Tangan Dion menyentakkan tangan Venus ke arahnya sementara memutar memberikan tendangan T pada seorang pria berhoodie.
“AAHHKK!” teriak beberapa fans yang ikut terkena imbas dari jatuhnya pria tersebut. Venus juga jatuh karena ditarik oleh Dion. Dengan cepat, Dion berbalik dan hendak menolong Venus tapi pria itu menyerang lagi dengan pisau yang kini terlihat jelas.
“PAK, AWAS!” teriak salah satu anggota tim pengawal Dion. Dion tak sempat mengantisipasi sehingga ia menahan serangan itu dengan tangannya yang tak terlindungi. Dengan dasar ilmu bela diri silat yang ia miliki, Dion memutar tikaman itu dan mendorong dengan kuat. Sayangnya pisau itu sempat melukai tangannya sendiri.
Masih memasang kuda-kudanya, Dion berteriak memerintahkan anak buahnya untuk membentuk barikade.
“LINDUNGI NONA HARRISTIAN!”
Semua keributan itu mulai berbahaya bagi Venus. Venus pun segera ditarik dan dibawa oleh Kyle masuk ke dalam mobil. Sementara Dion kini harus mengejar pria yang melukainya.
“Hei!” teriak Dion mengejar pria itu. Kyle yang membawa masuk Venus ke dalam mobil langsung membawanya pergi bersama seorang Edward yang menjadi sopir pada hari ini. Sedangkan tujuh orang lagi membantu Dion untuk mengejar pria tersebut.
Ketika pria itu terjebak di sebuah koridor sempit, ia masih melawan Dion untuk membebaskan dirinya. Sementara dua anggota pengawal sudah mengeluarkan senjata mereka untuk menembak. Pria itu melemparkan tong sampah ke arah Dion yang dapat dielakkan dengan baik.
Dua orang lagi menyergapnya lewat belakang. Saat ia ingin maju lagi. Dion dengan cepat menendang tangan lalu memutar tendangan dengan cepat menendang tubuhnya. Pria terjerembap ke belakang dan tak berdaya. Dengan cepat, Felipe dan teman-temannya meringkusnya.
“Bawa dia ke kantor Polisi! Kalian ikut aku!” tunjuk Dion pada empat anggota lain selain tiga orang yang membawa pria tersebut.
“Kyle, kamu di mana?” tanya Dion menekan earpiece-nya.
“Aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit, Pak. Nona Harristian terluka!” lapor Kyle dengan cepat. Dion dengan cepat menunjuk pada anak buahnya untuk segera mengambil mobil.
“Berikan lokasimu sekarang!” perintah Dion pada Kyle.
“Baik, Pak!”
Dion lalu memerintahkan dua anggota lainnya untuk membersihkan tempat kejadian tersebut.
“Aku tidak ingin ada video atau berita tentang kejadian tadi di televisi. Sita semua ponsel jika perlu!” perintah Dion masih memegang ponselnya di balik jendela mobil.
“Baik, Pak!” jawab salah satunya dengan sigap dan langsung berlari kembali ke arah tempat sebelumnya. Sementara Dion dan salah satu anggota bernama Dennis menyusul mobil Kyle ke rumah sakit. Dion mendapatkan lokasi tempat Venus dibawa oleh salah satu mobil.
“Ambil jalur cepat!” perintah Dion pada Dennis yang langsung diberi anggukan. Dennis masuk lajur cepat sehingga ia mengebut untuk segera sampai ke rumah sakit.
“Bertahan, Nona! Kita akan segera tiba!” ucap Kyle cukup panik menghadapi Venus yang sedikit meringis kesakitan.
“Aku baik-baik saja,” bantah Venus masih ketakutan.
“Ketua Juliandra ada di belakang kita. Dia berhasil menyusul!” ucap Kyle kemudian. Venus yang mendengar langsung menoleh ke belakang. Sambil memegang tangannya yang terluka, Venus melihat sebuah mobil SUV hitam lantas melewati mobilnya. Dennis yang mengendarai mobil memberi tanda bagi Kyle dan mobilnya untuk mengikuti mereka.
Dion akan pergi ke rumah sakit yang telah direkomendasikan oleh Rei Harristian jika ada keadaan darurat. Tujuannya adalah tak ada publik yang tahu tentang apa yang terjadi pada Venus. Dion menghubungi dokter yang telah diberikan kontaknya oleh Rei sebelum mereka masuk lewat basemen parkir.
“Aku akan menjemput!” ujar dokter itu pada Dion kala mobil mereka masuk basemen dan diarahkan oleh sang dokter berhenti di dekat lift. Dion langsung keluar dari mobil begitu berhenti untuk melihat keadaan Venus.
