Beranda / Fiksi Remaja / The CLASSMATE / Section : 5 - Gold, Genius, Gifted

Share

Section : 5 - Gold, Genius, Gifted

Penulis: nanaanisaa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-01 21:10:29

****

Prak!

Dari kursi yang biasa diduduki perawat, Kiara tersentak dengan suara buku tebal yang dibanting ke atas meja di hadapannya. Wajahnya segera terangkat menghadap si tersangka. “Gue nggak berterimakasih.”

Kalimat itu membawa dialog malam tahun baru.

Aska hanya mengawasi pergerakan Kiara dengan wajah datar. “Sekarang tugas lo.”

“Iya iyaaa,” sahut Kiara malas. Jemarinya bergerak menarik kotak P3K dan membawanya ke bangsal UKS. Sementara Aska mengekor di belakangnya. “Lo habis ngapain, sih, bisa babak belur kaya gitu?”

Sebelum cowok itu berniat menjawab, Kiara buru – buru menyela, “Oh iya, lo nggak bahas masalah pribadi ke orang asing, ‘kan? Maaf maaf.”

Sekali lagi Aska melayangkan death glare-nya pada cewek cerewet yang gemar sekali mencampuri urusannya ini. Sementara tangannya merogoh ponsel berlogo Apple keluaran terbaru di saku almamater, mengulurkannya pada cewek itu. “Gue minta nomor lo.”

Kiara yang sebelumnya berusaha membuka kotak P3K lantas mematung. Napasnya terhenti dalam sedetik. “Gue nggak salah denger?” Tapi laki – laki itu berdecak, seolah mengatakan bahwa Kiara tidak perlu basa basi. “Maksudnya, buat apa?”

“Buat minta pertanggungjawaban semisal habis ini gue makin infeksi setelah diobatin sama lo.”

Gadis itu sempat terperangah sebentar, kemudian mendengus menerima ponsel Aska, dan mengetikkan digit nomor secara asal.

Aska memperhatikan. “Lulus atau nggaknya lo di Caldera, tergantung sama nomor yang lo ketik. Jadi, pastiin yang lo masukin adalah nomor asli.”

Netra coklat gelapnya bertubrukan dengan milik Aska. “Bilang aja mau minta nomor gue. Nggak perlu ngancem kaya gitu juga kali.” Jemari lentiknya bergerak mengetikkan nomor, kali ini nomor yang benar. “Nih.”

Sebuah senyum miring tersungging apik di wajah tegas Aska sembari menerima uluran ponselnya kembali. Baru setelah itu memposisikan diri untuk duduk di hadapan Kiara. Hening terjadi beberapa saat. Dimanfaatkan Aska untuk memperhatikan lihainya Kiara mengambil kapas dan membersihkan lukanya.

Aska berjengit saat antiseptik itu menyentuh sudut bibirnya yang robek. Wajahnya dimundurkan sedikit, menghindari sentuhan obat itu.

Melihat itu, lantas Kiara terkekeh pelan. “Bukan cowok sok kuat lagi, hah?”

“Lo kasar banget ngobatinnya.” Cowok itu mengalihkan padang.

“Perasaan pelan, deh.”

“Gue yang ngerasain.”

“Iya iya, maaf.” Kiara meletakkan kapas bekas di wadah kotor. Beralih mengambil kapas baru dan memberinya cairan antiseptik lagi. “Pelipis lo kayanya kebentur, tuh.”

Aska pun merasakan denyut perih di bagian itu. Tepat di sebelah alis kirinya. Akan tetapi saat Kiara hendak mengobati, dia segera menepisnya. “Nggak usah.”

“Nanti bisa infeksi, Ka.”

“Gue bilang enggak ya enggak usah!”

“Gue bilang nanti bisa infeksi!” Kiara menyibak rambut depan cowok itu dengan jemarinya. Kemudian langsung terdiam dengan gurat luka yang memotong alis kiri Aska. Tampak seperti bekas jahitan.

