Suasana menjadi sangat canggung dan menegangkan. Aziya sempat melihat kedua wajah orang tua Galih yang tidak terpengaruh dengan kemarahan anaknya.'Apakah suasana ini sudah sering terjadi?' batin Aziya yang tidak mengerti harus melakukan apa, ia tidak mungkin ikut campur dalam perdebatan ibu dan anak itu. Akan tetapi ia bisa melihat kalau kedua orang tua Galih tidak merestui hubungan mereka.Galih bangkit sebelum selesai menghabiskan makanannya. Sesaat sorot matanya sempat menghujam Aziya sebelum pergi seolah hendak meluapkan kemarahan kepadanya.Merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut maka Aziya pun berkata, "Pak, Bu, sebaiknya saya dan Humaira tidak perlu tinggal di rumah ini. Saya sungguh tidak ingin merepotkan keluarga ini. Benar kata Pak Galih, saya cuma beban di sini, dan posisi saya tidak baik karena telah merepotkan seolah-olah bantuan pengobatan itu tidak mencukupi bagi saya," kata Aziya kemudian setelah Galih benar-benar pergi."Itu tidak benar, kamu harus pulih seperti
Aziya benar-benar tak mengerti apa yang diharapkan pria ini. Ia sudah setuju untuk pergi, tapi kenapa malah masih mau bicara? Apalagi yang harus dibicarakan?"Apa sih maumu?!" kali ini Aziya berwajah garang karena sikap plin-plan Galih yang tidak bisa dimengerti."Mauku?" Galih malah bingung, apa sih maunya sebenarnya. Bukankah ia cuma takut akan sesuatu? Ia takut kehilangan Aziya dan tidak bisa membalas dendam."Kau tidak bisa pergi sebelum Guntur siuman, kau tidak bisa datang dan pergi semau kamu seolah -olah aku memberikan hak spesial buatmu. Akan tetapi lebih tepatnya kita punya kontrak kerja yang sudah kamu tandatangani. Aku akan mendenda kamu dengan jumlah besar jika kamu melanggar perjanjian," katanya kemudian mencari alasan."Kapan aku tanda tangan kontrak semacam itu dan kenapa aku harus setuju?! Itu samasekali bukan urusanku sehingga harus menunggu saudara lelakimu atau siapapun sadarkan diri," kata Aziya sambil menepis tangan Galih sangat kuat sehingga Galih merasa kesakita
"Ah benar juga, aku terlalu ceroboh mempekerjakan orang seperti kamu ya? Hmm, sebenarnya kau bisa bekerja juga kok, aku bisa memberimu pekerjaan yang layak.""Benarkah? Apa itu?""Tenang saja, kebetulan aku memang butuh bantuan. Kau bisa bekerja mulai besok."Belum sempat Aziya bertanya lebih lanjut, tiba-tiba pria itu mendesak ke arahnya, mengambil buku tepat di sampingnya. Aziya bergeser kepayahan, tapi pria itu malah mengendus di sisi telinganya."Bau kamu kayak kembang seruni, apa nggak bisa ganti sama parfum yang lebih bagus?" kritiknya saat itu.Lagi-lagi Aziya ingin marah. Ejekan Galih sudah keterlaluan. Siapa yang tidak tahu bunga seruni? Orang Jawa di daerahnya bilang jenis bunga ini biasa disebut dengan nama bunga 'telekan' yang artinya adalah bunga kotoran. Itu karena baunya yang sangat menyengat dan tidak enak. Bagaimana bisa parfum yang dipakainya bisa berbau seruni?"Kau mengejekku?!" geram Aziya. Ia bahkan lupa untuk bersopan santun lagi dengan atasannya ini. Dia sudah
Bagaimanapun Aziya sadar, ia tak seharusnya menyesali takdir kehilangan bayinya, apalagi itu adalah sebuah kecelakaan. Hanya saja selama ini seolah Galih masih memandangnya rendah dan berusaha menekan hidupnya meskipun ia juga sudah kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya. Ia masih dipersalahkan atas suatu kejadian yang bahkan tidak pernah ia lakukan."Ini tidak adil. Kalau aku memang melakukan kesalahan di masa lalu, bukankah seharusnya ini impas? Kenapa aku harus menanggung semuanya sampai saat ini?" geram Aziya dan iapun mengambil laporan medis tersebut. Ia akan menuntut pertanggungjawaban Galih dan bertanya soal kesalahan apa yang sebenarnya ia lakukan di masa lalu itu. Sayang sekali saat ia berusaha mencari keberadaan Galih, pria itu sudah pergi duluan dengan mobilnya.***Seperti yang Galih janjikan, pria itu ingin segera menemui Aziya pagi-pagi sekali.Ia harus membicarakan soal pekerjaan yang akan mereka sepakati atau Aziya memilih pergi saja dari rumahnya.Akan teta
