Zeveran Alcander, tangannya membuka salah satu ruangan VVIP di rumah sakit tersebut. Tubuhnya lemas, tapi masih mampu di gunakan untuk berjalan mendekati sosok wanita yang tak lagi muda sedang berbaring di tempat tidur rumah sakit.
“Mom ...,” desis Zev.
Kedua kelopak mata yang sempat terpejam lelah itu kembali terbuka, melihat sosok lelaki tampan yang sudah dua puluh delapan tahun ia lihat tumbuh kembangnya sejak lahir. Kedua sudut bibir wanita tersebut tertarik membentuk senyuman tipis.
Zev memegang tangan Jeslyn – Ibunya, dengan lembut dan penuh kehangatan. Tangan Jeslyn terangkat mengusap kepala Zev yang merendah. “Zev, putraku. Sekarang kamu sudah tumbuh dewasa, Nak.” Katanya.
“Maaf. Aku baru tau penyakitmu sekarang, aku bukan anak yang berbakti yang bahkan tidak tau jika ibunya sedang kritis melawan penyakitnya. Aku sungguh minta maaf.” Kata Zev.
Jeslyn tersenyum. “Ibu senang kamu ada di saat Ibu membutuhkanmu, jangan cemaskan Ibu, Ibu akan baik-baik saja seperti biasanya setelah di rawat di rumah sakit.” Jeslyn menarik tangannya kembali dari Zev.
Nafasnya tertarik berat, seolah oksigen di muka bumi ini telah tersisa beberapa persen saja untuk ia hirup. Zev segera memanggil dokter. Saat Jeslyn di rawat di dalam ruangan. Zev tak berhenti merasa ketakutan, ia takut jika orang yang telah melahirkannya berakhir untuk selamanya.
“Tuan Zeveran Alcander. Nyonya Jeslyn ingin berbicara dengan Anda.” Ucap seorang perawat.
Zev pun segera berdiri. Ia memasuki ruangan Jeslyn lagi, para dokter dan perawat yang ada di ruangan itu lantas keluar membiarkan Zev dengan ibunya untuk berbicara.
“Jangan katakan apapun, sekarang istirahat saja sampai kondisi Ibu pulih lagi. Ibu harus janji jika Ibu bisa sembuh.” Zev menggenggam tangan dingin sang ibu, mengecupnya beberapa kali.
“Zev ...,” panggilnya. “apa kamu bisa menuruti permintaan ibu?” tanya Jeslyn.
Zev mengangguk. “Apapun. Apapun akan aku lakukan untuk bisa memberikan yang ibu mau, aku berjanji.” Jawabnya tanpa pikir dua kali.
Jeslyn kembali tersenyum. “Ibu ingin melihatmu menikah sebelum Tuhan memanggil Ibu.” katanya.
“Mom ..., Please. Don’t say it. Aku akan menikah, tapi berjanjilah untuk sehat dan melihat aku bersama istriku meminta restu padamu.” Mohon Zev dengan suara rendah.
“Bawa kekasihmu ke hadapan Ibu. Semakin cepat kamu menikahinya, semakin Ibu bisa merasa bebas dari rasa sakit saat ini.” Suranya melemah, Jeslyn memejamkan mata. “Bawa kemari calon istrimu Zev, kamu putra Ibu satu-satunya. Sebelum ibu pergi. Ibu ingin melihatmu menikah.”
Zev melihat ibunya, bunyi Beep alat rumah sakit berbunyi. Dokter dan perawat masuk ke dalam ruangan, menyuruh Zev keluar di saat para dokter menangani pasien.
____
Menikah. Sekarang ini hal itu yang memenuhi pikiran Zev atas permintaan sang Ibu. Untuk menikah sebenarnya hal itu cukup mudah bagi Zev, tapi masalahnya di sini adalah siapa wanita yang akan menjadi istrinya?
Pernikahan bagi Zev bukanlah permainan, terlebih ia akan menikah untuk menepati janji dengan sang ibu. Zev menyugar rambutnya yang sedikit memanjang itu dengan jari ke belakang. Menghela nafas berat melalui bibirnya yang sedikit merah keunguan.
