"Jadi bunga ini dari Bapak?" tanya Kalea menggenggam erat buket bunga di tangannya. Dia pikir Elkan."Iya. Apa kamu suka?"Kalea tersenyum canggung. Ia hanya menatap sekilas pria di depannya dan kembali melengos. Kenapa ada rasa tidak puas? Dia tidak berpikir jika Rendi yang memberinya bunga.Elkan itu sedang marah, mana mungkin dia mengirim bunga? pikirnya. "Kalea? Kamu gak suka bunganya?" tanya Rendi menyadarkan lamunan."Eh, su-suka."Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangan. "Saya mau mengajak kamu makan bersama di luar. Kamu tidak keberatan, kan?""Makan di luar, ya?"Setelah berpikir cukup lama Kalea mengangguk. Dia memang sudah bilang pada Rendi jika perasaannya menghilang. Tapi pria itu malah bersikap mendekatinya, jadi Kalea hanya menanggapi kedekatan mereka tidak serius.Tiba-tiba perkataan Elkan juga melintas di kepalanya. Elkan bilang jika Rendi hanya memanfaatkannya dan mencoba memainkan perasaannya. Apa benar pria di depannya ini hanya memperalat Kalea sebagai bahan ba
Kalea berjalan lesu menuju rumahnya. Hari ini dia tidak bisa berpikir fokus karena terus mengingat Elkan. Mungkin dia hanya kehilangan sosok pria yang sering menganggunya itu. Walaupun sikapnya menyebalkan, tapi Kalea merasa nyaman.Belum sempat masuk ke dalam rumah, Kalea melihat Molly yang bermain di halaman rumah Elkan. Anjing itu mengigit sebuah bola kecil yang berwarna merah. Melihat Kalea yang menhampirinya Molly terlihat antusias. Dia berlari seakan ingin memberikan bola yang digigitnya."Loh, kenapa Elkan biarin anjingnya di luar sendirian?" gumamnya pelan.Kalea perlahan merendahkan tubuhnya dan mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Molly. Ngomong-ngomong dia sudah tidak takut lagi dengan Anjing. Dia sudah belajar untuk berani setelah hari dimana Molly membantunya dari aksi kejahatan. Kalea hanya perlu belajar untuk tidak tidak takut.Guk.. guk...Anjing itu menggonggong ketika Kalea melempar bola di tangannya asal. Molly berlari mengambilnya, dan mereka melakukan seperti
Kalea kini sedang meraasa diintimidasi oleh kedua orangtuanya. Karena semalam dia berbicara dengan sang Ibu tentang hubungannya dengan Elkan yang pura-pura. Kalea tidak berpikir jika masalah ini tidak akan besar. Maksudnya hanya sebatas Kalea dan orang tuanya tapi ternyata Ayahnya dibuat marah.Anton, pria itu terkejut saat mengetahui dirinya dibohongi. Dia meminta penjelasan pada putrinya namun Kalea hanya mengatakan jika hubungannya dengan Elkan memang pura-pura, alias sandiwara. "Kenapa kamu harus bohong sama Papa? Kamu tau kalau Papa paling gak suka dibohongi. Kamu bisa bohong di depan publik tapi Papa dan Mama ini orang tua kamu, Kalea. Apa yang kalian lakukan sampai harus seperti ini?"Kalea menunduk dan menggenggam ujung kaus yang dikenakannya. "Maaf. Aku gak bermaksud bohong sama Papa.""Kamu tau? Setelah kabar kencan itu Papa selalu dengar desas desus pembicaraan orang tentang kalian. Di kantor banyak yang membicarakan kalian tapi Papa gak pernah menanggapi. Sekarang kamu je
