Rasa sedih ikut menyelimuti Dion. Harusnya wanita secantik dan sesempurna Venus, tak seharusnya menangis seperti itu. Dion pun menghampiri lalu berlutut dengan sebelah kakinya. Tangannya merogoh tisu dan menyodorkannya pada Venus. Venus perlahan menoleh dengan mata polosnya penuh kesedihan pada Dion.
“Terima kasih ...” ucap Venus separuh bergumam lembut pada Dion. Dion menyunggingkan sedikit senyumannya dan menundukkan pandangannya. Venus mengeringkan air matanya dengan tisu pemberian Dion.
“Tolong tinggalin aku sendiri,” ucap Venus masih dengan nada yang sama. Ia jarang berbicara menggunakan bahasa Indonesia pada Dion sejak bertemu. Dion pun mengangguk pelan.
“Saya akan menunggu di luar,” jawab Dion dengan suara rendah dan dalam. Ia berdiri dan keluar seperti perintah Venus. Venus hanya bisa memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya. Baginya ini sudah yang kesekian kalinya Gareth melanggar janji ingin bersamanya padahal tidak.
Sementara Dion berdiri di luar pintu sambil bersandar di dinding. Perlahan Dion mulai mengerti seperti apa kepribadian Venus Harristian. Gadis itu sebenarnya rapuh dibalik imaji seorang dewi yang selalu disematkan padanya. Dion kemudian merogoh sakunya dan membuka beberapa pesan. Ia menonaktifkan suara dan getar pada ponsel pribadi agar tak mengganggu pekerjaan.
Sebuah pesan membuatnya tersenyum. Pesan dari Laras, kekasihnya yang berfoto di sebuah mall tengah makan malam.
[Kangen kamu] tulis Dion pada kekasihnya itu. Dion tak ingin Laras merasa kurang diperhatikan dan mengalami hal seperti Venus. Sekalipun ia jauh, ia tak ingin Laras merasa sendiri.
[Aku juga kangen kamu, Mas.] Balasan Laras tiba beberapa saat kemudian. Dion makin mengembangkan senyumannya. Tekadnya bulat dan ingin segera menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.
[Baik-baik ya, Sayang. Aku bakalan cepat pulang.]
***
Hari ini, Venus menjalankan aktivitas menyanyinya seperti biasa. Ia akan hadir pada sebuah acara televisi untuk melakukan wawancara dan menyanyi. Sementara Venus berada di atas panggung melakukan wawancara pada acara talk show malam, Dion berjaga dan membaur di antara para kru televisi yang bekerja.
“Aku dengar kalian akan segera menikah, apa itu benar? Atau hanya rumor saja?” tanya si pembawa acara usai bercanda dengan Venus yang terkekeh kecil.
“Uhm, kami bertunangan dan sedang menikmati masa-masa bersama. Aku pikir menikah mungkin masih terlalu dini,” jawab Venus tetap mengembangkan senyuman lebarnya. Ia sopan dan menjaga imajinya dengan baik di publik.
“Tentu saja menikah adalah hal besar yang harus dipikirkan matang-matang. Tapi aku membaca dari sebuah artikel bahwa Gareth Moultens, tunanganmu membeli yatch senilai $150.000 sebagai hadiah?” Venus menaikkan kedua alisnya bersamaan dan tetap memasang wajah tersenyum. Sesungguhnya ia tak tahu akan hal itu, Gareth tak pernah bercerita.
“Aku yakin itu sebuah kejutan, dan kamu baru saja merusaknya, Jamie!” tukas Venus masih dengan senyuman lebarnya. Jamie sang pembawa acara terkenal itu menutup wajah dengan sebelah tangannya berakting malu dan tertawa di baliknya. Sementara riuh tawa dan tepukan penonton berhasil menyembunyikan rasa malu Venus yang tak mengetahui apa-apa.
