Sepulang dari beraktifitas, Venus masuk ke apartemennya seperti biasa. Kakinya terhenti saat melihat kekasihnya Gareth Moultens berdiri di ruang tengah dengan tuxedo rapi dan senyuman lebar.
“Hi, Babygirl!” sapa Gareth membuat Venus terpana. Ia mendengus tersenyum dan ikut mendekat.
“Aku sudah berjanji bukan? Aku akan mengajakmu makan malam dan menghabiskan waktu denganmu,” ujar Gareth lembut lalu mengelus sisi lengan Venus dengan wajah tersenyum. Venus makin merekahkan senyumannya. Ia mengangguk lagi.
“Sekarang, ganti pakaianmu. Pakai gaun yang cantik, kita akan makan malam!” ajak Gareth lagi. Ia mendekat dan Venus langsung merangkul kan kedua lengannya pada pundak Gareth lalu mereka berciuman. Gareth menumpahkan segala rasa rindu dan cintanya dalam ciumannya untuk Venus. Venus pun ikut memejamkan matanya.
Sementara Dion yang baru saja masuk setelah anak buahnya Kyle ingin mengantarkan salah satu barang bawaan Venus yang tertinggal di mobil. Ia berhenti di dekat pintu kala melihat Venus dan Gareth berciuman mesra.
“Maaf, Nona. Di mana aku harus meletakkan barangmu?” Dion bertanya setelah beberapa menit ia tertegun. Venus terkesiap dan langsung menoleh ke belakang melihat ke arahnya.
“Letakkan saja di sana!” tunjuk Venus dengan sedikit gerakan wajahnya pada Dion. Dion mengangguk dan meletakkan tas tersebut tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia lalu berjalan melewati Gareth dan Venus yang masih berpelukan.
“Aku akan memeriksa kamarmu dulu, permisi!” ucap Dion berjalan ke arah kamar bersama Kyle dan Edward untuk memeriksa beberapa ruangan. Gareth mendengus kesal dan mood baiknya jadi sedikit berubah gara-gara pengawal itu.
“Kenapa dia tak pasang CCTV saja? Dasar dungu!” umpat Gareth pelan pada Dion yang sudah berlalu. Venus membelai pundak Gareth dan tersenyum padanya agar ia tak marah lagi.
“Apa kita berangkat sekarang?” tanya Venus tersenyum sambil memiringkan wajahnya. Gareth tersenyum dan mengangguk lagi.
“Buatlah kejutan untukku! Aku akan menunggu di sini,” ujar Gareth lalu mengecup pipi Venus yang begitu bahagia. Sudah berminggu-minggu rasanya Venus menantikan sikap manis Gareth padanya. Ia tak akan menyia-nyiakan waktunya untuk menikmati malam ini bersama kekasih yang ia cintai.
Dengan langkah riang, Venus pun berjalan masuk ke dalam kamarnya. Karena terlalu bahagia, Venus sampai lupa jika Dion masih memeriksa kamarnya dan sekarang ia tengah berada di ruang walk in closet untuk memeriksa seperti biasa.
Usai meletakkan tas dan syal di ruang berbeda, langkah riang Venus berlanjut masuk ke dalam walk in closet. Namun ia tak melihat Dion yang mengakibatkan mereka tak sengaja tertubruk. Dion yang memiliki refleks yang bagus mencoba menangkap Venus.
Tangannya sebelah menahan tulang punggung Venus agar tak membentur lantai sementara tangan satunya lagi hendak meraih sesuatu untuk menahan tubuhnya. Sayangnya, Dion kehilangan keseimbangan saat itu juga dan jatuh menindih Venus.
Lebih sial lagi, bibirnya malah tertabrak bibir indah Venus. Dion baru menyadari jika ia terjatuh di atas Venus beberapa detik kemudian. Matanya membesar dan ia mematung. Begitu pula dengan Venus yang awalnya menutup mata karena terjatuh ke lantai. Untungnya punggungnya tak terbentur karena tangan Dion yang menahan punggungnya dan juga karena karpet lantai.
Perlahan Dion menjarakkan bibirnya dari Venus yang masih mematung menatapnya. Rasanya otak Dion seperti membeku, lidahnya membatu dan darahnya berhenti mengalir.
“Uh ...” desah lembut itu keluar dari celah bibir Venus yang sempat menempel pada Dion. Desah itulah yang menyadarkan Dion agar melepaskan diri dari Venus. Dengan cepat Dion mencoba bangun dan membantu Venus agar ikut berdiri.
“Apa Nona baik-baik saja?” tanya Dion dengan suara husky yang lembut dan cemas. Venus mencoba bernapas di antara degup jantungnya yang aneh. Ia seperti sulit bernapas.
