“Kamu punya keluarga?” Tanya Zev.
Mia menggeleng.
“Lalu siapa perwakilan dari keluargamu untuk menyaksikan pernikahan ini?” tanya Zev lagi.
Mia tersenyum. “Karena aku tidak punya keluarga, bagaimana jika kita batalkan saja pernikahan ini?” Mia mencari alasan. Zev menggeleng, lelaki itu memegang sebuah dokumen dan menandatangani dokumen tersebut.
Wajah Zev teralihkan dari lembar kertas untuk menatap Mia. “Kau yakin tidak punya keluarga sama sekali?” katanya. Mia mengangguk.
Zev menyodorkan dokumen ke arah Mia agar gadis itu tanda tangani. Mia tidak melihat isi dokumen tersebut, ia langsung saja menandatanginya tanpa membaca lebih dulu. Zev tersenyum tipis, Mia menutup kembali dokumen itu dan mengembalikan pada Zev.
“Aku di besarkan di sebuah panti asuhan. Saat usiaku menginjak angka delapan belas tahun, aku keluar dari sana untuk hidup mandiri. Apa kamu masih menganggap aku berbohong? Aku punya dua sahabat, aku akan menghubunginya.” Mia mengeluarkan ponsel, segera ponsel itu di rebut oleh Zev.
“Tidak perlu, sahabatmu tidak di butuhkan.” Zev menarik tangan Mia untuk mengikutinya. Mia lemas, tubuhnya tidak bersemangat untuk melewati hari yang panjang ini.
“Mereka sahabatku, tapi aku sudah seperti keluarga bagi mereka.” Ucap Mia, namun tak di hiraukan oleh Zev. Mia berusaha melepaskan tangan Zev darinya, tapi tangan Zev sangat kuat sampai Mia harus kembali pasrah di geret oleh lelaki satu ini.
Zev membawa Mia ke sebuah ruangan, ada sebuah gaun putih cantik di ruangan tersebut dan juga ada dua orang wanita yang akan membantu Mia mempercantik diri sebelum pernikahan.
“Buat dia secantik mungkin, ini adalah hari istimewa yang harus dia lewati.” Pesan Zev pada dua wanita selain Mia. Kemudian, Zev pun meninggalkan Mia.
“ZEV!” Mia ingin menyusul atau lebih tepatnya melarikan diri. Namun, dua wanita yang ada di sana menahan Mia, memaksa gadis itu duduk untuk di percantik. Sekali lagi Mia pasrah, ia tidak bisa menghubungi Allexin ataupun Linda saat ponselnya di bawa oleh lelaki bermata biru itu.
Minta tolong di tempat ini juga sepertinya akan sia-sia.
Hampir dua jam Mia di rias oleh dua wanita. Kini, tubuh Mia telah terbalut gaun putih cantik yang tadinya sedikit kebesaran. Namun, karena dua wanita tadi sepertinya sudah ahli dalam hal seperti ini, gaun tersebut akhirnya pas di tubuh Mia.
Jujur Mia mengagumi penampilannya saat ini saat memakai balutan gaun indah pernikahan. “Sayang sekali, Linda dan Allexin tidak melihatku memakai gaun ini.” Batin Mia.
Tiba-tiba kedua bola mata Mia melebar. “Linda, Allexin?” Mia pun melihat ke arah pintu, berjalan ke sana untuk meminta ponselnya yang di sita oleh Zev.
“Nona. Tuan tidak mengijinkan Anda keluar sampai orang suruhan beliau datang.” Tegur satu dari dua wanita yang membantu Mia merias diri, sedangkan wanita yang lain menahan pintu yang akan di buka oleh Mia.
“ZEV! Berikan ponselku! Aku harus menghubungi Linda dan Allexin!” teriak Mia. Masa bodoh pada dua wanita yang ada di sana menganggapnya gila. Tapi, Mia dan dua sahabatnya sudah seperti keluarga.
Di hari pernikahan seperti ini, tidak mungkin Mia tidak mengundang mereka berdua untuk datang. Teriakan Mia berakhir sia-sia, Zev tidak muncul dan ia juga tidak bisa keluar dari tempat itu.
Mia ingin menangis. Tapi ia kasihan pada dua wanita yang sudah membantunya merias selama satu jam lebih jika riasannya rusak.
“Nona, duduklah. Tuan Zev pasti akan kembali.”
Mia menatap wanita yang berbicara padanya. “Menurutmu, Zev bagaimana?” tanya Mia.
