Reza sungguh merasa ada sesuatu yang nggak beres dengan keadaan ini. Atasannya terkenal sangat cuek terhadap siapapun, bagaimana bisa pria itu mau melakukan hal seperti itu. Menjemput putrinya? ini cukup aneh.Adapun Galih hanya merasa gugup. Ia masih mengingat jelas kejadian pagi hari dimana ia nekad mencium Aziya, mantan istri Reza. Ia memang merasa bodoh karenanya, akan tetapi menurutnya itu karena ia refleks melampiaskan kekesalannya secara naluriah.Di mobil, Humaira sudah menunggu di bangku belakang. Ia mulai sedikit kesal karena mereka entah membicarakan apa. Akan tetapi ia tahu ayahnya pasti sangat marah dengan dirinya dan juga Galih."Duduklah di depan, aku bukan sopirmu," perintah Galih sesaat setelah membuka pintu mobil."Baik om direktur," kata Humaira dan melompat dari tengah samping Galih. Pria itu mendelik karena peralatan kerjanya yang berada diantara bangku sopir dan penumpang jadi sasaran langkah Humaira secara tergesa-gesa."Oh God," desisnya kesal melihatnya.Sesaa
"Wah, hebat sekali ayahmu itu, Celine. Aku bahkan tidak mau hubungan tipu-tipu ini kalau saja bukan karena rasa kasihan. Kamu yang memaksaku merelakan namaku dicatut untuk ayahmu, dan sekarang kau mau aku gimana? Jadi tolonglah, Celine , tolong selesaikan masalah itu sendiri, oke?!" cibir Galih dan iapun segera pergi dari tempat itu seolah permintaan Celine bukan apa-apa.Celine menggigit bibirnya.Ia menyaksikan sendiri bahwa Isabella telah diambil keluarganya dalam keadaan masih koma. Dokter juga menjelaskan kemungkinan untuk sadar menjadi lebih tipis sebab traumatis yang berulang yang terjadi pada wanita itu.Ia berharap Galih menyerah menunggu wanita itu dan setujui saja keinginan ayahnya dan juga Pak Gala untuk menikah dengan dirinya.Akan tetapi sepertinya Galih benar-benar tidak perduli kepadanya, meskipun ia sudah berusaha untuk melakukan apapun untuknya.Galih melaju dengan kencang dan berhenti di sebuah restoran untuk membeli makanan. Ia harus memberikan makan pada Aziya ata
Setelah percakapan di ponsel dengan Humaira, Aziya kembali termenung.Membayangkan bagaimana Galih bersedia menjemput putrinya di sekolah dan menggagalkan Reza mengambil putrinya, ia merasa lega.Iapun kembali bersemangat dan duduk kembali di samping Guntur.Sebuah buku berjudul "Good Sense" membuatnya kembali larut dalam baik kata di dalamnya.""Kamu tidak akan mengenang masa lalu hanya untuk bersikap pesimis. Kamu juga tidak akan membuat masa lalu sebagai batu penghalang masa depanmu."""Ah, benar sekali, aku memang tidak akan pesimis dengan masa laluku. Aku justru pesimis dengan apa yang sedang kuhadapi saat ini," gumam Aziya dengan pikirannya yang melayang pada sosok Galih. Ia sedikit pesimis untuk bertahan dalam pekerjaan ini.""Setiap rasa sakit akan membuat orang membayarnya. Baik itu sebuah karma, penderitaan atau rasa iri dan juga penyesalan, mungkin kamu harus bersikap tidak perduli atau memaafkannya jika saat itu datang."""Siapa orang yang akan membayar rasa sakit yang kur
Wajah Aziya yang memerah masih terlihat jelas dan menunjukkan kekesalannya.Baru saja ia mau bilang kalau Guntur adiknya telah siuman, pria itu malah memancing emosinya! Menyebalkan!"Apakah dia kakakku?" ujar Guntur pelan."Kau mengingatnya bukan? Benar, aku baru saja menghubungi Galih, kakak lelakimu. Kau tahu nggak, dia itu sangat gila. Oh ya, dia akan datang sebentar lagi, bersabarlah," kata Aziya menenangkan Guntur. Sepertinya Guntur memang belum bisa sepenuhnya menggerakkan tubuhnya.Karena tidak ada seorangpun yang bisa dimintai tolong untuk memanggil seorang dokter, Aziya berinisiatif memanggil dokter Arkan. Pria itu tinggal tidak jauh dari apartemen Galih."Halo, bagaimana kabarmu? Aku Aziya,""Oh Aziya, syukurlah kau menghubungi aku.""Arkan, aku butuh bantuanmu. Datanglah ke alamat ini, ada seorang pasien yang membutuhkan pertolonganmu."Aziya, tentu saja, aku pasti datang." Dan benar saja, Arkan telah sampai dalam beberapa menit. Dengan pakaian dokter, pria itu datang den