“Uh, ya ...” desah Venus lagi. Dion benar-benar tegang dan kebingungan. Ia mengusap kepala dan mencoba menoleh ke arah lain.
“Uhm, silakan Nona pasti mau ke dalam ...” Venus mengangguk dengan sikap yang sangat gugup. Ia tak tahu harus bicara apa begitu pula dengan Dion.
“Maaf, Nona, aku tidak sengaja menabrakmu. Aku ...” Venus sedikit meringis aneh dan memilih berjalan melewati Dion untuk masuk ke dalam walk in closet dan menutup pintunya. Dion yang masih separuh seperti orang bodoh lantas mengutuk dirinya sendiri dalam hati.
“Aduh, aku ngapain sih tadi!” rutuk Dion dalam hatinya. Ia bingung dan akhirnya pergi dari kamar itu dengan jantung yang hampir copot.
Sementara di dalam, Venus terpaku pada cermin besar di depannya dengan kening mengernyit. Apa yang baru saja terjadi? Seperti ada panas yang menjalari pipi lalu pindah ke leher dan kini seluruh tubuhnya. Matanya melebar seakan ia tengah dirasuki sesuatu tapi apa. Venus mencoba menggerakkan bibirnya lalu jemarinya perlahan menyentuh tanpa disadarinya.
“Gak! Apa yang aku pikirin sih? Itu cuma kecelakaan! Itu cuma kecelakaan!” Venus terus merapal hal itu untuk menenangkan jantungnya. Venus menarik napasnya lebih panjang tapi degup jantungnya belum normal. Walhasil, ia harus menghabiskan waktu lebih banyak untuk berganti pakaian.
Gareth sudah mulai kesal menunggu lama dan langsung memberikannya delikan saat Venus datang.
“Maaf, Sayang ...” Gareth langsung berdiri dari sofa dengan raut kesal dan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.
“Apa yang kamu lakukan? Aku sudah menunggu sampai satu jam!” sahut Gareth mulai memarahi Venus. Venus mencoba menutupi gundah di hatinya dengan senyuman dan belaian lembut pada kekasihnya.
“Aku ingin berdandan lebih cantik untuk makan malam kita,” bujuk Venus lembut mengungkapkan alasannya. Gareth pun menarik napas panjang dan mengangguk. Ia tersenyum kembali dan sedikit menjarakkan dirinya untuk memandang Venus.
“Kamu benar-benar cantik. Ayo kita berangkat sekarang, kita sudah terlambat!” Venus pun tersenyum lebih lebar sebelum ikut menggandeng lengan Gareth dengan mesra.
Dion memilih menunggu di lobi dari pada mengawal Venus dan Gareth dari penthouse. Ia butuh waktu untuk menormalkan kepalanya kembali. Namun begitu rombongan Gareth dan Venus muncul, Dion kembali pada mode-nya sebagai seorang pengawal.
Venus bahkan tak mau menatap Dion yang kemudian sedikit menundukkan kepalanya untuk membukakan pintu mobil bagi Gareth dan Venus.
Makan malam berlangsung romantis di sebuah restoran mewah di Manhattan. Restoran itu telah di reservasi oleh Gareth untuk makan malamnya dengan Venus. Mereka menempati ruangan VIP khusus sesuai dengan pesanan Gareth. Pemandangan malam kota New York menjadi lebih indah dan jelas dari balik dinding kaca di sekeliling ruangan tersebut.
Dion dan dua pengawal lain yaitu Felipe dan Edward akan ikut berjaga dengan berdiri di sudut ruangan. Seperti biasa Dion akan memeriksa makanan untuk Venus dan ikut mewawancarai chef yang memasak. Gareth begitu kesal melihat hal tersebut namun tak bisa berbuat apa pun.
Saat sedang makan malam, ponsel Gareth berdering dan ia langsung mengangkatnya. Venus sempat terkesiap dan mengernyit. Ia langsung menegur Gareth karena panggilan yang mengganggu itu.
“Sayang, kita sedang makan malam ...” Gareth dengan cepat memberi tangannya sebagai tanda dan ia malah bangun dari kursinya.
“Aku akan kembali. Rekan bisnisku ada di restoran ini, sebentar ya!” Gareth langsung keluar dari ruangan itu meninggalkan Venus begitu saja.
Dion yang menyaksikan semua itu hanya bisa lekat memperhatikan Venus. Ia berdiri di belakang dan tangannya perlahan mengepal.
Venus menunduk dan mulai meneteskan air matanya, ia ikut bangun dan berjalan ke arah kamar mandi sambil mengangkat gaun lalu berjalan cepat. Dion terpaku sejenak sebelum ia memutuskan untuk mengikutinya juga.
