Kita biarin dia dulu di sana. Buat dia menderita. Ini akibatnya berani cari masalah sama Jaki Raharja," jawab Jaki.

"Tapi, gimana kalau kita ketahuan sama pihak kepolisian?" tanya Doni.

"Gak usah khawatir, gue udah tahu caranya supaya gak ketahuan pihak kepolisian," kata Jaki.

Matahari kian naik, langit terlihat semakin cerah dan suhu udara pun bertambah panas rasanya. Tak lama lagi akan terdengar suara adzan dzuhur. Orang-orang yang telah selesai melaksanakan kegiatannya pun meluangkan waktu datang ke mushola untuk melaksanakan shalat fardhu dzuhur berjama’ah.

Setelah melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah, Roy dan Philip melihat Zein dari kejauhan. Zein nampaknya datang ke mushola lebih lambat dari kedua temannya. Ketika Zein semakin dekat, Roy dan Philip pun menyapanya sebagaimana biasanya. Namun, dia hanya mengangkat tangan kanannya dengan ekspresi wajah yang datar untuk menjawab sapaan dari mereka.

“Zein, tadi istirahat loe ke mana?” tanya Roy.

“Iya, kita gak lihat loe waktu istirahat,” kata Philip sependapat dengan Roy.

“Waktu istirahat gue habisin buat nulis materi yang banyak banget,” jawab Zein.

“Berarti, loe nggak makan apa-apa waktu istirahat tadi?” tanya Roy kembali.

“Ya nggaklah, kan gue di lab aja,” jawab Zein.

“Kalau gitu, loe harus cepetan makan biar penyakit maag loe nggak kambuh lagi,” saran Roy.

“Kalau itu sih gue juga tahu. Udahlah, kalau loe terus ngajakin gue ngobrol, kapan gue shalatnya?” Zein membalikan badan dan segera pergi ke tempat air wudhu.

Sementara itu, Aizha sedang menunggu Rina untuk pulang bersama di kelas. Beberapa menit kemudian, Rina pun tiba dan menghampirinya. Pada saat Rina memasuki ruang kelas, ruang kelas sudah terlihat rapi kembali karena sebelumnya kelas tampak berantakan.

“Aiz, kamu yang rapiin semua bangku itu?” tanya Rina.

“Dibatuin juga sama Tazkia, tapi sekarang dia udah pulang,” jawab Aizha.

“Ya, alhamdulillah. Kelas kita udah rapi lagi,” kata Rina.

Rina tiba-tiba mendengar sesuatu.

“Aiz, tunggu. Aku denger sesuatu,” ucap Rina.

“Ya, aku juga, Rin.” Aizha juga mengalami hal yang sama.

“Suaranya kayak segerombolan laki-laki lagi berjalan ke sini. Jangan-jangan itu...”

“Jaki. Dia nekad datang ke sini.” Aizha memotong perkataan Rina.

Benar saja, Jaki dan kawan-kawannya datang ke kelas ini.

"Hei, Aizha. Apa kabar?" tanya Jaki setelah berada di dekat pintu kelas yang terbuka.

"Alhamdulillah, kabar saya baik hari ini," jawab Aizha.

"Aizha, padahal gak usah dijawab. Dia hanya penggangu," kata Rina.

"Tenang, hari ini aku gak akan ganggu kamu," kata Jaki.

"Oh, syukur kalau kamu udah kapok," kata Rina.

"Diam loe! dan kata siapa gue nyerah? Aizha, aku nggak akan nyerah. Jaki Raharja gak akan pernah menyerah. Lihat saja nanti, Aizha," kata Jaki seraya pergi bersama kawan-kawannya

Aizha hanya tak habis pikir dengan kelakuan Jaki.

"Jaki dan juga teman-temannya perlu di waspadai, Aizha. Sudah jelas mereka bisa berbahaya buat kamu," kata Rina.

Aizha terdiam sesaat.

“Rina, hari ini kamu latihan nggak?” tanya Aizha.

“Hari ini nggak, tapi besok latihan,” jawab Rina.

“Oh, ya udah. Ayo, kita pulang aja!” ajak Aizha.

“Gak mau ke perpustakaan dulu?” tanya Rina.