“Nona, Nona tidak apa-apa?” tanya Dion pada Venus begitu ia membuka pintu mobil. Venus yang masih memakai seatbelt lantas menoleh pada Dion dengan raut ketakutan hendak menangis. Kyle ikut keluar dan menjelaskan pada Dion apa yang terjadi.
“Tangan Nona Harristian terluka, Pak!” lapor Dion cepat. Dengan sigap, Dion memeriksa tangan Venus dengan menariknya lembut. Terlihat goresan akibat terbentur lantai keras karena tarik-menarik pada kejadian baru.
“Apa Nona baik-baik saja?” tanya Dion dengan lembut dan terlihat sangat khawatir. Venus tak menjawab dan malah menggenggam tangan Dion dengan tangan yang satunya.
“Mana dia? Venus!” panggil seorang dokter dari arah luar. Dion terkesiap dan sedikit menyingkir.
“Dokter, Nona Harristian terluka di tangannya!” lapor Dion pada dokter paruh baya yang datang.
“Om Nat!” panggil Venus pada dokter itu. Dokter yang dipanggil oleh Venus itu segera memeriksa tangannya dan mengangguk.
“Kita pindahkan dia ke dalam!” perintah dokter itu pada Dion. Dion langsung mengangguk dan menunduk lagi untuk membuka seat belt Venus agar ia bisa keluar. Dokter itu memerintahkan seorang perawat yang ia bawa untuk membawakan kursi roda untuk Venus. Venus tak sempat protes. Ia dibawa masuk ke dalam lift bersama Dion dan dua anggotanya Kyle serta Edward.
“Aku baik-baik saja, Om!” gumam Venus pelan tapi dokter itu masih mendengar. Ia menunduk dan tersenyum pada Venus.
“Kita akan melakukan pemeriksaan dulu dan mengobati lukamu ya?” jawab dokter itu dengan lembut pula. Sebelah tangan Dion yang terluka dikepalnya agar tak ada darah yang menetes. Tapi sayangnya darah itu lebih dulu membuat jejak di tangan Venus.
Venus langsung dibawa ke ruang perawatan VIP. Ia disembunyikan dari banyaknya orang yang lalu lalang akan mengenali Venus. Dion pun ikut masuk untuk memastikan keadaan Venus.
“Apa yang terjadi?” tanya dokter itu pada Venus. Venus lalu menoleh pada Dion yang dengan sigap berdiri di dekat Venus yang dipindahkan dari kursi roda ke ranjang perawatan.
“Terjadi penyerangan tiba-tiba oleh seorang pria yang tak dikenal. Tapi pria itu berhasil kami tangkap dan dibawa ke kantor polisi,” lapor Dion memberikan penjelasan. Dokter itu mengangguk pelan.
“Ini darah apa? Kamu berdarah di mana?” tanya dokter itu lagi menangkap jejak darah di pergelangan tangan Venus. Venus kaget begitu pula dengan Dion. Refleks ia memeriksa dengan memegang tangan Venus. Saat itulah Venus melihat jika tangan Dion lah yang terluka.
“Ini ...” tunjuk Venus pada telapak tangan Dion yang berdarah. Dion baru sadar dan melihat ke arah Venus lalu sedikit meringis kecil.
“Uh ...”
Dokter itu menggeleng dan meminta Dion untuk menyingkir. Ia tak seharusnya memegang seseorang dengan darah di tangannya.
“Darah bisa jadi sarang infeksi jika tidak dibersihkan! Duduk!” perintah dokter itu pada Dion. Venus tersenyum dan tangannya mulai diobati oleh perawat yang membawanya. Hanya perlu dibersihkan lalu diberikan antiseptik sementara Dion ditangani oleh dokter itu. Telapak tangannya harus dijahit lalu diperban.
“Jadi kamu adalah pengawal baru keponakanku?” tanya dokter itu pada Dion. Dion terdiam dan mengangguk dengan sopan.
“Siapa namamu?” tanya dokter itu sambil menjahit kulitnya.
“Dion Juliandra,” jawab Dion singkat.
“Namaku Nathan Giandra. Aku adalah direktur rumah sakit ini sekaligus salah satu dari 15 orang paman Venus,” balas dokter itu dengan santai.
“Huh ...” Dion kaget dan mata dokter itu naik melihatnya.
“Venus adalah kesayangan kami semua. Jika kamu tak mampu melindunginya, aku sarankan kamu mundur saja dari pekerjaanmu!”.
