“Pokoknya kalau Mas gak mau penuhi ini semua. Kita batal saja deh nikahnya!”
“Jangan begitu dong! Kita pasti menikah, aku kan sudah janji sama kamu!” jawab Dion masih lembut dan memelas.
“Ya, apa kek usahanya! Pinjem uang di bank kek atau apa gitu! Jangan diem saja kayak batu!”
“Aku gak diem, Sayang. Aku sedang usaha buat nabung!”
“Alah, nabung apa cuma dapetnya 40 juta!” tukas Laras dengan ketus. Dion mengurut keningnya dan tak tahu harus menjawab apa. Tak lama, pintu ruangannya diketuk oleh salah seorang anggotanya yang memintanya untuk masuk ke ruangan kepala polisi.
“Sayang, aku menghadap Pak Kepala dulu ya. Nanti kita bicara lagi!” ujar Dion hendak pamit pada kekasihnya sekejap.
“Trus gimana jadinya?”
“Iya, aku akan temui Rico. Aku akan minta tolong dia mencarikan pinjaman,” jawab Dion akhirnya menyerah. Setelah menutup sambungan telepon, Dion menghela napas panjang untuk menemui kepala polisi.
“Iptu. Dion melapor, Pak!” kepala polisi mempersilahkan Dion yang langsung memberikan hormat seperti biasa.
“Silakan!” Dion pun keluar dari sikap siapnya dan menurut untuk duduk di sebuah kursi tamu kayu jati di depan seorang pria berjas rapi dan tersenyum ramah.
“Dion, ini adalah bapak Arjoona Harristian. Beliau adalah pengusaha asal Indonesia yang sekarang tinggal di Amerika dan merupakan pemilik pabrik elektronik Kim dan Winthrop,” ujar kepala polisi memperkenalkan Dion pada Arjoona. Dion pun mengangguk dan tersenyum. Arjoona menjulurkan tangannya berkenalan dengan Dion.
“Arjoona Harristian ....”
“Saya Dion Juliandra, Pak!” Arjoona tersenyum mengangguk.
“Begini, Dion. Saya langsung saja. Pak Kapolda sudah memberikan ijin berdasarkan instruksi dari pusat agar kamu bertugas mengawal putri dari Bapak Arjoona di Amerika.” Dion langsung mengernyitkan keningnya tak mengerti mendengar perintah itu dari atasannya.
“Saya tidak mengerti, Pak ...”
“Kamu akan ikut aku ke New York untuk menjadi kepala pengawal Venus, putriku,” ujar Arjoona ikut menimpali.
“Tapi saya bukan ... saya polisi ...” tolak Dion masih bingung.
“Benar. Dan perintah serta surat tugas kamu sudah dikeluarkan oleh Kapolda dan penunjukan langsung oleh pusat,” jelas kepala polisi lagi. Ia bahkan memberikan salinan surat tugas itu.
“Kenapa saya?” tanya Dion masih bingung.
“Kamu pilihan Pak Arjoona. Dan Pak Arjoona adalah salah satu investor penting di negara ini. Tugas ini tidak lama, kamu hanya harus mengawal selama tiga minggu saja. Posisi dan pekerjaan kamu sementara alihkan pada Gerry. Setelah kamu kembali, kamu masih bisa menempati posisi yang sama.” Dion masih tak percaya dengan tugas mendadak yang diberikan padanya. Padahal ia sedang mempersiapkan pernikahan. Masalahnya ia tak mungkin menolak.
“Aku akan membayar gaji sebesar 250 juta untuk tiga minggu tugas kamu. Itu gaji bersih di luar biaya hidup, operasional dan asuransi,” tukas Arjoona membuat Dion langsung membesarkan matanya. Kepala polisi ikut tersenyum dan menepuk pundak Dion.
“Sudah, ini adalah rezeki kamu. Hitung-hitung untuk biaya pernikahan. Toh gak lama, hanya tiga minggu!” ujar kepala polisi ikut menimpali. Dion masih belum percaya dengan besaran gaji yang akan ia peroleh. Jika ia bekerja hanya untuk tiga minggu saja, sepulang dari Amerika, Dion bisa melangsungkan pernikahan.