“Hari ini nggak dulu. Mungkin besok aja,” jawab Aizha.

"Ya udah, ayo kita pulang," kata Rina.

'Jaki, sebenarnya apa yang kamu rencanakan?' ucap Aizha.

Bersambung...

Bab terkait

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 6 : Semangat hidup baru

    Jaki dan juga yang lainnya singgah ke kantin. "Kemarin emang loe habis ngapain, Jak?" tanya Doni. "Jalan-jalan pake motor, tapi motor gue malah mogok. Target gue juga gagal gue dapetin," kata Jaki. "Jadi itu cara loe? gue bilang yang rapi jangan acak-acakan," ujar Doni. "Terus mau gimana lagi?" tanya Jaki. "Apanya yang acak-acakan?" tanya bu kantin. "Ini, mesin motornya Jaki," kata Doni. "Gimana kalau kita lakukan hal yang sama kayak tadi malam. Kita jalan-jalan pake motor bareng-bareng ke tempat yang ingin Jaki tuju." usul sesorang. "Lakukan hal yang sama? oh, iya. Gue paham," kata Jaki. "Tapi, ini game loe, Jak. Loe harus lakuin sendiri. Kalau loe minta bantuan ke yang lain, loe harus bagi dua hadiahnya," kata Doni dengan pelan. "Mungkin gue bisa sendiri. Loe lihat aja nanti. Kalian gak usah terlibat," kata Jaki. Sementara itu, ketika sedang dalam perjalanan pulang, Roy terus menatap k

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 7 : Permohonan maaf

    Saat Zein dan Roy kembali asrama, mereka melihat Philip sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Rupanya, Philip tengah mengerjakan tugas dari dosennya di kampus. Baik Roy maupun Zein tak begitu mengerti lebih dalam mengenai ilmu arsitektur. Mereka hanya bisa melihat dan sesekali bila Philip membutuhkan bantuan kecil, mereka pun membantunya. “Kalau bantuan kecil kayak gini kita masih bisa bantu,” ucap Zein. “Iya, gak apa-apa. Wajar kalau kalian gak terlalu paham ilmu tentang arsitektur karena manusia punya bakat yang beda-beda,” kata Philip. Zein dan Roy terangguk membenarkan perkataan Philip. “Oh, iya. Masalah kalian berdua udah selesai belum?” tanya Philip. “Anggap aja udah selesai semua,” jawab Zein. “Ya, karena yang tadi cuma salah paham doang.” Roy membenarkan jawaban Zein. “Ya, syukur deh kalau gitu,” kata Philip. Sementara itu, Jaki dan kawan-kawannya sedang berada dibasecamptempat biasa mereka 

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 8 : Persiapan Fun Archery

    "Hei, siapa itu?" satpam penjaga menyadari ada seseorang yang mencurigakan. Satpam penjaga pun menghampiri orang itu. "Mau apa sebenarnya loe, Hah?" tanya satpam penjaga. "Penting buat gue jawab," jawab Jaki. "Kurang ajar!" ucap satpam penjaga. Akhirnya terjadi perkelahian antara mereka berdua. "Ternyata loe punya nyali juga," ujar Jaki. "Gak usah banyak omong," ujar satpam penjaga. Meskipun Jaki terus berusaha melawan, pada akhirnya Jaki berhasil dilumpuhkan. "Kena loe sekarang," kata satpam. karena takut akan tertangkap, Jaki menendang wajah satpam saat khendak membawanya. "Kurang ajar!" teriak satpam. Jaki pun pergi dengan berlari terbirit-birit. Siang hari saat tiba waktu dzuhur, para santri pun pergi ke mesjid sebagaimana biasanya. Di waktu istirahat sehabis shalat dzuhur Zein, Roy dan Philip didatangi olehUstadz Abidin. Dialah ustadz yang diberi tanggung jawab untuk me

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 9 : Misteri kasus Dosen Hamid

