Pukul 13:40 WIB, Jaki dan Doni datang ke tempat biasa.
"Mana dia? kok gak ada?" kata Doni panik.
"Sialan dia kabur, tapi kita harus tetap tenang. Lagipula, penyamaran kita pasti aman," Kata Jaki.
"Iya juga. Udahlah, biarin dia kabur. Kita udah puas nyiksa dia," kata Doni.
"Ya," ucap Jaki singkat.
Di tempat lain, Dosen Hamid ditemukan oleh seseorang dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Ya ampun, ini harus segera dibawa ke rumah sakit," ujar orang yang menemukan Dosen Hamid.
Esok pagi di hari Ahad, Zein, Roy dan Philip berencana untuk pergi berjoging bersama. Dengan cara yang sangat meyakinkan mereka berhasil mendapat izin untuk pergi berjoging keluar area Pondok Pesantren Al-Karimah. Tetapi, Ustadz Abidin memberikan batasan waktu pada mereka bertiga. Pada jam 7 tepat mereka sudah harus berada di area Pondok Pesantren Al-Karimah lagi.
Dengan mengucap "Bismillah" Zein, Roy dan Philip pun memulai kegiatan joging pa
"Udah-udah, gak usah takut. Tenang aja. Bepikir positif," kata Yordansyah yang terilhat berani. "Ha..." suara misterius itu terdengar lagi. "Tuh, kedenger lagi. Udah tiga kali," kata Roy yang semakin tegang. "Wayah...!!!" terlihat wayah yang disinari cahaya senter. "Aaa...!!!" Roy beteriak. Sementara itu, Zein dan Yordansyah hanya memegangi dada karena sama terkejut. "Pak satpam, apa-apaan sih?" Zein menghelakan nafas. "Ya, kalian ngapain keluar di tengah gelap kayak gini?" tanya satpam penjaga gerbang. "Kita disuruh ngecek area di luar pondok. Ternyata benar, yang lain sama juga gelapnya," kata Yordansyah sambil melirik-lirik. "Nah, pak satpam juga apa-apaan tadi ngagetin kita?" tanya Roy. "Saya tadinya mau pergi ke mesjid buat bagiin lilin, tapi saat tahu kalian bertiga berjalan di tengah gelap kayak gini, saya mau agak usil sedikit," jelas satpam penjaga sambil tertawa. "Alah," uca
Waktu terus bergulir, tibalah bulan Agustus yang sudah dinanti-nanti oleh Aizha dan Rina. Bulan ini, Aizha dan juga Rina mempunyai hal yang sangat penting bagi mereka masing-masing. Tanggal 17 Rina akan tampil sebagai pengibar bendera, sedangkan pada tanggal 23 Aizha akan mengikuti perlombaan panahan Fun Archery. Baik Aizha maupun Rina sangat bersemangat untuk bisa mencapai tujuannya masing-masing. Pada hari Kamis tanggal 2 Agustus 2001 di pukul 16:00 WIB, Aizha kembali melatih kemampuan memanahnya bersama para santri lainnya. Ini merupakan persiapan untuk berpartisipasi di Fun Archerypada tanggal 23 nanti. Tampaknya, kini Aizha sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya, baik dari segi kemampuan maupun keoptimisan.Hanya perlu sedikit latihan lagi untuk lagi untuk bisa memantapkan kemampuannya untuk bisa tampil maksimal di kategori recurve bow level advancenanti. Pagi tanggal 17, Rina tengah mempersiapkan peralatan yang dia butuhkan pagi-pag
Setelah beberapa pertandingan selesai giliran bagi Anisa yang akan bertanding dengan Arinah pun tiba. Dengan langkah kaki yang arogan, Arinah memasuki lapangan pertandingan dan bertemu Anisa. Dia tampaknya ingin menggunakan situasi ini untuk menunjukkan kemampuannya di kategori recurve advance pada Aizha. Lagi-lagi dia bermaksud untuk menghancurkan mental Aizha. “Wah, padahal gue inginnya bisa tanding sama si Aizha, tapi gak apa-apa lah soalnya kalian berdua sama-sama kampungan,” kata Arinah. “Kampungan? soal itu gak penting. Sekarang yang harus kita pikirkan itu pertandingan. Kita gak akan tahu hasilnya kalau kita belum coba,” balas Anisa. Pertandingan antara Arinah dan Anisa pun dimulai. Mereka berdua bersaing sangat ketat di rambahan pertama. Setelah beberapa kesempatan bagi mereka untuk merilis anak panah, rambahan pertama berakhir dengan nilai Arinah yang lebih tinggi dari Anisa. Arinah terlihat begitu senang. Ini yang sangat diharapkan olehnya.