Ucapan barusan tentu saja terkesan sangat mesum dan menjijikkan bagi Aziya. Membayar dengan tubuhnya? Apakah lelaki ini sudah sangat tidak waras?Tidak, bukan itu maksud Galih sebenarnya. Ia hanya ingin Aziya bekerja untuknya, menggunakan kekuatan tubuhnya untuk bekerja merawat Guntur hingga adik lelakinya itu pulih meskipun tubuh Aziya memang sedikit lemah. Itu artinya Aziya harus berusaha kuat dan maksimal dalam menggunakan tubuhnya.Selain itu memperkerjakan Aziya ada kepuasan tersendiri baginya.Aziya yang kesal mencoba keluar dari mobil Galih. Susah payah ia harus menyeret kakinya dengan tongkat yang ia miliki. Ia sangat takut Galih melakukan sesuatu kepadanya apalagi kalau sampai melecehkan dirinya.Ia tak Sudi! Bagaimana mungkin seorang ibu sepertinya akan melakukan hal keju yang akan mencoreng kedua anaknya di masa depan nanti?Melihat itu tentu saja Galih tidak tinggal diam. Tempat itu sangat jauh aksesnya dari jalan utama dan pasti akan merepotkan kalau Aziya semakin jauh da
Galih tak berkutik dalam himpitan tubuh Aziya, benar-benar di bawah tubuh Aziya. Sementara itu ia justru terpaku pada wajah Aziya yang cantik saat terkejut sehingga wajahnya memerah. Begitu juga bibir Aziya yang merah dan terbuka membuatnya ingin melahap apa yang dihadapannya sekarang juga.'Cantik,' batinnya.Lalu ia meraih pipi Aziya yang merona merah entah mungkin karena salah tingkah.Aziya seketika terkejut dengan tindakan pria di bawahnya itu, tatapan Galih membuatnya berdebar tak menentu. Iapun segera mengangkat kepalanya susah payah dan berusaha untuk bangun.Anehnya ia merasa ketika dalam posisi itu, Galih sangat menarik pandangannya. Namun tentu saja ia segera sadar, ada yang salah disini. Tak seharusnya ia menikmati suasana ini, berada di atas tubuh Galih? Benar-benar gila!Aziya mendorong tangannya ke sisi tubuh Galih untuk bangkit. Akan tetapi Galih malah menahan tubuh Aziya dan mencium bibir Aziya tanpa aba-aba.Saking terkejutnya, Aziya duduk dan menampar pipi Galih san
"Benar Galih, sebenarnya ibu bisa mengerti kalau kamu pasti keberatan menjemput putri Aziya. Akan tetapi kamu harus ingat Galih, Aziya telah kehilangan bayinya karena menyelamatkan kamu waktu itu. Dan sekarang apakah kamu bisa menanggung sebuah kesalahan itu lagi dan lagi? Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Humaira? Bagaimana kalau Aziya akhirnya menuntut ganti rugi pada keluarga kita karena dia kehilangan bayinya?" terang wanita terlihat khawatir ia berusaha keras untuk membujuk putranya."Ah ibu... panggil saja taksi online untuk menjemputnya, aku yakin pasti juga sampai rumah," bantahnya."Dia gadis kecil, Galih. Apa yang bisa dia lakukan jika ada orang yang berniat jahat di perjalanan? Kamu percaya taksi online? Kalau sampai terjadi sesuatu apa yang akan kamu lakukan?"Memikirkannya memang membuat Galih bergidik ngeri. Tapi bukankah ini sangat merepotkan?"Galih? Mau ya?" rengek sang ibu.Galih tak menjawab, tapi ibunya tahu bahwa putranya tidak menolak suatu pekerjaan jika dia
Reza sungguh merasa ada sesuatu yang nggak beres dengan keadaan ini. Atasannya terkenal sangat cuek terhadap siapapun, bagaimana bisa pria itu mau melakukan hal seperti itu. Menjemput putrinya? ini cukup aneh.Adapun Galih hanya merasa gugup. Ia masih mengingat jelas kejadian pagi hari dimana ia nekad mencium Aziya, mantan istri Reza. Ia memang merasa bodoh karenanya, akan tetapi menurutnya itu karena ia refleks melampiaskan kekesalannya secara naluriah.Di mobil, Humaira sudah menunggu di bangku belakang. Ia mulai sedikit kesal karena mereka entah membicarakan apa. Akan tetapi ia tahu ayahnya pasti sangat marah dengan dirinya dan juga Galih."Duduklah di depan, aku bukan sopirmu," perintah Galih sesaat setelah membuka pintu mobil."Baik om direktur," kata Humaira dan melompat dari tengah samping Galih. Pria itu mendelik karena peralatan kerjanya yang berada diantara bangku sopir dan penumpang jadi sasaran langkah Humaira secara tergesa-gesa."Oh God," desisnya kesal melihatnya.Sesaa