Dari posisinya Dion menoleh ke arah Venus dan senyuman serta tawanya. Ia tahu jika tawa itu tak tulus berasal dari hatinya. Dion menyaksikan sendiri seperti apa, Gareth kerap meninggalkan Venus yang harus sendiri menghabiskan waktu jika ia di rumah.
“Oh, maafkan aku Tuan Moultens, aku merusak kejutanmu untuk Venus, oh aku merasa bersalah ...” pembawa acara meneruskan kembali candanya. Venus ikut terkekeh kecil.
“Kalau begitu sebelum aku terlalu banyak bicara, sebaiknya kita dengarkan lagu terbaru dari Venus. Berasal dari EP terbarunya “My Paradise”. Tepuk tangan yang meriah untuk Venus!” ucap pembawa acara itu mempersilahkan Venus untuk bernyanyi pada panggung yang telah disediakan.
Lampu di redupkan dan hanya menyorot pada Venus seorang. Saat melodi dimulai, Venus bernyanyi dengan merdunya. Penggemarnya yang ikut dalam acara itu, juga melafalkan lirik dari lagu yang tengah dinyanyikan oleh Venus.
Suara dan penghayatan Venus pada lagu balad yang ia nyanyikan sempat membuat Dion tertegun. Ia seperti mengungkapkan isi hatinya yang tak pernah diketahui oleh banyak orang.
“U didnt love me, cause thats not how I was supposed to feel. If I was in love, was I ever in love ...” seakan Venus ingin mempertanyakan cinta Gareth padanya.
Hanya Dion yang merasa kurang nyaman mendengar lagu itu. Seolah ia tahu sesuatu namun tak bisa bicara.
Usai bernyanyi, Venus turun dari panggung untuk masuk ke dalam ruang gantinya. Asisten dan manajernya mengikuti seperti biasa begitu pula dengan Dion yang menyebarkan anggota timnya seperti biasanya.
Dion juga masuk lebih dulu dan memeriksa seluruh ruangan dengan Venus ada di dalam.
“Aku mau berganti pakaian!” tegas Venus pada Dion yang masih berada di dalam ruang ganti. Dion pun mengangguk sekali dan keluar untuk berjaga di depan pintu. Venus menyelesaikan semuanya di dalam. Sementara pembawa acara tadi lantas datang bersama floor director dan penanggung jawab produksi untuk menyapa Venus di dalam kamar gantinya.
“Maaf, boleh aku periksa Anda semua sebelum masuk, tuan-tuan?” ujar Dion meminta kesediaan sekaligus memerintahkan. Ketiga orang itu sedikit bingung tapi Dion mengarahkannya pada dua orang anggota timnya untuk memeriksakan mereka.
“Kenapa pengawalannya jadi begitu ketat seperti ini? Ada apa sebenarnya?” tanya pembawa acara tersebut saat tengah diperiksa.
“Hanya prosedur keamanan saja, Tuan. Tolong berbalik!” Dion memerintahkan ia berbalik agar bagian depannya bisa diperiksa. Dion segera melakukan tugasnya dan memastikan jika ketiga orang itu aman bertemu dengan Venus.
“Apa Anda tahu jika ini berlebihan?” tegur direktur produksi pada prosedur keamanan yang dilakukan oleh Dion. Dion tak mau menjawab dan tetap memastikan semuanya aman.
“Tolong diperhatikan, waktu kalian hanya lima menit!” jelas Dion dengan tegas. Pembawa acara dan floor directornya saling berpandangan sementara direktur produksi menggelengkan kepala tak percaya.
“Aku rasa gosip itu memang benar! Dia adalah seorang saksi pembunuhan!” gumam pembawa acara itu seraya masuk ke dalam ruang ganti Venus Harristian. Dion yang mendengar kalimat tadi memutuskan untuk ikut masuk dan menjaga.
Ia berdiri di sudut ruangan menyaksikan Venus meladeni tamu-tamunya. Mereka mengobrol, berpelukan dan saling tersenyum satu sama lain. Tak lupa berfoto bersama sebelum waktu habis dan harus keluar.
