Bab 83"Mbak Indira, ada perkelahian di depan." Anton, salah seorang pegawai di toko yang tadi pamitan pulang, berseru dari pintu penghubung. Aku dan Bu Dian langsung berpandangan."Siapa?" tanya Bu Dian sambil bergerak ke depan. Aku turut mengekor di belakangnya. Rasa penasaran langsung mendera, takut jika Yuda dan Andreas lah yang bertengkar, mengingat tingkah mereka yang seperti 'Tom and Jerry'."Pak Yuda dan temannya Mbak Indira, Bu." Nah kan, sudah kuduga kedua orang itu yang bertengkar."Ayo Indira, kita lihat," ucap Bu Dian yang langsung kubalas dengan anggukan kepala. Tak sabar rasanya ingin melihat mereka kenapa sampai bertengkar seperti itu.Benar saja, di depan sana, tepatnya di parkiran. Yuda dan Andreas sedang saling adu kekuatan di atas tanah entah sedang memperebutkan apa. Yang jelas, amarah keduanya seperti tidak terbendung, bahkan ketika beberapa orang mulai melerai keduanya dan menarik agar menjauh. Terlihat nafas keduanya masih ngos-ngosan dan saling emosi."Ada ap
Bab 84"Bedeb*h!" Andreas dan Yuda saling menarik kerah kemeja masing-masing, dan bersiap saling memukul dengan bogem masing-masing."Ya ampun, bisa nggak sih kalian bersikap seperti orang dewasa?" sergahku dengan penuh kekesalan. Menatap dua orang dewasa yang sama sekali tidak mengenal waktu saat bertengkar."Apa perlu aku ambilkan dua pedang agar kalian bisa bertarung di lapangan?" sinisku yang membuat dua lelaki itu saling melepaskan cangkraman tangannya, kemudian sedikit menjauh, tapi masih saling menatap tajam."Dia yang mulai, Mbak. Aku hanya ingin memberinya pelajaran," kata Yuda memberi pembelaan."Bukankah kau yang duluan mengataiku dengan kata-kata kasar. Aku hanya meladeni apa yang kau lakukan padaku," ucap Andreas tak mau disalahkan."Jangan memutar balikkan fakta!""Memang begitu kenyataannya," kata Andreas lagi."Sudah cukup!" Aku menghela nafas berat, kepalaku terasa pusing memikirkan kedua lelaki itu yang tak mau saling mengalah. Tengah malam seperti ini dengan kondis
Bab 85 Dia yang seharusnya berada di dalam penjara dan menghabiskan waktu menjalani masa hukumannya selama 5 tahun, atas kasus percobaan pembunuhan yang dilakukan secara berencana padaku. Namun saat mendengar ancamannya saat di pemakaman waktu itu, membuatku sedikit khawatir. Apalagi mendengar apa yang Bu Dian katakan. Jika Yanti berkeliaran di jalan? Tidak mungkin."Padahal kan si Yanti masih mempunyai jatah waktu selama empat tahun di dalam penjara, tapi kenapa aku melihatnya di dalam mobil waktu itu. Dia benar-benar melintas persis di depanku," ujarnya waktu itu. Tapi aku terus menyanggahnya dan mengatakan jika itu tidak mungkin."Yanti hanya mendapat izin dua jam saja berada di pemakaman, melihat Amara untuk yang terakhir kalinya. Jadi tidak mungkin jika wanita itu ada di jalan, apalagi mengendarai mobil. Mungkin saja itu adalah orang lain atau wajahnya hanya mirip," sanggahku cepat. Lagipula Yanti bukanlah anak seorang pejabat hingga dia bebas keluar masuk dari balik jeruji be
