“Saya hanya butuh beberapa menit untuk memeriksa tempat ini sebelum digunakan!” jawab Dion sembari memeriksa seluruh sudut ruangan tanpa memedulikan Venus. Venus sendiri sudah melipat tangan ke depan dada karena kesal.
“Tapi ini kamar mandi wanita!”
“Saya tahu!” jawab Dion dingin dan cepat. Ia memeriksa dengan alat detektor gelombang elektronik untuk mencegah adanya kamera tersembunyi.
“Huh, aku sudah masuk ke kamar mandi ini berkali-kali dan tak ada apa pun!” protes Venus masih sengit. Dion berbalik dan menyimpan alat itu dibalik saku jasnya.
“Sudah selesai, Nona. Silakan!” tunjuk Dion pada salah satu bilik tak peduli dengan protes Venus. Ia bahkan masih di ruangan itu dan tidak keluar. Venus sampai mendelik tak percaya.
“Apa kamu akan tetap di sini?” sahutnya mulai menaikkan nada bicara.
“Iya,” jawab Dion singkat. Ia lalu membuang pandangannya ke arah lain agar tak terus menatap Venus. Sementara Venus yang kesal lantas mengibaskan kedua tangannya ke atas dan terpaksa memanggil asistennya untuk membantunya.
Dion masih berdiri di sudut ruang kamar mandi itu sambil mengawasi. Ketika ada pengunjung yang masuk lantas kemudian melihat Dion yang ketus, pengunjung itu tak jadi menunaikan tujuannya. Mereka langsung pergi.
Usai mencuci tangan dan dibantu untuk mengeringkan tangan, Venus berbalik pada Dion dengan wajah ketus.
“Aku gak nyaman dengan semua ini. Dan aku akan protes agar kamu diganti!” ujar Venus dengan wajah kesal. Dion hanya diam saja memandang wajah cantik itu mengomelinya. Ia tak protes dan masih seperti robot mengikuti Venus keluar dari kamar mandi.
“Siapkan mobilnya, kita pulang!” terdengar perintah Dion pada anggotanya melalui earpiece yang ia gunakan.
Namun begitu Venus mendengar hal itu, ia langsung berbalik dan kembali berkonfrontasi dengan Dion.
“Apa maksudnya pulang? Pekerjaanku belum selesai!” tukas Venus dengan ketus.
“Satu jam lagi adalah waktu makan malam. Sedangkan besok Nona memiliki jadwal untuk memberikan kesaksian di kepolisian,” jelas Dion dengan tenang.
“Kamu tidak usah mengatur jadwalku seperti itu! Kamu bukan manajerku!”
“Aku hanya menjalankan tugasku, Nona. Maaf jika kamu tidak nyaman. Tapi saya harus menjalankan semua prosedur pengawalan yang sudah disepakati!” ujar Dion lagi masih menjelaskan dengan nada rendah dan runut. Venus jadi makin kesal tapi bukan tipenya memang berdebat dengan seseorang. Ia memang tak suka bertengkar.
“Maaf, tapi aku masih punya pekerjaan dan aku tidak akan pulang sebelum selesai!” tegas Venus lantas berbalik dengan sikap anggun di dampingi asistennya yang memegang ujung gaun dan berjalan meninggalkan Dion. Dion tak membalas, ia hanya punya cara sendiri.
Lima menit setelah keluar dari kamar mandi, asisten fotografer menghampiri Venus yang bersiap untuk set foto berikutnya.
“Maaf Venus, aku perlu tanda tanganmu untuk pekerjaan hari ini, lusa kita akan melanjutkan pemotretannya lagi,” ujar asisten fotografer itu sambil membawa sebuah paper board untuk ditandatangani oleh Venus.
“Apa maksudmu? Memangnya pemotretan sudah selesai?” tanya Venus keheranan dan cukup kaget.
“Bukankah kamu yang membatalkan sisa jadwal hari ini?” balas asisten itu dengan raut kebingungan yang sama. Mata Venus membesar seketika dan langsung menoleh pada sosok Dion yang berdiri masih berjaga.
“Aku tidak pernah membatalkan jadwal hari ini. Sekarang aku sedang bersiap untuk sesi selanjutnya,” bantah Venus makin membuat asisten itu bingung.
“Uhm, aku tidak tahu itu, Venus. Tapi ...” ia menoleh ke belakang ke arah atasannya yang sedang memeriksa hasil pemotretan bersama manajer produksi dan penata cahaya.
“Tuan Greenwald yang memintaku untuk melakukan ini,” sambung asisten itu lagi. Venus menghela napas panjang dan mulai kesal. Ini baru hari pertama, tapi Dion sudah ikut campur urusan jadwal Venus. Namun Venus tak mau langsung berkonfrontasi dengan Dion, ia menghadap fotografer utama yang mengambil fotonya untuk melapor.