"Kita ngapain ke sini, sih?" Kalea berdecak kesal saat Adel membawanya masuk ke dalam kerumunan orang.Dia pikir temannya itu akan mengajak pergi ke cafe, pasar malam atau mencari tempat makan yang enak. Namun ternyata Adel membawanya ke sebuah klub malam. Untuk apa mereka ke sana?"Gue mau nyari sepupu gue bentar di sini. Jadi kita bisa pergi pake mobil dia. Tenang aja kita gak akan lama. Setelah ngambil kunci mobil kita langsung pulang," jelas Adel."Yaudah buruan."Kalea mengikuti Adel dari belakang sambil mengeratkan jaket yang dikenakannya. Cukup terganggu dengan tatapan beberapa pria yang tertuju padanya, padahal Kalea sama sekali tak mengenakan pakaian terbuka.Jika menurut usia mungkin dia sudah dianggap legal datang ke tempat ini, tapi tetap saja Kalea kurang nyaman berada di dalamnya. Dengan bau alkohol, suara musik keras dan sekumpulan orang yang menari di depannya sangat mengganggu."Gue tunggu di sini aja, ya," kata Kalea menghentikan langkahnya. "Yaudah, tunggu sebentar
"Selamat pagi."Anton menatap seorang pria muda di depannya. orang yang berdiri di pintu rumahnya pagi-pagi. Perlahan kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri untuk melihat dengan siapa orang ini datang. Namun ternyata dia memang datang sendiri."Mau cari siapa, ya?""Saya mau ketemu sama Kalea. Kebetulan saya ini Dosennya di kampus. Perkenalkan nama saya Rendi.""Bertemu dengan anak saya?" Untuk sesaat Anton terdiam kemudian menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap pintu rumahnya yang sedikit terbuka. "Kalea! Ini ada dosen kamu!""Tunggu sebentar saja, nanti dia keluar. Saya harus pergi duluan karena mau berangkat kerja," lanjutnya.Rendi mengangguk dan menggeser tubuhnya ke samping. Pria paruh baya itu berjalan meninggalkannya dengan membawa tas hitam di tangan. Wajahnya terlihat begitu datar. Anton masih kecewa karena putrinya itu berbohong selama ini, apalagi bersama atasannya sendiri.Tak berselang lama setelah Anton pergi, Kalea keluar dari dalam rumah. Mendengar suara Papanya
1 bulan kemudian.Kalea dan Elkan sama sekali tak saling menyapa setelah sekian lama. Mereka sama-sama hanya diam ketika saling bertemu. Namun kali ini Kalea mulai meluluhkan hatinya. Dia mulai menyadari apa yang sedang dirasakan. Apalagi kalau bukan jatuh cinta?Bukannya mulai melupakan karena tidak lagi saling berbicara, justru Kalea merasa kehilangan. Dia merindukan saat dimana mereka bertengkar. Kalea ingin jujur dengan perasaannya namun melihat Elkan yang acuh membuatnya merasa terlambat. Kalea mulai menerka jika mungkin Elkan memang hanya penasaran, dan hanya menginginkan tubuhnya.Hari ini Kalea pergi ke butik seperti biasanya. Tanggung jawab butik sudah sepenuhnya diberikan. Kalea juga tidak keberatan karena mulai saat ini dia menyukai apa yang dia lakukan. "Kal, kamu lagi sakit ya? Muka kamu kayak pucet gitu," kata Mia yang menghampiri Kalea. Dia sedang sibuk dengan baju baru yang sedang dipajang."Masa, sih? Aku biasa aja kayaknya.""Yakin? Kalau kamu sakit, kamu bisa istir
"Kamu kenapa, sih?" Vita memeluk putrinya yang seharian mengurung diri di kamar. Kemarin setelah mendengar teriakan Kalea, dia tidak keluar kamar sama sekali. Karena itu siang ini Vita mencoba membuka kamar dengan kunci cadang. Betapa terkejutnya dia melihat bagaimana Kalea terduduk dengan penampilan acak-acakan dan mata sembabnya. Ternyata dia menangis semalaman. Vita sudah mencoba bertanya pada anaknya itu tentang apa masalah yang dialaminya namun Kalea tetap diam.Anton bahkan meminta izin agar tidak dapat masuk ke kantor hari ini. Pria paruh baya itu ingin memastikan jika Kalea baik-baik saja. Karena beberapa hari ini dia tau jika putrinya sedikit berubah."Kakau kamu ada masalah, cerita sama Mama. Jangan seperti ini sayang."Anton mengusap rambut Kalea dengan lembut. "Siapa yang buat kamu menangis seperti ini? Papa akan beri dia pelajaran.""Aku gak apa-apa, kok," jawab Kakea dengan pelan. "Terus kenapa kamu mengurung diri di kamar kayak gini?"Kalea menggeleng dan memgusap ai