Bab 86Selepas kepergian dua orang pengacara itu, aku menatap ke arah Yanti yang masih berdiri di teras. Untuk apa wanita itu masih berada di tempat ini. Seharusnya urusan kami sudah selesai begitu pengacara itu pergi. Dia juga tidak bisa menggugat karena aku juga belum tentu mau menerima isi dari wasiat itu."Apakah kamu tidak mau pergi juga? Aku banyak pekerjaan di toko dan tidak ada waktu untuk meladanimu. Untuk urusan keberatanmu, silahkan kamu membicarakannya dengan dua orang pengacara tadi. Karena aku juga tidak mau menerima pemberian itu jika asal-usulnya tidak jelas." "Sombong sekali bicaramu, Indira. Aku sudah punya rencana kedua jika hal ini benar-benar terjadi.""Terserah apa katamu." Aku hendak menutup pintu ketika dari arah belakang, tanpa diduga Yanti langsung menjerat leherku seperti dengan sebuah kawat hingga aku merasa kesulitan bernafas. Udara terasa menyempit di sekitarku dan butuh sekuat tenaga untuk menahannya. Tapi tenaga Yanti begitu kuat, karena posisiku di
Bab 87"Ibu ….!"Baru saja aku bisa menormalkan detak jantungku, dari arah luar Adi tampak berlari bersama dengan Dea menuju ke arahku. Keduanya langsung memeluk tubuhku dengan isak tangis yang keluar dari bibir mungil mereka.'Ada apa lagi ini?'Sementara aku melihat ke arah luar, dimana seorang lelaki memakai jaket kulit berwarna hitam langsung mengangguk arah Yuda dan ke arahku, yang kemudian segera melajukan motornya kembali. Aku yang heran menatap sekilas ke arah Yuda, yang sepertinya mengenal siapa lelaki yang barusan pergi itu. Pria itu akhirnya pergi ke teras ketika dering sambungan terdengar dari ponselnya. Yuda terlihat sedang berbicara, entah berbicara dengan siapa. Hanya saja kulihat wajahnya tampak sedikit menegang."Ada apa ini, kenapa kalian berdua menangis?" tanyaku dengan wajah bingung. Keduanya tak melepaskan rangkulannya dari bahuku."Ibu, tadi ada seseorang yang berniat menculik kami di jalan. Beruntung om yang tadi menyelamatkan kami berdua, dan mengantarkan ka
Bab 88Kulambaikan tangan pada Adi yang baru saja menaiki ojol langganannya bersama dengan Dea.Hari ini aku tidak pergi ke toko. Karena seperti rencanaku kemarin, aku akan pergi bersama Yuda menuju ke rutan untuk menjenguk Yanti dan memastikan gadis itu berada di sana. Jika pun dia tidak ada di sana, aku harus melihat secara langsung. Bahkan aku akan mempertanyakan tentang status tahanan wanita itu karena berkeliaran bebas di luaran sana hingga berani membuat ulah. Sedangkan jika pihak kepolisian diam saja dan tidak melakukan apa-apa. Aku sedikit curiga jika ada orang dalam yang membantunya.Ponselku terus berdering dan nama Andreas terpampang di sana. Setelah tiga kali panggilan kuabaikan, tampaknya si penelepon tidak puas jika belum kujawab."Halo Andreas, ada apa?" Aku bertanya dengan perasaan malas. Sebelumnya aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa jika bukan karena Amara, dan setelah itu tidak ada urusan apalagi. Lalu untuk apa lagi pria itu menghubungiku, bahkan ketika har
Bab 89"Kau tahu, Indira, setelah kupikirkan baik-baik, ternyata aku memang menyukai gayamu yang sedikit emosional itu. Kau selalu bersikap frontal, namun kau juga wanita yang polos dan berhati baik.""Ya, mungkin kau berpikir demikian. Tapi bagiku, aku tidak seburuk Yanti dan Zahra yang selalu menghalalkan segala cara dan berbuat anarkis kepada orang lain." Kutekankan setiap kata-kataku agar Andreas tidak menganggapku wanita lemah."Kamu juga masih belum mengatakan apa yang kau lakukan bersama dengan Yanti di rutan waktu itu. Atau ya, kalian masih bersama dan menjalin hubungan serius, hingga dia dibebaskan nanti dan kalian menikah. Aku tak peduli. Hanya saja, berbagai kejadian dan luka yang menimpaku itu atas ulah kekasihmu, maka aku tak mungkin diam saja. Dia sudah berulang kali melakukan perbuatan yang bisa mengancam keselamatanku dan juga keluargaku." Andreas menanggapinya dengan tersenyum simpul. "Baiklah Andreas, karena kamu hanya membuang waktuku, sebaiknya aku pergi saja kar
