Ucapan barusan tentu saja terkesan sangat mesum dan menjijikkan bagi Aziya. Membayar dengan tubuhnya? Apakah lelaki ini sudah sangat tidak waras?Tidak, bukan itu maksud Galih sebenarnya. Ia hanya ingin Aziya bekerja untuknya, menggunakan kekuatan tubuhnya untuk bekerja merawat Guntur hingga adik lelakinya itu pulih meskipun tubuh Aziya memang sedikit lemah. Itu artinya Aziya harus berusaha kuat dan maksimal dalam menggunakan tubuhnya.Selain itu memperkerjakan Aziya ada kepuasan tersendiri baginya.Aziya yang kesal mencoba keluar dari mobil Galih. Susah payah ia harus menyeret kakinya dengan tongkat yang ia miliki. Ia sangat takut Galih melakukan sesuatu kepadanya apalagi kalau sampai melecehkan dirinya.Ia tak Sudi! Bagaimana mungkin seorang ibu sepertinya akan melakukan hal keju yang akan mencoreng kedua anaknya di masa depan nanti?Melihat itu tentu saja Galih tidak tinggal diam. Tempat itu sangat jauh aksesnya dari jalan utama dan pasti akan merepotkan kalau Aziya semakin jauh da
Galih tak berkutik dalam himpitan tubuh Aziya, benar-benar di bawah tubuh Aziya. Sementara itu ia justru terpaku pada wajah Aziya yang cantik saat terkejut sehingga wajahnya memerah. Begitu juga bibir Aziya yang merah dan terbuka membuatnya ingin melahap apa yang dihadapannya sekarang juga.'Cantik,' batinnya.Lalu ia meraih pipi Aziya yang merona merah entah mungkin karena salah tingkah.Aziya seketika terkejut dengan tindakan pria di bawahnya itu, tatapan Galih membuatnya berdebar tak menentu. Iapun segera mengangkat kepalanya susah payah dan berusaha untuk bangun.Anehnya ia merasa ketika dalam posisi itu, Galih sangat menarik pandangannya. Namun tentu saja ia segera sadar, ada yang salah disini. Tak seharusnya ia menikmati suasana ini, berada di atas tubuh Galih? Benar-benar gila!Aziya mendorong tangannya ke sisi tubuh Galih untuk bangkit. Akan tetapi Galih malah menahan tubuh Aziya dan mencium bibir Aziya tanpa aba-aba.Saking terkejutnya, Aziya duduk dan menampar pipi Galih san
"Benar Galih, sebenarnya ibu bisa mengerti kalau kamu pasti keberatan menjemput putri Aziya. Akan tetapi kamu harus ingat Galih, Aziya telah kehilangan bayinya karena menyelamatkan kamu waktu itu. Dan sekarang apakah kamu bisa menanggung sebuah kesalahan itu lagi dan lagi? Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Humaira? Bagaimana kalau Aziya akhirnya menuntut ganti rugi pada keluarga kita karena dia kehilangan bayinya?" terang wanita terlihat khawatir ia berusaha keras untuk membujuk putranya."Ah ibu... panggil saja taksi online untuk menjemputnya, aku yakin pasti juga sampai rumah," bantahnya."Dia gadis kecil, Galih. Apa yang bisa dia lakukan jika ada orang yang berniat jahat di perjalanan? Kamu percaya taksi online? Kalau sampai terjadi sesuatu apa yang akan kamu lakukan?"Memikirkannya memang membuat Galih bergidik ngeri. Tapi bukankah ini sangat merepotkan?"Galih? Mau ya?" rengek sang ibu.Galih tak menjawab, tapi ibunya tahu bahwa putranya tidak menolak suatu pekerjaan jika dia