"what?! Jangan ngaco kamu kalau bicara. Mana mungkin Kalea hamil anak kakak."Elkan menggeleng tak percaya dan kembali melanjutkan aktifitasnya. Tiba-tiba Belina datang ke kantornya dan mengatakan agar Elkan menemui Kalea, dia juga mengatakan jika Kalea hamil anaknya. Elkan pikir itu hanya sebuah alasan atau cara agar sang adik bisa membujuknya. Akhir-akhir ini Belina memang ingin Elkan memperbaiki hubungan dengan Kalea."Kak El kenapa gak percaya, sih? Kak Kalea beneran hamil dan itu anak Kakak. Emangnya lupa kejadian di pantai waktu itu? Aku tau semuanya, dan Kak Kalea bilang kalau dia cuma berhubungan sama Kak El. Intinya Kak El harus tanggung jawab," kata Belina menggebu. "Pantai?"Mendengar kata pantai membuat Elkan mengingat kejadian malam itu. Apakah benar Kalea tengah hamil anaknya? Lagipula mana mungkin Belina bercanda sejauh itu. Entah ini kabar baik atau buruk. Satu sisi Elkan bahagia namun di sisi lain dia juga khawatir. Orang-orang pasti akan menilai buruk dan kabar ini
Huek...Kalea mengusap mulutnya dengan air mengalir dan menatapnya di depan cermin. Tiba-tiba saja ia merasa mual. Kalea sempat berpikir ke arah lain apalagi dia telat haid 2 Minggu."Masa udah hamil lagi, sih? Jangan dulu dong. Kenan masih kecil."Kalea memang selalu menjaga dirinya setiap berhubungan dengan Elkan. Dengan memiliki suami yang selalu berhasrat membuat Kalea takut kebobolan. Dia ingin memiliki anak kedua jika Kenan memang sudah berusia 5 tahun agar dia juga masih mendapat perhatian dengan cukup.Wanita itu pergi ke luar kamar mandi dan mencari Elkan dan Kenan. Ayah dan anak itu ternyata berada di luar rumah. Elkan tengah mencuci mobilnya sedangkan Kenan bermain busa dengan sebuah bebek mainan yang terapung."Kenan main apa?" tanya Kalea ikut berjongkok di samping anaknya."Bun..""Main sabun? Bajunya basah ini. Nanti masuk angin sayang. Ini pasti Papa yang ajarin, kan?"Kenan yang dibawa-bawa langsung berbalik. "Kenapa aku? Itu mau anak kamu kok.""Anak kamu juga ini. S
2 tahun kemudian.Waktu terasa begitu cepat bagi orang tua untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Contohnya Elkan, apalagi semenjak memiliki anak dia banyak menghabiskan waktu di rumah dan bekerja dari rumah. Hal itu juga yang membuat Kalea senang karena Elkan bisa membagi waktunya dengan baik.Kenan, anak itu sudah berusia 2 tahun sekarang. Semakin lucu dan semakin terlihat tampan seperti ayahnya. Bukan hanya parasnya yang menarik perhatian, tapi juga kepintarannya karena dia sudah mulai belajar berbicara. Selama di tahun kedua itu juga Kalea dan Elkan sama-sama banyak belajar. Menjadi orang tua tidak semudah itu. Bahkan tak menampik jika terkadang mereka bertengkar kecil. Namun itu juga tak akan lama karena diantara mereka akan selalu ada yang mengalah. Mungkin bisa dikatakan Elkan lebih banyak mengalah."Elkan! Udah siap belum?" teriak Kalea dari lantai bawah. Tak lama kemudian datanglah Elkan dengan Kenan di gendongannya. Bocah dua tahun itu merentangkan tangannya saat melihat K