“Aku tidak pernah mengatakan akan pulang sekarang, Rob. Aku masih punya dua sesi lagi kan?” ujar Venus dengan lembut pada Robert Greenwald yang menjadi fotografer untuk majalah tersebut. Robert tersenyum kecil dan mengangguk.
“Memang bukan kamu yang membatalkan langsung, tapi The Midas Rei,” jawab Robert dengan tenang. Venus makin mengernyitkan keningnya.
“Apa? Kakakku yang melakukannya?” Robert mengangguk lagi.
“Kami harus mengikuti jadwal dan waktu yang diberikan oleh Skylar dan The Midas yang melakukannya. Dia menghubungiku dan meminta sesi ke lima dipindah esok sore setelah jadwalmu yang lain,” balas Robert masih tenang. Venus masih tak percaya. Ia mengira jika Dion adalah pelaku sebenarnya. Dion pasti dengan berani yang datang untuk menghadap langsung pada fotografer itu meminta penundaan jadwal. Ternyata, perkiraan Venus meleset.
“Oh, aku tidak tahu. Maafkan aku, Rob,” ujar Venus memilih untuk mundur. Ia tersenyum dan Robert juga mengangguk. Ia mendekat dan memeluk Venus yang akhirnya pamit untuk mengganti pakaiannya sehingga ia bersiap pulang.
Venus pun menghampiri dua asistennya untuk membantunya melepaskan gaun yang sudah digunakan serta melepaskan make up sebelum mereka pulang. Dan seperti sebelumnya, Dion mengekori Venus.
“Maaf, Tuan. Tapi Nona Venus ingin mengganti gaunnya!” tegur asisten Venus saat Dion ikut masuk ruang ganti dan menutup pintu. Venus yang awalnya tak menyadari Dion mengekorinya spontan berbalik dan melebarkan matanya.
“Untuk apa kamu kemari?” hardik Venus dengan nada rendah.
“Saya akan memeriksa tempat ini sebelum kalian menggunakannya. Setelah itu saya akan berdiri di sana.” Dion menunjuk ke sebuah sudut ruangan agar masih bisa tetap di dalam. Venus begitu terkejut mendengarnya begitu pula kedua asistennya. Apa-apaan ini?
Dion tak menunggu respons dari Venus sama sekali. Ia langsung berjalan ke arah meja rias dan memeriksa seluruh cermin dengan seksama. Lalu mengeluarkan alat detektor elektromagnetik untuk memeriksa sinyal tersembunyi dari kamera. Dion bahkan membongkar semua sudut, meja, laci, lemari pakaian bahkan memeriksa manekin.
Venus hanya bisa mendengus kesal dan tak mau bicara. Kekesalannya sudah sampai ke ubun-ubun. Ia masih membiarkan Dion untuk beberapa saat ini tapi Venus sudah punya rencana lain. Kedua asisten Venus juga tak berani menegur karena Nona mereka hanya diam saja memperhatikan Dion dengan pandangan tajam.
“Silakan, Nona Harristian!” ujar Dion mempersilahkan Venus untuk berganti pakaian.
“Apa kamu juga ingin menyaksikan aku membuka pakaianku di sini?” sindir Venus menyudutkan Dion. Dion menarik napas agak panjang dan tenang.
“Tidak, Nona. Saya akan berdiri di sudut sana. Dan Nona bisa mempergunakan bilik dengan baik. Silakan, saya akan menunggu,” jawab Dion tanpa senyuman dan sedikit menundukkan kepalanya. Ia benar seperti robot berjalan ke sudut ruangan dan berbalik menghadap dinding agar Venus nyaman.
Venus mendengus tak percaya dengan perilaku aneh dan kaku pengawal pribadinya tersebut. Ia yang masih kesal, terpaksa masuk ke balik bilik untuk mengganti pakaiannya. Dua asistennya membantu Venus melepaskan gaun mahal tersebut dengan baik untuk disimpan kembali. Sementara Venus kembali berpakaian seperti saat ia datang tadi pagi.
Keluar dari bilik masih dalam keadaan kesal, asisten Venus kemudian memanggil make up artis untuk membereskan dandanannya kembali. Sementara Dion masih tetap di posisinya menghadap dinding.
“Siapkan mobilnya!” perintah Dion menekan tombol earpiece yang ia pakai.
“Baik, Pak!”
