Saat itu, hampir tiga bulan Dyana terperangkap dalam jerat kehidupan Jason. Dyana yang terpenjara tidak pernah boleh keluar dari mansion. Tidak boleh berbicara pada siapapun selain orang-orang yang dipercaya dan dikenal oleh Jason.
Rasa itu membuatnya gila, Dyana gila karena terperangkap dalam kemewahan bukanlah hidupnya. Hidupnya selama ini bebas, tidak dipenuhi aturan yang mengekang.Tapi bersama Jason? Dia tidak boleh memiliki kebebasan itu semua. Hanya Jason yang boleh menentukan hidup Dyana.Karena sudah muak dengan segalanya, termasuk dengan Jason yang bungkam pada hubungan mereka akhirnya Dyana pergi dari mansion, kabur tanpa membawa apapun selain telepon dan dompet miliknya.Dyana tidak peduli lagi mengenai Jason yang marah, Dyana tidak peduli lagi jika pada akhirnya adiknya atau neneknya akan sengsara lagi karena ulahnya. Sebab pada akhirnya Dyana lah yang menanggung emosi dan tekanan batin.Mansion mewah itu sendiri berada di salah satu pulau pribadi di Scotland dan dikelilingi oleh hutan yang rimbun.Dyana berlari saat itu, berusaha menyusuri rimbunnya hutan. Saat dirinya sudah hampir mencapai penyebrangan antara pulau itu dan pulau yang dihuni oleh beberapa nelayan. Jason menangkapnya. Bruno dan Jason berhasil bertemu dengannya bahkan sebelum Dyana bisa melihat langsung adanya kapal kecil untuk membawanya pergi.Tangisan Dyana saat itu nyata, kelelahan, kelaparan dan kekecewaannya itu menyakitkan dibalut dengan aliran airmata yang sia-sia.Jason menghajarnya dan memperkosanya dihadapan para bawahannya dan Bruno. Tatapan mata Bruno yang menghakimi dan mencela itu masih terngiang-ngiang dengan jelas di pikirannya.Setelah selesai, Jason berdiri dan menatap Dyana seakan-akan Dyana adalah makhluk paling menjijikan yang pernah ada.Dyana mati rasa saat itu, tidak tahu lagi harus menangis karena kecewa atau rasa sakit.Tapi kemudian suara Jason membawanya kedalam kesadaran luar biasa."Ku pikir wanita ini sudah muak menjadi mainan ku. Jika begitu mengapa aku masih harus memberikan belas kasihan ku padanya? Bukankah lebih baik jika saat ini aku menyerahkan tubuhnya ini pada kalian?" Suara Jason yang dalam itu berhasil membuat para bawahannya tersentak karena bagaimanapun Jason sangat posesif pada Dyana."Tidak!" Dyaba berusaha bangun dari keadaan telanjangnya, tubuhnya sakit dimana-mana. Bahkan ada luka berdarah yang mengenaskan. Membuat pakaian miliknya yang compang-camping terlihat merah pekat."Mengapa? Kalian pikir aku bercanda?"Para bawahan yang terdiri dari tiga orang itu saling menatap satu sama lain. Tidak ada yang bisa berbicara."Jason!" Bentak Bruno yang saat itu masih menatap Dyana dengan iba."Kenapa membentak ku seperti itu?! Apa kau ingin mencicipinya?""Kau tidak bisa melakukannya!" Bruno menaikan suaranya melebihi biasanya."Aku bisa dan aku akan!" Wajah keras Jason memerah."Aku sudah berbuat banyak hal baik untuknya! Tapi apa yang dia lakukan sekarang?! Dia berusaha kabur! Dia meninggalkanku!" Raung Jason yang saat ini mulai menatap tajam Bruno."Aku benci orang yang tidak tahu diri. Dan dia sudah melakukannya. Jadi mengapa aku tidak bisa kejam padanya?""Sadarlah bahwa kau hanya takut ditinggalkan olehnya. Ini bukan hal yang kita sepakati bersama!" Tenang Bruno."Aku tidak peduli."Dyana masih memohon, meraung sambil menangis. Dirinya berusaha menyeret tubuhnya yang penuh dengan luka ke kaki