Zev bersandar, saat ini ia berada di restauran miliknya. Sejak semalam ia tidak pulang karena tidak tau harus berbuat apa, alhasil Zev menghabiskan waktunya hanya duduk tanpa melakukan hal yang lain, kecuali menunggu kabar jika ibunya telah sadar.
Sudah dua tahun Zev tidak mengencani wanita manapun, itu karena Zev lebih suka menghabiskan waktunya dengan bekerja dan bekerja tanpa memikirkan wanita.
Ketika sibuk memikirkan wanita yang ingin ia nikahi, pintu utama di restauran terbuka. Terlihat seorang gadis pemilik rambut pirang masuk dengan senyum lebarnya, padahal di restauran tersebut belum ada siapapun selain Zev.
Samar-sama Zev mendengar. “Indahnya pekerjaan.” Yang di ucapkan oleh gadis itu.
Tadinya Zev pikir gadis itu adalah pencuri. Namun, ketika gadis itu berjalan untuk mengganti seragam sembari membawa alat pembersih lantai dan meja, Zev baru menyadari jika itu adalah karyawan di restauran tersebut.
Gadis itu masih belum menyadari keberadaan Zev, sedangkan Zev memperhatikan gadis itu sembari sesekali tersenyum saat mendengar nyanyian yang keluar dari salah satu karyawannya tersebut saat bekerja.
Ketika gadis itu menoleh, benda-benda yang di pegangnya jatuh terlempar entah kemana karena kaget.
“AAAAAA....!”
Bukannya merasa bersalah karena membuat gadis itu kaget. Zev justru tertawa, sesaat ia terhibur dengan suara nyanyian gadis itu.
“K-kamu siapa!” ujarnya.
Zev masih belum berhenti tertawa, ia berdiri dari tempatnya duduk sembari berjalan mendekati gadis itu yang refleks bergerak mundur.
“Siapa namamu?” bukannya menjawab, Zev justru melontarkan pertanyaan baru.
“A.aku Mia. T-tapi kamu siapa?” Mia tergagap, namun Zev masih mengembangkan senyum di bibirnya.
“Aku calon suamimu.” Jawabnya. Hal itu tentu saja membuat Mia nyaris mengeluarkan bola mata dari tempatnya sanking terkejut akan jawaban Zev barusan.
Beberapa saat Mia menormalkan keterkejutannya, berkedip beberapa kali lalu menggeleng. Ia lupa jika Allexin juga sering menggodanya seperti itu saat sedang merasa tidak bersemangat. Sepertinya lelaki di depannya ini juga sedang menggodanya meski entah apa alasan di balik lelaki ini melakukan hal seperti itu.
Dengan santai Mia mengambil alat pel dan juga lap meja yang ia lemparkan tadi. Zev mengernyitkan kening, ia melihat gadis bernama Mia itu kembali bekerja, mengabaikan Zev yang masih memperhatikan.
“Kamu tidak mau menjadi Istriku?” tanya Zev.
Mia menoleh, di kanan kiri tangan ia memegang sapu pel dan juga lap meja. “Maaf Tuan tampan. Aku harus bekerja dan aku juga tidak mengenalmu, lalu kamu mengatakan ingin menikah denganku? Ha ha, sepertinya aku terlalu berharap bisa menjadi istri dari lelaki sepertimu.” Jawab Mia.
Zev semakin mengernyit dalam. “Kamu menganggapku bercanda?”
Mia mengedikkan bahu. “Aku harus bekerja, jika boss melihatku bermalas-malasan nanti aku di pecat dari pekerjaanku ini.” Mia kembali bekerja, mengabaikan Zev yang ternyata adalah pemilik dari restauran itu.
Zev melipat tangan di depan perut. Menarik. Satu hal yang tiba-tiba ia rasakan ketika bertemu dengan Mia, meskipun Mia memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi tapi gadis itu cukup cantik. Oh ralat, sangat cantik. Bahkan dalam satu kali pertemuan, dia sudah berhasil membuat Zev tertawa.
“Apa kau serius tidak ingin menjadi istri dari lelaki sepertiku? Aku bahkan tidak melarangmu untuk mengharapkan aku untuk kau miliki.”