Rasa sedih ikut menyelimuti Dion. Harusnya wanita secantik dan sesempurna Venus, tak seharusnya menangis seperti itu. Dion pun menghampiri lalu berlutut dengan sebelah kakinya. Tangannya merogoh tisu dan menyodorkannya pada Venus. Venus perlahan menoleh dengan mata polosnya penuh kesedihan pada Dion.“Terima kasih ...” ucap Venus separuh bergumam lembut pada Dion. Dion menyunggingkan sedikit senyumannya dan menundukkan pandangannya. Venus mengeringkan air matanya dengan tisu pemberian Dion.“Tolong tinggalin aku sendiri,” ucap Venus masih dengan nada yang sama. Ia jarang berbicara menggunakan bahasa Indonesia pada Dion sejak bertemu. Dion pun mengangguk pelan.“Saya akan menunggu di luar,” jawab Dion dengan suara rendah dan dalam. Ia berdiri dan keluar seperti perintah Venus. Venus hanya bisa memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya. Baginya ini sudah yang kesekian kalinya Gareth melanggar janji ingin bersamanya padahal tidak.Sementara Dion berdiri di luar pintu sambil bersan
Tangan Dion menyentakkan tangan Venus ke arahnya sementara memutar memberikan tendangan T pada seorang pria berhoodie.“AAHHKK!” teriak beberapa fans yang ikut terkena imbas dari jatuhnya pria tersebut. Venus juga jatuh karena ditarik oleh Dion. Dengan cepat, Dion berbalik dan hendak menolong Venus tapi pria itu menyerang lagi dengan pisau yang kini terlihat jelas.“PAK, AWAS!” teriak salah satu anggota tim pengawal Dion. Dion tak sempat mengantisipasi sehingga ia menahan serangan itu dengan tangannya yang tak terlindungi. Dengan dasar ilmu bela diri silat yang ia miliki, Dion memutar tikaman itu dan mendorong dengan kuat. Sayangnya pisau itu sempat melukai tangannya sendiri.Masih memasang kuda-kudanya, Dion berteriak memerintahkan anak buahnya untuk membentuk barikade.“LINDUNGI NONA HARRISTIAN!”Semua keributan itu mulai berbahaya bagi Venus. Venus pun segera ditarik dan dibawa oleh Kyle masuk ke dalam mobil. Sementara Dion kini harus mengejar pria yang melukainya.“Hei!” teriak Di
Dion tertegun mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh dokter bernama Nathan itu. Venus yang mendengar hanya bisa diam lalu menundukkan kepalanya. Tangannya baru selesai diobati dan dr. Nathan baru saja selesai menjahit tangan Dion.“Aku akan melaporkan ini pada Arjoona. Apa dia sudah tahu?” tanya dr. Nathan masih ketus pada Dion. Dion menelan ludahnya agak berat dan tetap menjawab.“Belum, dokter. Aku akan melaporkan pada Tuan Harristian akan kejadian ini,” jawab Dion dengan nada rendah. Dr. Nathan tak mengangguk. Ia malah beralih pada Venus dan mengindahkan Dion yang baru selesai dijahit. Perawat tadi kini beralih pada Dion untuk memerban lukanya.“Kamu baik-baik saja?” tanya dr. Nathan dengan lembut pada Venus. Venus tersenyum dan menggeleng.“Kayaknya cuma ini aja, Om,” gumam Venus menjawab.“Kita periksa dulu semuanya ya, siapa tahu ada yang terbentur,” ujar Nathan lalu berbalik pada Dion.“Jika sudah selesai diperban, tolong tunggu di luar. Aku harus memeriksa Venus secar
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?” sahut Venus memotong dengan nada lembut. Dion tertegun dengan perkataan dan sikap Venus padanya. Bulunya meremang dan ia merasakan rasa hangat yang tak biasa di wajahnya.“Gak boleh ya?” tambah Venus lagi makin mendesak. Wajahnya seperti mengiba dan Dion jadi makin salah tingkah.“Bukan ... maksudnya, saya ... uh ...”“Kak Rei, panggilnya Mas Dion. Masa aku gak boleh?” rengek Venus makin membuat Dion menyerah. Ia pun akhirnya mengangguk tanpa ada perlawanan sama sekali. Venus pun tersenyum. Ia sedikit menunduk mencoba melihat posisi tangan Dion yang terluka dan disembunyikan di balik jas.“Tangan Mas Dion gimana?” tanya Venus tak bisa melihat dengan jelas.“Baik-baik saja, gak apa!” jawab Dion sambil tersenyum aneh dan salah tingkah.“Coba aku lihat!” Venus tanpa malu-malu menarik tangan Dion yang sudah diperban. Dion sedikit menahan rasa sakit yang masih tersisa dari kulitnya yang tersayat.“Saya tidak apa-apa, Nona,” sanggah