Jason."Ku mohon jangan... Tolong aku, ku mohon jangan lakukan itu padaku..." Lirih Dyana.Jason tidak sekalipun melirik Dyana, Masih tidak peduli dengan adegan itu."Tidak ada kesempatan lagi. Mengapa aku harus membiarkan diri mu mendapatkan ampunan dariku lagi?"Dyana menggeleng lalu mencium kaki Jason.Dyana bukan wanita yang suci, dia pernah menjadi penyanyi untuk menghibur pria-pria tua di klub malam.Tapi dirinya hanya pernah bermain bersama pria dengan Jason. Hanya dengan Jason karena memang sejak awal dia tidak pernah tertarik dengan gagasan untuk melakukan seks.Jika Jason melepaskannya maka dia harus menjadi pemuas napsu para bawahan Jason.Dan Dyana lebih baik mati karenanya."Aku mohon... A-aku berjanji a-akan melakukan a-apapun untuk menebus kesalahanku. Ku-ku mohon Jase..."Ucap Dyana dengan terbata-bata dan dengan isakan menyedihkan.Ada keheningan diantara mereka semua, hanya ada tangisan ketakutan dari Dyana.Saat itu Dyana hampir pingsan karena mengira Jason benar-benar mengambil tubuhnya untuk diserahkan pada pesuruhnya itu.Namun ternyata tidak, Jason ternyata duduk menatap wajahnya dengan cara menghadap wajah Dyana yang lebam karena pukulannya yang bertubi-tubi itu.Wajah Jason masih mengeras, tatapannya masih tajam.Jason mencengkram pipi Dyana kuat-kuat, menimbulkan erangan dari Dyana karena rasa sakitnya."Awalnya aku merasa kau pantas untuk mendapatkan semua hukuman atas ketidaksetiaan mu itu."Cengkraman pipi Dyana berubah menjadi tekanan yang menyakiti dirinya lebih dalam lagi."Aku memberikan maafku lagi padamu tapi jangan harap aku bisa semudah itu lagi padamu."Dan saat itu Jason meninggalkan Dyana, menyuruh pengawalnya untuk menggotong Dyana.Sejak saat itu Dyana tidak boleh memegang telepon apapun, hanya boleh menggunakan telepon khusus milik Jason.Jason tidak memperbolehkannya untuk keluar dari kamar, terus menerus membuatnya melayani nafsu Jason setiap hari walaupun tubuh Dyana dipenuhi memar.Jason juga berubah, tidak pernah lagi pulang lebih awal. Dirinya pulang selalu melewati jam satu dan pergi setelah mereka bercinta.Mungkin memang Jason yang dulu tidak pernah memeluknya atau memberikan efek kasih sayang apapun terhadap Dyana setelah mereka bercinta tapi setidaknya Jason sering menghabiskan waktu dengan Dyana entah hanya untuk membangun keheningan yang mencekik atau sekedar mengerjakan pekerjaannya.Dyana kesepian atas sikap Jason, tubuhnya dirawat oleh Nathasya karena memang hanya dia yang mau menerima Dyana dengan ramah.Hingga pada suatu malam, Dyana menangis menyesali semuanya. Itu tepat tiga minggu setelah rencana kaburnya gagal.Jason tiba-tiba pulang cepat hari itu, hanya untuk menemukan Dyana yang menangis dan sesak napas.Jason untuk pertama kalinya memeluknya, memintanya untuk mengatur napas dan menjanjikan bahwa mereka akan baik-baik saja.Malam itu juga malam pertama dimana Jason tidak memaksakan diri pada Dyana, hanya mengelus rambutnya dan memintanya untuk tenang.Keanehan berlanjut pada keesokan harinya dimana Jason menggenggam tangan Dyana dan mengatakan bahwa Dyana adalah kekasihnya. Di depan semua orang yang Dyana tahu di mansion itu.Walaupun tanpa kalimat atau pernyataan aku mencintaimu, Jason menginginkannya menjadi kekasihnya.Dan itu kacau.Dyana berhenti untuk mengambil napasnya, sesak di rasakan olehnya. Airmatanya memupuk menyedihkan.Saat itu pintu toko bunga