Dion tertegun mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh dokter bernama Nathan itu. Venus yang mendengar hanya bisa diam lalu menundukkan kepalanya. Tangannya baru selesai diobati dan dr. Nathan baru saja selesai menjahit tangan Dion.
“Aku akan melaporkan ini pada Arjoona. Apa dia sudah tahu?” tanya dr. Nathan masih ketus pada Dion. Dion menelan ludahnya agak berat dan tetap menjawab.
“Belum, dokter. Aku akan melaporkan pada Tuan Harristian akan kejadian ini,” jawab Dion dengan nada rendah. Dr. Nathan tak mengangguk. Ia malah beralih pada Venus dan mengindahkan Dion yang baru selesai dijahit. Perawat tadi kini beralih pada Dion untuk memerban lukanya.
“Kamu baik-baik saja?” tanya dr. Nathan dengan lembut pada Venus. Venus tersenyum dan menggeleng.
“Kayaknya cuma ini aja, Om,” gumam Venus menjawab.
“Kita periksa dulu semuanya ya, siapa tahu ada yang terbentur,” ujar Nathan lalu berbalik pada Dion.
“Jika sudah selesai diperban, tolong tunggu di luar. Aku harus memeriksa Venus secara menyeluruh sekarang!” ujar dr. Nathan masih memerintahkan ketus pada Dion. Dion hanya mengangguk saja dan sedikit melirik pada Venus. Ia mengajak Kyle yang ikut masuk ke dalam ruangan itu untuk ikut keluar.
“Aku gak pa-pa kok, Om,” ujar Venus lagi dengan lembut. Dr. Nathan masih menggelengkan kepalanya.
“Kayaknya kamu perlu pemeriksaan MRI deh. Siapa tahu kamu kebentur,” celetuk Nathan sambil melihat ke sisi kanan dan kiri tubuh Venus memastikan tak ada bagian lain yang terluka.
“Ah, Om Nat. Masa cuma lecet begini aja aku harus masuk ke mesin MRI? Aku gak pa-pa, Om. Lihat ini!” Venus berdiri dan menunjukkan lengannya. Tak ada luka dan lecet seperti pada telapak tangannya. Nathan masih menghela napas panjangnya.
“Kamu kok belain pengawal kamu itu sih? Dia gak becus kerja, kamu sudah terluka begini. Besok-besok bisa lebih parah!” rutuk dr. Nathan balik menyalahkan Dion.
Venus terdiam mendengar gerutuan sahabat ayahnya itu. Ia tersenyum tipis dan tak bicara jika kejadian itu juga memiliki andil dari tindakannya. Venus jadi agak sedikit menyesal tak menurut pada Dion yang telah melarangnya untuk menemui fans.
“Yang penting kan aku gak pa-pa, Om. Jangan lapor Daddy ya? Nanti aku disuruh pulang ke rumah lagi!” sungut Venus sambil memajukan bibir indahnya pada Nathan tanda mengambek. Dr. Nathan hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.
Sementara di luar, Dion dibantu oleh Kyle membuka jasnya dan menggulung lengan kemeja putih yang ia gunakan. Ada sedikit percikan darah yang mengenai ujung lengan kemejanya. Dion pun duduk di bangku tunggu di depan kamar perawatan Venus.
“Apa kamu baik-baik saja, Pak?” tanya Kyle memastikan keadaan ketua timnya. Dion tersenyum dan mengangguk.
“Pergilah panggil Edward dan Dennis. Minta mereka berjaga di ujung koridor!” ujar Dion masih memberikan perintah pada Kyle tentang keamanan bagi Venus. Kyle mengangguk segera berbalik pergi meninggalkan Dion yang duduk sebentar beristirahat.
Dion hanya sekejap menghela napasnya. Ia lantas mengambil ponsel untuk menghubungi Felipe yang sedang membawa pria yang mereka tangkap ke NYPD.
“Bagaimana?”
“Aku sudah melaporkannya pada det. Daryl Brooke, Pak!” lapor Felipe begitu sambungan telepon terjadi.
“Apa dia bertanya letak rumah sakit?”
“Iya, Pak. Aku menunggu ijinmu untuk memberitahukannya atau tidak.” Dion menarik napas dan terdiam sejenak. Ia tengah berpikir seperti apa baiknya. Jika polisi datang ke rumah sakit maka yang terjadi adalah kehebohan.
“Katakan pada det. Brooke, aku akan mengantarkan Nona Harristian memberikan kesaksiannya saat kondisinya membaik. Untuk saat ini jangan beritahukan di mana kami,” jawab Dion memberikan keputusannya.
