"Jadi begitu ceritanya, Tan, Om," jelas Adel pada kedua orang tua Kalea.Saat mereka datang pintu rumah tidak terkunci, dan pas bunga di depan rumah juga jatuh. Seolah baru saja terjadi sesuatu. Namun saat mereka masuk yang dilihat justru Adel. Sedangkan Kalea sudah tertidur di kamar karena kelelahan."Ya Tuhan, ini gara-gara aku tinggal Kalea sendiri di rumah, Mas. Harusnya aku gak pergi. Padahal aku tau sebelumnya ada yang pernah berniat buruk sama anak kita," ucap Vita pada sang suami."Gak ada yang perlu di salahkan. Adek, terima kasih kamu sudah menolong Kalea. Jadi dia sedang tidur sekarang?"Adel mengangguk kecil. "Iya, Om. Kalea sempat kehujanan mungkin dia cape.""Kalau begitu kita mau lihat kondisi Kalea dulu. Kamu bisa menginap malam ini.""Kayaknya Adel pulang aja, Tan. Sebentar lagi pulang, sekalian nunggu Deon yang ngejar penjahat itu. Nanti kalau ada info aku kabarin. Besok aku ke sini lagi sama Oliv."Mereka berdua mengiyakan dan kembali berterima kasih. "Yasudah, kamu
"Siapa yang telepon?" tanya Kalea setelah Elkan mematikan ponselnya. Pria itu berbalik dengan rshang yang mengeras. Terlihat bahwa Elkan sedang marah sekarang. "Aku harus pergi sebentar, nanti balik lagi ke sini." "Siapa yang telepon? Lo udah tau pelakunya?"Elkan menghela nafas sesaat. "Jonan udah tau, jadi sekarang aku mau ketemu sama orangnya. Kamu tunggu di sini, oke?""Gue mau ikut," jawab Kalea cepat.Ini menyangkut dirinya juga. Kalea ingin tau siapa yang melakukan seperti ini padanya. Dia harus melihatnya sendiri untuk menanyakan apa masalah mereka? Kalea tidak mau Elkan atau bahkan orang tuanya yang menyekesaikan masalah ini sendiri. Melihat Kalea yang hendak turun dari ranjang membuat Elkan cepat menahannya. "Kamu lagi sakit. Biar aku yang urus semuanya.""Gak mau. Gue mau liat sendiri, El. Gue pengen liat pelakunya.""Jangan keras kepala, Kalea! Saya gak mau kamu kenapa-napa." Elkan mulai merubah intonasi menjadi tegas. Dia tak mau terjadi hal buruk pada Kalea. Namun sep
Kalea masih menunggu jawaban dari wanita di depannya. Sekarang dia bisa menebak kenapa Airin melakukan semua ini padanya. Dia pasti masih tidak terima Kalea menggantikan posisinya. Lagipula, siapa yang terima jika kekasihnya direbut? Walaupun secara pandangan Kalea tidak merebutnya langsung."Aku mau kamu tau, kalau Elkan cuma punyaku," kata Airin menatap Kalea. "Jadi akhiri hubungan kalian, karena aku yang pantas bersanding sama Elkan. Bukan kamu!"Kalea bersedekap dada, tak mau kalah. "Lebih baik tanya Elkan. Dia pilih siapa? Aku gak akan paksa dia suka sama aku.""Beb, aku pilih kamu lah," kata Elkan tanpa ragu. See? Tidak perlu repot-repot berdebat.Airin berdecih. "El, aku tau hubungan kalian pura-pura. Ada orang yang ngasih aku rekaman kalau cewek ini bilang hubungan kalian palsu. Jujur aja. Atau aku bisa bilang sama semua orang kalau kalian penipu!"Tunggu sebentar. Airin bilang kalau dia tau hubungan Kalea dan Elkan palsu dari seseorang. Kalea sendiri tak menceritakan masalah
Pagi ini Kalea bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Setelah kemarin minum obat dan istirahat seharian. Namun kali ini rasanya dia benar-benar sudah sembuh. Mungkin hanya tinggal menyisakan sedikit pusing, tapi itu masih bisa di tangani.Kalea berjalan menuju dapur dimana Ibunya sedang memasak. Ia berjalan menghampirinya dan memeluk dari belakang. Vita yang terkejut langsung menoleh. Wanita itu menghela nafas saat melihat sang anak yang bergelayut manja. "Kamu udah sembuh?""Udah. Makasih, ya, Mama udah jagain aku semalaman. Papa juga sampai tidur di sofa. Padahal aku udah besar," kata Kalea meletakan dagu di pundak sang Ibu."Bagi Mama sama Papa, kamu ini tetap putri kecil untuk kita. Bahkan disaat kamu sudah menikah nanti, punya anak, kamu tetap anak Mama sama Papa."Kalea tersenyum dan kembali memeluknya sesaat. Dia bersyukur terlahir sebagai anak dari kedua orang tuanya. "Kalau aku punya anak nanti, aku mau jadi orang tua seperti Mama. Pasti anak aku seneng banget punya Ib
Elkan mengusap wajahnya pelan. Mereka masih sama-sama diam untuk beberapa waktu. Kalea yang kehilangan kata-katanya dan Elkan yang berusaha mengatur emosinya. Dia tidak pernah sekesal ini saat cemburu.Cemburu? Tentu saja. Elkan tidak mau lagi mengelak atau berpura-pura. Saat ini dia mengatakan jika dirinya sedang cemburu. Kalea lebih sering membahas Rendi, tanpa tau apa maksud dan tujuan pria itu. Elkan hanya menunda waktu sampai waktu yanb tepat, dan mungkin inilah waktu yang tepat agar Kalea tau jika niat Rendi itu buruk."Sekarang aku tanya lagi. Kamu gak merasa apapun saat berdua sama aku?" Elkan menatapnya dalam. Kalea yang ditatap jadi grogi.Kalea sendiri bingung. Entah kenapa dia tidak bisa jujur dengan dirinya sendiri. Satu sisi dia mulai nyaman dengan Elkan, tapi bagian dirinya yang lain mengatakan untuk jangan pernah jatuh cinta pada pria itu. Kenapa? Kalea takut jika dia berakhir menjadi mainan. "Enggak," lirihnya tanpa balik menatap."Kamu tau lebih tentang Dosen kamu?
Pagi ini Elkan berniat untuk mengantarkan Belina kembali rumah orang tuanya. Untuk dua hari ke depan Belina ingin tinggal di rumah lamanya. Gadis itu juga merindukan kedua orang tuanya di sana.Baru saja keluar dari rumah, Belina melihat Kalea juga bersiap pergi di depan rumah. Gadis itu melambaikan tangan dan menyapa. "Pagi Kak Kalea.""Hai, kamu mau kemana?" tanya Kalea sedikit berteriak."Ke rumah Mama sama Papa dulu. Dua hari aku di sana, nanti balik lagi ke sini," balasnya ikut mengeraskan suara."Oh, ya? Hati-hati di jalannya. Jangan lupa aku titip salam sama orang tua kamu."Belina mengangguk dan menunjukan Ibu jarinya ke atas. Sesaat kemudian Belina menatap Elkan yang sejak tadi diam di depan mobil. "Kak El, itu ada Kak Kalea. Biasanya nyamperin ke sana."Elkan menatap Kalea yang ternyata sedang menatapnya juga. Untuk beberapa detik mereka saling tatap. Kalea tersenyum ke arahnya namun Elkan malah memalingkan wajah. Dia segera membuka pintu mobil untuk sang adik."Ayo, kita be
"Jadi bunga ini dari Bapak?" tanya Kalea menggenggam erat buket bunga di tangannya. Dia pikir Elkan."Iya. Apa kamu suka?"Kalea tersenyum canggung. Ia hanya menatap sekilas pria di depannya dan kembali melengos. Kenapa ada rasa tidak puas? Dia tidak berpikir jika Rendi yang memberinya bunga.Elkan itu sedang marah, mana mungkin dia mengirim bunga? pikirnya. "Kalea? Kamu gak suka bunganya?" tanya Rendi menyadarkan lamunan."Eh, su-suka."Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangan. "Saya mau mengajak kamu makan bersama di luar. Kamu tidak keberatan, kan?""Makan di luar, ya?"Setelah berpikir cukup lama Kalea mengangguk. Dia memang sudah bilang pada Rendi jika perasaannya menghilang. Tapi pria itu malah bersikap mendekatinya, jadi Kalea hanya menanggapi kedekatan mereka tidak serius.Tiba-tiba perkataan Elkan juga melintas di kepalanya. Elkan bilang jika Rendi hanya memanfaatkannya dan mencoba memainkan perasaannya. Apa benar pria di depannya ini hanya memperalat Kalea sebagai bahan ba
Kalea berjalan lesu menuju rumahnya. Hari ini dia tidak bisa berpikir fokus karena terus mengingat Elkan. Mungkin dia hanya kehilangan sosok pria yang sering menganggunya itu. Walaupun sikapnya menyebalkan, tapi Kalea merasa nyaman.Belum sempat masuk ke dalam rumah, Kalea melihat Molly yang bermain di halaman rumah Elkan. Anjing itu mengigit sebuah bola kecil yang berwarna merah. Melihat Kalea yang menhampirinya Molly terlihat antusias. Dia berlari seakan ingin memberikan bola yang digigitnya."Loh, kenapa Elkan biarin anjingnya di luar sendirian?" gumamnya pelan.Kalea perlahan merendahkan tubuhnya dan mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Molly. Ngomong-ngomong dia sudah tidak takut lagi dengan Anjing. Dia sudah belajar untuk berani setelah hari dimana Molly membantunya dari aksi kejahatan. Kalea hanya perlu belajar untuk tidak tidak takut.Guk.. guk...Anjing itu menggonggong ketika Kalea melempar bola di tangannya asal. Molly berlari mengambilnya, dan mereka melakukan seperti
Huek...Kalea mengusap mulutnya dengan air mengalir dan menatapnya di depan cermin. Tiba-tiba saja ia merasa mual. Kalea sempat berpikir ke arah lain apalagi dia telat haid 2 Minggu."Masa udah hamil lagi, sih? Jangan dulu dong. Kenan masih kecil."Kalea memang selalu menjaga dirinya setiap berhubungan dengan Elkan. Dengan memiliki suami yang selalu berhasrat membuat Kalea takut kebobolan. Dia ingin memiliki anak kedua jika Kenan memang sudah berusia 5 tahun agar dia juga masih mendapat perhatian dengan cukup.Wanita itu pergi ke luar kamar mandi dan mencari Elkan dan Kenan. Ayah dan anak itu ternyata berada di luar rumah. Elkan tengah mencuci mobilnya sedangkan Kenan bermain busa dengan sebuah bebek mainan yang terapung."Kenan main apa?" tanya Kalea ikut berjongkok di samping anaknya."Bun..""Main sabun? Bajunya basah ini. Nanti masuk angin sayang. Ini pasti Papa yang ajarin, kan?"Kenan yang dibawa-bawa langsung berbalik. "Kenapa aku? Itu mau anak kamu kok.""Anak kamu juga ini. S
2 tahun kemudian.Waktu terasa begitu cepat bagi orang tua untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Contohnya Elkan, apalagi semenjak memiliki anak dia banyak menghabiskan waktu di rumah dan bekerja dari rumah. Hal itu juga yang membuat Kalea senang karena Elkan bisa membagi waktunya dengan baik.Kenan, anak itu sudah berusia 2 tahun sekarang. Semakin lucu dan semakin terlihat tampan seperti ayahnya. Bukan hanya parasnya yang menarik perhatian, tapi juga kepintarannya karena dia sudah mulai belajar berbicara. Selama di tahun kedua itu juga Kalea dan Elkan sama-sama banyak belajar. Menjadi orang tua tidak semudah itu. Bahkan tak menampik jika terkadang mereka bertengkar kecil. Namun itu juga tak akan lama karena diantara mereka akan selalu ada yang mengalah. Mungkin bisa dikatakan Elkan lebih banyak mengalah."Elkan! Udah siap belum?" teriak Kalea dari lantai bawah. Tak lama kemudian datanglah Elkan dengan Kenan di gendongannya. Bocah dua tahun itu merentangkan tangannya saat melihat K
"El bangun," bisik Kalea menepuk pipi Elan dengan pelan. Dia tidak ingin sang anak yang tengah tertidur jadi ikut terbangun."Eum.. ada apa?" gumam Elkan membuka matanya perlahan. Ia menarik tangan Kalea agar kembali berbaring di atasnya. "Aku masih ngantuk, Beb.""Bangun! Ini udah jam tujuh, nanti kan mama sama Papa mau ke sini. Aku mau mandi, kamu jagain Kenan, ya."Pria itu menekuk wajahnya. "Gak bisa mandi bareng, dong?"Kalea terkekeh pelan dan mengecup suaminya lembut. Maklumi saja karena Elkan ini memang sedikit gila dan dia mesum. Tapi terhitung sudah 4 bulan mereka tidak melakukan hubungan suami istri. Jadi sebagai pria Elkan sangat menginginkan hal itu. "Nanti tunggu Kenan besar.""Lama banget dong, Beb.""Aku mau mandi dulu, ya. Dah..." Wanita itu tertawa sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Elkan yang kini mendengus pelan.Tapi tidak apa-apa, dia juga hanya bercanda. Elkan tau Kalea masih baru beberapa hari ini melahirkan anaknya. Jadi Elkan hanya meng
Hari ini Kalea sudah bisa dibawa pulang bersama bayinya. Kalea menggendong bayinya dengan hati-hati dengan Elkan yang membawa tas, berjalan di belakangnya. Hari ini katanya khusus hari untuk Kalea dan Elkan bersama anaknya. Setelah ini barulah nanti orang-orang bisa bebas bermain dengan anak mereka.Untuk membiasakan diri sebagai orang tua baru. Kalea dan Elkan ingin mereka memiliki waktu bertiga terlebih dahulu. Dan dimulai sekarang Elkan akan menetapkan bahwa satu Minggu sekali dia ingin ada hari dimana mereka benar-benar bertiga."Selamat datang." Elkan membuka pintu apartemen lebar, membiarkan istri dan anaknya masuk lebih dulu."Makasih Papa," kata Kalea dengan suara anak kecil.""Sama-sama sayang."Elkan meletakan tas-tas berisi pakaian Kalea dan menghampiri istrinya tersebut. Setelah dipikir-pikir sepertinya Elkan berniat untuk pindah membeli rumah lagi. Jika tetap tinggal di apartemen pasti sulit juga, apalagi kini mereka sudah punya bayi. Sebenarnya Elkan juga belum menjual r
Setelah dua bulan perginya Belina ke Swiss, keluarga Cyrano mulai terbiasa. Mereka sering mendapat kabar dari Belina. Dan jika tidak ada kabar darinya maka Elkan akan meminta kabar dari Jonan. Pria itu cukup sering melihat Belina di asrama sekolah untuk memastikan keadaannya. Hal yang terdengar menenangkan adalah Belina kembali bisa bersosialisasi seperti biasa. Contohnya dengan Jonan, dia tidak takut seperti sebelumnya. Belina mulai terbiasa dan mulai melupakan masalahnya. Fokusnya hanya pada sekolah."Aw!" Kalea mendudukkan dirinya di kursi sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Kalea! Lo kenapa?" Adel bergegas menghampiri sahabatnya itu. Hari ini Kalea, Adel, dan Oliv berada di apartemen Kalea. Akhir-akhir ini mereka berdua memang sering menemui Kalea. Karena tengah hamil besar, tidak mungkin juga mereka membiarkan Kalea keluar rumah hanya untuk bertemu, jadi lebih aman jika Adel dan Oliv yang mendatanginya. Lagipula Elkan tidak mengizinkan istrinya itu keluar rumah tanpa
Belina berjalan masuk ke dalam rumah dan menatap Kakaknya yang tengah diobati oleh Kalea. Akibat kecelakaan tadi mereka langsung pulang. Kalea benar-benar khawatir meskipun Elkan mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Memang tidak ada luka serius. Hanya telapak tangan yang berdarah dan celana bagian lutut yang sobek, namun tak ada luka parah di lututnya. Belina tak berani mendekat karena dia merasa bersalah. Dengan perlahan Jonan lagi-lagi mendekatinya. Namun kali ini Belina menghindar."Jangan deket-deket!"Pria itu tersenyum kecut. "Maaf." Ia sedikit menjauh dari perempuan di sampingnya. "Elkan itu gak sebrengsek yang kamu pikir. Dia cuma main-main sama ceweknya dulu. Gak ada paksaan sama sekali. Mungkin kamu jijik dengernya, tapi itu Elkan. Setelah Kalea datang, Kakak kamu itu gak pernah main cewek lagi. Dan ketakutan Elkan itu, adek ceweknya ketemu sama cowok yang gak bener. Karena dia gak mau kamu kenapa-napa.""Tetep aja ini karma." Belina menunduk memainkan ujung kaosnya."Jan
"Udah siap? Kita berangkat sekarang, yuk." Pagi ini Kalea dan Belina bersiap untuk jalan-jalan pagi ke luar. Bukan hanya mereka berdua, tapi ada Adel dan Oliv juga. Mereka mendukung Belina agar bisa berani ke luar rumah. Karena mereka juga tau kalau Belina tidak memiliki teman dekat di sekolahnya."Tapi, aku takut, Kak. Aku takut ketemu sama cowok," kata Belina memainkan jarinya."Gak semua laki-laki itu sama. Lagian ada aku, ada Adel, sama Oliv. Kita jagain kamu. Tapi kalau kamu gak mau gak apa-apa, deh. Padahal sebenernya aku lagi ngidam pengen makan bubur di taman sama kamu juga.""Kak..""Gak apa-apa kalau kamu mau ponakan ileran. Aku pergi sama temen-temen aku aja." Kalea mengusap perutnya dengan wajah memelas. Melihat itu Belina jadi tidak enak. Bagaimanapun juga ngidamnya ibu hamil kan harus dituruti. Diam-diam Kalea tersenyum senang saat adik iparnya itu mulai berpikir ulang. "Ya udah, kita berangkat sekarang."Adel membuka pintu kamar Belina lebar. "Ayo pergi sekarang."Kee
Sudah sekitar beberapa hari ini keadaan Belina semakin membaik. Dia tidak lagi berteriak saat melihat pria, namun untuk soal komunikasi memang masih sedikit sulit. Hari ini lagi-lagi Kalea mengantarkan makanan untuknya. Kali ini kesukaan Belina, yaitu sup Ayam.Ketika pintu kamar terbuka Kalea bisa melihat Belina yang sedang menyiapkan obat yang akan diminumnya. Namun bukan satu atau dua, tapi sekitar lima. Itu gila. Dengan cepat Kalea menghampirinya dan meletakan nampan di atas meja."Kamu ngapain?!" Kalea menepis tangan Belina hingga obat-obat itu berserakan. "Kamu mau overdosis?"Belina menatap obat miliknya yang jatuh. "Kenapa dibuang?" tanya Belina sambil mengepalkan tangannya."Kamu overdosis kalau minum obat sebanyak itu sekaligus. Obat apa itu?""Supaya aku gak hamil. Aku gak mau hamil."Kalea tertegun beberapa saat. Ternyata Belina beberapa hari ini mengkonsumsi obat anti hamil agar tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya setelah kejadian itu. Namun jika meminum sebanyak itu
Hari ini adalah pemeriksaan Belina untuk kedua kalinya. Belum ada perubahan, dan dia terus melamun dan menyendiri. Untuk masalah makan, dia hanya makan sedikit itupun dengan susah payah dibujuk. Dan tau siapa yang berhasil membujuknya? Psikolog itu sendiri.Kalea turun dari tangga menuju ke ruang bawah menyusul Elkan yang menunggunya di mobil. Hari ini Elkan mau kembali bekerja seperti biasanya, dan Kalea akan pergi bertemu dengan Adel. Karena masalah yang menimpa Belina, mereka berdua memang sepakat untuk tinggal di rumah orang tuanya Elkan sampai Belina menjadi lebih baik."Kalea," panggil Domini yang baru saja keluar dari kamar Belina. Ya, pria tua itu datang pagi-pagi untuk melihat keadaan cucunya. Dia menghampiri Kalea yang menuju ke luar rumah. "Bisa bicara sebentar?""Oh, boleh."Kalea tersenyum canggung saat mereka kini berdiri berhadapan. Setelah mengetahui bahwa Kakek ini adalah Kakeknya Elkan, Kalea jadi sedikit sungkan. Sementara Domini terlihat biasa saja."Ada apa, Kek?