Dion tertegun mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh dokter bernama Nathan itu. Venus yang mendengar hanya bisa diam lalu menundukkan kepalanya. Tangannya baru selesai diobati dan dr. Nathan baru saja selesai menjahit tangan Dion.“Aku akan melaporkan ini pada Arjoona. Apa dia sudah tahu?” tanya dr. Nathan masih ketus pada Dion. Dion menelan ludahnya agak berat dan tetap menjawab.“Belum, dokter. Aku akan melaporkan pada Tuan Harristian akan kejadian ini,” jawab Dion dengan nada rendah. Dr. Nathan tak mengangguk. Ia malah beralih pada Venus dan mengindahkan Dion yang baru selesai dijahit. Perawat tadi kini beralih pada Dion untuk memerban lukanya.“Kamu baik-baik saja?” tanya dr. Nathan dengan lembut pada Venus. Venus tersenyum dan menggeleng.“Kayaknya cuma ini aja, Om,” gumam Venus menjawab.“Kita periksa dulu semuanya ya, siapa tahu ada yang terbentur,” ujar Nathan lalu berbalik pada Dion.“Jika sudah selesai diperban, tolong tunggu di luar. Aku harus memeriksa Venus secar
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?” sahut Venus memotong dengan nada lembut. Dion tertegun dengan perkataan dan sikap Venus padanya. Bulunya meremang dan ia merasakan rasa hangat yang tak biasa di wajahnya.“Gak boleh ya?” tambah Venus lagi makin mendesak. Wajahnya seperti mengiba dan Dion jadi makin salah tingkah.“Bukan ... maksudnya, saya ... uh ...”“Kak Rei, panggilnya Mas Dion. Masa aku gak boleh?” rengek Venus makin membuat Dion menyerah. Ia pun akhirnya mengangguk tanpa ada perlawanan sama sekali. Venus pun tersenyum. Ia sedikit menunduk mencoba melihat posisi tangan Dion yang terluka dan disembunyikan di balik jas.“Tangan Mas Dion gimana?” tanya Venus tak bisa melihat dengan jelas.“Baik-baik saja, gak apa!” jawab Dion sambil tersenyum aneh dan salah tingkah.“Coba aku lihat!” Venus tanpa malu-malu menarik tangan Dion yang sudah diperban. Dion sedikit menahan rasa sakit yang masih tersisa dari kulitnya yang tersayat.“Saya tidak apa-apa, Nona,” sanggah
Jayden Lin adalah ayah baptis sekaligus telah menjadi paman Venus Harristian. Dulunya, ia adalah pemimpin kelompok gangster triad Cina terbesar di New York. Kini setelah tak lagi memimpin kelompok itu dan digantikan oleh putra angkatnya bernama Ares King, Jayden masih memiliki sifat yang sama.Perusahaan penyedia layanan keamanan Daga Nero yang melibatkan anggotanya menjadi bagian dari tim keamanan yang dipimpin oleh Dion, sempat diambil alih oleh Jayden. Arjoona memiliki masalah besar yang membuatnya pergi selama lebih dari delapan tahun.Selama itu pula, Jayden yang mengatur Daga Nero termasuk menyusun protokol keamanan dan pengawalan VIP. Pelanggan dan pengguna jasa mereka berasal dari kalangan penting seperti bussinessmen sampai anggota kongres dan pejabat tinggi.Maka tak heran jika Jayden begitu marah saat keponakannya Venus bisa sampai terluka di bawah pengawasan Dion.“Apa yang dilakukan seorang kepala pengawal sampai membiarkan subjek yang dilindungi jadi terluka? Apa kamu ti
“Aku gak apa-apa, Daddy! Masa Daddy gak percaya sih? Aku mau pulang aja!” rengek Venus pada ayahnya Arjoona. Arjoona tersenyum pelan dan sedikit memindahkan beberapa helai rambut Venus ke balik telinganya.“Sebaiknya kamu istirahat di sini saja dulu hanya untuk malam ini saja. Besok pagi setelah pemeriksaan menyeluruh, kamu baru boleh pulang. Iya kan, Nathan?” tanya Arjoona sekaligus menoleh ke belakang melihat dr. Nathan yang berdiri di sebelah Jayden Lin. Dr. Nathan langsung mengiyakan dengan senyuman dan menaikkan kedua aliasnya bersamaan.“Iya, lagi pula kamar ini kan bukan kamar perawatan biasa. Kamu dapat kamar VVIP yang senyaman kamar pribadi. Besok setelah Om memastikan kamu baik-baik saja, kamu baru boleh pulang” sambung dr. Nathan menimpali.Venus hanya bisa diam saja. Arjoona pun mengecup kening Venus sebelum ia pamit pulang.“Daddy pulang dulu, besok kalau kamu mau Daddy bisa jemput ...” tawar Arjoona dan Venus langsung menggelengkan kepalanya.“Gak Dad, aku pulang sendiri