Dengan jarak kurang dari 15 cm, Aska bisa melihat wajah polos tanpa riasan kecuali bedak tabur yang tampak menumpuk di alis dan ujung hidung. Bulu mata yang lentik itu berkedip lucu, seolah memamerkan manik coklat terang yang memperhatikannya lurus – lurus. Tak kurang dari tiga detik, Aska segera menampik tangan manis yang masih bertengger di kepalanya.

“Gue obatin sendiri.” Aska mengambil alih kapas di tangan Kiara, mengobati lukanya sendiri, sembari mengaca pada ponsel yang dimatikan.

Kiara amat penasaran dengan luka itu, tapi ia tidak berani bertanya. Hanya memandang tanpa suara. Terkadang mengerjap untuk sadar dari wajah yang terpahat sempurna itu. Tapi semakin diperhatikan, semakin banyak bekas luka disana.

Irisnya turun ke pergelangan tangan kekar laki – laki itu. Terdapat gurat – gurat memanjang. Kiara tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Diraihnya tangan telapak tangan besar itu, menyingsingkan lengan almamater Aska, mengabaikan protes yang diutarakan.

Guratan itu lebih mengotori lengannya. Nyaris separuh lengan bawahnya digores. Kiara terperangah. “Seberat apa, sih, beban hidup lo?!”

“Bukan urusan lo!” Aska menyentak lepas tangannya. Menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari gadis resek itu.

“Sekalipun bukan urusan gue, selfharm jelas bukan solusi, Ka ... Dan waktu itu lo coba —ck ah! Lo pikir, mati perkara gampang?”

“Seenggaknya gue bisa lepas dari beban dunia.”

“Lo pinter tapi bodoh, ya. Bodoh banget berpikiran sedangkal itu!” Kiara tak berpikir apapun saat ia mengkritik cowok paling berpengaruh di sekolah.

“Lo nggak ngerti apapun.” Aska beranjak, meninggalkan Kiara, dan mungkin juga meninggalkan ruangan berbau obat – obatan itu.

“Pantesan lo jadi berandal. Nggak mau denger orang lain, sih.”

Yang satu itu, Aska tersinggung. “Hak gue dibatasi oleh hak orang lain. Gue rasa itu cukup bikin lo berhenti menilai gue,” tegasnya. Kemudian berlalu begitu saja tanpa menoleh ataupun melirik Kiara lagi.

Kelopak yang dihiasi bulu mata lentik itu mengerjap beberapa kali. Sesaat langsung sadar bahwa Aska masih belum selesai diobati. Masih ada plester yang belum ditempelkan.

“Aska tungguin!”

****

“Dav!” Terhitung sudah puluhan kali Darren berseru memanggil namanya, namun selalu saja diabaikan. “Dav, jangan salah paham dulu. Gue—“

Davin menghentikan langkah tepat di hadapan papan pengumuman gedung utama. Memutar tubuhnya, menghadap Darren. “Lo puas, ‘kan? Setelah berhasil masuk ke kelas kehormatan, kalian kembali sekongkol buat jatuhin gue.”

“Lo salah, Dav ....” Darren masih berusaha membela.

“Iya, gue yang salah. Salah bergaul sama orang elite kaya kalian!” Baru sekarang Davin menyadari bahwa dirinya tidak sama dengan murid kehormatan. “Kalian dapet fasilitas penuh, kebal hukuman, dibangga – banggakan! Terus gimana sama murid biasa kaya gue, Ren? Harga diri kita diinjak – injak.”

“Gue nggak berpikir kaya gitu tentang murid biasa. Kita semua sama di hadapan hukum.”

“Tapi kita sama – sama tau, sistem di Caldera berbeda. Disini menganut teori seleksi alam. Dia yang kuat, maka dia yang bertahan. Sedangkan yang lemah, dia akan mati. Kalau lo lupa, temen kita korbannya, Ren. Elgara.”

Oh Tuhan, mengingat nama itu, Darren tak bisa berkata apapun lagi. Elgara. Murid kebanggaan yang pernah menyandang predikat sebagai urutan kedua pemeringkatan paralel, namun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena tidak mampu beradaptasi dengan sistem Caldera.

“Gue juga salah berpikir kalau lo satu – satunya orang yang memihak gue. Ternyata lo egois.” Bahkan Davin tidak tahu siapa yang dihadapinya kali ini. Benar Darren, atau mungkin kepribadiannya yang lain. Tapi Davin tidak mempedulikan hal tersebut.

Davin melepas kontak mata dengan Darren, begitu ia berbalik kembali ke langkahnya, sepasang maniknya justru bersitemu dengan laki – laki yang wajahnya sama babak belur. Penuh lebam, bedanya ia telah sempat diobati.

Dan sebuah seringai menjengkelkan dari sudut bibir berdarah lawannya itu, Davin mengepalkan tangan sekuat tenaga. Ingin hati menghajar sekali lagi, jika saja logika tidak mendominasinya untuk berpikir rasional agar tidak menimbulkan masalah lain.

“Gold, Genius, Gifted.” Aska menyebutkan kriteria murid kelas kehormatan. “Sekarang gue tahu kenapa lo nggak berhasil masuk kelas kehormatan. Karena orang terhormat, bukan orang yang berpikiran sempit.”

“Gue nggak perlu jadi yang terhormat. Kami cuma mau dihormati layaknya manusia, meskipun dari kalangan biasa.” Kalimat itu mungkin cukup untuk membungkam Aska. Davin pun tak berminat mendengar balasan lagi. Kemudian ia mengayun kaki, melanjutkan langkah yang sebelumnya sempat tertunda.

****

Bab terkait

  • The CLASSMATE   Section : 6 - Manipulative

    “Lo nggak seharusnya ngomong kaya gitu ke Davin,” tegur Darren. Setelah Davin menjauh dalam radius kisaran 10 meter.Aska mengedikkan bahu tidak peduli. “Emang harusnya gue ngomong apa?”Darren membuang muka mendengar pertanyaan bdoh dengan nada sangat menyebalkan itu. “Lebih baik nggak ngomong apapun daripada dia sakit hati sama ucapan lo.”“Lo pikir gue peduli?”Si cowok berkacamata itu mendesis pelan sembari maju selangkah mendekati Aska. “Gue nggak habis pikir sama kelakuan lo. Sebenarnya apa, sih, yang lo mau dari kita?”Butuh tiga detik bagi Aska untuk berpikir, kemudian menjawab, “Jangan terlihat di hadapan gue lagi.”“Lo yang punya masalah, harusnya lo yang menghindar.”“Gue nggak ngerasa punya masalah sama siapapun,” ucap Aska dengan n

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-23
  • The CLASSMATE   Section : 7 - Another Him

    Awan putih membentang luas di cakrawala. Menurunkan rintik lembut gerimis disela petang tanpa matahari. Mendasari Darren membelokkan motornya ke salah satu warteg yang dia lewati. Warteg sederhana dekat lampu merah di persimpangan. Indomie kuah yang ditaburi potogan cabai rawit merah dan telur mungkin bakal jadi menu yang sempurna sore ini. Huh! Membayangkan saja Darren sudah ngiler. Cowok itu pun melepas helm full face di kepalanya. Gegas mengambil langkah panjang masuk ke dalam warung. “Indomie kuah plus telur, cabe rawitnya yang banyak ya, Bu,” pesannya pada si penjual dengan senyum termanis. “Oke, Mas! Ditunggu, ya!” “Siap, Bu.” Pandangan Darren beredar mencari bangku kosong ditengah ramainya pengunjung yang mayoritas adalah bapak – bapak. Kemudian menyipitkan mata, terasa tak asing saat melihat gadis di sudut ruang yang sedang belajar. Darren mengham

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-24
  • The CLASSMATE   Section : 8 - Thanks