Wanita itu mengernyitkan keningnya. “Tuan Zev adalah orang tampan. Dia juga orang yang cukup populer.” Jawab wanita itu.
“Kalau begitu ... bagaimana kalau kamu saja yang menikah dengan Zev?” Mia tersenyum lebar, seolah mendapat ide paling jenius yang pernah ada dalam pikirannya.
“Kamu tidak akan pernah bisa menggantikan posisimu pada wanita lain, Mia.” Suara Zev terdengar di belakang Mia. Sontak saja tubuh Mia membeku seperti di freezer. Dua wanita yang membantu Mia tadi lantas keluar membiarkan Zev berdua dengan Mia.
Zev mendekat, berdiri tepat di depan Mia yang hanya setinggi dagunya. Mia mendongak, ia merasa lebih tinggi berkat sepatu heels yang di pakainya, menakjubkan. Zev tinggi sekali.
“Apa kamu berubah pikiran untuk menikahiku?”
“Tidak.”
“Lalu kapan kamu akan berubah pikiran?”
“Tidak akan pernah.”
Mia memanyunkan bibirnya. “Kalau begitu biarkan aku menghubungi Linda dan Allexin. Mereka harus tau kalau aku menikah.”
“Tidak perlu. Dengan datang atau tidaknya mereka, kamu tetap akan menjadi istriku hari ini juga.”
“Kenapa kau memaksa sekali, Zev!?” protes Mia.
Bukannya merasa bersalah, Zev justru tersenyum sambil menawarkan lengan untuk Mia gandeng.
“Ayo, pastor dan yang lain sudah menunggu.” Kata Zev.
Mia menggeleng, ia lebih memilih berjalan mendahului Zev tapi lelaki itu mengikuti Mia dan memaksa tangan Mia untuk melingkari lengannya. Saat Mia ingin menarik tangan dari Zev, lelaki itu mengapit tangan Mia sampai tidak bisa lepas.
“Jangan membuat masalah, atau kamu akan tau akibatnya.” Suara Zev kali ini terdengar mengerikan, Mia akhirnya memilih diam dan masuk ke dalam mobil hitam milik Zev.
Kendaraan tersebut melaju ke arah sebuah gereja, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Beberapa orang telah menunggu di sana termasuk seorang pastor. Terlihat pula ada seorang wanita yang duduk di kursi roda dengan selang infus tertancap di salah satu tangannya.
Zev menggandeng Mia menuju altar. Debaran jantung Mia semakin cepat, ia tidak menyangka akan menikah secepat ini. Usianya saja baru akan dua puluh tahun dua minggu kemudian.
Berdiri saling berhadapan. Mia menatap Zev yang memakai setelan tuksedo hitam, kemeja putih lengkap dengan sebuah dasi hitam kupu-kupu melingkari lehernya. Apa ia akan menikah dengan lelaki itu? Pikiran konyol tersebut masih saja menghiasi otak Mia. Jelas-jelas sekarang ia dan Zev berada di depan seorang pastor, dan tentu saja sedang mengucapkan janji pernikahan, bukan makan siang.
Zev menatap lekat ke kedua manik mata kecoklatan milik Mia. Mendengarkan pastor yang mengucapkan kalimat-kalimat sakral, sedangkan Mia balas menatap Zev. Lelaki itu seperti sedang menghipnotisnya untuk terus terpesona sampai tanpa sadar Mia mengiyakan apapun yang Pastor ucapkan.
Tanpa di sadari, tiba waktu untuk ciuman pernikahan. Mia syok, ia refleks bergerak mundur sampai gaun-nya terinjak oleh heels yang cukup tinggi itu. Zev menangkap tubuh Mia layaknya di sebuah film layar lebar.
Mia hampir merasakan indahnya jatuh di altar tepat setelah pernikahan. Untungnya Zev bergerak cepat, lebih cepat lagi saat lelaki itu menempelkan bibirnya dengan bibir Mia, hanya saja sedikit terhalang oleh ibu jari Zev.
Suara tepuk tangan menyadarkan Mia. Debaran jantungnya jauh lebih cepat dari yang tadi saat melihat Zev sedekat ini dengannya. Bibir mereka hampir bersentuhan jika tidak ada ibu jari tangan lelaki itu.
Zev sedikit menarik diri lalu berbisik. “Akan aku berikan ciuman yang menggairahkan saat kau sudah menerimaku nantinya.” Lalu kembali berdiri normal. Mia gugup, sangat gugup dengan apa yang terjadi dan apa yang Zev katakan barusan.
_____
Bersambung...