Mia berbalik, memutar bola matanya malas. “Tuan tampan, yang sangat tampan. Aku sibuk, jangan ganggu aku.” Mia berkata Ketus, ia pun kembali bekerja membelakangi Zev.
Zev berdecih, ia menghampiri Mia lalu menarik sapu pel yang gadis itu pegang, meletakkan di tepi meja lalu mengurung tubuh Mia di dalam kungkungan lengan kokoh yang Zev miliki. Mia mendelik.
“Kamu bahkan mengakui jika aku tampan, tapi kenapa tidak mau menjadi istriku?”
“Aku terlalu muda untuk menikah. Setampan apapun dirimu, aku tidak mengenalmu.” Sahut Mia.
“Aku Zev. Sekarang kamu sudah mengenalku, bukan?”
Tangan Mia mendorong dada Zev agar lelaki itu tidak semakin dekat. “Aku tidak mau menikah. Sekarang menyingkir dariku!”
Zev tak bergerak sama sekali dari dorongan tangan Mia, Zev justru merasa semakin tertarik dengan gadis itu. Sepertinya ini efek dari dua tahun tidak pernah sedekat ini dengan perempuan, tapi baru kali ini Zev merasa begitu tertarik dengan gadis bernama Mia ini.
“Kalau begitu aku akan menjadikanmu istriku.”
“Dasar mesuum!” Mia mengigit lengan Zev, lelaki itu pun mengaduh kesakitan akibat gigi tajam Mia, belum sempat meredakan rasa sakit dari gigitan Mia, Zev kembali menerima rasa sakit yang lain ketika Mia memukulinya dengan sapu pel berkali-kali dengan tenaga ekstra.
Beberapa saat kemudian beberapa karyawan lain mulai datang dan mereka melihat Mia sedang memukuli boss pemilik dari restauran tersebut. Salah satu dari karyawan yang datang itu berseru.
“MIA! APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN MEMUKULI BOSS DARI RESTAURAN INI!”
Spontan Mia membeku, menoleh dengan bola mata melebar.
“B-boss?” katanya gagap.
Sekitar empat orang karyawan tersebut datang, lalu memberikan hormat sopan pada Zev. Mia menatap Zev dan empat rekan kerjanya itu, masih dengan keadaan kaget luar biasa. Mia tidak mengira jika yang ia pukuli barusan ini adalah boss di tempat ia bekerja.
“Maafkan Mia, Tuan Zev. Dia baru bekerja di sini dua hari yang lalu, jika Anda ingin, biarkan saya mengusirnya dari sini.” Ucap salah satu dari empat orang itu yang berkedudukan sebagai manager restauran.
Zev menatap Mia yang masih belum bisa berbicara karena kaget. Merasa geli akan raut wajah Mia, Zev pun merangkul pinggang Mia secara posesif.
“Dia calon istriku, siapa yang berani memberinya pekerjaan pelayan seperti ini padanya?” ujar Zev.
Bukan hanya Mia yang kaget, tapi empat rekan kerjanya pun merasa syok dengan ucapan Zev barusan. Dan belum sempat Mia memprotes, Zev sudah menarik tangan Mia untuk mengikutinya.
Mia yang masih kaget dengan status Zev sebagai boss, dia masih belum bisa mengatakan apapun selain satu pemikiran yang ada di otaknya.
“Mampus!! Jangan bilang aku akan menjadi istrinya sungguhan setelah kejadian ini?”
____
Bersambung...