Sepulang dari beraktifitas, Venus masuk ke apartemennya seperti biasa. Kakinya terhenti saat melihat kekasihnya Gareth Moultens berdiri di ruang tengah dengan tuxedo rapi dan senyuman lebar.“Hi, Babygirl!” sapa Gareth membuat Venus terpana. Ia mendengus tersenyum dan ikut mendekat.“Aku sudah berjanji bukan? Aku akan mengajakmu makan malam dan menghabiskan waktu denganmu,” ujar Gareth lembut lalu mengelus sisi lengan Venus dengan wajah tersenyum. Venus makin merekahkan senyumannya. Ia mengangguk lagi.“Sekarang, ganti pakaianmu. Pakai gaun yang cantik, kita akan makan malam!” ajak Gareth lagi. Ia mendekat dan Venus langsung merangkul kan kedua lengannya pada pundak Gareth lalu mereka berciuman. Gareth menumpahkan segala rasa rindu dan cintanya dalam ciumannya untuk Venus. Venus pun ikut memejamkan matanya.Sementara Dion yang baru saja masuk setelah anak buahnya Kyle ingin mengantarkan salah satu barang bawaan Venus yang tertinggal di mobil. Ia berhenti di dekat pintu kala melihat Ve
Rasa sedih ikut menyelimuti Dion. Harusnya wanita secantik dan sesempurna Venus, tak seharusnya menangis seperti itu. Dion pun menghampiri lalu berlutut dengan sebelah kakinya. Tangannya merogoh tisu dan menyodorkannya pada Venus. Venus perlahan menoleh dengan mata polosnya penuh kesedihan pada Dion.“Terima kasih ...” ucap Venus separuh bergumam lembut pada Dion. Dion menyunggingkan sedikit senyumannya dan menundukkan pandangannya. Venus mengeringkan air matanya dengan tisu pemberian Dion.“Tolong tinggalin aku sendiri,” ucap Venus masih dengan nada yang sama. Ia jarang berbicara menggunakan bahasa Indonesia pada Dion sejak bertemu. Dion pun mengangguk pelan.“Saya akan menunggu di luar,” jawab Dion dengan suara rendah dan dalam. Ia berdiri dan keluar seperti perintah Venus. Venus hanya bisa memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya. Baginya ini sudah yang kesekian kalinya Gareth melanggar janji ingin bersamanya padahal tidak.Sementara Dion berdiri di luar pintu sambil bersan
Tangan Dion menyentakkan tangan Venus ke arahnya sementara memutar memberikan tendangan T pada seorang pria berhoodie.“AAHHKK!” teriak beberapa fans yang ikut terkena imbas dari jatuhnya pria tersebut. Venus juga jatuh karena ditarik oleh Dion. Dengan cepat, Dion berbalik dan hendak menolong Venus tapi pria itu menyerang lagi dengan pisau yang kini terlihat jelas.“PAK, AWAS!” teriak salah satu anggota tim pengawal Dion. Dion tak sempat mengantisipasi sehingga ia menahan serangan itu dengan tangannya yang tak terlindungi. Dengan dasar ilmu bela diri silat yang ia miliki, Dion memutar tikaman itu dan mendorong dengan kuat. Sayangnya pisau itu sempat melukai tangannya sendiri.Masih memasang kuda-kudanya, Dion berteriak memerintahkan anak buahnya untuk membentuk barikade.“LINDUNGI NONA HARRISTIAN!”Semua keributan itu mulai berbahaya bagi Venus. Venus pun segera ditarik dan dibawa oleh Kyle masuk ke dalam mobil. Sementara Dion kini harus mengejar pria yang melukainya.“Hei!” teriak Di
Dion tertegun mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh dokter bernama Nathan itu. Venus yang mendengar hanya bisa diam lalu menundukkan kepalanya. Tangannya baru selesai diobati dan dr. Nathan baru saja selesai menjahit tangan Dion.“Aku akan melaporkan ini pada Arjoona. Apa dia sudah tahu?” tanya dr. Nathan masih ketus pada Dion. Dion menelan ludahnya agak berat dan tetap menjawab.“Belum, dokter. Aku akan melaporkan pada Tuan Harristian akan kejadian ini,” jawab Dion dengan nada rendah. Dr. Nathan tak mengangguk. Ia malah beralih pada Venus dan mengindahkan Dion yang baru selesai dijahit. Perawat tadi kini beralih pada Dion untuk memerban lukanya.“Kamu baik-baik saja?” tanya dr. Nathan dengan lembut pada Venus. Venus tersenyum dan menggeleng.“Kayaknya cuma ini aja, Om,” gumam Venus menjawab.“Kita periksa dulu semuanya ya, siapa tahu ada yang terbentur,” ujar Nathan lalu berbalik pada Dion.“Jika sudah selesai diperban, tolong tunggu di luar. Aku harus memeriksa Venus secar