Bab 90"Kau datang kemari karena kau sudah mendapatkan uang itu, bukan? Jangan serakah, Indira. Kau tidak boleh mengambil uang itu untuk dirimu sendiri dan anakmu. Setidaknya kau harus memberikan bagian untukku juga." Zahra berkata dengan serius. Manik matanya membulat seperti binatang buas yang hendak menerkam."Aku bahkan baru saja duduk, dan kau sudah membicarakan masalah tentang uang itu. Kamulah sebenarnya wanita yang serakah itu, Zahra. Meskipun ya, aku beritahu satu hal padamu, dalam surat wasiat itu tidak ada satu persen pun bagianmu, bahkan Mas Agung sama sekali tidak menulis namamu di sana."Bibir Zahra terkatup rapat. Tapi matanya semakin membulat. Dia mungkin tidak menduga apa yang kukatakan barusan. Tentu saja itu membuatnya merasa tidak dihargai oleh mantan suami kami, yaitu Mas Agung."Kau pasti salah dan kau pasti berbohong padaku, bukan. Aku masih istri sahnya ketika lelaki itu meninggal. Dia tidak mungkin dia tidak memberikan sepeserpun bagiannya untukku." Tangan ka
Bab 101Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, keadaanku mulai sedikit membaik. Rasa nyeri di punggung tidak terlalu terasa sekarang. Meskipun masih tidak bisa bergerak bebas. Tapi karena perawatan yang maksimal, aku pun cepat pulih.Yuda juga semakin perhatian padaku. Pria itu setiap waktu selalu datang dan menjalankan kewajibannya. Pagi-pagi Yuda akan pulang ke rumah untuk mengurus anakku, siangnya mengurus pekerjaan hingga sore, dan malamnya dia akan menemani sambil bercerita tentang kesehariannya dalam mengurus bisnis kuliner miliknya, serta mengecek toko kue milikku. Sikapnya yang periang dan suka bercanda mampu membuatku tersenyum tiap waktu. Yuda juga kerap kali menceritakan apa saja kejadian yang lucu. Aku selalu tersenyum saat melihat kebahagiaan terpancar dari matanya. Rasa benci dan sakit hati yang sebelumnya hadir, sirna begitu saja, setelah mendengar pengakuan dan penjelasannya. Pria itu, benar-benar tidak bersalah dan dia sudah mengatakan semuanya. Dan aku per
Bab 100Mini POV YudaKutatap layar ponsel yang terus-terusan menyala. Panggilan dan pesan terus masuk beruntun dari orang yang sama. Yanti.Entah harus dengan cara apalagi aku menghindari dan menjauhkan dia dari kehidupan kami. Langkahnya yang bersih tanpa jejak membuat pihak kepolisian kesulitan untuk menangkapnya. Kalaupun dia berhasil ditangkap, entah bagaimana caranya hingga wanita itu bisa berkeliaran dengan bebas di luar sana. Meski kuduga ada pihak dalam yang ikut serta membantunya kepergiannya. Bukan hanya saat di lapas, bahkan saat di rumah sakit saja dia bisa melarikan diri entah bagaimana caranya.Saat itu memang kebodohanku, yang mau saja bicara berdua dengannya. Setelah ayah dan ibunya terus meminta untuk datang ke rumah sakit. "Lepaskan Indira, Yuda. Ayo kita menikah. Aku akan menjadi wanita yang baik, dan akan kupastikan kamu lebih bahagia bersamaku.""Kau sudah gila. Sekian lama aku menunggunya dan sekarang hampir kudapatkan, jadi mana mungkin aku akan melepaskannya