    Pukul 13:40 WIB, Jaki dan Doni datang ke tempat biasa. "Mana dia? kok gak ada?" kata Doni panik. "Sialan dia kabur, tapi kita harus tetap tenang. Lagipula, penyamaran kita pasti aman," Kata Jaki. "Iya juga. Udahlah, biarin dia kabur. Kita udah puas nyiksa dia," kata Doni. "Ya," ucap Jaki singkat. Di tempat lain, Dosen Hamid ditemukan oleh seseorang dalam keadaan tak sadarkan diri. "Ya ampun, ini harus segera dibawa ke rumah sakit," ujar orang yang menemukan Dosen Hamid. Esok pagi di hari Ahad, Zein, Roy dan Philip berencana untuk pergi berjoging bersama. Dengan cara yang sangat meyakinkan mereka berhasil mendapat izin untuk pergi berjoging keluar area Pondok Pesantren Al-Karimah. Tetapi, Ustadz Abidin memberikan batasan waktu pada mereka bertiga. Pada jam 7 tepat mereka sudah harus berada di area Pondok Pesantren Al-Karimah lagi. Dengan mengucap "Bismillah" Zein, Roy dan Philip pun memulai kegiatan joging pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 10 : Kejahatan Jaki Raharja

    "Udah-udah, gak usah takut. Tenang aja. Bepikir positif," kata Yordansyah yang terilhat berani. "Ha..." suara misterius itu terdengar lagi. "Tuh, kedenger lagi. Udah tiga kali," kata Roy yang semakin tegang. "Wayah...!!!" terlihat wayah yang disinari cahaya senter. "Aaa...!!!" Roy beteriak. Sementara itu, Zein dan Yordansyah hanya memegangi dada karena sama terkejut. "Pak satpam, apa-apaan sih?" Zein menghelakan nafas. "Ya, kalian ngapain keluar di tengah gelap kayak gini?" tanya satpam penjaga gerbang. "Kita disuruh ngecek area di luar pondok. Ternyata benar, yang lain sama juga gelapnya," kata Yordansyah sambil melirik-lirik. "Nah, pak satpam juga apa-apaan tadi ngagetin kita?" tanya Roy. "Saya tadinya mau pergi ke mesjid buat bagiin lilin, tapi saat tahu kalian bertiga berjalan di tengah gelap kayak gini, saya mau agak usil sedikit," jelas satpam penjaga sambil tertawa. "Alah," uca

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 11 : Menuju Tujuan

    Waktu terus bergulir, tibalah bulan Agustus yang sudah dinanti-nanti oleh Aizha dan Rina. Bulan ini, Aizha dan juga Rina mempunyai hal yang sangat penting bagi mereka masing-masing. Tanggal 17 Rina akan tampil sebagai pengibar bendera, sedangkan pada tanggal 23 Aizha akan mengikuti perlombaan panahan Fun Archery. Baik Aizha maupun Rina sangat bersemangat untuk bisa mencapai tujuannya masing-masing. Pada hari Kamis tanggal 2 Agustus 2001 di pukul 16:00 WIB, Aizha kembali melatih kemampuan memanahnya bersama para santri lainnya. Ini merupakan persiapan untuk berpartisipasi di Fun Archerypada tanggal 23 nanti. Tampaknya, kini Aizha sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya, baik dari segi kemampuan maupun keoptimisan.Hanya perlu sedikit latihan lagi untuk lagi untuk bisa memantapkan kemampuannya untuk bisa tampil maksimal di kategori recurve bow level advancenanti. Pagi tanggal 17, Rina tengah mempersiapkan peralatan yang dia butuhkan pagi-pag

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 12 : Panaskan Persaingan!!!

    Setelah beberapa pertandingan selesai giliran bagi Anisa yang akan bertanding dengan Arinah pun tiba. Dengan langkah kaki yang arogan, Arinah memasuki lapangan pertandingan dan bertemu Anisa. Dia tampaknya ingin menggunakan situasi ini untuk menunjukkan kemampuannya di kategori recurve advance pada Aizha. Lagi-lagi dia bermaksud untuk menghancurkan mental Aizha. “Wah, padahal gue inginnya bisa tanding sama si Aizha, tapi gak apa-apa lah soalnya kalian berdua sama-sama kampungan,” kata Arinah. “Kampungan? soal itu gak penting. Sekarang yang harus kita pikirkan itu pertandingan. Kita gak akan tahu hasilnya kalau kita belum coba,” balas Anisa. Pertandingan antara Arinah dan Anisa pun dimulai. Mereka berdua bersaing sangat ketat di rambahan pertama. Setelah beberapa kesempatan bagi mereka untuk merilis anak panah, rambahan pertama berakhir dengan nilai Arinah yang lebih tinggi dari Anisa. Arinah terlihat begitu senang. Ini yang sangat diharapkan olehnya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 13 : Hancur??