terbuka, adik Dyana, Jessica terlihat sedang menata ulang bunga-bunga yang segar itu.Jessica terlihat cantik, dia sudah tumbuh menjadi gadis dewasa. Dan Dyana tidak pernah bisa melihat perubahannya.Dyana tercekat karena kenyataan itu, adiknya tidak pernah tahu pekerjaan apa yang dilakukan olehnya. Adiknya hanya tahu bahwa Dyana tidak bisa menemuinya, sampai batas waktu yang ditentukan.Jason hanya memperbolehkan Dyana menghubungi adiknya itu ketika Jason ada di sampingnya. Jadi komunikasi mereka tidak pernah seintensif itu.Jessica sangat sehat, tumbuh tinggi dengan rambut hitam legamnya yang luar biasa.Dyana ingin mendekat, mengusapkan tangannya ke rambut adik perempuannya itu tapi dia tidak bisa melakukannya.Tangisan Dyana membuat Jessica seperti bisa merasakannya, Jessica terlihat menoleh ke sekelilingnya. Dan saat itu Jessica berbalik, menatap Dyana yang
"Pak, seseorang mengirimkan hadiah untukmu."Alex yang saat itu tengah berjalan keluar dari koridor dihentikan oleh seorang murid yang mengatakan bahwa dia mendapatkan sebuah bunga dari seseorang.Alex tersenyum, "dari siapa itu Tommy?""Entahlah... Dia tidak mengatakan apapun dan hanya ingin kau mengambilnya."Senyum Alex hilang dan digantikan dengan tatapan cemas."Tommy, apa yang sudah ku katakan padamu? Jangan pernah berbicara dengan orang asing, apalagi mau diberikan sesuatu oleh orang asing.""Tapi dia bukan orang asing Pak.""Apa maksudmu?""Dia mengatakan sangat mengenalmu dan itu jelas untukmu. Alex Mylson."Kerutan di dahi Alea kembali terlihat."Apa lagi yang dia katakan?""Dia mengatakan bahwa kau sudah memenuhi janjimu untuk menjadi guru dan itu sangat keren!"Mendengar hal itu Alex langsung mengambil hadiah yang dipegang oleh anak muridnya itu.Dan benar saja, kata-kata dibelakang kotak hadiah itu membuat jantung Alex terhenti.Kau hebat, sudah bisa menggapai salah satu i
Dyana berjalan dengan tatapan kosong di bawah ruko-ruko yang menjulang tinggi itu, disisi kanannya kantong plastik yang berisi barang-barang pokok untuk keluarganya terasa berat.Nyonya Merlin memberikan banyak uang dan bonus tambahan untuk Dyana, sehingga kali ini tidak butuh lama bagi dirinya untuk bisa membawakan adiknya makanan yang layak.Saat dirinya sampai di depan rumah, Dyana membuka pintu dan melihat adiknya menangis. Jessica menangis karena neneknya yang sedang memukulinya."Apa-apaan ini?!" Teriak Dyana menghentikan neneknya. Neneknya menghentikan pukulannya pada adik Dyana tapi dia bisa melihat neneknya menahan amarah yang teramat sangat begitu dia melihat Dyana."Jadi kau sudah pulang hah?!" Raung neneknya.Neneknya menghampiri Dyana, memegang erat jaket yang dipakai Dyana."Mengapa kau melakukan ini Dyana? Katakan pada nenek mengapa kau tega melakukan ini pada kami! Apakah aku pernah mengajarimu melakukan hal yang menjijikan seperti ini?!" Teriak neneknya sambil menangi
Saat menyadari bahwa Dyana tidak beranjak sama sekali dari tempat duduknya saat itulah Alex kembali bertanya."Apakah kau tidak ingin pulang ke rumah atau bagaimana?""Aku punya.""Lalu?""Aku tidak bisa pulang.""Tapi mengapa?"Melihat Dyana yang hanya diam, Alex menghembuskan napasnya."Jika kau tidak ingin mengatakan alasannya tidak apa-apa, aku bisa mengerti-""Karena aku diusir." Potong Dyana."Aku tidak bisa pulang ke rumah ku saat ini karena nenek ku sudah tidak ingin melihat wajahku lagi.""Oh...""Aku sudah tidak punya siapapun selain nenek dan adik perempuan ku tapi saat ini mereka tidak bisa menerimaku."Alex yang masih duduk mulai bersandar dan mengubah posisinya seperti Dyana."Tapi apa alasannya? Mengapa nenekmu tidak ingin melihatmu padahal kau adalah cucunya?"Dyana tidak ingin membicarakan ini dengan siapapun terutama dengan pria asing yang baru dikenalnya itu, tapi dia entah mengapa bisa merasakan keamanan aneh dari pria yang sudah berada di sampingnya ini."Karena ak