Aizha dirujuk langsung ke poli tulang. Setelah menjalani pemeriksaan, hasil pemeriksaan menujukkan bahwa Aizha mengalami keretakan di tulang bahunya. Mungkin ini akibat dari benturan tiang besi yang Aizha terima kemarin. Dokter mengatakan pada pelatih bahwa Aizha harus beristirahat secara total. Dia tidak boleh menjalankan aktifitas berat yang menggunakan tangan kiri nya. Pelatih sangat menyayangkan hal ini. Aizha lolos sebagai pemenang dan berhak maju ke babak selanjutnya, tetapi dia harus berisirahat untuk penyembuhan tulang bahunya yang retak. Mungkin di babak selanjutnya Aizha tak dapat berpatisipasi sebagai peseta. Dan hal yang paling membingungkan adalah bagaimana cara menjelaskan masalah ini pada Abi Salman. Setelah mengetahui bahwa anak mereka mengalami kecelakaan, Abi Salman dan Ummi Shaqira pun pergi ke rumah sakit tempat Aizha berada. Mereka rela datang keluar kota untuk menjenguk anak sulungnya itu. Saat Abi Salman dan Ummi Shaqira tiba, mereka berdua mel
Saat Indonesia telah ditinggalkan matahari dan menjadi malam, berbeda soal dengan Amerika. Di sini masih ditemani indahnya mentari pagi yang bersinar terang seolah tersenyum. Pagi hari di Kota New York sangat ramai. Terutama di kawasan The Bronx. Orang-orang bepergian dengan tujuannya masing-masing. Dari suatu arah terlihat seorang pemuda tengah mendayuh sepeda gunung. Wilson, itulah namanya. Dia adalah seorang pemuda yang berdarah campuran Indonesia-Amerika. Kini, dia tengah berada di jenjang perkuliahan. Dia pergi ke kampusnya hanya dengan sepeda gunung kesayangannya. Butuh waktu 30 menit untuk bisa sampai ke kampus. Setelah tiba di sana, Wilson langsung menyimpan sepedanya di tempat parkir. Kemudian, dia berbegas pergi ke loker. Dia bertemu salah satu temanya yang bernama San Jacky di sana. San Jacky juga pemuda yang menggemari MTB. Kali ini, dia mengajak Wilson untuk berlatih bersama sore hari nanti. Setelah mengobrol,mereka bergegas pergi ke kelas masing-m
"Iya, kurasa kita perlu berpartisipasi dalam event perlombaan ini," kata San Jacky. "Di mana perlombaan ini diselenggarakan?" Wilson terlihat semangat. "Di Washington D.C.. Ini akan sangat menyenangkan kurasa," ungkap San Jacky. "Ya, aku juga berpikir sama," kata Wilson. "Baiklah, kurasa aku tak ingin mengganggu malammu. Aku hanya ingin menyampaikan informasi itu saja," ucap San Jacky. "Baik, terima kasih untuk informasi yang kau berikan," ucap Wilson. "Ya, sama-sama," kata San Jacky. San Jacky pun mengakhiri telponnya dengan Wilson. "Wilson, siapa tadi?" tanya Mrs. Hana. "Itu tadi San Jacky," kata Wilson. "Kau berteman baik dengannya?" tanya Mrs. Hana. "Iya, dia orang yang baik. Kita berkenalan sudah lama sejak event pertandingan di New Jersey," jelas Wilson. "Ayahmu selalu khawatir kau akan terbawa pergaulan negatif yang ada di negara ini," ujar Mrs. Hana. "Ten
Malam pada pukul 10:00 PM, Wilson pun tiba di rumahnya. Setelah mengalami permasalahan di pesta makan malam yang di selenggarakan oleh keluarga Maxford, Wilson akhirnya bisa beristirahat. Dia pun mengetuk pintu rumahnya sambil mengucapkan salam. Mrs. Hana datang dan membukakan pintu untuk Wilson. Mrs. Hana sangat terkejut melihat anaknya pulang dengan luka memar di wajahnya. "Kamu kenapa?" tanya Mrs. Hana. "Hanya sedikit luka. Ada konflik di pesta yang tadi," kata Wilson. "Konflik apa? Ya sudah, yang penting kamu gak terluka parah. Ayo masuk," kata Mrs. Hana. Wilson mengikuti apa yang dikatakan ibunya. Esok pagi, adalah hari libur bagi Wilson. Tak ada jadwal matakuliah apapun di hari ini. Wilson hanya berdiam diri di rumah saja sambil menikmati secangkir kopi hangat. Bersantai di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi hangat di pagi hari dapat merefresh pikiran dan juga tubuhnya. Di sisi lain, Syeikh Alim tengah mengobrol bersama
Syeikh Alim segera berangkat menuju mesjid saat waktu maghrib hampir tiba.Dia pun ditemani ajudan yang setia kepadanya. Dalam perjalanan menuju mesjid, mereka berdua berpapasan dengan Ali. Lantas, Ali pun bersalaman dengan mereka berdua. Setelah itu, mereka pun bersama-sama melangkahkan kaki menuju mesjid. Kali ini, Junie mulai terbiasa dengan tugasnya sebagai muadzin. Dia secara inisiatif mengumandangkan adzan saat waktu maghrib tiba. Dari kejauhan, Syeikh Alim mendengar dengan jelas suaranya yang tengah melantunan adzan. Syeikh Alim merasa senang dengan apa yang dilakukannya sekarang. Esok pagi masih hari libur bagi Wilson. Di hari ini, Wilson mengajak Junie, Yusuf dan Ali untuk menyebarkan pamflet ke sekitaran wilayah The Bronx yang tidak terlalu jauh dari tinggal mereka. Mereka datang ke tempat yang memang ditempati oleh orang-orang muslim. Mereka menyebar pamflet tersebut dengan harapan ada banyak orang yang akan bergabung dengan komunitas bentukan mereka.