“Jika kamu sudah setuju, kita akan berangkat sekarang mengurus visa dan paspor kamu. Aku sudah memiliki ijin prioritas. Dalam satu hari akan selesai, maka besok malam kita akan berangkat!” ucap Arjoona lagi makin membuat Dion syok.
“Tapi, saya belum bilang sama keluarga ...”
“Kamu bisa telepon mereka sekarang!” tambah Arjoona tetap mendesak.
Dion pun hanya bisa menghela napas dan tak bisa menolak karena itu tugas resmi. Ia hanya meminta waktu satu jam untuk mempersiapkan diri termasuk memberitahukan nenek serta tunangannya Laras. Laras langsung menyambut bahagia setelah mengetahui jika gaji utama Dion adalah 250 juta dan dia akan kembali dalam tiga minggu.
“Pokoknya setelah Mas pulang, kita langsung nikah!” pekik Laras begitu bahagia. Dion hanya tersenyum dan mengiyakan.
“Komandan dimutasi?” tanya salah satu anak buah Dion dengan polos. Dion tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
“Bukan, saya ditugaskan keluar untuk pengawalan. Hanya tiga minggu kok. Gak lama!” jawab Dion tenang.
“Ke mana, Dan?” Dion menarik napas panjang karena pasti akan terdengar aneh.
“New York!”
“Apa!”
***
Dion diajak oleh Rei Harristian ke kantor Daga Nero di mana ia akan memilih beberapa orang yang akan menjadi anggotanya untuk mengawal. Setelah itu, Dion dan tim pengawal yang beranggotakan 10 orang termasuk dirinya berangkat ke Skylar Labels, tempat Venus Harristian tengah menyelesaikan pekerjaannya.
Dion dan timnya lantas masuk ke sebuah ruang pemotretan untuk bertemu Venus. Sebagai ketua tim, Dion diminta berdiri di depan untuk berkenalan lebih dulu. Rei kemudian menghentikan pemotretan untuk memperkenalkan Venus yang tengah berpose cantik dan seksi.
“Venus, ini pengawal pribadi kamu, Dion Juliandra!” ujar Rei memperkenalkan Dion yang mematung saat melihat wajah jelita selayaknya dewi milik Venus. Dengan ekspresi dingin tanpa senyuman, Venus menjulurkan tangannya. Tapi Dion hanya diam saja.
“Mas?” tegur Rei membuatnya terkesiap dan langsung menundukkan pandangan seraya menjulurkan sebelah tangannya. Entah mengapa jantung Dion berdetak makin tak karuan sampai ia tak berani menatap mata indah itu. Venus agak sedikit keheranan. Bagaimana pria itu malah terlihat takut padanya?
“Dion ...” ucap Dion singkat memperkenalkan namanya. Suara husky-nya sempat membuat Venus beberapa detik tertegun. Tapi tak lama, ia menaikkan dagunya kembali bersikap angkuh seperti sedia kala.
“Jadi mulai hari ini, dia dan timnya akan mulai mengawal kamu ke mana pun, 24 jam!” tegas Rei menjelaskan pada Venus tentang tugas Dion. Venus hanya menarik napas panjang dan tanpa mengangguk menoleh pada make up artist-nya untuk kembali mempersiapkan pemotretan lagi.
Rei pun mundur dan menarik lengan Dion untuk memberikannya beberapa instruksi.
“Mas Dion akan tetap ikut ke mana pun Venus pergi. Tapi yang lain akan jadi back up keperluan pengawalan dan kebutuhan kalian. Apa bisa aku minta seperti itu?” ujar Rei sambil memandang lekat dan serius pada Dion.
“Tentu saja.” Rei pun mengangguk. Ia lalu pamit dan meninggalkan Dion dan timnya untuk melaksanakan tugas.
Dion lantas mengumpulkan semua anggota tim untuk pembagian tugas. Setiap orang akan bergantian mengawal dan mendampinginya sebagai bagian tim. Berbekal pengalamannya sebagai kepala unit Sabhara di Kepolisian, Dion sudah biasa melakukan hal seperti itu termasuk pengawalan.