Dion mengawal Venus keluar dari studio tersebut dengan barisan pengawal yang mengelilinginya. Sorak sorai penggemar yang menghadang Venus membuat wanita itu berhenti sejenak.
“Nona, kita harus pergi!” tegas Dion meminta Venus untuk segera berjalan masuk ke dalam mobil.
“Tunggu sebentar, aku ingin menemui fansku dulu!” tolak Venus menjauh dari Dion. Dion terkesiap dan langsung mengejar Venus tapi ia kalah cepat dengan kerubungan para fans yang meminta foto atau tanda tangan.
Dion berusaha memisahkan para fans itu dari Venus. Perlakuannya itu langsung memicu kemarahan orang-orang itu.
“Pergi dari sini! Dasar orang aneh!” bentak salah satu fans mendorong Dion. Dion tak peduli dan langsung menangkap pergelangan tangan Venus. Jika perlu ia akan menariknya masuk ke dalam mobil.
“Apa yang kamu lakukan?” hardik Venus berbalik marah. Kyle dan Felipe mulai kewalahan menjauhkan Venus dari para penggemarnya. Dion tak menjawab Venus. Ia malah memerintahkan semua pengawal kecuali yang berada di dalam mobil untuk bergegas melindungi Venus.
“Nona, ini berbahaya!” hardik Dion berusaha menarik Venus keluar dari kerubungan yang makin besar.
“VENUS, I LOVE YOU!” teriak salah satu fans yang berusaha untuk menarik Venus untuk memeluknya. Di antara tarik menarik itu, Venus mulai menyadari jika ia pasti terluka jika tak segera keluar.
“Aahh ... iya, aku akan memberikan tanda tanganku!” ucap Venus mulai panik. Beberapa orang bahkan memakai blitz dan itu membuat matanya sakit. Ia belum memakai kacamata hitam untuk melindungi diri.
Dari dalam kerumunan orang itu, Dion bisa melihat kilatan pisau yang hendak menusuk Venus.
“Nona!” panggil Dion menyentak keras Venus ke arahnya lalu menahan serangan tiba-tiba dari seorang pria berhoodie.
“Aaahhh!” BHUK – Dion dengan cepat memukul lalu memutar tendangan T tepat ke dada pria tersebut. Venus sangat kaget dan teriakan mulai terjadi.
“LINDUNGI NONA HARRISTIAN!”
Tangan Dion menyentakkan tangan Venus ke arahnya sementara memutar memberikan tendangan T pada seorang pria berhoodie.“AAHHKK!” teriak beberapa fans yang ikut terkena imbas dari jatuhnya pria tersebut. Venus juga jatuh karena ditarik oleh Dion. Dengan cepat, Dion berbalik dan hendak menolong Venus tapi pria itu menyerang lagi dengan pisau yang kini terlihat jelas.“PAK, AWAS!” teriak salah satu anggota tim pengawal Dion. Dion tak sempat mengantisipasi sehingga ia menahan serangan itu dengan tangannya yang tak terlindungi. Dengan dasar ilmu bela diri silat yang ia miliki, Dion memutar tikaman itu dan mendorong dengan kuat. Sayangnya pisau itu sempat melukai tangannya sendiri.Masih memasang kuda-kudanya, Dion berteriak memerintahkan anak buahnya untuk membentuk barikade.“LINDUNGI NONA HARRISTIAN!”Semua keributan itu mulai berbahaya bagi Venus. Venus pun segera ditarik dan dibawa oleh Kyle masuk ke dalam mobil. Sementara Dion kini harus mengejar pria yang melukainya.“Hei!” teriak Di