"El bangun," bisik Kalea menepuk pipi Elan dengan pelan. Dia tidak ingin sang anak yang tengah tertidur jadi ikut terbangun."Eum.. ada apa?" gumam Elkan membuka matanya perlahan. Ia menarik tangan Kalea agar kembali berbaring di atasnya. "Aku masih ngantuk, Beb.""Bangun! Ini udah jam tujuh, nanti kan mama sama Papa mau ke sini. Aku mau mandi, kamu jagain Kenan, ya."Pria itu menekuk wajahnya. "Gak bisa mandi bareng, dong?"Kalea terkekeh pelan dan mengecup suaminya lembut. Maklumi saja karena Elkan ini memang sedikit gila dan dia mesum. Tapi terhitung sudah 4 bulan mereka tidak melakukan hubungan suami istri. Jadi sebagai pria Elkan sangat menginginkan hal itu. "Nanti tunggu Kenan besar.""Lama banget dong, Beb.""Aku mau mandi dulu, ya. Dah..." Wanita itu tertawa sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Elkan yang kini mendengus pelan.Tapi tidak apa-apa, dia juga hanya bercanda. Elkan tau Kalea masih baru beberapa hari ini melahirkan anaknya. Jadi Elkan hanya meng
Hari ini Kalea sudah bisa dibawa pulang bersama bayinya. Kalea menggendong bayinya dengan hati-hati dengan Elkan yang membawa tas, berjalan di belakangnya. Hari ini katanya khusus hari untuk Kalea dan Elkan bersama anaknya. Setelah ini barulah nanti orang-orang bisa bebas bermain dengan anak mereka.Untuk membiasakan diri sebagai orang tua baru. Kalea dan Elkan ingin mereka memiliki waktu bertiga terlebih dahulu. Dan dimulai sekarang Elkan akan menetapkan bahwa satu Minggu sekali dia ingin ada hari dimana mereka benar-benar bertiga."Selamat datang." Elkan membuka pintu apartemen lebar, membiarkan istri dan anaknya masuk lebih dulu."Makasih Papa," kata Kalea dengan suara anak kecil.""Sama-sama sayang."Elkan meletakan tas-tas berisi pakaian Kalea dan menghampiri istrinya tersebut. Setelah dipikir-pikir sepertinya Elkan berniat untuk pindah membeli rumah lagi. Jika tetap tinggal di apartemen pasti sulit juga, apalagi kini mereka sudah punya bayi. Sebenarnya Elkan juga belum menjual r
Setelah dua bulan perginya Belina ke Swiss, keluarga Cyrano mulai terbiasa. Mereka sering mendapat kabar dari Belina. Dan jika tidak ada kabar darinya maka Elkan akan meminta kabar dari Jonan. Pria itu cukup sering melihat Belina di asrama sekolah untuk memastikan keadaannya. Hal yang terdengar menenangkan adalah Belina kembali bisa bersosialisasi seperti biasa. Contohnya dengan Jonan, dia tidak takut seperti sebelumnya. Belina mulai terbiasa dan mulai melupakan masalahnya. Fokusnya hanya pada sekolah."Aw!" Kalea mendudukkan dirinya di kursi sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Kalea! Lo kenapa?" Adel bergegas menghampiri sahabatnya itu. Hari ini Kalea, Adel, dan Oliv berada di apartemen Kalea. Akhir-akhir ini mereka berdua memang sering menemui Kalea. Karena tengah hamil besar, tidak mungkin juga mereka membiarkan Kalea keluar rumah hanya untuk bertemu, jadi lebih aman jika Adel dan Oliv yang mendatanginya. Lagipula Elkan tidak mengizinkan istrinya itu keluar rumah tanpa
Belina berjalan masuk ke dalam rumah dan menatap Kakaknya yang tengah diobati oleh Kalea. Akibat kecelakaan tadi mereka langsung pulang. Kalea benar-benar khawatir meskipun Elkan mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Memang tidak ada luka serius. Hanya telapak tangan yang berdarah dan celana bagian lutut yang sobek, namun tak ada luka parah di lututnya. Belina tak berani mendekat karena dia merasa bersalah. Dengan perlahan Jonan lagi-lagi mendekatinya. Namun kali ini Belina menghindar."Jangan deket-deket!"Pria itu tersenyum kecut. "Maaf." Ia sedikit menjauh dari perempuan di sampingnya. "Elkan itu gak sebrengsek yang kamu pikir. Dia cuma main-main sama ceweknya dulu. Gak ada paksaan sama sekali. Mungkin kamu jijik dengernya, tapi itu Elkan. Setelah Kalea datang, Kakak kamu itu gak pernah main cewek lagi. Dan ketakutan Elkan itu, adek ceweknya ketemu sama cowok yang gak bener. Karena dia gak mau kamu kenapa-napa.""Tetep aja ini karma." Belina menunduk memainkan ujung kaosnya."Jan