“Aku belum hafal nama kalian, jadi aku hanya membagi berdasarkan kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang,” ujar Dion memberikan petunjuknya pada sembilan orang yang ia bagi menjadi empat unit. Dua menjadi sopir, tiga mengawal di belakang, tiga di depan, sedangkan satu orang lagi akan mendampingi Dion.
Dion lalu berinisiatif untuk menemui manajer Venus untuk meminta jadwal kegiatan penyanyi itu setiap hari. Namun sayangnya, manajer itu keberatan.
“Aku tidak mengenalmu!” tukas manajer itu menolak permintaan Dion.
“Maaf, Nona. Tapi jika aku tidak mengetahui jadwal Nona Harristian, aku tidak bisa mengawalnya dengan baik. Tolong kerja samanya!” pinta Dion masih dengan sopan sikap tubuh yang baik. Manajer itu malah menaikkan ujung bibirnya dengan sinis dan berbalik meninggalkan Dion begitu saja.
Dion tak menyerah. Ia tetap mengekori manajer itu untuk meminta jadwal kegiatan milik Venus.
“Tolong, ini sangat penting!” desak Dion yang berdiri menghalangi jalan.
“Aku tidak bisa memberikannya padamu!” tegas manajer itu lagi masih sama.
“Aku adalah pengawal pribadinya!”
“Aku tidak peduli!” manajer itu langsung pergi lagi dan Dion diam sambil menghela napas. Ia kesal tapi masih terlihat tenang. Setelah berpikir beberapa detik, Dion memilih mundur sesaat. Ia berencana akan meminta saja jadwal itu langsung pada Venus.
Dion kembali pada pekerjaannya semula. Ia mengawal Venus dengan menempel padanya kemana pun ia pergi. Termasuk ke toilet.
“Kamu mau apa?” tegur Venus dengan ekspresi tidak suka.
“Maaf Nona, tapi saya harus ikut ke dalam!” tegas Dion menjawab. Venus terkesiap dan tak sempat mencegah saat Dion malah masuk ke kamar mandi wanita untuk memeriksakan keamanan.
Sayangnya ternyata ada beberapa gadis di sana yang langsung kaget serta terburu-buru keluar begitu Dion masuk. Venus jadi kesal. Kenapa pengawalnya malah seperti ini?
“Apa yang kamu lakukan?” hardik Venus masih dengan nada rendah dan lembut tapi cukup tegang.
“Saya hanya butuh beberapa menit untuk memeriksa tempat ini sebelum digunakan!” jawab Dion sembari memeriksa seluruh sudut ruangan tanpa memedulikan Venus. Venus sendiri sudah melipat tangan ke depan dada karena kesal.“Tapi ini kamar mandi wanita!”“Saya tahu!” jawab Dion dingin dan cepat. Ia memeriksa dengan alat detektor gelombang elektronik untuk mencegah adanya kamera tersembunyi.“Huh, aku sudah masuk ke kamar mandi ini berkali-kali dan tak ada apa pun!” protes Venus masih sengit. Dion berbalik dan menyimpan alat itu dibalik saku jasnya.“Sudah selesai, Nona. Silakan!” tunjuk Dion pada salah satu bilik tak peduli dengan protes Venus. Ia bahkan masih di ruangan itu dan tidak keluar. Venus sampai mendelik tak percaya.“Apa kamu akan tetap di sini?” sahutnya mulai menaikkan nada bicara.“Iya,” jawab Dion singkat. Ia lalu membuang pandangannya ke arah lain agar tak terus menatap Venus. Sementara Venus yang kesal lantas mengibaskan kedua tangannya ke atas dan terpaksa memanggil asist