    Aizha dirujuk langsung ke poli tulang. Setelah menjalani pemeriksaan, hasil pemeriksaan menujukkan bahwa Aizha mengalami keretakan di tulang bahunya. Mungkin ini akibat dari benturan tiang besi yang Aizha terima kemarin. Dokter mengatakan pada pelatih bahwa Aizha harus beristirahat secara total. Dia tidak boleh menjalankan aktifitas berat yang menggunakan tangan kiri nya. Pelatih sangat menyayangkan hal ini. Aizha lolos sebagai pemenang dan berhak maju ke babak selanjutnya, tetapi dia harus berisirahat untuk penyembuhan tulang bahunya yang retak. Mungkin di babak selanjutnya Aizha tak dapat berpatisipasi sebagai peseta. Dan hal yang paling membingungkan adalah bagaimana cara menjelaskan masalah ini pada Abi Salman. Setelah mengetahui bahwa anak mereka mengalami kecelakaan, Abi Salman dan Ummi Shaqira pun pergi ke rumah sakit tempat Aizha berada. Mereka rela datang keluar kota untuk menjenguk anak sulungnya itu. Saat Abi Salman dan Ummi Shaqira tiba, mereka berdua mel

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16

Bab terbaru

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 25 : That's enough for now

    Empat hari setelah pertandingan...Tampaknya Stuart masih kesal dengan kekalahannya tempo hari. Stuart berhasil dikalahkan oleh Wilson dalam pertandingan. Terlebih lagi, Stuart selalu mendapat hujatan dari beberapa pihak akibat kekalahan yang dia terima. Beberapa penggemar berat Stuart pun kini justru menjadi pembencinya.***Di kediaman keluarga Strongheart... "Assalamu'alaikum," ucap Wilson saat memasuki ruangan rumah."Wa'alaikumussalam," jawab Mrs. Hana dan Mr. Joe"Nah, akhirnya kau datang. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu di garasi, Wilson," kata Mr. Joe"Ada apa?" Wilson penasaran"Sudah, ayo ikuti saja ayahmu ke garasi rumah," kata Mrs. Hana sambil tersenyum."Baiklah," kata WilsonWilson dan Mr. Joe pun pergi ke garasi."Coba kau buka tikar itu," kata Mr. Joe"Baiklah." Wilson membuka tikar yang dimaksudTernyata yang ditutupi tikar itu adalah MTB berjeni

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 24 : Let's Ride part 2

    Stuart terus melaju untuk menyalip Wilson lagi. 'Pembalap rendahan sepertimu takkan bisa lebih unggul dariku, Strongheart,' ucap Stuart. "Ya, sebentar lagi para peserta harus melewati lintasan yang bernama Rock & Death path," kata komentator. Ada beberapa orang yang tampaknya tak sanggup untuk melewati lintasan ini. Mereka terjatuh dari sepeda yang mereka kendarai yang menyebabkan kecelakaan beruntun.Karena kecelakaan ini, delapan orang peserta keluar dari arena balap. Tapi, sebagian para peserta lainnya yang masih bertahan. "Ya, tersisa 12 orang mampu bertahan masih berusaha untuk bisa melewati lintasan Rock & Death. Apakah 12 riders ini mampu bertahan hingga akhir? mari, kita lihat," kata komentator. Wilson terlihat masih bersusah payah untuk bisa melewati lintasan Rock & Death. 'Ini memang tak mudah, tapi aku harus bisa bertahan hingga bisa mencapai garis finish,' kata Wilson. Di depan Wilson