Sangat di sarankan membaca ceritaku yang judulnya (PELAMPIASAN) lebih dulu biar ngehalunya makin lancar hehe
Kesialan ataukah keberuntungan. Di beri tawaran sebuah pernikahan oleh lelaki tampan bergelar boss, saat ini Mia sedang di tatap oleh Zev dengan sorot mata tajam kebiruan milik lelaki itu.Glekk.Mia tak berani berkata di depan lelaki bernama Zev ini, Mia sadar jika ia telah melakukan kesalahan di pertemuan pertama. Bukan sekali ia membuat ke salahan, tapi dua kali di waktu yang berdekatan. Pertama Mia mengigit lengan Zev lalu memukuli Zev dengan tongkat sapu pel dengan sekuat tenaga berkali kali.“Aku minta maaf. Aku tidak tau jika Anda adalah pemilik restauran ini.” Mia berucap sambil menunduk, Mia benar-benar sadar akan kesalahannya kali ini.Zev mendekat. Mia refleks bergerak mundur hingga tubuhnya tak bisa mundur lagi ketika di belakang sudah ada dinding. Dua tangan Zev mengunci kedua sisi Mia, wajahnya condong ke depan menatap gadis di depannya dengan seksama.Aneh. Zev baru bertemu dengan Mia, tapi ia di buat begitu tertarik dengan
“Kamu punya keluarga?” Tanya Zev.Mia menggeleng.“Lalu siapa perwakilan dari keluargamu untuk menyaksikan pernikahan ini?” tanya Zev lagi.Mia tersenyum. “Karena aku tidak punya keluarga, bagaimana jika kita batalkan saja pernikahan ini?” Mia mencari alasan. Zev menggeleng, lelaki itu memegang sebuah dokumen dan menandatangani dokumen tersebut.Wajah Zev teralihkan dari lembar kertas untuk menatap Mia. “Kau yakin tidak punya keluarga sama sekali?” katanya. Mia mengangguk.Zev menyodorkan dokumen ke arah Mia agar gadis itu tanda tangani. Mia tidak melihat isi dokumen tersebut, ia langsung saja menandatanginya tanpa membaca lebih dulu. Zev tersenyum tipis, Mia menutup kembali dokumen itu dan mengembalikan pada Zev.“Aku di besarkan di sebuah panti asuhan. Saat usiaku menginjak an
Mia tidak menyangka jika sekarang ia telah menikah dengan orang yang baru ia temui tadi pagi. Lebih tidak menyangka lagi jika setelah upacara pernikahan ia duduk di kursi besi rumah sakit, menunggu kabar mengenai ibu Zev yang bernama Jeslyn.Wanita yang memakai infus tadi adalah ibu Zev, setelah upacara pernikahan wanita itu kembali di larikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif. Mia menoleh, di sampingnya Zev duduk bersandar di dinding, tuksedo yang lelaki itu pakai kini ada di pangkuan, sedangkan kedua kelopak mata Zev terpejam.Sudah tiga puluh Menit tak ada yang berbicara, sampai suara pintu terbuka barulah Zev langsung berdiri.“Bagaimana keadaan ibuku?” tanya Zev langsung.“Nyonya Jeslyn masih dalam kondisi tidak sadar. Kemungkinan dua atau tiga jam lagi beliau akan sadar kembali.” Jawab dokter. “Dan untuk seme
Selesai makan malam yang di hidangkan oleh koki di rumah Zev, Mia menyantap makanan sampai perutnya kenyang, masakan koki di rumah Zev masih tidak sebaik masakan yang di buat sahabatnya, Linda.Zev berdiri, lelaki itu menuju kamar. Mia meneguk air mineral sebelum menyusul Zev.“Apa aku boleh pulang?” tanya nya.Zev yang baru saja mengambil jaket dari dalam lemari menoleh ke arah Mia. “Pulang? Ini rumahmu, kau ingin pulang kemana?” tanya Zev balik.Terdiam. Ada benarnya, selain itu rumah Mia dan rumah Zev sangat jauh. Mia juga berpisah dengan Linda hanya demi bisa mendapatkan pekerjaan di daerah Los Angeles - California. Benar-benar demi pekerja Mia harus bekerja sejauh itu dari tempat tinggalnya.Zev menghampiri setelah memakai jaketnya. “Kamu istirahat saja di sini dan jangan sampai kau berani berusaha kabur. Aku akan kembali ke rumah