Sepulang dari beraktifitas, Venus masuk ke apartemennya seperti biasa. Kakinya terhenti saat melihat kekasihnya Gareth Moultens berdiri di ruang tengah dengan tuxedo rapi dan senyuman lebar.“Hi, Babygirl!” sapa Gareth membuat Venus terpana. Ia mendengus tersenyum dan ikut mendekat.“Aku sudah berjanji bukan? Aku akan mengajakmu makan malam dan menghabiskan waktu denganmu,” ujar Gareth lembut lalu mengelus sisi lengan Venus dengan wajah tersenyum. Venus makin merekahkan senyumannya. Ia mengangguk lagi.“Sekarang, ganti pakaianmu. Pakai gaun yang cantik, kita akan makan malam!” ajak Gareth lagi. Ia mendekat dan Venus langsung merangkul kan kedua lengannya pada pundak Gareth lalu mereka berciuman. Gareth menumpahkan segala rasa rindu dan cintanya dalam ciumannya untuk Venus. Venus pun ikut memejamkan matanya.Sementara Dion yang baru saja masuk setelah anak buahnya Kyle ingin mengantarkan salah satu barang bawaan Venus yang tertinggal di mobil. Ia berhenti di dekat pintu kala melihat Ve
Rasa sedih ikut menyelimuti Dion. Harusnya wanita secantik dan sesempurna Venus, tak seharusnya menangis seperti itu. Dion pun menghampiri lalu berlutut dengan sebelah kakinya. Tangannya merogoh tisu dan menyodorkannya pada Venus. Venus perlahan menoleh dengan mata polosnya penuh kesedihan pada Dion.“Terima kasih ...” ucap Venus separuh bergumam lembut pada Dion. Dion menyunggingkan sedikit senyumannya dan menundukkan pandangannya. Venus mengeringkan air matanya dengan tisu pemberian Dion.“Tolong tinggalin aku sendiri,” ucap Venus masih dengan nada yang sama. Ia jarang berbicara menggunakan bahasa Indonesia pada Dion sejak bertemu. Dion pun mengangguk pelan.“Saya akan menunggu di luar,” jawab Dion dengan suara rendah dan dalam. Ia berdiri dan keluar seperti perintah Venus. Venus hanya bisa memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya. Baginya ini sudah yang kesekian kalinya Gareth melanggar janji ingin bersamanya padahal tidak.Sementara Dion berdiri di luar pintu sambil bersan
Tangan Dion menyentakkan tangan Venus ke arahnya sementara memutar memberikan tendangan T pada seorang pria berhoodie.“AAHHKK!” teriak beberapa fans yang ikut terkena imbas dari jatuhnya pria tersebut. Venus juga jatuh karena ditarik oleh Dion. Dengan cepat, Dion berbalik dan hendak menolong Venus tapi pria itu menyerang lagi dengan pisau yang kini terlihat jelas.“PAK, AWAS!” teriak salah satu anggota tim pengawal Dion. Dion tak sempat mengantisipasi sehingga ia menahan serangan itu dengan tangannya yang tak terlindungi. Dengan dasar ilmu bela diri silat yang ia miliki, Dion memutar tikaman itu dan mendorong dengan kuat. Sayangnya pisau itu sempat melukai tangannya sendiri.Masih memasang kuda-kudanya, Dion berteriak memerintahkan anak buahnya untuk membentuk barikade.“LINDUNGI NONA HARRISTIAN!”Semua keributan itu mulai berbahaya bagi Venus. Venus pun segera ditarik dan dibawa oleh Kyle masuk ke dalam mobil. Sementara Dion kini harus mengejar pria yang melukainya.“Hei!” teriak Di
Dion tertegun mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh dokter bernama Nathan itu. Venus yang mendengar hanya bisa diam lalu menundukkan kepalanya. Tangannya baru selesai diobati dan dr. Nathan baru saja selesai menjahit tangan Dion.“Aku akan melaporkan ini pada Arjoona. Apa dia sudah tahu?” tanya dr. Nathan masih ketus pada Dion. Dion menelan ludahnya agak berat dan tetap menjawab.“Belum, dokter. Aku akan melaporkan pada Tuan Harristian akan kejadian ini,” jawab Dion dengan nada rendah. Dr. Nathan tak mengangguk. Ia malah beralih pada Venus dan mengindahkan Dion yang baru selesai dijahit. Perawat tadi kini beralih pada Dion untuk memerban lukanya.“Kamu baik-baik saja?” tanya dr. Nathan dengan lembut pada Venus. Venus tersenyum dan menggeleng.“Kayaknya cuma ini aja, Om,” gumam Venus menjawab.“Kita periksa dulu semuanya ya, siapa tahu ada yang terbentur,” ujar Nathan lalu berbalik pada Dion.“Jika sudah selesai diperban, tolong tunggu di luar. Aku harus memeriksa Venus secar
