Pagi ini Elkan berniat untuk mengantarkan Belina kembali rumah orang tuanya. Untuk dua hari ke depan Belina ingin tinggal di rumah lamanya. Gadis itu juga merindukan kedua orang tuanya di sana.Baru saja keluar dari rumah, Belina melihat Kalea juga bersiap pergi di depan rumah. Gadis itu melambaikan tangan dan menyapa. "Pagi Kak Kalea.""Hai, kamu mau kemana?" tanya Kalea sedikit berteriak."Ke rumah Mama sama Papa dulu. Dua hari aku di sana, nanti balik lagi ke sini," balasnya ikut mengeraskan suara."Oh, ya? Hati-hati di jalannya. Jangan lupa aku titip salam sama orang tua kamu."Belina mengangguk dan menunjukan Ibu jarinya ke atas. Sesaat kemudian Belina menatap Elkan yang sejak tadi diam di depan mobil. "Kak El, itu ada Kak Kalea. Biasanya nyamperin ke sana."Elkan menatap Kalea yang ternyata sedang menatapnya juga. Untuk beberapa detik mereka saling tatap. Kalea tersenyum ke arahnya namun Elkan malah memalingkan wajah. Dia segera membuka pintu mobil untuk sang adik."Ayo, kita be
"Jadi bunga ini dari Bapak?" tanya Kalea menggenggam erat buket bunga di tangannya. Dia pikir Elkan."Iya. Apa kamu suka?"Kalea tersenyum canggung. Ia hanya menatap sekilas pria di depannya dan kembali melengos. Kenapa ada rasa tidak puas? Dia tidak berpikir jika Rendi yang memberinya bunga.Elkan itu sedang marah, mana mungkin dia mengirim bunga? pikirnya. "Kalea? Kamu gak suka bunganya?" tanya Rendi menyadarkan lamunan."Eh, su-suka."Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangan. "Saya mau mengajak kamu makan bersama di luar. Kamu tidak keberatan, kan?""Makan di luar, ya?"Setelah berpikir cukup lama Kalea mengangguk. Dia memang sudah bilang pada Rendi jika perasaannya menghilang. Tapi pria itu malah bersikap mendekatinya, jadi Kalea hanya menanggapi kedekatan mereka tidak serius.Tiba-tiba perkataan Elkan juga melintas di kepalanya. Elkan bilang jika Rendi hanya memanfaatkannya dan mencoba memainkan perasaannya. Apa benar pria di depannya ini hanya memperalat Kalea sebagai bahan ba
Kalea berjalan lesu menuju rumahnya. Hari ini dia tidak bisa berpikir fokus karena terus mengingat Elkan. Mungkin dia hanya kehilangan sosok pria yang sering menganggunya itu. Walaupun sikapnya menyebalkan, tapi Kalea merasa nyaman.Belum sempat masuk ke dalam rumah, Kalea melihat Molly yang bermain di halaman rumah Elkan. Anjing itu mengigit sebuah bola kecil yang berwarna merah. Melihat Kalea yang menhampirinya Molly terlihat antusias. Dia berlari seakan ingin memberikan bola yang digigitnya."Loh, kenapa Elkan biarin anjingnya di luar sendirian?" gumamnya pelan.Kalea perlahan merendahkan tubuhnya dan mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Molly. Ngomong-ngomong dia sudah tidak takut lagi dengan Anjing. Dia sudah belajar untuk berani setelah hari dimana Molly membantunya dari aksi kejahatan. Kalea hanya perlu belajar untuk tidak tidak takut.Guk.. guk...Anjing itu menggonggong ketika Kalea melempar bola di tangannya asal. Molly berlari mengambilnya, dan mereka melakukan seperti
Kalea kini sedang meraasa diintimidasi oleh kedua orangtuanya. Karena semalam dia berbicara dengan sang Ibu tentang hubungannya dengan Elkan yang pura-pura. Kalea tidak berpikir jika masalah ini tidak akan besar. Maksudnya hanya sebatas Kalea dan orang tuanya tapi ternyata Ayahnya dibuat marah.Anton, pria itu terkejut saat mengetahui dirinya dibohongi. Dia meminta penjelasan pada putrinya namun Kalea hanya mengatakan jika hubungannya dengan Elkan memang pura-pura, alias sandiwara. "Kenapa kamu harus bohong sama Papa? Kamu tau kalau Papa paling gak suka dibohongi. Kamu bisa bohong di depan publik tapi Papa dan Mama ini orang tua kamu, Kalea. Apa yang kalian lakukan sampai harus seperti ini?"Kalea menunduk dan menggenggam ujung kaus yang dikenakannya. "Maaf. Aku gak bermaksud bohong sama Papa.""Kamu tau? Setelah kabar kencan itu Papa selalu dengar desas desus pembicaraan orang tentang kalian. Di kantor banyak yang membicarakan kalian tapi Papa gak pernah menanggapi. Sekarang kamu je