Bukan menolong Aziya bangun, pria itu tidak bosan-bosannya malah membentak dengan kasar dan arogan."Sial kamu!" umpatnya lalu pergi meninggalkan Aziya."Huft!" Aziya kesal melihat pria itu pergi begitu saja. Ia terpaksa merangkak menjangkau tongkat miliknya untuk bisa membuatnya berdiri dan menyusul Galih di lantai atas.Galih terburu-buru melihat kondisi Guntur. Hatinya berdebar dipenuhi rasa bahagia dan cemas. Penantian panjang dan rasa rindunya tak terukur. Tentu saja ia sangat cemas karenanya."Guntur!" suaranya memecah kesunyian ruangan besar itu, sementara Arkan sangat terkejut dengan kehadiran Galih yang tiba-tiba."Kau sudah sadar... syukurlah..." senyum lebar menghiasi wajah Galih dan pria itu memeluk erat adik lelakinya.Galih menatap mata Guntur, mencoba untuk berkomunikasi dengan pria yang telah lama hilang dari hidupnya ini."Mas Galih...""Iya, kau mengingatku dengan baik. Oh, syukurlah...," kata Galih lalu
Arkan terkekeh, tapi Galih makin kesal karena bisa mendengar ucapan Aziya. Enak saja Aziya mengejeknya dengan gangguan mental? Awas ya!Setelah Aziya kembali, Aziya bisa melihat ketegangan Galih saat melihatnya."Sekarang kau bisa menjelaskan kepadaku perihal kesalahan yang kumiliki. Sebutkan saja, maka siapa tahu aku bisa menebus kesalahanku itu," tanya Aziya kemudian.Galih yang duduk di sebuah kursi tamu mendesah panjang. Kejadian itu sangat jelas di dalam ingatannya."Kau , apa yang kau lakukan di malam tahun baru tiga tahun yang lalu? Kau telah membuat kekacauan dengan menyalip mobil Guntur. Pada malam itu kecelakaan menimpa mereka sehingga mobil mereka terbalik. Seharusnya kamu mengingat bagaimana kejadian itu terjadi dengan sangat jelas. Aku melihatmu diinterogasi seorang polisi.""Aku? Malam tahun baru?" "Ya, ingatlah tiga tahun yang lalu. Bukankah kau yang mengemudi kendaraan dengan ugal-ugalan? Malam itu mobil yang kau tump
Cibiran Aziya sontak membuat Reza geram. Aziya samasekali tidak terprovokasi dengan kondisi Reza yang mengejeknya dan justru membalasnya dengan ucapan pedas."Setidaknya aku tidak sekere kamu, Ziya. Kau terlihat menyedihkan dengan baju yang kau pakai sejak menjadi istriku itu, apa kamu jadi babu sekarang dan tidak sanggup lagi beli baju yang layak?" Kini Aziya membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Reza, kali ini memberikan tatapan menakutkan."Diam mulutmu! Kamu sudah tidak punya hak menilai penampilanku!"Sesaat kemudian pintu lift terbuka, dan ternyata mereka memiliki tujuan yang sama yaitu ke ruangan Galih atasan mereka. Aziya membiarkan Reza lebih dulu keluar dan masuk ke pintu Galih, terutama karena ia harus memakai tongkat dan tertatih saat berjalan. Reza hanya menyorotkan kekesalannya saat melintas di hadapan Aziya sekaligus sorotan mengejek karena lambat berjalan.Setelah Reza masuk ke ruangan tersebut, Aziya kemudian juga masuk
Ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi setelah mobil tersebut masuk jurang.Akan tetapi tentu saja Galih memiliki rekaman seluruhnya kejadian tersebut.Mobil itu terperosok ke dalam jurang setelah terbolak-balik beberapa kali. Beruntung mobil itu tidak meledak karena mesin sepertinya sudah mati. Kemudian video pengangkatan korban juga ditunjukkan dengan jelas di situ yang merupakan dua orang kesayangan Galih."Kau bisa melihatnya bukan? Bagaimana kejadian seperti ini bisa lolos dari kepolisian? Siapa kamu sebenarnya?""Apa maksudmu? Tak ada kejadian apapun yang menunjukkan aku terlibat di sini. Ini sangat bodoh!" umpat Aziya.Galih menekan tombol lain untuk memindahkan video."Bagaimana dengan ini?" katanya lalu menunjukkan siapa yang baru saja keluar dari mobil tersebut.Saat itu seorang pria keluar dari mobil dan Aziya sangat mengenalinya. Akan tetapi Reza bukanlah pengemudi mobil tersebut."Mas Reza?"