Dion tertegun mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh dokter bernama Nathan itu. Venus yang mendengar hanya bisa diam lalu menundukkan kepalanya. Tangannya baru selesai diobati dan dr. Nathan baru saja selesai menjahit tangan Dion.“Aku akan melaporkan ini pada Arjoona. Apa dia sudah tahu?” tanya dr. Nathan masih ketus pada Dion. Dion menelan ludahnya agak berat dan tetap menjawab.“Belum, dokter. Aku akan melaporkan pada Tuan Harristian akan kejadian ini,” jawab Dion dengan nada rendah. Dr. Nathan tak mengangguk. Ia malah beralih pada Venus dan mengindahkan Dion yang baru selesai dijahit. Perawat tadi kini beralih pada Dion untuk memerban lukanya.“Kamu baik-baik saja?” tanya dr. Nathan dengan lembut pada Venus. Venus tersenyum dan menggeleng.“Kayaknya cuma ini aja, Om,” gumam Venus menjawab.“Kita periksa dulu semuanya ya, siapa tahu ada yang terbentur,” ujar Nathan lalu berbalik pada Dion.“Jika sudah selesai diperban, tolong tunggu di luar. Aku harus memeriksa Venus secar
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?” sahut Venus memotong dengan nada lembut. Dion tertegun dengan perkataan dan sikap Venus padanya. Bulunya meremang dan ia merasakan rasa hangat yang tak biasa di wajahnya.“Gak boleh ya?” tambah Venus lagi makin mendesak. Wajahnya seperti mengiba dan Dion jadi makin salah tingkah.“Bukan ... maksudnya, saya ... uh ...”“Kak Rei, panggilnya Mas Dion. Masa aku gak boleh?” rengek Venus makin membuat Dion menyerah. Ia pun akhirnya mengangguk tanpa ada perlawanan sama sekali. Venus pun tersenyum. Ia sedikit menunduk mencoba melihat posisi tangan Dion yang terluka dan disembunyikan di balik jas.“Tangan Mas Dion gimana?” tanya Venus tak bisa melihat dengan jelas.“Baik-baik saja, gak apa!” jawab Dion sambil tersenyum aneh dan salah tingkah.“Coba aku lihat!” Venus tanpa malu-malu menarik tangan Dion yang sudah diperban. Dion sedikit menahan rasa sakit yang masih tersisa dari kulitnya yang tersayat.“Saya tidak apa-apa, Nona,” sanggah
Jayden Lin adalah ayah baptis sekaligus telah menjadi paman Venus Harristian. Dulunya, ia adalah pemimpin kelompok gangster triad Cina terbesar di New York. Kini setelah tak lagi memimpin kelompok itu dan digantikan oleh putra angkatnya bernama Ares King, Jayden masih memiliki sifat yang sama.Perusahaan penyedia layanan keamanan Daga Nero yang melibatkan anggotanya menjadi bagian dari tim keamanan yang dipimpin oleh Dion, sempat diambil alih oleh Jayden. Arjoona memiliki masalah besar yang membuatnya pergi selama lebih dari delapan tahun.Selama itu pula, Jayden yang mengatur Daga Nero termasuk menyusun protokol keamanan dan pengawalan VIP. Pelanggan dan pengguna jasa mereka berasal dari kalangan penting seperti bussinessmen sampai anggota kongres dan pejabat tinggi.Maka tak heran jika Jayden begitu marah saat keponakannya Venus bisa sampai terluka di bawah pengawasan Dion.“Apa yang dilakukan seorang kepala pengawal sampai membiarkan subjek yang dilindungi jadi terluka? Apa kamu ti
“Aku gak apa-apa, Daddy! Masa Daddy gak percaya sih? Aku mau pulang aja!” rengek Venus pada ayahnya Arjoona. Arjoona tersenyum pelan dan sedikit memindahkan beberapa helai rambut Venus ke balik telinganya.“Sebaiknya kamu istirahat di sini saja dulu hanya untuk malam ini saja. Besok pagi setelah pemeriksaan menyeluruh, kamu baru boleh pulang. Iya kan, Nathan?” tanya Arjoona sekaligus menoleh ke belakang melihat dr. Nathan yang berdiri di sebelah Jayden Lin. Dr. Nathan langsung mengiyakan dengan senyuman dan menaikkan kedua aliasnya bersamaan.“Iya, lagi pula kamar ini kan bukan kamar perawatan biasa. Kamu dapat kamar VVIP yang senyaman kamar pribadi. Besok setelah Om memastikan kamu baik-baik saja, kamu baru boleh pulang” sambung dr. Nathan menimpali.Venus hanya bisa diam saja. Arjoona pun mengecup kening Venus sebelum ia pamit pulang.“Daddy pulang dulu, besok kalau kamu mau Daddy bisa jemput ...” tawar Arjoona dan Venus langsung menggelengkan kepalanya.“Gak Dad, aku pulang sendiri