"Kita ngapain ke sini, sih?" Kalea berdecak kesal saat Adel membawanya masuk ke dalam kerumunan orang.Dia pikir temannya itu akan mengajak pergi ke cafe, pasar malam atau mencari tempat makan yang enak. Namun ternyata Adel membawanya ke sebuah klub malam. Untuk apa mereka ke sana?"Gue mau nyari sepupu gue bentar di sini. Jadi kita bisa pergi pake mobil dia. Tenang aja kita gak akan lama. Setelah ngambil kunci mobil kita langsung pulang," jelas Adel."Yaudah buruan."Kalea mengikuti Adel dari belakang sambil mengeratkan jaket yang dikenakannya. Cukup terganggu dengan tatapan beberapa pria yang tertuju padanya, padahal Kalea sama sekali tak mengenakan pakaian terbuka.Jika menurut usia mungkin dia sudah dianggap legal datang ke tempat ini, tapi tetap saja Kalea kurang nyaman berada di dalamnya. Dengan bau alkohol, suara musik keras dan sekumpulan orang yang menari di depannya sangat mengganggu."Gue tunggu di sini aja, ya," kata Kalea menghentikan langkahnya. "Yaudah, tunggu sebentar
"Selamat pagi."Anton menatap seorang pria muda di depannya. orang yang berdiri di pintu rumahnya pagi-pagi. Perlahan kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri untuk melihat dengan siapa orang ini datang. Namun ternyata dia memang datang sendiri."Mau cari siapa, ya?""Saya mau ketemu sama Kalea. Kebetulan saya ini Dosennya di kampus. Perkenalkan nama saya Rendi.""Bertemu dengan anak saya?" Untuk sesaat Anton terdiam kemudian menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap pintu rumahnya yang sedikit terbuka. "Kalea! Ini ada dosen kamu!""Tunggu sebentar saja, nanti dia keluar. Saya harus pergi duluan karena mau berangkat kerja," lanjutnya.Rendi mengangguk dan menggeser tubuhnya ke samping. Pria paruh baya itu berjalan meninggalkannya dengan membawa tas hitam di tangan. Wajahnya terlihat begitu datar. Anton masih kecewa karena putrinya itu berbohong selama ini, apalagi bersama atasannya sendiri.Tak berselang lama setelah Anton pergi, Kalea keluar dari dalam rumah. Mendengar suara Papanya
1 bulan kemudian.Kalea dan Elkan sama sekali tak saling menyapa setelah sekian lama. Mereka sama-sama hanya diam ketika saling bertemu. Namun kali ini Kalea mulai meluluhkan hatinya. Dia mulai menyadari apa yang sedang dirasakan. Apalagi kalau bukan jatuh cinta?Bukannya mulai melupakan karena tidak lagi saling berbicara, justru Kalea merasa kehilangan. Dia merindukan saat dimana mereka bertengkar. Kalea ingin jujur dengan perasaannya namun melihat Elkan yang acuh membuatnya merasa terlambat. Kalea mulai menerka jika mungkin Elkan memang hanya penasaran, dan hanya menginginkan tubuhnya.Hari ini Kalea pergi ke butik seperti biasanya. Tanggung jawab butik sudah sepenuhnya diberikan. Kalea juga tidak keberatan karena mulai saat ini dia menyukai apa yang dia lakukan. "Kal, kamu lagi sakit ya? Muka kamu kayak pucet gitu," kata Mia yang menghampiri Kalea. Dia sedang sibuk dengan baju baru yang sedang dipajang."Masa, sih? Aku biasa aja kayaknya.""Yakin? Kalau kamu sakit, kamu bisa istir
"Kamu kenapa, sih?" Vita memeluk putrinya yang seharian mengurung diri di kamar. Kemarin setelah mendengar teriakan Kalea, dia tidak keluar kamar sama sekali. Karena itu siang ini Vita mencoba membuka kamar dengan kunci cadang. Betapa terkejutnya dia melihat bagaimana Kalea terduduk dengan penampilan acak-acakan dan mata sembabnya. Ternyata dia menangis semalaman. Vita sudah mencoba bertanya pada anaknya itu tentang apa masalah yang dialaminya namun Kalea tetap diam.Anton bahkan meminta izin agar tidak dapat masuk ke kantor hari ini. Pria paruh baya itu ingin memastikan jika Kalea baik-baik saja. Karena beberapa hari ini dia tau jika putrinya sedikit berubah."Kakau kamu ada masalah, cerita sama Mama. Jangan seperti ini sayang."Anton mengusap rambut Kalea dengan lembut. "Siapa yang buat kamu menangis seperti ini? Papa akan beri dia pelajaran.""Aku gak apa-apa, kok," jawab Kakea dengan pelan. "Terus kenapa kamu mengurung diri di kamar kayak gini?"Kalea menggeleng dan memgusap ai