Alex mengajaknya pergi ke rumah temannya, disana Dyana diberikan kamar untuk berteduh selama satu bulan.Dan selama satu bulan itu hubungan Alex dan Dyana menjadi dekat. Alex juga menjadi alasan utama mengapa Dyana menjadi penjaga toko di toko milik bibi Alex.Memang uang yang didapatkan Dyana tidak seberapa ketimbang pekerjaan dulu, tapi Dyana senang bisa membuktikan bahwa dia mampu melakukan pekerjaan yang baik.Dyana sering mampir ke sekolahan adiknya hanya untuk memberikannya uang. Adiknya awalnya menangis tapi Dyana meyakinkan bahwa dia akan segera pulang menemuinya.Dan ketika dua bulan, Dyana pergi dari rumah yang disediakan itu. Menyewa sebuah kamar di dekat kota dan dekat dengan toko milik bibi Alex.Saat itu pula lah Alex dan Dyana menjalin hubungan. Alex lebih tua tiga tahun dari Dyana, yang membuatnya menjadi gadis yang sangat pengertian.Alex menyemangatinya, selalu menjadi bahu untuknya bersandar dan selalu memberikan alasan mengapa Dyana harus hidup dengan baik.Bulan be
Masa lalu DyanaDyana berhasil menyelamatkan neneknya, walau dengan cara yang salah dan Dyana tahu jika neneknya mengetahui semuanya dia akan semakin membenci Dyana. Tapi Dirinya tidak peduli, tidak ketika nyawa neneknya hanya bisa diselamatkan dengan uang curian.Jessica masih tertidur, di pangkuan Dyana. Mereka menunggu di koridor rumah sakit. Airmata ketakutan masih ada di mata adiknya, beberapa kali Dyana harus mengelus atau sekedar menepuk punggung adiknya agar mimpi buruk yang datang kepada gadis itu sirna.Dirinya sendiri merasa lelah, kepalanya berdenyut. Dyana hampir tidak makan atau minum apapun setelah mendengar neneknya masuk rumah sakit.Kebingungan melandanya, jika neneknya bangun apakah Dyana harus tetap disini bersama adiknya dan pergi menemui neneknya? Sedangkan neneknya saja tidak ingin menemuinya sama sekali.Ketika Dyana ingin memejamkan matanya, langkah kaki yang begitu tergesa-gesa mengganggunya. Dia membuka mata untuk melihat banyaknya pria bertubuh besar."Siala
Dyana hanya duduk saja selama beberapa saat, tapi kemudian Jason datang. Membuka jas mahalnya dan kemudian telanjang."Kau tahu kan apa yang harus kau lakukan?""Tidak, aku tidak tahu. Tuan kau sepertinya salah, dengar aku bukanlah wanita murahan dan kau harus tahu itu. Aku tidak suka melayani pria seperti mu atau bahkan bercinta dengan orang seperti mu karena aku bukan pelacur!"Jason mendekati Dyana mencengkram rambutnya dan tiba-tiba menyuruhnya duduk, Dyana dengan paksa disuruh membuka mulutnya dan mengambil milik Jason ke mulutnya.Tentu saja Dyana tersedak saat pria itu memaksanya, Jason tidak peduli dengan suara gerakan dari Dyana dan terus memaksanya untuk melakukan pekerjaan kotor itu.Jason sendiri mengambil tubuh Dyana dan secara mengejutkan memaksa jarinya untuk masuk ke dalam tubuh Dyana. Dyana tercekat dan bahwa berteriak."Jadi kau masih perawan huh?"Dyana tidak bisa menjawab apapun dan hanya bisa menggumamkan kata-kata aneh meminta Jason untuk berhenti.Namun Jason sep