    -flashback- Malam tahun baru, ketika Aska mulai pesimis dengan dirinya sendiri. Di tepian tebing karang, ia berdiri dengan putus asa. Melalui hembusan napasnya, ia mengeluh. Mengumpati semesta, menyalahkan Sang papa, mengutuk seisi bumi. Apapun itu. Asalkan itu bisa membuatnya merasa lepas. Lepas dari seluruh beban di dunia ini. Sekali lagi Aska melirik riak air dibawahnya. Tampak dingin, gelap, dan dalam. Laki-laki itu tidak pernah tahu apa yang terjadi kemudian setelah ia menjatuhkan diri. Namun bila dibayangkan, sepertinya mengerikan. “Kenapa ... Caldera mengincarku?” Desahan lirih mungkin hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Sepersekian detik selanjutnya, ia memejamkan mata. Menghirup dalam-dalam amis lautan hingga memenuhi paru-parunya, hingga dadanya terasa sangat sesak. Lalu dengan ragu, perlahan menjatuhkan tubuh. Menjeblak permukaan air, memperdengarkan kecipak menakutkan. Dingin dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-19
  • The CLASSMATE   Section : 0 ㅡ Prolog

    Seminggu sebelumnya ...“Tes hari ini kita akhiri dengan kuis tentang konsentrasi larutan.”Akhir semester II tidak selesai hanya dengan raport yang disampaikan ke seluruh wali murid. Tapi juga ujian penempatan, yang akan memutuskan di kelas mana murid – murid Caldera High School ditempatkan. Hal itu dikarenakan sekolah itu menerapkan sistem beasiswa, dimana setiap kelas diurutkan berdasarkan total akhir akumulasi nilai.Tidak ada yang mengeluh di kelas itu. Tiga puluh enam muridnya duduk tegak dan siap dengan alat tulis masing – masing.“Presentasi 45 gram garam yang dicampurkan dengan 155 air adalah ... “Hanya tiga detik, sampai seoran

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-12
  • The CLASSMATE   Section : 1 ㅡ Midnight Memories

    Pertengahan malam di hari terakhir tahun 2020, tidak ada yang tidur. Pantai menjadi tempat berkumpulnya orang merayakan pergantian tahun. Menunggu sampai jarum pada jam gadang di daerah wisata itu berdenting tepat di angka 12.Selalu menjadi waktu yang paling ditunggu – tunggu. Hari terakhir, lembaran terakhir, dan harapannya akan menjadi kemalangan terakhir. Harap demi harap kerumunan orang itu sepertinya sama. Berharap tahun depan menyingkirkan keburukan tahun ini. Berharap tahun depan adalah lembaran baru yang membawa perubahan yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.Semua orang menahan napas ketika denting menunjukkan kurang dari 30 detik. Di detik – detik itu, semua orang menyatukan tangan dan memejamkan mata. Menyatukan harap yang sama.Kemudian pada detik – detik terakhir. Saat jam besar itu berdentang nyaring, ratusan kembang api diletuskan ke langit. Menghiasi cakrawala gelap dengan kerlip bintang dan gemerlap cahaya warna

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-25
  • The CLASSMATE   Section : 2 ㅡ That Nights

    Kiara menoleh. Menunjukkan wajah yang bersemu merah. Ditemukannya seorang remaja laki – laki dengan tatapan mata yang tajam namun memiliki bulu mata lentik. Garis rahang tegas menghiasi bibir tipis yang pucat karena dinginnya samudra. Kulit putih bersih memberlihatkan urat di lengan saat laki – laki itu mengusap jejak di bibirnya.“Lo bisu?”“N-nggak.”Tatapannya semakin tajam. “Kenapa lo nolongin gue?”“Heh?” Kiara menaikkan kedua alisnya tinggi – tinggi. “Lo pikir siapa yang bakal tinggal diam waktu lihat orang mau berhenti hidup?”“Kenapa lo peduli?”“Karena gue masih punya kemanusiaan!”Laki – laki itu berdecih, menundukkan kepala, membawa air menetes dari ujung rambutnya. “Sial!”“Sekarang gue tanya. Kenapa lo

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31
  • The CLASSMATE   Section : 3 ㅡ VIP

    “Jadi ... namanya Aska?” Pertama kali seumur hidupnya, Kiara merasa otaknya bekerja sangat lambat. Seluruh tubuhnya kaku. Nyaris tak bergerak kecuali kelopak matanya yang mengerjap. Sebuah anggukan kecil dari Acha lantas membuat Kiara meluruhkan bahu serendah – rendahnya.Oh Tuhan, bagaimana Kiara harus menjalani harinya setelah ini?“Kamu boleh duduk.” Kemudian Pak Yustin mempersilahkan Aska duduk.Sedetik kemudian, mata tajam cowok itu menyisir seluruh kelas, menemukan bangku kosong yang dia pikir adalah tempatnya. Aska mematri langkah panjang, bahu tegap dan dagunya terangkat. Seolah menunjukkan bahwa seluruh hidupnya tidak pernah ada kata ragu.Kiara hanya berani melirik melalui sudut matanya. Pergerakan santai dan aroma parfum wood yang bercampur dengan nikotin. Sejurus kemudian tubuhnya tegang sempurna oleh derit kursi yang ditarik terdengar per

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • The CLASSMATE   Section : 4 ㅡ Logical Fallacy

    “Jadi ini orang yang ngatain gue berhasil masuk Laude Class karena campur tangan bokap? Main kotor, ya?” “Yoi, Bos!” Lokasinya terletak di gedung timur Caldera High School, kelas XII/C.4, kelas murid biasa, kelas yang dihuni murid – murid peringkat bawah. Seharusnya tidak menjadi tempat kakinya berpijak, apalagi sekedar mengurusi sampah yang dengan bodoh mencampuri urusannya. Lagipula, siapa yang tidak tersinggung difitnah demikian? Aska mengambil duduk di meja Davin. Almamaternya ditinggalkan di kelas, menyisakan kemeja putih tanpa atribut yang kedua lengannya digulung dua kali. “Ngomong depan gue langsung kalau berani.” Siapapun pasti akan terintimidasi dengan tatapan tajam Aska. Termasuk Davin, yang hanya bergeming di tempatnya. Mengalihkan pandang ke tangannya yang mengepal di bawah meja. “Mental banci!” Aska menjejak kasar tubuh b

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-05

Bab terbaru

  • The CLASSMATE   Section : 8 - Thanks

    -flashback- Malam tahun baru, ketika Aska mulai pesimis dengan dirinya sendiri. Di tepian tebing karang, ia berdiri dengan putus asa. Melalui hembusan napasnya, ia mengeluh. Mengumpati semesta, menyalahkan Sang papa, mengutuk seisi bumi. Apapun itu. Asalkan itu bisa membuatnya merasa lepas. Lepas dari seluruh beban di dunia ini. Sekali lagi Aska melirik riak air dibawahnya. Tampak dingin, gelap, dan dalam. Laki-laki itu tidak pernah tahu apa yang terjadi kemudian setelah ia menjatuhkan diri. Namun bila dibayangkan, sepertinya mengerikan. “Kenapa ... Caldera mengincarku?” Desahan lirih mungkin hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Sepersekian detik selanjutnya, ia memejamkan mata. Menghirup dalam-dalam amis lautan hingga memenuhi paru-parunya, hingga dadanya terasa sangat sesak. Lalu dengan ragu, perlahan menjatuhkan tubuh. Menjeblak permukaan air, memperdengarkan kecipak menakutkan. Dingin dan