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?” sahut Venus memotong dengan nada lembut. Dion tertegun dengan perkataan dan sikap Venus padanya. Bulunya meremang dan ia merasakan rasa hangat yang tak biasa di wajahnya.“Gak boleh ya?” tambah Venus lagi makin mendesak. Wajahnya seperti mengiba dan Dion jadi makin salah tingkah.“Bukan ... maksudnya, saya ... uh ...”“Kak Rei, panggilnya Mas Dion. Masa aku gak boleh?” rengek Venus makin membuat Dion menyerah. Ia pun akhirnya mengangguk tanpa ada perlawanan sama sekali. Venus pun tersenyum. Ia sedikit menunduk mencoba melihat posisi tangan Dion yang terluka dan disembunyikan di balik jas.“Tangan Mas Dion gimana?” tanya Venus tak bisa melihat dengan jelas.“Baik-baik saja, gak apa!” jawab Dion sambil tersenyum aneh dan salah tingkah.“Coba aku lihat!” Venus tanpa malu-malu menarik tangan Dion yang sudah diperban. Dion sedikit menahan rasa sakit yang masih tersisa dari kulitnya yang tersayat.“Saya tidak apa-apa, Nona,” sanggah
Jayden Lin adalah ayah baptis sekaligus telah menjadi paman Venus Harristian. Dulunya, ia adalah pemimpin kelompok gangster triad Cina terbesar di New York. Kini setelah tak lagi memimpin kelompok itu dan digantikan oleh putra angkatnya bernama Ares King, Jayden masih memiliki sifat yang sama.Perusahaan penyedia layanan keamanan Daga Nero yang melibatkan anggotanya menjadi bagian dari tim keamanan yang dipimpin oleh Dion, sempat diambil alih oleh Jayden. Arjoona memiliki masalah besar yang membuatnya pergi selama lebih dari delapan tahun.Selama itu pula, Jayden yang mengatur Daga Nero termasuk menyusun protokol keamanan dan pengawalan VIP. Pelanggan dan pengguna jasa mereka berasal dari kalangan penting seperti bussinessmen sampai anggota kongres dan pejabat tinggi.Maka tak heran jika Jayden begitu marah saat keponakannya Venus bisa sampai terluka di bawah pengawasan Dion.“Apa yang dilakukan seorang kepala pengawal sampai membiarkan subjek yang dilindungi jadi terluka? Apa kamu ti
“Aku gak apa-apa, Daddy! Masa Daddy gak percaya sih? Aku mau pulang aja!” rengek Venus pada ayahnya Arjoona. Arjoona tersenyum pelan dan sedikit memindahkan beberapa helai rambut Venus ke balik telinganya.“Sebaiknya kamu istirahat di sini saja dulu hanya untuk malam ini saja. Besok pagi setelah pemeriksaan menyeluruh, kamu baru boleh pulang. Iya kan, Nathan?” tanya Arjoona sekaligus menoleh ke belakang melihat dr. Nathan yang berdiri di sebelah Jayden Lin. Dr. Nathan langsung mengiyakan dengan senyuman dan menaikkan kedua aliasnya bersamaan.“Iya, lagi pula kamar ini kan bukan kamar perawatan biasa. Kamu dapat kamar VVIP yang senyaman kamar pribadi. Besok setelah Om memastikan kamu baik-baik saja, kamu baru boleh pulang” sambung dr. Nathan menimpali.Venus hanya bisa diam saja. Arjoona pun mengecup kening Venus sebelum ia pamit pulang.“Daddy pulang dulu, besok kalau kamu mau Daddy bisa jemput ...” tawar Arjoona dan Venus langsung menggelengkan kepalanya.“Gak Dad, aku pulang sendiri