Mia melepaskan tas yang ia pakai lalu meletakkan di meja rias di kamar Zev yang kini juga menjadi kamarnya. Kamar dengan dominasi warna abu-abu itu terlihat sangat maskulin, persis seperti pemiliknya.Pintu yang belum lama Mia lewati terbuka kembali, Zev masuk sambil menggulung lengan kemeja sampai siku. Kedua bola matanya melihat sosok Mia yang berdiri menatapnya.“Apa aku boleh pulang?” Pertanyaan itu kembali Mia lontarkan meskipun ia tau jika Zev sudah mengatakan rumah tersebut kini juga adalah rumah Mia selama menjadi istri dari Zev.Zev menoleh. “Bukankah sudah aku katakan, rumahku adalah rumahmu.” Kemudian Zev duduk di tepi tempat tidur, meraih charger ponsel dan mengisi daya ponselnya yang hampir habis.Mia tak berani mendekati Zev, ia takut jika Zev akan melakukan apa yang lelaki itu katakan saat di depan ibunya tadi. Membuatkan cucu, jika cucu yang di maksud lahir dari kandungan Mia maka Mia bel
Mia masih dalam posisi terkejut mendapat pelukan dari sebuah tangan kekar dan hembusan nafas segar dari Zev. Saat sudah mengendalikan keterkejutannya, Mia mendorong Zev tapi Zev masih bertahan sampai terdengar suara.“Kau menemukan kamar utama yang akan kita tempati, menurutmu apakah ini takdir agar kita bisa terus bersama?” ucap Zev, Mia segera melepaskan Zev sebelum berbalik menatap Zev yang jauh lebih tinggi.“Ruangan ini berada di tempat yang sama di rumahmu, jadi kalau aku menemukannya hal itu sudah wajar. Jangan mengambil kesimpulan kita ini memang adalah takdir.” Protes Mia, Zev tersenyum tipis, kembali memeluk Mia karena saat memeluk gadis yang telah berstatus menjadi istrinya membuat Zev merasa senang.Mia memberontak dari dekapan Zev tapi tak berhasil, Zev terlalu kuat terlebih lengan kekar yang Zev miliki sangat sulit untuk Mia lepaskan. Ujungnya Mia hanya pasrah di dekap oleh Zev sampai lelaki itu melepaskan pelu
Sesekali Mia melirik ke arah Zev yang memegang sebuah ipad, duduk di sofa single yang ada di kamar di mana Mia juga ada di tempat tersebut. Hari sudah mulai larut tapi Mia bahkan tak berani tidur sampai Zev keluar dari kamar itu. Duduk sambil memangku bantal dan memperhatikan Zev, sekitar hampir dua jam lelaki itu fokus dengan layar ipad tanpa menoleh atau berbicara dengan Mia. “Kenapa dia tidak kunjung keluar?” batin Mia. Sepuluh menit kemudian terlihat Zev mematikan ipad dan di letakkan benda persegi yang cukup besar itu ke atas meja, kepala Zev bergerak pelan ke arah Mia. “Kau belum tidur?” tanya Zev. Berdiri. Zev berjalan ke arah Mia. “Berhenti!” seru Mia, Zev spontan langsung berhenti dengan tatapan bingung. “Kenapa kamu masih di sini?” tanya Mia balik. Mengernyitkan kening. “Apa maksudmu berkata seperti itu? Tentu saja aku ingin tidur, lalu kenapa kau keberatan?” dengan santainya Zev melepaskan baju, bukan be
Zev benar-benar datang ke rumah sakit untuk memeriksakan adik kecil yang ada di antara kedua pangkal pahanya. Menunggu hasil yang akan dokter jelaskan, apakah Zev memiliki penyakit aneh itu atau tidak.Duduk dengan dokter dengan hanya di batasi oleh meja, Zev menatap dokter dengan perasaan cemas.“Anda sehat, Pak. Tidak ada kelainan pada organ reproduksi Anda.” Ucap Dokter, sesaat Zev menghela nafas lega.“Lalu kenapa aku tidak tertarik untuk menyentuh istriku?” tanya Zev tanpa basa-basi.Dokter mengangguk pelan. “Hal ini memang jarang terjadi untuk pasangan baru, kemungkinan Anda dan istri Anda butuh pendekatan untuk menimbulkan keinginan saling membutuhkan. Tapi jelas, dari pemeriksaan yang di lalukan beberapa saat lalu, milik Anda sehat.” Jelas dokter.Zev mendengarkan kalimat dokter selanjutnya hingga akhirnya Zev memilih untuk keluar dari ruangan dokter itu. Jelasnya Zev sudah tau jika ia masih bisa me