Bab 99Aku tertegun di tempatku. Tak menyangka dengan pesan yang kubaca barusan. Apakah Yanti sengaja melakukannya atau dia hanya menakut-nakutiku, karena dia masih belum rela jika Yuda sudah menikah denganku. Tapi jika dipikir-pikir, bukankah beberapa saat lalu pria yang sudah menjadi suamiku itu juga tengah berkirim pesan dengannya. Aneh."Apa yang kamu lihat?" Yuda mendekat dan mengambil alih ponselku. Keningnya langsung berkerut dan terlihat kesal setelah ikut membaca pesan yang masuk dari Yanti. Dari sini saja bisa kulihat jika pria itu ikut marah padanya."Kamu tidak mungkin percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu, bukan?" ujarnya dengan wajah sendu. Sepasang manik coklat gelap itu memindai wajahku dengan seksama. Aku memilih duduk menyamping di tempat tidur sambil menunduk."Ayolah, Mbak. Jangan pernah percaya pada kata-kata yang belum jelas kebenarannya!" "Hari ini aku lelah sekali. Bisa tolong matikan lampunya?" ujarku sambil membelakanginya dan menutupi seluruh tubuhk
Bab 98Akhirnya resepsi itu selesai juga, ketika waktu menunjukkan hampir tengah malam. Para undangan yang datang paling akhir didominasi oleh rekan satu profesi dan juga teman-teman Yuda. Dan mereka tampak mengobrol lama sekali.Adi, ibu dan keluarga yang lainnya sudah pulang tepat pukul sembilan malam tadi, mengingat putraku itu sudah merasa mengantuk dan tidak mau tinggal, meskipun Yuda mengatakan tidak masalah jika Adi ingin menginap di kamar yang sama dengan kami. Tapi tentu saja ibu dan yang lainnya melarang. Bahkan sebelumnya mereka semua menggodaku, dengan alasan tidak ingin diganggu, padahal itu tidak benar sama sekali. Lagipula pernikahan ini bukan karena mengejar nafsu yang itu.Aku terlebih dahulu masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan sebelumnya. Ruangan ini sudah dipenuhi dengan hiasan serta taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur juga dua handuk yang dibentuk seperti angsa dengan posisi saling menghadap. Aku menghela nafas berat, membayangkan apa yang terja
Bab 97Yuda tampak gagah saat berdiri bersisian di sampingku dengan wajah bahagianya. Sesekali pria itu melirik ke arahku, tapi tetap kuabaikan. Meski aku tersenyum di depan para tamu, nyatanya ketika melihat sosok pria yang sekarang telah menjadi pendamping hidupku ini, hatiku kembali tersayat pedih.Bayangan bibir merahnya beradu dengan bibir Yanti waktu itu, terus membayang di pelupuk mata."Sepertinya kamu masih nggak percaya padaku, Indi." Pria itu berbisik tepat di telinga. Aku mengerjap sadar kala Yuda mengangsurkan air mineral. Kali ini dia tidak memanggil dengan sambutan 'Mbak' lagi. Mungkin karena sekarang aku telah resmi menjadi istri sah-nya.Meski sebenarnya hari ini tidak bisa kubayangkan. Betapa aku telah menikahi dengan seorang pria yang sebelumnya telah melakukan perbuatan yang menurutku sangat menjijikan itu dengan mantan adik iparku sendiri.Aku mengacuhkan perkataannya, saat para tamu undangan kembali mendekat ke arah kami. Memberi doa restu, sekaligus memberi sel
Bab 96Akhirnya sampai pada di hari H. Pernikahan itu tetap digelar karena tak mungkin membatalkannya begitu saja. Mengingat undangan sudah dicetak, catering dan gedung serta pakaian khusus sudah dipersiapkan dengan baik. Maka atas permintaan keluarga besar Yuda dan Bu Dewi sendiri, mereka sengaja datang ke rumah untuk membujukku untuk melakukan kesepakatan."Aku setuju, tapi kumohon agar tidak bertemu dengan Yuda sampai hari H. Bahkan aku tak mau melihatnya di sekitar rumah dan tempat kerjaku. Aku perlu waktu untuk menata hatiku, walau bagaimanapun aku tidak siap bahkan untuk mendengar penjelasan serta permintaan maaf darinya," ucapku waktu itu pada mereka. Kulihat perubahan di wajah Bu Dewi yang sedikit terkejut. Mungkin tidak menyangka dengan permintaanku yang di luar nalar itu. Bagaimana mungkin aku akan menikahi pria itu, namun tidak ingin melihatnya sampai waktu yang ditentukan tiba.Bu Dewi mengangguk dan mencoba untuk memahami permintaanku."Aku tahu, mungkin kamu berat untu