"Jika kesalahan terbesar ku adalah karena mencintaimu, maka biarkan aku masuk neraka karenanya.""Hei! Kau baik-baik saja?" Orlan bertanya pada Rene ketika Rene hanya terdiam sepanjang perjalanan mereka."Ya, aku.""Mengapa kau hanya diam? Kucing menangkap lidah mu huh?""Aku baru menelepon Shelly, aku hanya mengkhawatirkan dirinya. Kau tahu kan terkadang aku berpikir, bahwa aku belum bisa memberikan apapun untuknya. Dia sudah berusaha keras berjuang membesarkan ku, tapi apa yang telah ku berikan padanya adalah rasa kurang hormat." Ucap Rene sambil membuka botol minumnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri."Kita akan bertemu dengannya kurang lebih enam jam lagi. Jadi mengapa kau terlalu khawatir akan hal itu? Lagipula bibi mu adalah wanita paling baik di dunia ini. Kita tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah karena dia berusaha membayar hutang budi atas ayahmu. Kau sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun dengan sikap acuh tak acuh mu, kita semua melakukan kesalahan, o
Angin malam membuat banyak orang ragu-ragu untuk pergi ke luar dari rumahnya, tapi tidak bagi Anthony yang masih kuat untuk duduk di bangku dekat balkon.Wajahnya mengeras ketika mengingat pengkhianatan Renesmee.Wanita itu meninggalkannya, dia tidak merasa sakit sama sekali. Tapi wanita itu dengan beraninya meninggalkan anak-anaknya.Alan dan Rosseanne akhir-akhir ini sering menangis tanpa sebab, ketika Anthony membawa dokter ke rumah. Mereka mengatakan padanya bahwa anak-anaknya mengalami demam.Anthony langsung membenci Renesmee saat itu, dia bukan hanya menyakiti hati dan fisiknya. Tapi Rene juga menyakiti anak-anaknya.Anthony masih mengingat bagaimana Rene yang menusuk pisau ke arah paha kakinya. Rene menyakitinya dan pergi dari pulau ini dengan sembrono, meninggalkan dirinya dan anak-anak mereka.Janji yang mereka buat, cinta yang mereka gaungkan di setiap sisi pulau hanyalah sebuah fiksi.Rene tidak pernah mencintainya, dia membohongi semuanya. Dia berpura-pura dan berakting
Rene berjalan menuju sisi taman yang basah, hujan deres yang mengguyur kota membuat beberapa jalanan tergenang air.Jaket yang Rene kenakan tidak bisa menghalangi dinginnya udara atau mungkin kelembaban udara yang menusuk kulitnya.Rene menatap beberapa orang yang juga sedang berjalan sambil memegang kopi panas atau beberapa anak-anak yang memainkan bermain air hujan dengan menciprati temannya yang lainnya.Rene tersenyum melihat pemandangan itu, ulu hatinya nyeri melihat raut polos anak-anak yang sedang bermain tanpa adanya beban. Rene bertanya-tanya apakah anak-anaknya akan seperti itu juga?Ataukah Anthony membesarkan kedua anaknya dengan cara yang berbeda? Bisakah anak-anaknya hidup normal seperti anak-anak lainnya?Pikiran itu membuatnya pusing dan pada akhirnya dia memilih duduk di bangku taman yang tidak terkena air sama sekali.Rene menyadari sudah hampir satu bulan sejak dirinya pergi dari pulau.Dan sampai hari ini, belum ada tanda-tanda Anthony mencari keberadaannya. Rene b