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?” sahut Venus memotong dengan nada lembut. Dion tertegun dengan perkataan dan sikap Venus padanya. Bulunya meremang dan ia merasakan rasa hangat yang tak biasa di wajahnya.“Gak boleh ya?” tambah Venus lagi makin mendesak. Wajahnya seperti mengiba dan Dion jadi makin salah tingkah.“Bukan ... maksudnya, saya ... uh ...”“Kak Rei, panggilnya Mas Dion. Masa aku gak boleh?” rengek Venus makin membuat Dion menyerah. Ia pun akhirnya mengangguk tanpa ada perlawanan sama sekali. Venus pun tersenyum. Ia sedikit menunduk mencoba melihat posisi tangan Dion yang terluka dan disembunyikan di balik jas.“Tangan Mas Dion gimana?” tanya Venus tak bisa melihat dengan jelas.“Baik-baik saja, gak apa!” jawab Dion sambil tersenyum aneh dan salah tingkah.“Coba aku lihat!” Venus tanpa malu-malu menarik tangan Dion yang sudah diperban. Dion sedikit menahan rasa sakit yang masih tersisa dari kulitnya yang tersayat.“Saya tidak apa-apa, Nona,” sanggah
Jayden Lin adalah ayah baptis sekaligus telah menjadi paman Venus Harristian. Dulunya, ia adalah pemimpin kelompok gangster triad Cina terbesar di New York. Kini setelah tak lagi memimpin kelompok itu dan digantikan oleh putra angkatnya bernama Ares King, Jayden masih memiliki sifat yang sama.Perusahaan penyedia layanan keamanan Daga Nero yang melibatkan anggotanya menjadi bagian dari tim keamanan yang dipimpin oleh Dion, sempat diambil alih oleh Jayden. Arjoona memiliki masalah besar yang membuatnya pergi selama lebih dari delapan tahun.Selama itu pula, Jayden yang mengatur Daga Nero termasuk menyusun protokol keamanan dan pengawalan VIP. Pelanggan dan pengguna jasa mereka berasal dari kalangan penting seperti bussinessmen sampai anggota kongres dan pejabat tinggi.Maka tak heran jika Jayden begitu marah saat keponakannya Venus bisa sampai terluka di bawah pengawasan Dion.“Apa yang dilakukan seorang kepala pengawal sampai membiarkan subjek yang dilindungi jadi terluka? Apa kamu ti
“Aku gak apa-apa, Daddy! Masa Daddy gak percaya sih? Aku mau pulang aja!” rengek Venus pada ayahnya Arjoona. Arjoona tersenyum pelan dan sedikit memindahkan beberapa helai rambut Venus ke balik telinganya.“Sebaiknya kamu istirahat di sini saja dulu hanya untuk malam ini saja. Besok pagi setelah pemeriksaan menyeluruh, kamu baru boleh pulang. Iya kan, Nathan?” tanya Arjoona sekaligus menoleh ke belakang melihat dr. Nathan yang berdiri di sebelah Jayden Lin. Dr. Nathan langsung mengiyakan dengan senyuman dan menaikkan kedua aliasnya bersamaan.“Iya, lagi pula kamar ini kan bukan kamar perawatan biasa. Kamu dapat kamar VVIP yang senyaman kamar pribadi. Besok setelah Om memastikan kamu baik-baik saja, kamu baru boleh pulang” sambung dr. Nathan menimpali.Venus hanya bisa diam saja. Arjoona pun mengecup kening Venus sebelum ia pamit pulang.“Daddy pulang dulu, besok kalau kamu mau Daddy bisa jemput ...” tawar Arjoona dan Venus langsung menggelengkan kepalanya.“Gak Dad, aku pulang sendiri
Dion masuk ke ruang perawatan Venus tepat saat wanita itu hendak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Venus langsung tersenyum dan menyapa Dion.“Sudah makan malam, Mas?” Dion mengangguk sekali dengan rasa agak aneh serta malu-malu. Ia sedikit mendekat dan Venus bersikap seakan mereka telah akrab.“Tolong bantuin aku di kamar mandi, boleh gak, Mas?” pinta Venus tiba-tiba. Mata Dion spontan membesar dan memutar tak mengerti.“Uh ...”“Sebentar aja!” Venus tak menunggu persetujuan Dion. Ia terus menarik pergelangan tangannya yang tak terluka ke kamar mandi di dalam ruangan itu.“Tapi ...” Venus langsung memberikan tas make upnya pada Dion. Dion terkesiap dan spontan memeluk tas itu.“Di sini gak ada meja basin, Mas. Jadi aku gak tahu di mana harus menaruh tasnya. Maaf ya?” Dion hanya tertegun saja pada celetukan dan senyuman Venus yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk memegang tasnya. Venus mencoba membuka tutup botol skincare yang akan digunakan dan cukup kesulitan.“B