Mia tidak menyangka jika sekarang ia telah menikah dengan orang yang baru ia temui tadi pagi. Lebih tidak menyangka lagi jika setelah upacara pernikahan ia duduk di kursi besi rumah sakit, menunggu kabar mengenai ibu Zev yang bernama Jeslyn.Wanita yang memakai infus tadi adalah ibu Zev, setelah upacara pernikahan wanita itu kembali di larikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif. Mia menoleh, di sampingnya Zev duduk bersandar di dinding, tuksedo yang lelaki itu pakai kini ada di pangkuan, sedangkan kedua kelopak mata Zev terpejam.Sudah tiga puluh Menit tak ada yang berbicara, sampai suara pintu terbuka barulah Zev langsung berdiri.“Bagaimana keadaan ibuku?” tanya Zev langsung.“Nyonya Jeslyn masih dalam kondisi tidak sadar. Kemungkinan dua atau tiga jam lagi beliau akan sadar kembali.” Jawab dokter. “Dan untuk seme
Selesai makan malam yang di hidangkan oleh koki di rumah Zev, Mia menyantap makanan sampai perutnya kenyang, masakan koki di rumah Zev masih tidak sebaik masakan yang di buat sahabatnya, Linda.Zev berdiri, lelaki itu menuju kamar. Mia meneguk air mineral sebelum menyusul Zev.“Apa aku boleh pulang?” tanya nya.Zev yang baru saja mengambil jaket dari dalam lemari menoleh ke arah Mia. “Pulang? Ini rumahmu, kau ingin pulang kemana?” tanya Zev balik.Terdiam. Ada benarnya, selain itu rumah Mia dan rumah Zev sangat jauh. Mia juga berpisah dengan Linda hanya demi bisa mendapatkan pekerjaan di daerah Los Angeles - California. Benar-benar demi pekerja Mia harus bekerja sejauh itu dari tempat tinggalnya.Zev menghampiri setelah memakai jaketnya. “Kamu istirahat saja di sini dan jangan sampai kau berani berusaha kabur. Aku akan kembali ke rumah
Mia melepaskan tas yang ia pakai lalu meletakkan di meja rias di kamar Zev yang kini juga menjadi kamarnya. Kamar dengan dominasi warna abu-abu itu terlihat sangat maskulin, persis seperti pemiliknya.Pintu yang belum lama Mia lewati terbuka kembali, Zev masuk sambil menggulung lengan kemeja sampai siku. Kedua bola matanya melihat sosok Mia yang berdiri menatapnya.“Apa aku boleh pulang?” Pertanyaan itu kembali Mia lontarkan meskipun ia tau jika Zev sudah mengatakan rumah tersebut kini juga adalah rumah Mia selama menjadi istri dari Zev.Zev menoleh. “Bukankah sudah aku katakan, rumahku adalah rumahmu.” Kemudian Zev duduk di tepi tempat tidur, meraih charger ponsel dan mengisi daya ponselnya yang hampir habis.Mia tak berani mendekati Zev, ia takut jika Zev akan melakukan apa yang lelaki itu katakan saat di depan ibunya tadi. Membuatkan cucu, jika cucu yang di maksud lahir dari kandungan Mia maka Mia bel
Mia masih dalam posisi terkejut mendapat pelukan dari sebuah tangan kekar dan hembusan nafas segar dari Zev. Saat sudah mengendalikan keterkejutannya, Mia mendorong Zev tapi Zev masih bertahan sampai terdengar suara.“Kau menemukan kamar utama yang akan kita tempati, menurutmu apakah ini takdir agar kita bisa terus bersama?” ucap Zev, Mia segera melepaskan Zev sebelum berbalik menatap Zev yang jauh lebih tinggi.“Ruangan ini berada di tempat yang sama di rumahmu, jadi kalau aku menemukannya hal itu sudah wajar. Jangan mengambil kesimpulan kita ini memang adalah takdir.” Protes Mia, Zev tersenyum tipis, kembali memeluk Mia karena saat memeluk gadis yang telah berstatus menjadi istrinya membuat Zev merasa senang.Mia memberontak dari dekapan Zev tapi tak berhasil, Zev terlalu kuat terlebih lengan kekar yang Zev miliki sangat sulit untuk Mia lepaskan. Ujungnya Mia hanya pasrah di dekap oleh Zev sampai lelaki itu melepaskan pelu
Sesekali Mia melirik ke arah Zev yang memegang sebuah ipad, duduk di sofa single yang ada di kamar di mana Mia juga ada di tempat tersebut. Hari sudah mulai larut tapi Mia bahkan tak berani tidur sampai Zev keluar dari kamar itu. Duduk sambil memangku bantal dan memperhatikan Zev, sekitar hampir dua jam lelaki itu fokus dengan layar ipad tanpa menoleh atau berbicara dengan Mia. “Kenapa dia tidak kunjung keluar?” batin Mia. Sepuluh menit kemudian terlihat Zev mematikan ipad dan di letakkan benda persegi yang cukup besar itu ke atas meja, kepala Zev bergerak pelan ke arah Mia. “Kau belum tidur?” tanya Zev. Berdiri. Zev berjalan ke arah Mia. “Berhenti!” seru Mia, Zev spontan langsung berhenti dengan tatapan bingung. “Kenapa kamu masih di sini?” tanya Mia balik. Mengernyitkan kening. “Apa maksudmu berkata seperti itu? Tentu saja aku ingin tidur, lalu kenapa kau keberatan?” dengan santainya Zev melepaskan baju, bukan be
Zev benar-benar datang ke rumah sakit untuk memeriksakan adik kecil yang ada di antara kedua pangkal pahanya. Menunggu hasil yang akan dokter jelaskan, apakah Zev memiliki penyakit aneh itu atau tidak.Duduk dengan dokter dengan hanya di batasi oleh meja, Zev menatap dokter dengan perasaan cemas.“Anda sehat, Pak. Tidak ada kelainan pada organ reproduksi Anda.” Ucap Dokter, sesaat Zev menghela nafas lega.“Lalu kenapa aku tidak tertarik untuk menyentuh istriku?” tanya Zev tanpa basa-basi.Dokter mengangguk pelan. “Hal ini memang jarang terjadi untuk pasangan baru, kemungkinan Anda dan istri Anda butuh pendekatan untuk menimbulkan keinginan saling membutuhkan. Tapi jelas, dari pemeriksaan yang di lalukan beberapa saat lalu, milik Anda sehat.” Jelas dokter.Zev mendengarkan kalimat dokter selanjutnya hingga akhirnya Zev memilih untuk keluar dari ruangan dokter itu. Jelasnya Zev sudah tau jika ia masih bisa me
Zev baru bisa tiba ketika waktu menunjukkan pukul sembilan malam, langkah lebar Zev mengarahkan lelaki itu menuju ke sebuah ruangan di salah satu rumah sakit.Pintu di buka oleh Zev, terlihat sosok Mia istrinya sedang berbaring dengan bantuan alat rumah sakit. Di samping Mia ada gadis lain yang tidak Zev kenal. Saat Zev akan mendekati Mia, gadis yang menjaga Mia menghadang langkan Zev.“Maaf, Anda siapa sampai masuk ke sini tanpa permisi?” Zev tidak menatap gadis yang menatapnya, ia hanya terfokus dengan Mia dan bagaimana keadaan istrinya saat ini.“Menepilah, aku hanya memiliki urusan dengannya.” Zev akan mendorong gadis itu dari jalannya tapi gadis itu tetap bersikeras menahan Zev agar tidak mendekati Mia.“Tidak, sebelum kamu mengatakan apa hubunganmu dengan Mia maka aku tidak akan mengijinkamu mendekatinya.”Zev menatap Linda, menghela nafas rendah lalu menjawab, “Dia istriku.”
Zev benar-benar kembali ke Los Angeles untuk melihat kondisi ibunya. Hans berdiri di depan pintu seolah memang sengaja menunggu Zev datang.“Sekarang kondisinya sudah membaik. Tadi Nyonya Jeslyn mengalami masalah sampai detak jantungnya sempat berhenti, tapi Dokter berhasil memberi bantuan hingga detak jantungnya kembali.” jelas Jordan, asisten Zev.Zev mengusap wajahnya merasa lega.“Bagaimana dengan Mia? Bukankah kamu ke Colorado untuk menjemputnya pulang?”“Dia juga ada di rumah sakit, saat ini jangan beritahu ibuku jika Mia dalam keadaan menghawatirkan.” Kemudian Zev masuk ke dalam ruangan Jeslyn di rawat, ibunya terlihat sudah membuka mata dan hal yang Jeslyn lihat adalah keberadaan Zev yang datang menghampiri.“Dimana Mia?”Lagi-lagi Mia yang di pertanyakan. Zev tidak bisa menjawab jujur mengenai kondisi Mia yang sekarang, Jeslyn hampir meregang nyawa karena kondisinya yang