"Apa kau ingin di temani?" Kalimat penuh tanda tanya itu dilontarkan oleh Orlan ketika mereka sampai di tempat yang telah dijanjikan oleh ibu Rene untuk bertemu dengannya."Aku tidak butuh di temani, kau tahu aku sudah dewasa." Jawab Rene dengan senyum mencoba meyakinkan Orlan.Orlan memandanginya dengan tidak yakin, Rene tahu bahwa pria itu sangat khawatir kepadanya dan inilah yang dia selalu lakukan setiap saat.Desahan napas Orlan yang terlihat kecewa membuat Rene sedikit merasa menyesal. Tapi dengan anggukan kecil itu, Rene tahu bahwa pria yang ada di hadapannya ini akan menyadari betapa pentingnya pertemuan ini."Aku akan duduk di sebrang sana dan jika kau merasa tidak nyaman atau terjadi sesuatu. Aku mohon untuk memanggilku. Apa kau mengerti?"Rene mengangguk dan dengan itu Orlan mengecup telapak tangannya dengan lembut. Dia pergi dan meninggalkan Rene sendirian disana.Rene duduk di tempat yang sudah dia dan ibunya sepakati, jam dinding sudah menunjukan waktu bahwa ibunya akan
Rene melihat dirinya melalui cermin yang ada di kamarnya. Rene bisa melihat bayangan dirinya yang lesu, memiliki lingkaran hitam di matanya dan pucat.Akhir-akhir ini mimpi tentang pulau itu, Anthony dan anak-anaknya menghampirinya setiap kali Rene memejamkan matanya.Dalam mimpi itu, Rene bisa melihat anak-anaknya dan Anthony saling menatapnya dengan penuh kebencian. Mereka menggumamkan kata-kata yang tidak dapat di dengar oleh Rene, tapi jelas Rene bisa merasakan rasa sakit mengendap di hatinya ketika dia melihat wajah-wajah mereka.Mengerti bahwa tidurnya tidak akan nyenyak karena dihantui oleh wajah-wajah itu, Rene akhirnya memutuskan untuk terjaga semalaman dengan membaca buku-buku yang dia bawa dari rumahnya.Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Anthony mencarinya. Dia sempat khawatir bahwa apa yang dia lakukan saat itu mungkin membuat Anthony terluka parah.Kenangan sebelum Rene kabur terlintas di kepalanya. Dia benar-benar tidak pernah merencanakan untuk menusuk kaki Anthony
"Apa sudah selesai semuanya? Kau sudah mengemasi barang-barang yang kau butuhkan?"Rene mengangguk dan menunjukkan pada Orlan tas kecil yang selalu menjadi kesukaannya. Rene tersenyum kepada Orlan, "hanya ini saja barang-barang yang ku butuhkan.""Di tas sekecil itu?"Orlan dengan tatapan tak percaya bertanya kepada Rene yang terlihat bahagia."Aku hanya butuh kenangan-kenangan tentang bibi Shelly dan dirimu."Orlan tersenyum melihat tingkah Rene, bagaimana pun dia terlihat bahagia.Rene sudah melalui semua yang terjadi dengan tabah dan kuat, maka Orlan harus terus mendukungnya.Orlan memang merindukan Renesmee yang selalu tersenyum dan bahagia. Tapi kini semuanya perlu waktu, Rene perlu waktu untuk bisa terus menghilangkan rasa traumanya."Kau yakin hanya butuh itu?""Aku yakin."Orlan mengangguk dan segera setelah itu mereka pergi dari rumah Rene.Rene melihat rumah itu lagi setelah Orlan menguncinya."Aku akan sangat merindukan rumah ini.""Aku tahu. Tapi aku yakin kau tidak aman j
Rene akhirnya kembali mencoba berjalan menuju kamarnya, ketika dia membuka kamarnya, semuanya masih sama seperti terakhir kali dia pergi.Sprei, selimut hingga bantal yang terdapat di kasur kamar itu tidak berubah sama sekali.Dan untuk yang pertama kalinya, Rene merasakan kerinduan mengenai dirinya yang dulu.Dia pikir akan lebih muda baginya untuk melupakan masa lalunya tapi dengan melihat kamar ini, dia tahu bahwa tidak semudah itu melepas apa yang pernah dia rasakan.Rene mendekati meja kamarnya, melihat foto mesranya dengan Orlan. Bukan hanya satu melainkan beberapa foto yang menunjukkan kasih sayang mereka berdua.Rene tersenyum, dia mengusap foto itu. Rene masih bisa mengingat setiap kejadian dalam foto itu.Foto kencan pertama mereka, diambil ketika Orlan dan dirinya pergi ke kota untuk membeli buku-buku yang diinginkan Rene.Orlan melihat Rene masih terdiam sambil menggenggam foto itu dengan jemarinya."Kau ingat foto itu?""Tentu saja, ini foto kencan pertama kita."Orlan me