“Baik, Pak!”
“Jika dia bertanya lagi, aku akan menghubunginya nanti.”
“Baik, Pak!” Dion kemudian memutuskan sambungan panggilannya dan langsung berdiri karena pintu kamar perawatan Venus terbuka. Dr. Nathan Giandra keluar bersama perawatnya dan menghadap Dion yang siap mendengarkan.
“Venus akan menginap satu malam di sini. Lukanya tidak parah, tapi tetap dia akan menjalani pemeriksaan. Aku yakin dia terbentur sesuatu,” ujar dr. Nathan sambil sedikit menaikkan dagunya. Dion hanya bisa diam saja dan tak bicara. Ia bahkan menundukkan pandangannya sekilas.
“Laporkan kejadian hari ini pada Arjoona sebelum aku yang melakukannya,” sambung dr. Nathan lagi lalu berbalik pergi dan diikuti oleh perawat yang mendampinginya. Dion hanya bisa diam lalu memejamkan matanya sambil menarik napas. Memang tak ada yang bisa disalahkan selain dirinya dan Dion menyadari hal itu.
“Pak?” panggil Edward yang baru datang bersama Kyle dan Dennis.
“Kalian berjaga di luar, aku akan lihat keadaan Nona Harristian dulu,” perintah Dion pada ketiganya. Kyle mengangguk dan mengarahkan dua temannya untuk berjaga di posisinya. Sedangkan Dion masuk ke dalam kamar Venus sambil membawa jasnya.
Venus tengah duduk di sisi ranjangnya sambil memegang ponsel mencoba menghubungi Gareth. Sementara Dion berjalan mendekat dengan sebelah tangannya yang terluka ia sembunyikan di balik lipatan jas.
“Duduk dulu. Aku mau menelepon Gareth,” ujar Venus lembut pada Dion. Dion mengangguk dan berbalik berjalan ke arah sofa untuk duduk menunggu. Venus mencoba menghubungi Gareth dan pria itu tak mengangkat panggilannya sama sekali. Venus tampak kecewa dan akhirnya menghubungi manajernya.
“Batalkan jadwalku hari ini. Aku lelah, aku ingin istirahat,” ujar Venus pada manajernya. Ia mengangguk beberapa kali.
“Aku baik-baik saja dan beristirahat di rumah sakit,” sahut Venus lagi.
“Hanya lecet sedikit.” Venus pun sedikit tersenyum.
“Aku akan menghubungimu nanti,” ujar Venus lagi dan menutup panggilan teleponnya. Ia menoleh pada Dion yang sudah duduk di atas sofa. Venus kemudian berdiri dan berjalan menghampiri lalu duduk di sebelahnya.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Venus lebih ramah dan lembut pada Dion. Dion menoleh tapi tak begitu berani memandang.
“Aku baik-baik saja, Nona. Bagaimana denganmu? Bagaimana tanganmu?” Dion balik bertanya beruntun. Venus tersenyum pada Dion dan masih tetap memandangnya. Ia memperlihatkan telapak tangannya yang lecet karena terseret trotoar yang kasar.
“Tidak apa-apa. Hanya sedikit perih!” jawab Venus dengan suara manjanya. Dion makin tak enak. Mungkin ia terlalu kasar menarik tangan Venus sehingga ia terjatuh dan terseret.
“Maafkan aku, Nona. Ini semua salahku,” aku Dion sedikit menaikkan pandangan pada Venus. Rautnya tampak menyesal dengan yang terjadi dan Dion terus menundukkan pandangannya.
“Harusnya aku melakukan barikade lebih rapi dan berlapis tapi aku lengah. Terlebih aku menarikmu terlalu kuat. Tanganmu pasti sakit,” sambungnya lagi masih dengan nada menyesal. Venus tersenyum pelan dan masih memandang Dion.
“Aku juga harus minta maaf ... Mas ...” ucap Venus pelan. Dion sedikit terkesiap dan menatap Venus lebih lekat.
“Uhm, Nona tidak perlu memanggil saya dengan sebutan seperti itu. Saya ...”
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?”