  • The CLASSMATE   Section : 7 - Another Him

    Awan putih membentang luas di cakrawala. Menurunkan rintik lembut gerimis disela petang tanpa matahari. Mendasari Darren membelokkan motornya ke salah satu warteg yang dia lewati. Warteg sederhana dekat lampu merah di persimpangan. Indomie kuah yang ditaburi potogan cabai rawit merah dan telur mungkin bakal jadi menu yang sempurna sore ini. Huh! Membayangkan saja Darren sudah ngiler. Cowok itu pun melepas helm full face di kepalanya. Gegas mengambil langkah panjang masuk ke dalam warung. “Indomie kuah plus telur, cabe rawitnya yang banyak ya, Bu,” pesannya pada si penjual dengan senyum termanis. “Oke, Mas! Ditunggu, ya!” “Siap, Bu.” Pandangan Darren beredar mencari bangku kosong ditengah ramainya pengunjung yang mayoritas adalah bapak – bapak. Kemudian menyipitkan mata, terasa tak asing saat melihat gadis di sudut ruang yang sedang belajar. Darren mengham

  • The CLASSMATE   Section : 6 - Manipulative

    “Lo nggak seharusnya ngomong kaya gitu ke Davin,” tegur Darren. Setelah Davin menjauh dalam radius kisaran 10 meter.Aska mengedikkan bahu tidak peduli. “Emang harusnya gue ngomong apa?”Darren membuang muka mendengar pertanyaan bdoh dengan nada sangat menyebalkan itu. “Lebih baik nggak ngomong apapun daripada dia sakit hati sama ucapan lo.”“Lo pikir gue peduli?”Si cowok berkacamata itu mendesis pelan sembari maju selangkah mendekati Aska. “Gue nggak habis pikir sama kelakuan lo. Sebenarnya apa, sih, yang lo mau dari kita?”Butuh tiga detik bagi Aska untuk berpikir, kemudian menjawab, “Jangan terlihat di hadapan gue lagi.”“Lo yang punya masalah, harusnya lo yang menghindar.”“Gue nggak ngerasa punya masalah sama siapapun,” ucap Aska dengan n

  • The CLASSMATE   Section : 5 - Gold, Genius, Gifted

    ****Prak!Dari kursi yang biasa diduduki perawat, Kiara tersentak dengan suara buku tebal yang dibanting ke atas meja di hadapannya. Wajahnya segera terangkat menghadap si tersangka. “Gue nggak berterimakasih.”Kalimat itu membawa dialog malam tahun baru.Aska hanya mengawasi pergerakan Kiara dengan wajah datar. “Sekarang tugas lo.”“Iya iyaaa,” sahut Kiara malas. Jemarinya bergerak menarik kotak P3K dan membawanya ke bangsal UKS. Sementara Aska mengekor di belakangnya. “Lo habis ngapain, sih, bisa babak belur kaya gitu?”Sebelum cowok itu berniat menjawab, Kiara buru – buru menyela, “Oh iya, lo nggak bahas masalah pribadi ke orang asing, ‘kan? Maaf maaf.”Sekali lagi Aska melayangkan death glare-nya pada cewek cerewet yang gemar sekali mencampuri urusa

  • The CLASSMATE   Section : 4 ㅡ Logical Fallacy

    “Jadi ini orang yang ngatain gue berhasil masuk Laude Class karena campur tangan bokap? Main kotor, ya?” “Yoi, Bos!” Lokasinya terletak di gedung timur Caldera High School, kelas XII/C.4, kelas murid biasa, kelas yang dihuni murid – murid peringkat bawah. Seharusnya tidak menjadi tempat kakinya berpijak, apalagi sekedar mengurusi sampah yang dengan bodoh mencampuri urusannya. Lagipula, siapa yang tidak tersinggung difitnah demikian? Aska mengambil duduk di meja Davin. Almamaternya ditinggalkan di kelas, menyisakan kemeja putih tanpa atribut yang kedua lengannya digulung dua kali. “Ngomong depan gue langsung kalau berani.” Siapapun pasti akan terintimidasi dengan tatapan tajam Aska. Termasuk Davin, yang hanya bergeming di tempatnya. Mengalihkan pandang ke tangannya yang mengepal di bawah meja. “Mental banci!” Aska menjejak kasar tubuh b