Bab 95Aku terus berlari melewati lorong demi lorong di rumah sakit yang bertingkat ini. Rasanya terasa sangat jauh sekali bahkan untuk sekedar ingin cepat sampai dan menginjakkan kaki ke lantai bawah. Sengaja aku tidak masuk ke dalam lift karena posisinya tertutup. Pasti akan sangat lama menunggu. Dan aku tak ingin berlama-lama di tempat itu, mengingat Yuda terus menyusul di belakang dengan suaranya yang membuatku tidak tahan.Aku tidak menyesali perbuatannya bersama dengan Yanti. Hanya saja kenapa aku mesti melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Adegan itu terlihat sangat menyakitkan. Bayang-bayang Mas Agung dan Zahra berkelebatan di pelupuk mata, ketika mereka berdua melakukan hal yang sama, persis di depan mataku. Saat aku melihat keburukannya di rumah ibu mertua, waktu pertama kali aku bertemu dengan pasangan selingkuh itu.Ya Tuhan, kenapa aku harus melihat adegan panas mereka berdua sekarang, tepat ketika pernikahanku bersama dengan Yuda sudah di depan mata."Mbak, tunggu Mb
Bab 94Masuk ke salah satu rumah sakit terbesar di tempat ini. Aku mengikuti jejak langkah Yuda yang berjalan di depanku, menuju ke sebuah tempat informasi pasien. Setelah mendapat petunjuk, kami langsung melewati lorong dan naik beberapa lantai ke atas."Kamu yakin masih mau ikut?" Aku mengangguk siap. Butuh sedikit usaha tadi, agar Yuda mau membawaku ke tempat ini."Jangan cemburu jika nanti wanita itu mengatakan apa-apa padaku, ya. Karena aku sudah mengingatkanmu.""Sebagai calon istrimu, aku harus menjaga calon suamiku dengan baik. Aku nggak bisa janji. Jika nanti Yanti berbuat macam-macam padamu, tentu saja aku akan membalasnya. Aku tidak akan memperdulikan meskipun dia mantan adik iparku, karena dia pun sudah mencoba menyakitiku berulang kali. Dan kali ini, aku tidak bisa membiarkannya lagi!"Yuda mengusap kepalaku sambil tersenyum simpul. "Kamu harus banyak bersabar dan menahan amarahmu, jika tidak, maka bukannya tenang malah Yanti akan semakin dendam kepadamu.""Dan dia sudah
Bab 93[Mbak, kamu harus hati-hati karena Yanti bunuh diri di penjara dengan cara mengiris urat nadinya. Perempuan itu berada di rumah sakit sekarang. Dan bukan tidak mungkin dia akan kabur mengingat dia memiliki seseorang yang selalu mendukung rencana jahatnya.]Kutatap pesan dari Zahra barusan dengan mata mengerjap tak percaya. Wanita sekasar dan seegois Yanti berani melakukan tindakan bunuh diri. Benar-benar tidak dapat kupercaya.Pesan itu langsung aku kirimkan kepada Yuda yang seketika berubah menjadi centang biru, tanda pria itu telah membuka pesanku. Tak lama kemudian, terlihat ketikan di layar paling atas, dan seketika menampilkan pesan balasan darinya.[Kalau begitu kamu harus berhati-hati, Mbak. Jangan bepergian kemanapun tanpa seizinku. Jika pun ada kepentingan mendesak, atau kamu harus pergi ke toko, maka aku sendiri yang akan mengantarmu.] Aku tersenyum tenang. Cukup lega mendengar sarannya. Pria itu memang sangat bertanggung jawab dan sepenuh hati memperhatikanku.Kusim