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?” sahut Venus memotong dengan nada lembut. Dion tertegun dengan perkataan dan sikap Venus padanya. Bulunya meremang dan ia merasakan rasa hangat yang tak biasa di wajahnya.“Gak boleh ya?” tambah Venus lagi makin mendesak. Wajahnya seperti mengiba dan Dion jadi makin salah tingkah.“Bukan ... maksudnya, saya ... uh ...”“Kak Rei, panggilnya Mas Dion. Masa aku gak boleh?” rengek Venus makin membuat Dion menyerah. Ia pun akhirnya mengangguk tanpa ada perlawanan sama sekali. Venus pun tersenyum. Ia sedikit menunduk mencoba melihat posisi tangan Dion yang terluka dan disembunyikan di balik jas.“Tangan Mas Dion gimana?” tanya Venus tak bisa melihat dengan jelas.“Baik-baik saja, gak apa!” jawab Dion sambil tersenyum aneh dan salah tingkah.“Coba aku lihat!” Venus tanpa malu-malu menarik tangan Dion yang sudah diperban. Dion sedikit menahan rasa sakit yang masih tersisa dari kulitnya yang tersayat.“Saya tidak apa-apa, Nona,” sanggah
Jayden Lin adalah ayah baptis sekaligus telah menjadi paman Venus Harristian. Dulunya, ia adalah pemimpin kelompok gangster triad Cina terbesar di New York. Kini setelah tak lagi memimpin kelompok itu dan digantikan oleh putra angkatnya bernama Ares King, Jayden masih memiliki sifat yang sama.Perusahaan penyedia layanan keamanan Daga Nero yang melibatkan anggotanya menjadi bagian dari tim keamanan yang dipimpin oleh Dion, sempat diambil alih oleh Jayden. Arjoona memiliki masalah besar yang membuatnya pergi selama lebih dari delapan tahun.Selama itu pula, Jayden yang mengatur Daga Nero termasuk menyusun protokol keamanan dan pengawalan VIP. Pelanggan dan pengguna jasa mereka berasal dari kalangan penting seperti bussinessmen sampai anggota kongres dan pejabat tinggi.Maka tak heran jika Jayden begitu marah saat keponakannya Venus bisa sampai terluka di bawah pengawasan Dion.“Apa yang dilakukan seorang kepala pengawal sampai membiarkan subjek yang dilindungi jadi terluka? Apa kamu ti
“Aku gak apa-apa, Daddy! Masa Daddy gak percaya sih? Aku mau pulang aja!” rengek Venus pada ayahnya Arjoona. Arjoona tersenyum pelan dan sedikit memindahkan beberapa helai rambut Venus ke balik telinganya.“Sebaiknya kamu istirahat di sini saja dulu hanya untuk malam ini saja. Besok pagi setelah pemeriksaan menyeluruh, kamu baru boleh pulang. Iya kan, Nathan?” tanya Arjoona sekaligus menoleh ke belakang melihat dr. Nathan yang berdiri di sebelah Jayden Lin. Dr. Nathan langsung mengiyakan dengan senyuman dan menaikkan kedua aliasnya bersamaan.“Iya, lagi pula kamar ini kan bukan kamar perawatan biasa. Kamu dapat kamar VVIP yang senyaman kamar pribadi. Besok setelah Om memastikan kamu baik-baik saja, kamu baru boleh pulang” sambung dr. Nathan menimpali.Venus hanya bisa diam saja. Arjoona pun mengecup kening Venus sebelum ia pamit pulang.“Daddy pulang dulu, besok kalau kamu mau Daddy bisa jemput ...” tawar Arjoona dan Venus langsung menggelengkan kepalanya.“Gak Dad, aku pulang sendiri
Dion masuk ke ruang perawatan Venus tepat saat wanita itu hendak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Venus langsung tersenyum dan menyapa Dion.“Sudah makan malam, Mas?” Dion mengangguk sekali dengan rasa agak aneh serta malu-malu. Ia sedikit mendekat dan Venus bersikap seakan mereka telah akrab.“Tolong bantuin aku di kamar mandi, boleh gak, Mas?” pinta Venus tiba-tiba. Mata Dion spontan membesar dan memutar tak mengerti.“Uh ...”“Sebentar aja!” Venus tak menunggu persetujuan Dion. Ia terus menarik pergelangan tangannya yang tak terluka ke kamar mandi di dalam ruangan itu.“Tapi ...” Venus langsung memberikan tas make upnya pada Dion. Dion terkesiap dan spontan memeluk tas itu.“Di sini gak ada meja basin, Mas. Jadi aku gak tahu di mana harus menaruh tasnya. Maaf ya?” Dion hanya tertegun saja pada celetukan dan senyuman Venus yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk memegang tasnya. Venus mencoba membuka tutup botol skincare yang akan digunakan dan cukup kesulitan.“B
