Wajah Aziya yang memerah masih terlihat jelas dan menunjukkan kekesalannya.Baru saja ia mau bilang kalau Guntur adiknya telah siuman, pria itu malah memancing emosinya! Menyebalkan!"Apakah dia kakakku?" ujar Guntur pelan."Kau mengingatnya bukan? Benar, aku baru saja menghubungi Galih, kakak lelakimu. Kau tahu nggak, dia itu sangat gila. Oh ya, dia akan datang sebentar lagi, bersabarlah," kata Aziya menenangkan Guntur. Sepertinya Guntur memang belum bisa sepenuhnya menggerakkan tubuhnya.Karena tidak ada seorangpun yang bisa dimintai tolong untuk memanggil seorang dokter, Aziya berinisiatif memanggil dokter Arkan. Pria itu tinggal tidak jauh dari apartemen Galih."Halo, bagaimana kabarmu? Aku Aziya,""Oh Aziya, syukurlah kau menghubungi aku.""Arkan, aku butuh bantuanmu. Datanglah ke alamat ini, ada seorang pasien yang membutuhkan pertolonganmu."Aziya, tentu saja, aku pasti datang." Dan benar saja, Arkan telah sampai dalam beberapa menit. Dengan pakaian dokter, pria itu datang den
Bukan menolong Aziya bangun, pria itu tidak bosan-bosannya malah membentak dengan kasar dan arogan."Sial kamu!" umpatnya lalu pergi meninggalkan Aziya."Huft!" Aziya kesal melihat pria itu pergi begitu saja. Ia terpaksa merangkak menjangkau tongkat miliknya untuk bisa membuatnya berdiri dan menyusul Galih di lantai atas.Galih terburu-buru melihat kondisi Guntur. Hatinya berdebar dipenuhi rasa bahagia dan cemas. Penantian panjang dan rasa rindunya tak terukur. Tentu saja ia sangat cemas karenanya."Guntur!" suaranya memecah kesunyian ruangan besar itu, sementara Arkan sangat terkejut dengan kehadiran Galih yang tiba-tiba."Kau sudah sadar... syukurlah..." senyum lebar menghiasi wajah Galih dan pria itu memeluk erat adik lelakinya.Galih menatap mata Guntur, mencoba untuk berkomunikasi dengan pria yang telah lama hilang dari hidupnya ini."Mas Galih...""Iya, kau mengingatku dengan baik. Oh, syukurlah...," kata Galih lalu
Arkan terkekeh, tapi Galih makin kesal karena bisa mendengar ucapan Aziya. Enak saja Aziya mengejeknya dengan gangguan mental? Awas ya!Setelah Aziya kembali, Aziya bisa melihat ketegangan Galih saat melihatnya."Sekarang kau bisa menjelaskan kepadaku perihal kesalahan yang kumiliki. Sebutkan saja, maka siapa tahu aku bisa menebus kesalahanku itu," tanya Aziya kemudian.Galih yang duduk di sebuah kursi tamu mendesah panjang. Kejadian itu sangat jelas di dalam ingatannya."Kau , apa yang kau lakukan di malam tahun baru tiga tahun yang lalu? Kau telah membuat kekacauan dengan menyalip mobil Guntur. Pada malam itu kecelakaan menimpa mereka sehingga mobil mereka terbalik. Seharusnya kamu mengingat bagaimana kejadian itu terjadi dengan sangat jelas. Aku melihatmu diinterogasi seorang polisi.""Aku? Malam tahun baru?" "Ya, ingatlah tiga tahun yang lalu. Bukankah kau yang mengemudi kendaraan dengan ugal-ugalan? Malam itu mobil yang kau tump
Cibiran Aziya sontak membuat Reza geram. Aziya samasekali tidak terprovokasi dengan kondisi Reza yang mengejeknya dan justru membalasnya dengan ucapan pedas."Setidaknya aku tidak sekere kamu, Ziya. Kau terlihat menyedihkan dengan baju yang kau pakai sejak menjadi istriku itu, apa kamu jadi babu sekarang dan tidak sanggup lagi beli baju yang layak?" Kini Aziya membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Reza, kali ini memberikan tatapan menakutkan."Diam mulutmu! Kamu sudah tidak punya hak menilai penampilanku!"Sesaat kemudian pintu lift terbuka, dan ternyata mereka memiliki tujuan yang sama yaitu ke ruangan Galih atasan mereka. Aziya membiarkan Reza lebih dulu keluar dan masuk ke pintu Galih, terutama karena ia harus memakai tongkat dan tertatih saat berjalan. Reza hanya menyorotkan kekesalannya saat melintas di hadapan Aziya sekaligus sorotan mengejek karena lambat berjalan.Setelah Reza masuk ke ruangan tersebut, Aziya kemudian juga masuk
Ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi setelah mobil tersebut masuk jurang.Akan tetapi tentu saja Galih memiliki rekaman seluruhnya kejadian tersebut.Mobil itu terperosok ke dalam jurang setelah terbolak-balik beberapa kali. Beruntung mobil itu tidak meledak karena mesin sepertinya sudah mati. Kemudian video pengangkatan korban juga ditunjukkan dengan jelas di situ yang merupakan dua orang kesayangan Galih."Kau bisa melihatnya bukan? Bagaimana kejadian seperti ini bisa lolos dari kepolisian? Siapa kamu sebenarnya?""Apa maksudmu? Tak ada kejadian apapun yang menunjukkan aku terlibat di sini. Ini sangat bodoh!" umpat Aziya.Galih menekan tombol lain untuk memindahkan video."Bagaimana dengan ini?" katanya lalu menunjukkan siapa yang baru saja keluar dari mobil tersebut.Saat itu seorang pria keluar dari mobil dan Aziya sangat mengenalinya. Akan tetapi Reza bukanlah pengemudi mobil tersebut."Mas Reza?"
Bulu kuduk Aziya meremang, seolah mendapatkan sentuhan magnet berkekuatan super menyapu sisi tengkuk dan telinganya.Mengalirkan energi panas yang tak pernah ia alami bahkan saat menikah selama sepuluh tahun dengan Reza.Ia harus menelan ludah untuk menghilangkan kegugupan yang ia rasakan saat ini.Siapa yang perduli bagaimana kerasnya ia menekan harga diri dan juga akal sehatnya untuk tidak jatuh dalam pesona aneh pria ini. Ia mulai meragukan dirinya sendiri!"Aku tidak mau!" bantah Aziya dan meronta hendak dilepaskan namun sebenarnya ada yang mendorongnya untuk bertahan."Pikirkanlah... bahkan aku tak bisa tertolong saat ini..." desis Galih dengan seksi menggoda Aziya. Namun sayangnya Aziya pun mengakhiri godaan Galih dengan menginjak ujung sepatu Galih kuat-kuat menggunakan ujung tongkat berjalan miliknya.Sontak Galih melepaskan pelukannya dan berteriak."Akkhh!" Galih memekik kesakitan atas tindakan Aziya sementara Aziya terlempar ke lantai
Takdir memang selalu menjadi misteri hidup manusia. Akan tetapi apakah takdir Aziya bertemu Arkan adalah takdir yang sesungguhnya?Aziya merasa Arkan adalah pria yang baik, akan tetapi entah kenapa ia merasa tidak ada perasaan yang lebih dari sekedar teman lamanya."Aziya, aku sengaja membeli bunga ini karena aku tahu kamu dulu sangat menyukainya. Aku tahu kamu senang dengan aroma mawar dan warna merah yang cantik ini. Apa kamu suka?""Tentu saja Arkan. Aku masih menyukai warna merah dari bunga mawar dan juga aromanya. Aku suka tapi sebenarnya tidak perlu melakukannya...ini membuatku malu," kata Aziya."Kenapa harus malu, ini bukan apa-apa."Malam itu jalanan tidak terlalu ramai. Arkan sengaja tidak melaju terlalu cepat supaya bisa menikmati suasana malam hari. Mereka berbincang dengan bahagia mengenang masa sekolah dulu."Ziya, aku masih menyimpan buku matematika yang kau pinjamkan dan belum sempat aku kembalikan, apa kamu membu