Dion masuk ke ruang perawatan Venus tepat saat wanita itu hendak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Venus langsung tersenyum dan menyapa Dion.“Sudah makan malam, Mas?” Dion mengangguk sekali dengan rasa agak aneh serta malu-malu. Ia sedikit mendekat dan Venus bersikap seakan mereka telah akrab.“Tolong bantuin aku di kamar mandi, boleh gak, Mas?” pinta Venus tiba-tiba. Mata Dion spontan membesar dan memutar tak mengerti.“Uh ...”“Sebentar aja!” Venus tak menunggu persetujuan Dion. Ia terus menarik pergelangan tangannya yang tak terluka ke kamar mandi di dalam ruangan itu.“Tapi ...” Venus langsung memberikan tas make upnya pada Dion. Dion terkesiap dan spontan memeluk tas itu.“Di sini gak ada meja basin, Mas. Jadi aku gak tahu di mana harus menaruh tasnya. Maaf ya?” Dion hanya tertegun saja pada celetukan dan senyuman Venus yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk memegang tasnya. Venus mencoba membuka tutup botol skincare yang akan digunakan dan cukup kesulitan.“B
Dion duduk di sebelah ranjang Venus dengan posisi menyamping. Sementara Venus ikut menyamping menghadapnya. “Masih sakit?” tanya Dion pada keadaan tangan Venus. Venus mengangguk dan sedikit tersenyum. Dion sedikit berpikir dan bingung harus berbuat apa untuk membantu. “Apa yang bisa saya lakukan?” Dion mulai pasrah. Ia tak punya ide sama sekali. Venus tersenyum saja dan meminta hal yang lebih aneh. “Kalau mau, Mas Dion boleh tiupin telapak tanganku!” Venus menyengir lalu menyodorkan telapak tangannya pada Dion langsung di depan wajahnya. Dion sampai terkesiap dan kepalanya mundur ke belakang. “Huh ...” Venus malah terkekeh dan masih meletakkan tangannya untuk ditiupi oleh Dion. “Tapi ...” “Ayo, katanya mau tanggung jawab!” potong Venus cepat. Dion pun dengan polosnya meniup perlahan luka lecet itu agar tak terlalu perih. “Yang lebih deket dong, Mas! Gak terasa!” protes Venus makin mengerjai Dion. Dion diam sedetik lalu mendekat
Dion akhirnya pindah untuk duduk di sebelah Venus usai ia bicara seperti itu. Dion mulai khawatir dengan keadaan Venus. Selain jika dia akan mendapatkan banyak kesulitan dengan makin lamanya bergulir kasus karena ia menarik kesaksiannya, Dion juga tak bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik jika itu terjadi. “Nona, dengarkan saya. Jika Nona tidak bicara dan malah menarik kesaksian itu maka kebenaran tidak akan terungkap. Sebaliknya, kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya,” ujar Dion sambil memegang tangan Venus. Venus terus menatap Dion dan terpaku hanya padanya. Dion pun tak lagi membuat jarak kali ini. Ia membujuk Venus sepenuh hati. “Tapi aku takut, Mas. Bagaimana jika dia marah dan balik menyerang? Atau dia kabur?” rengek Venus masih meneteskan air matanya. Venus terlihat sangat ketakutan karena ini kali pertama ia akan bersaksi. “Nona, saya ada di sini. Saya akan selalu melindungi Nona 24 jam tanpa jeda. Tidak akan ada lagi insid
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit