Bab 85 Dia yang seharusnya berada di dalam penjara dan menghabiskan waktu menjalani masa hukumannya selama 5 tahun, atas kasus percobaan pembunuhan yang dilakukan secara berencana padaku. Namun saat mendengar ancamannya saat di pemakaman waktu itu, membuatku sedikit khawatir. Apalagi mendengar apa yang Bu Dian katakan. Jika Yanti berkeliaran di jalan? Tidak mungkin."Padahal kan si Yanti masih mempunyai jatah waktu selama empat tahun di dalam penjara, tapi kenapa aku melihatnya di dalam mobil waktu itu. Dia benar-benar melintas persis di depanku," ujarnya waktu itu. Tapi aku terus menyanggahnya dan mengatakan jika itu tidak mungkin."Yanti hanya mendapat izin dua jam saja berada di pemakaman, melihat Amara untuk yang terakhir kalinya. Jadi tidak mungkin jika wanita itu ada di jalan, apalagi mengendarai mobil. Mungkin saja itu adalah orang lain atau wajahnya hanya mirip," sanggahku cepat. Lagipula Yanti bukanlah anak seorang pejabat hingga dia bebas keluar masuk dari balik jeruji be
Bab 86Selepas kepergian dua orang pengacara itu, aku menatap ke arah Yanti yang masih berdiri di teras. Untuk apa wanita itu masih berada di tempat ini. Seharusnya urusan kami sudah selesai begitu pengacara itu pergi. Dia juga tidak bisa menggugat karena aku juga belum tentu mau menerima isi dari wasiat itu."Apakah kamu tidak mau pergi juga? Aku banyak pekerjaan di toko dan tidak ada waktu untuk meladanimu. Untuk urusan keberatanmu, silahkan kamu membicarakannya dengan dua orang pengacara tadi. Karena aku juga tidak mau menerima pemberian itu jika asal-usulnya tidak jelas." "Sombong sekali bicaramu, Indira. Aku sudah punya rencana kedua jika hal ini benar-benar terjadi.""Terserah apa katamu." Aku hendak menutup pintu ketika dari arah belakang, tanpa diduga Yanti langsung menjerat leherku seperti dengan sebuah kawat hingga aku merasa kesulitan bernafas. Udara terasa menyempit di sekitarku dan butuh sekuat tenaga untuk menahannya. Tapi tenaga Yanti begitu kuat, karena posisiku di
Bab 87"Ibu ….!"Baru saja aku bisa menormalkan detak jantungku, dari arah luar Adi tampak berlari bersama dengan Dea menuju ke arahku. Keduanya langsung memeluk tubuhku dengan isak tangis yang keluar dari bibir mungil mereka.'Ada apa lagi ini?'Sementara aku melihat ke arah luar, dimana seorang lelaki memakai jaket kulit berwarna hitam langsung mengangguk arah Yuda dan ke arahku, yang kemudian segera melajukan motornya kembali. Aku yang heran menatap sekilas ke arah Yuda, yang sepertinya mengenal siapa lelaki yang barusan pergi itu. Pria itu akhirnya pergi ke teras ketika dering sambungan terdengar dari ponselnya. Yuda terlihat sedang berbicara, entah berbicara dengan siapa. Hanya saja kulihat wajahnya tampak sedikit menegang."Ada apa ini, kenapa kalian berdua menangis?" tanyaku dengan wajah bingung. Keduanya tak melepaskan rangkulannya dari bahuku."Ibu, tadi ada seseorang yang berniat menculik kami di jalan. Beruntung om yang tadi menyelamatkan kami berdua, dan mengantarkan ka
Bab 88Kulambaikan tangan pada Adi yang baru saja menaiki ojol langganannya bersama dengan Dea.Hari ini aku tidak pergi ke toko. Karena seperti rencanaku kemarin, aku akan pergi bersama Yuda menuju ke rutan untuk menjenguk Yanti dan memastikan gadis itu berada di sana. Jika pun dia tidak ada di sana, aku harus melihat secara langsung. Bahkan aku akan mempertanyakan tentang status tahanan wanita itu karena berkeliaran bebas di luaran sana hingga berani membuat ulah. Sedangkan jika pihak kepolisian diam saja dan tidak melakukan apa-apa. Aku sedikit curiga jika ada orang dalam yang membantunya.Ponselku terus berdering dan nama Andreas terpampang di sana. Setelah tiga kali panggilan kuabaikan, tampaknya si penelepon tidak puas jika belum kujawab."Halo Andreas, ada apa?" Aku bertanya dengan perasaan malas. Sebelumnya aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa jika bukan karena Amara, dan setelah itu tidak ada urusan apalagi. Lalu untuk apa lagi pria itu menghubungiku, bahkan ketika har
Bab 89"Kau tahu, Indira, setelah kupikirkan baik-baik, ternyata aku memang menyukai gayamu yang sedikit emosional itu. Kau selalu bersikap frontal, namun kau juga wanita yang polos dan berhati baik.""Ya, mungkin kau berpikir demikian. Tapi bagiku, aku tidak seburuk Yanti dan Zahra yang selalu menghalalkan segala cara dan berbuat anarkis kepada orang lain." Kutekankan setiap kata-kataku agar Andreas tidak menganggapku wanita lemah."Kamu juga masih belum mengatakan apa yang kau lakukan bersama dengan Yanti di rutan waktu itu. Atau ya, kalian masih bersama dan menjalin hubungan serius, hingga dia dibebaskan nanti dan kalian menikah. Aku tak peduli. Hanya saja, berbagai kejadian dan luka yang menimpaku itu atas ulah kekasihmu, maka aku tak mungkin diam saja. Dia sudah berulang kali melakukan perbuatan yang bisa mengancam keselamatanku dan juga keluargaku." Andreas menanggapinya dengan tersenyum simpul. "Baiklah Andreas, karena kamu hanya membuang waktuku, sebaiknya aku pergi saja kar
Bab 90"Kau datang kemari karena kau sudah mendapatkan uang itu, bukan? Jangan serakah, Indira. Kau tidak boleh mengambil uang itu untuk dirimu sendiri dan anakmu. Setidaknya kau harus memberikan bagian untukku juga." Zahra berkata dengan serius. Manik matanya membulat seperti binatang buas yang hendak menerkam."Aku bahkan baru saja duduk, dan kau sudah membicarakan masalah tentang uang itu. Kamulah sebenarnya wanita yang serakah itu, Zahra. Meskipun ya, aku beritahu satu hal padamu, dalam surat wasiat itu tidak ada satu persen pun bagianmu, bahkan Mas Agung sama sekali tidak menulis namamu di sana."Bibir Zahra terkatup rapat. Tapi matanya semakin membulat. Dia mungkin tidak menduga apa yang kukatakan barusan. Tentu saja itu membuatnya merasa tidak dihargai oleh mantan suami kami, yaitu Mas Agung."Kau pasti salah dan kau pasti berbohong padaku, bukan. Aku masih istri sahnya ketika lelaki itu meninggal. Dia tidak mungkin dia tidak memberikan sepeserpun bagiannya untukku." Tangan ka
Bab 91"Aku kecewa, Indira. Aku benar-benar kecewa.""Kurasa itu bukan urusanku, Andreas. Kau mungkin merasa seperti itu. Namun kita tidak ada hubungan apa-apa dan tidak akan ada jalinan apa-apa, hingga aku tidak harus meminta maaf kepadamu. Setiap orang mempunyai pilihan dan ini adalah pilihanku sendiri. Aku sudah menyukai pria itu sebelum bertemu dengan kamu. Dan hanya dia satu-satunya orang yang mengerti jalan hidup dan keinginanku, juga anakku. Lagipula anakku merasa cocok dengannya. Itu yang terpenting bagiku.""Mudah-mudahan saja niatmu itu baik.""Sesuatu yang diniatkan dengan baik, memang selalu berakhir dengan baik, bukan? Dan aku percaya hal itu ada pada Yuda." Ada seraut senyum kecewa ditampilkan pria itu, sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkanku tanpa kata.Apa yang dia kecewakan? Sedangkan perasaannya memang tidak penting untukku. Lagi pula tidak akan pernah ada jalinan apa-apa diantara kami, kecuali saat dia menyatakan perasaannya padaku saat itu. Yang memang k
Bab 92"Jangan lakukan hal ini padaku, Yuda. Atau kamu akan menyesal!" Anisa berteriak histeris dan tak terima saat calon suamiku menekannya di lantai."Diam, Anisa! Justru akulah yang telah menyesal karena pernah mengenalmu. Aku tidak menyangka kamu tega berbuat seperti ini pada Indira!" Kulihat Yuda tengah mengikat kedua lengan Anisa dengan tali, meskipun wanita itu terus-terusan memberontak."Amankan perempuan ini, Pak, dan pastikan dia tidak akan bisa kabur."Kedua pria yang tidak aku ketahui siapa itu, langsung mengangguk kemudian menahan Anisa.Saat Yuda mulai mendekat ke arahku dengan raut wajah penuh kekhawatiran."Kamu nggak apa-apa, Mbak? Ya ampun lukanya cukup parah." Yuda membawaku ke dalam pelukannya, setelah menekan lukaku dengan sapu tangan miliknya. Pelukan hangat dari seseorang yang dapat kurasakan sangat mengkhawatirkanku."Aku tidak apa-apa, Yuda," kataku saat dia mulai membantuku untuk berdiri. Sedangkan Anisa tampak tidak senang di tempatnya, dan perempuan ya