Dion masuk ke ruang perawatan Venus tepat saat wanita itu hendak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Venus langsung tersenyum dan menyapa Dion.“Sudah makan malam, Mas?” Dion mengangguk sekali dengan rasa agak aneh serta malu-malu. Ia sedikit mendekat dan Venus bersikap seakan mereka telah akrab.“Tolong bantuin aku di kamar mandi, boleh gak, Mas?” pinta Venus tiba-tiba. Mata Dion spontan membesar dan memutar tak mengerti.“Uh ...”“Sebentar aja!” Venus tak menunggu persetujuan Dion. Ia terus menarik pergelangan tangannya yang tak terluka ke kamar mandi di dalam ruangan itu.“Tapi ...” Venus langsung memberikan tas make upnya pada Dion. Dion terkesiap dan spontan memeluk tas itu.“Di sini gak ada meja basin, Mas. Jadi aku gak tahu di mana harus menaruh tasnya. Maaf ya?” Dion hanya tertegun saja pada celetukan dan senyuman Venus yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk memegang tasnya. Venus mencoba membuka tutup botol skincare yang akan digunakan dan cukup kesulitan.“B
Dion duduk di sebelah ranjang Venus dengan posisi menyamping. Sementara Venus ikut menyamping menghadapnya. “Masih sakit?” tanya Dion pada keadaan tangan Venus. Venus mengangguk dan sedikit tersenyum. Dion sedikit berpikir dan bingung harus berbuat apa untuk membantu. “Apa yang bisa saya lakukan?” Dion mulai pasrah. Ia tak punya ide sama sekali. Venus tersenyum saja dan meminta hal yang lebih aneh. “Kalau mau, Mas Dion boleh tiupin telapak tanganku!” Venus menyengir lalu menyodorkan telapak tangannya pada Dion langsung di depan wajahnya. Dion sampai terkesiap dan kepalanya mundur ke belakang. “Huh ...” Venus malah terkekeh dan masih meletakkan tangannya untuk ditiupi oleh Dion. “Tapi ...” “Ayo, katanya mau tanggung jawab!” potong Venus cepat. Dion pun dengan polosnya meniup perlahan luka lecet itu agar tak terlalu perih. “Yang lebih deket dong, Mas! Gak terasa!” protes Venus makin mengerjai Dion. Dion diam sedetik lalu mendekat
Dion akhirnya pindah untuk duduk di sebelah Venus usai ia bicara seperti itu. Dion mulai khawatir dengan keadaan Venus. Selain jika dia akan mendapatkan banyak kesulitan dengan makin lamanya bergulir kasus karena ia menarik kesaksiannya, Dion juga tak bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik jika itu terjadi. “Nona, dengarkan saya. Jika Nona tidak bicara dan malah menarik kesaksian itu maka kebenaran tidak akan terungkap. Sebaliknya, kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya,” ujar Dion sambil memegang tangan Venus. Venus terus menatap Dion dan terpaku hanya padanya. Dion pun tak lagi membuat jarak kali ini. Ia membujuk Venus sepenuh hati. “Tapi aku takut, Mas. Bagaimana jika dia marah dan balik menyerang? Atau dia kabur?” rengek Venus masih meneteskan air matanya. Venus terlihat sangat ketakutan karena ini kali pertama ia akan bersaksi. “Nona, saya ada di sini. Saya akan selalu melindungi Nona 24 jam tanpa jeda. Tidak akan ada lagi insid
“Mas kok nanya-nanya terus, piye toh Mas? Mas Rico itu kan temenmu!” tegur Laras mulai menaikkan nada bicaranya. “Iya, aku tahu. Aku kan cuma nanya kamu ngapain saja!” jawab Dion dengan suara memelas. Ia jadi agak menyesal menanyakan perihal kekasihnya yang pergi bersama Rico, sahabatnya. Tak ada maksud Dion untuk curiga. Tapi kejadian yang terjadi pada Venus membuatnya sedikit was-was. “Tapi nada bicaramu itu lho! Curiga sama aku! Mas pikir aku bakalan selingkuh?” “Bukan begitu, Sayang. Aku gak nuduh kamu kayak begitu. Aku cuma gak mau Rico jadi kebeban harus nganterin kamu,” sahut Dion memberikan alasannya. “Ya Mas Rico-nya baik-baik saja toh!” bantah Laras masih sengit. “Ya sudah, aku minta maaf. Aku gak bermaksud sama sekali curiga sama kamu, enggak! Aku tahu kamu setia sama aku dari dulu. Kita sudah pacaran dari SMA, masa kamu mengkhianati aku. Kan ga mungkin!” sahut Dion meyakinkan lagi. “Ya gak mungkin toh, Mas. Aku tuh cinta sa