"Pak, saya akan kembali pulang dengan Arkan, untuk apa menjemput sampai di sini?" gerutu Aziya begitu kesal karena Galih mengganggu kesenangannya bersama Arkan.Tapi pria itu malah balik memelototinya."Ini sudah malam, bagaimana bisa kau keluyuran dengan laki-laki? Apa kata anak perempuanmu kalau sampai tahu ibunya hanya melakukan pekerjaan konyol? Kau pikir aku pengasuhmu?"Galih kesal, sebab saat di rumah tadi Humaira sangat cerewet minta diajarin pelajaran yang tidak ia mengerti. Gadis itu berhasil membuatnya puyeng dan duduk mejelaskan seluruh pr miliknya. Dan apa yang dilakukan Aziya? Wanita itu malah asyik di restoran mewah bersama dengan seorang lelaki."Maaf Pak...apa maksud pak Galih sebenarnya? Saya kan cuma memenuhi undangan makan malam Arkan, saya bosan hanya berkutat di apartemen terpencil," bantahnya lagi."Diam kamu, aku akan ke sana dalam lima belas menit! Mengerti?"Sedetik kemudian Galih sudah memutuskan sambungan telepo
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal
"Tidak, aku tidak setuju, kau bisa saja menganggap itu bukan masalah. Akan tetapi bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa sebuah ikatan pernikahan? Setidaknya suatu hari sang anak harus tahu bagaimana rupa ayah yang sebenarnya. Aku ingin kau melakukan test DNA untuk memastikannya."Galih merenungi ucapan Leo. Mungkin ada baiknya ia melakukannya, memastikan apakah itu darah dagingnya atau bukan, meskipun itu semua tidak akan mengubah segalanya. ###Keesokan harinya Galih menemui Aziya.Ia sangat penasaran dan sangat berharap Aziya memberikan kesempatan untuknya bersama lagi apapun yang terjadi."Aziya... jelaskan padaku, kenapa kamu melakukan semua ini sehingga kau menghadapinya seorang diri semuanya. Aku ingin kau tahu bahwa semua ini begitu sulit bagiku," tanya pria itu sementara Aziya duduk di hadapannya dengan tertunduk.Aziya pun tahu, semua itu sulit bagi semuanya, untuknya juga. Akan tetapi waktu tidak mungkin terulang kembali. Apapun yang Galih ucapkan untuk menyalahkan diriny
Mata Galih membola, setelah mencerna apa yang baru saja ia dengar dari penjelasan Aziya."Maksudmu... kau tidak menikah tapi memiliki anak?""Uhm... maaf, itu...""Tunggu, katakan padaku, Aziya!" Aziya membeku, keringatnya sudah menetes di tengkuknya. Telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin karena cemas.Sementara itu tangan Galih mencengkram pundak Aziya menuntut penjelasan. Akan tetapi wanita itu diam seribu bahasa."Ada apa denganmu? Kenapa kamu diam?"Ketegangan terlihat diantara mereka sehingga Azga melihat mereka dengan ketakutan. Bocah itu menangis dan merengek menyaksikan Aziya dibentak sedikit kasar.Galih menoleh, melihat ke arah bocah yang menangis itu sementara hatinya bercampur aduk tak menentu. Ia menatap atas pola wajah bocah itu dan tatapan matanya, seolah mengenali garis wajahnya berada di sana.Aziya menangis, lalu iapun melepaskan diri dari Galih, ia merasa sangat sedih saat ini, akan tetapi iapun merasa lega karena Galih telah tahu maksud dan arah pembicar
Seolah Galih bisa tahu apa yang dirasakan wanita itu. Pria itu seperti tidak pernah putus asa untuk mengejarnya. Aziya bisa merasakan, meskipun Galuh berusaha bersikap hormat untuk menghargainya sebagai istri orang lain, Aziya bisa merasakan betapa Galih mencintainya."Kenapa kau berkata begitu?" jawab Aziya lemah."Karena aku melihat kamu tidak bahagia, Aziya. Jujur, aku merasa sakit dan tidak adil, aku tidak bisa melepaskan begitu saja jika kau seperti ini," kata Galih kemudian."Sama sepertiku, aku tidak bisa mencintai wanita lain setelah berpisah denganmu, dan maafkan aku karena terpaksa mengatakan semua ini, tapi itulah yang terjadi. Aku datang bukan karena tanpa tujuan... itu semua karena aku belum bisa melepaskan kamu bersama orang lain."Aziya tercenung dalam pikirannya yang kalut. Ia berfikir Galih telah bahagia bersama Isabella. Ya, ia pergi dengan hati yang perih di malam itu karena rasa cemburunya yang tak tertahankan. Ia merasa tidak percaya diri dan direndahkan oleh suam