  • The CLASSMATE   Section : 3 ㅡ VIP

    “Jadi ... namanya Aska?” Pertama kali seumur hidupnya, Kiara merasa otaknya bekerja sangat lambat. Seluruh tubuhnya kaku. Nyaris tak bergerak kecuali kelopak matanya yang mengerjap. Sebuah anggukan kecil dari Acha lantas membuat Kiara meluruhkan bahu serendah – rendahnya.Oh Tuhan, bagaimana Kiara harus menjalani harinya setelah ini?“Kamu boleh duduk.” Kemudian Pak Yustin mempersilahkan Aska duduk.Sedetik kemudian, mata tajam cowok itu menyisir seluruh kelas, menemukan bangku kosong yang dia pikir adalah tempatnya. Aska mematri langkah panjang, bahu tegap dan dagunya terangkat. Seolah menunjukkan bahwa seluruh hidupnya tidak pernah ada kata ragu.Kiara hanya berani melirik melalui sudut matanya. Pergerakan santai dan aroma parfum wood yang bercampur dengan nikotin. Sejurus kemudian tubuhnya tegang sempurna oleh derit kursi yang ditarik terdengar per

  • The CLASSMATE   Section : 2 ㅡ That Nights

    Kiara menoleh. Menunjukkan wajah yang bersemu merah. Ditemukannya seorang remaja laki – laki dengan tatapan mata yang tajam namun memiliki bulu mata lentik. Garis rahang tegas menghiasi bibir tipis yang pucat karena dinginnya samudra. Kulit putih bersih memberlihatkan urat di lengan saat laki – laki itu mengusap jejak di bibirnya.“Lo bisu?”“N-nggak.”Tatapannya semakin tajam. “Kenapa lo nolongin gue?”“Heh?” Kiara menaikkan kedua alisnya tinggi – tinggi. “Lo pikir siapa yang bakal tinggal diam waktu lihat orang mau berhenti hidup?”“Kenapa lo peduli?”“Karena gue masih punya kemanusiaan!”Laki – laki itu berdecih, menundukkan kepala, membawa air menetes dari ujung rambutnya. “Sial!”“Sekarang gue tanya. Kenapa lo

  • The CLASSMATE   Section : 1 ㅡ Midnight Memories

    Pertengahan malam di hari terakhir tahun 2020, tidak ada yang tidur. Pantai menjadi tempat berkumpulnya orang merayakan pergantian tahun. Menunggu sampai jarum pada jam gadang di daerah wisata itu berdenting tepat di angka 12.Selalu menjadi waktu yang paling ditunggu – tunggu. Hari terakhir, lembaran terakhir, dan harapannya akan menjadi kemalangan terakhir. Harap demi harap kerumunan orang itu sepertinya sama. Berharap tahun depan menyingkirkan keburukan tahun ini. Berharap tahun depan adalah lembaran baru yang membawa perubahan yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.Semua orang menahan napas ketika denting menunjukkan kurang dari 30 detik. Di detik – detik itu, semua orang menyatukan tangan dan memejamkan mata. Menyatukan harap yang sama.Kemudian pada detik – detik terakhir. Saat jam besar itu berdentang nyaring, ratusan kembang api diletuskan ke langit. Menghiasi cakrawala gelap dengan kerlip bintang dan gemerlap cahaya warna

  • The CLASSMATE   Section : 0 ㅡ Prolog

    Seminggu sebelumnya ...“Tes hari ini kita akhiri dengan kuis tentang konsentrasi larutan.”Akhir semester II tidak selesai hanya dengan raport yang disampaikan ke seluruh wali murid. Tapi juga ujian penempatan, yang akan memutuskan di kelas mana murid – murid Caldera High School ditempatkan. Hal itu dikarenakan sekolah itu menerapkan sistem beasiswa, dimana setiap kelas diurutkan berdasarkan total akhir akumulasi nilai.Tidak ada yang mengeluh di kelas itu. Tiga puluh enam muridnya duduk tegak dan siap dengan alat tulis masing – masing.“Presentasi 45 gram garam yang dicampurkan dengan 155 air adalah ... “Hanya tiga detik, sampai seoran

DMCA.com Protection Status