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 23 : Let's Ride

    Pertandingan pun dimulai, para partisipan mendayuh sepeda gunungnya masing-masing. Dengan penuh tenaga Stuart pun melaju cepat di depan para peserta yang lain. Melihat hal ini, San Jacky pun segera menambahkan kecepatan dayuhan kakinya. Tanpa disangka oleh San Jacky, Wilson ternyata sudah berada di sampingnya. Wilson memberi isyarat kepada San Jacky bahwa dia juga takkan mengalah begitu saja. "Ya aksi saling salip telah dimulai. Untuk sementara ini, Stuart tampak sedang memimpin," ucap komentator. "Ayo, Stuart pertahankan posisimu," sorak Felicia. "Ya, ini dia Snake Twist, sebuah lintasan yang penuh tikungan yang berbelit-belit. Mari kita lihat sekuat apa kemampuan para peserta untuk melewati rintangan ini." Komentator kembali berbicara. "Ini dia," kata Stuart dengan penuh percaya diri. Stuart tampaknya bisa mentolelir lintasan tersebut karena sudah terbiasa. "Apa ini? Aaaa..." San Jacky kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh.

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 22 : Operation to repair New York

    "Apa?" Wilson agak terkejut. "Aku tak ingin bertemu dengan orang seperti kalian. Sebaiknya, kalian segera pergi dari sini!" tegas Dave seraya pergi. "Tunggu dulu, kenapa kau membenci kami?" tanya Junie. "Sudahlah, Junie. Biarkan dia pergi. Dia hanya seorang anak-anak," jelas Wilson. "Maaf atas perlakuannya. Aku tahu niat kalian datang ke sini itu baik. Tapi, sepertinya dia benar-benar tidak ingin bertemu kalian," ucap suster. "Tak apa, kami paham kenapa dia bisa begitu," kata Wilson. "Tapi, dengan kelembutan dan kasih sayang, mungkin kita bisa membuatnya berpikir bahwa kita tidak sejahat apa dikatakan orang-orang," kata Tamara. "Iya, kurasa itu benar," kata McRossa. Tamara memiliki gagasan untuk melakukan sesuatu, tapi hal tersebut dia simpan dalam benaknya. Sementara itu di Mesjid Ath-Thaharah. "Sangat disayangkan semua barang-barang itu harus diambil kembali," kata Yusuf. "Iya, padahal kita seb

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 21 : It's gonna be the big problem

    Saat Wilson tiba di rumah, ibunya menyampaikan suatu pesan. "Wilson, tadi ada San Jacky datang ke sini," kata Mrs. Hana. "Oh, iya? tapi, dia tidak memberi tahuku lewat SMS terlebih," ujar Wilson. "Ibu tak tahu, tapi dia tadi datang kemari bersama adik perempuannya," jelas Mrs. Hana. "San Carina? apa mereka berdua membawa sepeda gunung?" tanya Wilson. "Iya, San Jacky membonceng adiknya," jawab Mrs. Hana. "Oh," kata Wilson. "Ya sudah, ayo cepat masuk!" ajak Mrs. Hana. Wilson baru ingat bahwa dia ingin menyampaikan sesuatu pada YMC. Dia sangat menyayangkan akan kelupaan yang dia lakukan. Hal yang dia ingin sampaikan berkaitan dengan kondisi New York sekarang ini. Luka duka atas kejadian tragedi kemarin mungkin masih terasa. Malam hari pada pukul 08:30 PM, Mrs. Hana sedang membereskan sesuatu. Dia melihat sebuah kotak yang tak asing baginya. Dia pun mengambil kotak itu dan kemudian membukanya. Isi dari kotak itu ada

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 20 : Building Structure

    Menjelang sore, Wilson pun bermaksud untuk melaksanakan agenda kumpulan bersama YMC. Seperti biasa, Wilson selalu menggunakan sepeda gunung miliknya sebagai alat transportasi untuk pergi ke manapun. Beberapa menit kemudian, dia pun sampai di mesjid tempat biasa berkumpul dengan para YMC lainnya. Ada beberapa orang anggota YMC yang sudah tiba di mesjid ini. Diantaranya, ada Astra dan juga saudari kembarnya Astrid, Junie, Bobby dan Ali. "Assalamu'alaikum. Hei, kalian cepat sekali datang ke sini. Apa Syeikh Alim sudah datang?" tanya Wilson. "Wa'alaikum salam," jawab semua bersamaan. "Ya, aku datang ke sini lebih cepat karena di rumah tidak sedang ada kerjaan," kata Astra. "Iya, benar." Astrid mendukung ucapan Astra. "Kalian saudara kembar memang sangat kompak," kata Bobby. "Belum, Syeikh Alim belum datang," kata Ali. "Hei, lihat! itu McRossa dan juga Tamara," kata Astrid menunjuk ke arah mereka yang berboncengan dengan