Dion duduk di sebelah ranjang Venus dengan posisi menyamping. Sementara Venus ikut menyamping menghadapnya. “Masih sakit?” tanya Dion pada keadaan tangan Venus. Venus mengangguk dan sedikit tersenyum. Dion sedikit berpikir dan bingung harus berbuat apa untuk membantu. “Apa yang bisa saya lakukan?” Dion mulai pasrah. Ia tak punya ide sama sekali. Venus tersenyum saja dan meminta hal yang lebih aneh. “Kalau mau, Mas Dion boleh tiupin telapak tanganku!” Venus menyengir lalu menyodorkan telapak tangannya pada Dion langsung di depan wajahnya. Dion sampai terkesiap dan kepalanya mundur ke belakang. “Huh ...” Venus malah terkekeh dan masih meletakkan tangannya untuk ditiupi oleh Dion. “Tapi ...” “Ayo, katanya mau tanggung jawab!” potong Venus cepat. Dion pun dengan polosnya meniup perlahan luka lecet itu agar tak terlalu perih. “Yang lebih deket dong, Mas! Gak terasa!” protes Venus makin mengerjai Dion. Dion diam sedetik lalu mendekat
Dion akhirnya pindah untuk duduk di sebelah Venus usai ia bicara seperti itu. Dion mulai khawatir dengan keadaan Venus. Selain jika dia akan mendapatkan banyak kesulitan dengan makin lamanya bergulir kasus karena ia menarik kesaksiannya, Dion juga tak bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik jika itu terjadi. “Nona, dengarkan saya. Jika Nona tidak bicara dan malah menarik kesaksian itu maka kebenaran tidak akan terungkap. Sebaliknya, kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya,” ujar Dion sambil memegang tangan Venus. Venus terus menatap Dion dan terpaku hanya padanya. Dion pun tak lagi membuat jarak kali ini. Ia membujuk Venus sepenuh hati. “Tapi aku takut, Mas. Bagaimana jika dia marah dan balik menyerang? Atau dia kabur?” rengek Venus masih meneteskan air matanya. Venus terlihat sangat ketakutan karena ini kali pertama ia akan bersaksi. “Nona, saya ada di sini. Saya akan selalu melindungi Nona 24 jam tanpa jeda. Tidak akan ada lagi insid
“Mas kok nanya-nanya terus, piye toh Mas? Mas Rico itu kan temenmu!” tegur Laras mulai menaikkan nada bicaranya. “Iya, aku tahu. Aku kan cuma nanya kamu ngapain saja!” jawab Dion dengan suara memelas. Ia jadi agak menyesal menanyakan perihal kekasihnya yang pergi bersama Rico, sahabatnya. Tak ada maksud Dion untuk curiga. Tapi kejadian yang terjadi pada Venus membuatnya sedikit was-was. “Tapi nada bicaramu itu lho! Curiga sama aku! Mas pikir aku bakalan selingkuh?” “Bukan begitu, Sayang. Aku gak nuduh kamu kayak begitu. Aku cuma gak mau Rico jadi kebeban harus nganterin kamu,” sahut Dion memberikan alasannya. “Ya Mas Rico-nya baik-baik saja toh!” bantah Laras masih sengit. “Ya sudah, aku minta maaf. Aku gak bermaksud sama sekali curiga sama kamu, enggak! Aku tahu kamu setia sama aku dari dulu. Kita sudah pacaran dari SMA, masa kamu mengkhianati aku. Kan ga mungkin!” sahut Dion meyakinkan lagi. “Ya gak mungkin toh, Mas. Aku tuh cinta sa
“Dasar pengawal bodoh! Ini bukan urusanmu!” bentak Gareth makin marah. Dion yang juga marah tapi tak menyalak lebih memilih untuk menepikan Venus terlebih dahulu. “Kyle, tolong antar Nona Harristian kembali ke kamar!” perintah Dion dengan nada dingin. “Apa-apaan ini! Aku sedang bicara dengan calon istriku!” hardik Gareth menunjuk marah pada Dion. Dion tak peduli. Ia mengawasi Kyle yang mengantarkan Venus kembali ke kamarnya. Gareth mencoba mencegah dengan ikut tapi Dion dengan cepat menghalangi dengan berdiri di depannya. “Apa yang sedang kau lakukan?!” “Silahkan keluar, Tuan Moultens ...” “Felipe, tolong tunjukkan pintu keluar pada Tuan Moultens!” perintah Dion menyambungkan kalimatnya. Gareth benar-benar mendelik keras pada Dion yang ikut campur pada masalahnya dan Venus. “Silahkan, Tuan Moultens!” tukas Felipe makin menimpali. “Kau pikir aku tidak tahu di mana pintu keluar?! Dasar bodoh!” umpat Gareth begitu kesal da