Jayden Lin adalah ayah baptis sekaligus telah menjadi paman Venus Harristian. Dulunya, ia adalah pemimpin kelompok gangster triad Cina terbesar di New York. Kini setelah tak lagi memimpin kelompok itu dan digantikan oleh putra angkatnya bernama Ares King, Jayden masih memiliki sifat yang sama.Perusahaan penyedia layanan keamanan Daga Nero yang melibatkan anggotanya menjadi bagian dari tim keamanan yang dipimpin oleh Dion, sempat diambil alih oleh Jayden. Arjoona memiliki masalah besar yang membuatnya pergi selama lebih dari delapan tahun.Selama itu pula, Jayden yang mengatur Daga Nero termasuk menyusun protokol keamanan dan pengawalan VIP. Pelanggan dan pengguna jasa mereka berasal dari kalangan penting seperti bussinessmen sampai anggota kongres dan pejabat tinggi.Maka tak heran jika Jayden begitu marah saat keponakannya Venus bisa sampai terluka di bawah pengawasan Dion.“Apa yang dilakukan seorang kepala pengawal sampai membiarkan subjek yang dilindungi jadi terluka? Apa kamu ti
“Aku gak apa-apa, Daddy! Masa Daddy gak percaya sih? Aku mau pulang aja!” rengek Venus pada ayahnya Arjoona. Arjoona tersenyum pelan dan sedikit memindahkan beberapa helai rambut Venus ke balik telinganya.“Sebaiknya kamu istirahat di sini saja dulu hanya untuk malam ini saja. Besok pagi setelah pemeriksaan menyeluruh, kamu baru boleh pulang. Iya kan, Nathan?” tanya Arjoona sekaligus menoleh ke belakang melihat dr. Nathan yang berdiri di sebelah Jayden Lin. Dr. Nathan langsung mengiyakan dengan senyuman dan menaikkan kedua aliasnya bersamaan.“Iya, lagi pula kamar ini kan bukan kamar perawatan biasa. Kamu dapat kamar VVIP yang senyaman kamar pribadi. Besok setelah Om memastikan kamu baik-baik saja, kamu baru boleh pulang” sambung dr. Nathan menimpali.Venus hanya bisa diam saja. Arjoona pun mengecup kening Venus sebelum ia pamit pulang.“Daddy pulang dulu, besok kalau kamu mau Daddy bisa jemput ...” tawar Arjoona dan Venus langsung menggelengkan kepalanya.“Gak Dad, aku pulang sendiri
Dion masuk ke ruang perawatan Venus tepat saat wanita itu hendak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Venus langsung tersenyum dan menyapa Dion.“Sudah makan malam, Mas?” Dion mengangguk sekali dengan rasa agak aneh serta malu-malu. Ia sedikit mendekat dan Venus bersikap seakan mereka telah akrab.“Tolong bantuin aku di kamar mandi, boleh gak, Mas?” pinta Venus tiba-tiba. Mata Dion spontan membesar dan memutar tak mengerti.“Uh ...”“Sebentar aja!” Venus tak menunggu persetujuan Dion. Ia terus menarik pergelangan tangannya yang tak terluka ke kamar mandi di dalam ruangan itu.“Tapi ...” Venus langsung memberikan tas make upnya pada Dion. Dion terkesiap dan spontan memeluk tas itu.“Di sini gak ada meja basin, Mas. Jadi aku gak tahu di mana harus menaruh tasnya. Maaf ya?” Dion hanya tertegun saja pada celetukan dan senyuman Venus yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk memegang tasnya. Venus mencoba membuka tutup botol skincare yang akan digunakan dan cukup kesulitan.“B
Dion duduk di sebelah ranjang Venus dengan posisi menyamping. Sementara Venus ikut menyamping menghadapnya. “Masih sakit?” tanya Dion pada keadaan tangan Venus. Venus mengangguk dan sedikit tersenyum. Dion sedikit berpikir dan bingung harus berbuat apa untuk membantu. “Apa yang bisa saya lakukan?” Dion mulai pasrah. Ia tak punya ide sama sekali. Venus tersenyum saja dan meminta hal yang lebih aneh. “Kalau mau, Mas Dion boleh tiupin telapak tanganku!” Venus menyengir lalu menyodorkan telapak tangannya pada Dion langsung di depan wajahnya. Dion sampai terkesiap dan kepalanya mundur ke belakang. “Huh ...” Venus malah terkekeh dan masih meletakkan tangannya untuk ditiupi oleh Dion. “Tapi ...” “Ayo, katanya mau tanggung jawab!” potong Venus cepat. Dion pun dengan polosnya meniup perlahan luka lecet itu agar tak terlalu perih. “Yang lebih deket dong, Mas! Gak terasa!” protes Venus makin mengerjai Dion. Dion diam sedetik lalu mendekat