"Udah siap? Kita berangkat sekarang, yuk." Pagi ini Kalea dan Belina bersiap untuk jalan-jalan pagi ke luar. Bukan hanya mereka berdua, tapi ada Adel dan Oliv juga. Mereka mendukung Belina agar bisa berani ke luar rumah. Karena mereka juga tau kalau Belina tidak memiliki teman dekat di sekolahnya."Tapi, aku takut, Kak. Aku takut ketemu sama cowok," kata Belina memainkan jarinya."Gak semua laki-laki itu sama. Lagian ada aku, ada Adel, sama Oliv. Kita jagain kamu. Tapi kalau kamu gak mau gak apa-apa, deh. Padahal sebenernya aku lagi ngidam pengen makan bubur di taman sama kamu juga.""Kak..""Gak apa-apa kalau kamu mau ponakan ileran. Aku pergi sama temen-temen aku aja." Kalea mengusap perutnya dengan wajah memelas. Melihat itu Belina jadi tidak enak. Bagaimanapun juga ngidamnya ibu hamil kan harus dituruti. Diam-diam Kalea tersenyum senang saat adik iparnya itu mulai berpikir ulang. "Ya udah, kita berangkat sekarang."Adel membuka pintu kamar Belina lebar. "Ayo pergi sekarang."Kee
Sudah sekitar beberapa hari ini keadaan Belina semakin membaik. Dia tidak lagi berteriak saat melihat pria, namun untuk soal komunikasi memang masih sedikit sulit. Hari ini lagi-lagi Kalea mengantarkan makanan untuknya. Kali ini kesukaan Belina, yaitu sup Ayam.Ketika pintu kamar terbuka Kalea bisa melihat Belina yang sedang menyiapkan obat yang akan diminumnya. Namun bukan satu atau dua, tapi sekitar lima. Itu gila. Dengan cepat Kalea menghampirinya dan meletakan nampan di atas meja."Kamu ngapain?!" Kalea menepis tangan Belina hingga obat-obat itu berserakan. "Kamu mau overdosis?"Belina menatap obat miliknya yang jatuh. "Kenapa dibuang?" tanya Belina sambil mengepalkan tangannya."Kamu overdosis kalau minum obat sebanyak itu sekaligus. Obat apa itu?""Supaya aku gak hamil. Aku gak mau hamil."Kalea tertegun beberapa saat. Ternyata Belina beberapa hari ini mengkonsumsi obat anti hamil agar tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya setelah kejadian itu. Namun jika meminum sebanyak itu
Hari ini adalah pemeriksaan Belina untuk kedua kalinya. Belum ada perubahan, dan dia terus melamun dan menyendiri. Untuk masalah makan, dia hanya makan sedikit itupun dengan susah payah dibujuk. Dan tau siapa yang berhasil membujuknya? Psikolog itu sendiri.Kalea turun dari tangga menuju ke ruang bawah menyusul Elkan yang menunggunya di mobil. Hari ini Elkan mau kembali bekerja seperti biasanya, dan Kalea akan pergi bertemu dengan Adel. Karena masalah yang menimpa Belina, mereka berdua memang sepakat untuk tinggal di rumah orang tuanya Elkan sampai Belina menjadi lebih baik."Kalea," panggil Domini yang baru saja keluar dari kamar Belina. Ya, pria tua itu datang pagi-pagi untuk melihat keadaan cucunya. Dia menghampiri Kalea yang menuju ke luar rumah. "Bisa bicara sebentar?""Oh, boleh."Kalea tersenyum canggung saat mereka kini berdiri berhadapan. Setelah mengetahui bahwa Kakek ini adalah Kakeknya Elkan, Kalea jadi sedikit sungkan. Sementara Domini terlihat biasa saja."Ada apa, Kek?