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 19 : The sorrow for us

    Anna kehilangan keseimbangan dan terjatuh. "Kakak!" teriak Bill. Pria yang menembak Anna langsung kabur. "Bill..." ucap Anna dengan nada bicara yang sudah tidak jelas. Anna tertembak di bagian perut sebelah kiri. Kini, Anna yang tergeletak hanya berusaha menahan rasa sakit akibat peluru yang menembusnya. Dia sangat sulit sekali untuk berbicara dengan kondisi yang seperti ini, tapi dia terlihat ingin mengatakan sesuatu. Dalam hatinya, dia ingin sekali mengucapkan kalimat syahadat. Akhirnya, ada satu kata yang bisa dia ucapkan oleh mulutnya. "Allah," itulah yang bisa dia ucapkannya. Tak lama setelah itu, Anna yang semula tangannya memegang pipi Bill pun kini tergeletak di bawah tanah. Tubuhnya mendingin, detak jantungnya sudah berhenti. Bill yang melihat hal ini hanya bisa menangis dan berteriak untuk meminta pertolongan. Siang hari pukul 12:30 PM, Wilson dibuat terkejut dengan kabar duka dari keluarga White. Kabar duka

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 18 : The tragedy

    Tak terasa waktu istirahat telah usai, semua mahasiswa di kampus pun kembali memasuki kelasnya masing-masing. Wilson segera kembali ke kelasnya untuk melaksanakan kegiatan perkuliahan di mata kuliah keduanya pada hari ini. Tak lama setelah Wilson tiba di kelas, datanglah dosen yang khendak mengajar di kelasnya. Sementara itu, Syeikh Alim yang sudah selesai mengurusi usulannya terkait perizinanYMC ke Departemen Keagamaan segera kembali ke kediamannya. Tadi, usulan dari Syeikh Alim direspon dengan baik oleh pihak Departemen Keagamaan. Pihak Departemen Keagamaan akan mempertimbangkan usulan dari Syeikh Alim. Segera setelah itu, mungkin YMC akan menjadi organisasi yang berada di bawah naungan Departemen Keagamaan. Di sore hari, kawan-kawan yang satu kelompok dengan Wilson mulai berdatangan ke kediaman keluarga Strongheart. Yang pertama kali tiba di kediaman keluarga Strongheart adalah Felicia. Felicia adalah seorang perempuan yang berasal dari Manhattan. Manhattan

  • The Fallen Servants of Allah   Chapter 17 : Birth of Young Muslim Community

    Syeikh Alim segera berangkat menuju mesjid saat waktu maghrib hampir tiba.Dia pun ditemani ajudan yang setia kepadanya. Dalam perjalanan menuju mesjid, mereka berdua berpapasan dengan Ali. Lantas, Ali pun bersalaman dengan mereka berdua. Setelah itu, mereka pun bersama-sama melangkahkan kaki menuju mesjid. Kali ini, Junie mulai terbiasa dengan tugasnya sebagai muadzin. Dia secara inisiatif mengumandangkan adzan saat waktu maghrib tiba. Dari kejauhan, Syeikh Alim mendengar dengan jelas suaranya yang tengah melantunan adzan. Syeikh Alim merasa senang dengan apa yang dilakukannya sekarang. Esok pagi masih hari libur bagi Wilson. Di hari ini, Wilson mengajak Junie, Yusuf dan Ali untuk menyebarkan pamflet ke sekitaran wilayah The Bronx yang tidak terlalu jauh dari tinggal mereka. Mereka datang ke tempat yang memang ditempati oleh orang-orang muslim. Mereka menyebar pamflet tersebut dengan harapan ada banyak orang yang akan bergabung dengan komunitas bentukan mereka.

DMCA.com Protection Status