Pintu mobil milik Orlan dibuka oleh Renesmee, dia diperbolehkan pulang setelah lama diperiksa di rumah sakit.Orlan dengan hati-hati menuntunnya dan dia kembali melihat rumah yang di tempati olehnya dan bibi Shelly. Rumah itu terasa asing, padahal Rene telah dibesarkan dan tinggal di rumah ini dengan kurun waktu yang sangat lama.Lebih lama daripada di pulau itu, tapi Rene merasa tidak dapat mengenali rumahnya sendiri.Orlan dan dia memasuki halaman rumahnya, terlihat kotor dan tidak terawat karena memang setelah bibinya meninggal, tidak ada lagi yang membersihkan halaman dan rumput-rumput di sekelilingnya.Rene melihat pohon besar di sisi kanan rumah yang kini gugur daunnya, dia mengenang masa-masa ketika bibinya dengan penuh perhatian akan membiarkannya bermain boneka atau bahkan ayunan sambil memasakkan makanan kesukaannya di dapur. Jika bibinya telah selesai masak, biasanya pintu jendela akan dibuka dan dengan wajah yang penuh cinta, bibinya akan memanggil Rene untuk makan.Kenang
Orlan mendatanginya lagi ketika matahari sudah berada di tengah-tengah kota. Seragam Orlan yang menjadi pusat perhatian Rene untuk pertama kalinya.Dia begitu tampan dan dewasa begitu mengenakan pakaian kerjanya itu, tapi ada beberapa rasa sedih dan lelah yang bisa Rene lihat dari raut wajah dan mata Orlan."Kau terlihat bagus dengan seragam itu." Ucap Rene lemah ketika Orlan tidak kunjung mendekatinya atau bahkan mengatakan sesuatu untuk menyapanya."Kau tidak tidur lagi?""Aku tidur.""Jangan berbohong padaku Renesmee."Renesmee?"Aku tidak bisa tidur." Ungkap Rene dengan lemah."Aku takut jika aku tertidur, semua ini hanya akan menjadi mimpi."Itu bohong.Dia tahu bahwa tidak mungkin ini semua adalah mimpi.Rene hanya takut bahwa jika dia tertidur, dia akan melihat gambaran kehidupannya ketika berada di pulau itu."Mereka menempatkan polisi-polisi di luar karena mereka peduli terhadap kenyamanan mu. Tidak akan ada yang menyerangmu. Tidak ketika ada aku disini bersamamu."Orlan meme
Beberapa tahun kemudianRasanya sakit, Rene benar-benar kesakitan.Sakit di semua bagian tubuhnya.Dia berpikir bahwa kegelapan itu mungkin adalah pertanda bahwa dia telah mati.Tapi dia sadar bahwa dia belum mati.Ada suara seseorang yang berteriak memanggilnya."Rene!"Dia mencoba mencari tahu arah suara itu dan siapa yang sedang berteriak kepadanya."Rene kau harus bangun! Kau tidak boleh mati!""Aku mencintaimu!""Kita berdua akan baik-baik saja, aku berjanji padamu!"Dan saat itulah Rene membuka matanya, dia berada di ruangan serba putih dan bau obat-obatan menyeruak di setiap sudut ruangan itu.Tidak di ragukan lagi bahwa itu adalah rumah sakit, tapi mengapa dia sampai di rumah sakit?Rene bangun dan melihat jendela yang ada di sampingnya, jendela itu mengarah ke gedung-gedung tinggi.Dan ketika dia mengelus perutnya, itu sudah datar. Tidak ada lagi benjolan kehidupan dalam dirinya.Rene mulai panik dan mencoba berpikir sedemikian rupa mengenai apa yang terjadi padanya.Apa yang