Reza sungguh merasa ada sesuatu yang nggak beres dengan keadaan ini. Atasannya terkenal sangat cuek terhadap siapapun, bagaimana bisa pria itu mau melakukan hal seperti itu. Menjemput putrinya? ini cukup aneh.Adapun Galih hanya merasa gugup. Ia masih mengingat jelas kejadian pagi hari dimana ia nekad mencium Aziya, mantan istri Reza. Ia memang merasa bodoh karenanya, akan tetapi menurutnya itu karena ia refleks melampiaskan kekesalannya secara naluriah.Di mobil, Humaira sudah menunggu di bangku belakang. Ia mulai sedikit kesal karena mereka entah membicarakan apa. Akan tetapi ia tahu ayahnya pasti sangat marah dengan dirinya dan juga Galih."Duduklah di depan, aku bukan sopirmu," perintah Galih sesaat setelah membuka pintu mobil."Baik om direktur," kata Humaira dan melompat dari tengah samping Galih. Pria itu mendelik karena peralatan kerjanya yang berada diantara bangku sopir dan penumpang jadi sasaran langkah Humaira secara tergesa-gesa."Oh God," desisnya kesal melihatnya.Sesaa
"Wah, hebat sekali ayahmu itu, Celine. Aku bahkan tidak mau hubungan tipu-tipu ini kalau saja bukan karena rasa kasihan. Kamu yang memaksaku merelakan namaku dicatut untuk ayahmu, dan sekarang kau mau aku gimana? Jadi tolonglah, Celine , tolong selesaikan masalah itu sendiri, oke?!" cibir Galih dan iapun segera pergi dari tempat itu seolah permintaan Celine bukan apa-apa.Celine menggigit bibirnya.Ia menyaksikan sendiri bahwa Isabella telah diambil keluarganya dalam keadaan masih koma. Dokter juga menjelaskan kemungkinan untuk sadar menjadi lebih tipis sebab traumatis yang berulang yang terjadi pada wanita itu.Ia berharap Galih menyerah menunggu wanita itu dan setujui saja keinginan ayahnya dan juga Pak Gala untuk menikah dengan dirinya.Akan tetapi sepertinya Galih benar-benar tidak perduli kepadanya, meskipun ia sudah berusaha untuk melakukan apapun untuknya.Galih melaju dengan kencang dan berhenti di sebuah restoran untuk membeli makanan. Ia harus memberikan makan pada Aziya ata
Setelah percakapan di ponsel dengan Humaira, Aziya kembali termenung.Membayangkan bagaimana Galih bersedia menjemput putrinya di sekolah dan menggagalkan Reza mengambil putrinya, ia merasa lega.Iapun kembali bersemangat dan duduk kembali di samping Guntur.Sebuah buku berjudul "Good Sense" membuatnya kembali larut dalam baik kata di dalamnya.""Kamu tidak akan mengenang masa lalu hanya untuk bersikap pesimis. Kamu juga tidak akan membuat masa lalu sebagai batu penghalang masa depanmu."""Ah, benar sekali, aku memang tidak akan pesimis dengan masa laluku. Aku justru pesimis dengan apa yang sedang kuhadapi saat ini," gumam Aziya dengan pikirannya yang melayang pada sosok Galih. Ia sedikit pesimis untuk bertahan dalam pekerjaan ini.""Setiap rasa sakit akan membuat orang membayarnya. Baik itu sebuah karma, penderitaan atau rasa iri dan juga penyesalan, mungkin kamu harus bersikap tidak perduli atau memaafkannya jika saat itu datang."""Siapa orang yang akan membayar rasa sakit yang kur
Wajah Aziya yang memerah masih terlihat jelas dan menunjukkan kekesalannya.Baru saja ia mau bilang kalau Guntur adiknya telah siuman, pria itu malah memancing emosinya! Menyebalkan!"Apakah dia kakakku?" ujar Guntur pelan."Kau mengingatnya bukan? Benar, aku baru saja menghubungi Galih, kakak lelakimu. Kau tahu nggak, dia itu sangat gila. Oh ya, dia akan datang sebentar lagi, bersabarlah," kata Aziya menenangkan Guntur. Sepertinya Guntur memang belum bisa sepenuhnya menggerakkan tubuhnya.Karena tidak ada seorangpun yang bisa dimintai tolong untuk memanggil seorang dokter, Aziya berinisiatif memanggil dokter Arkan. Pria itu tinggal tidak jauh dari apartemen Galih."Halo, bagaimana kabarmu? Aku Aziya,""Oh Aziya, syukurlah kau menghubungi aku.""Arkan, aku butuh bantuanmu. Datanglah ke alamat ini, ada seorang pasien yang membutuhkan pertolonganmu."Aziya, tentu saja, aku pasti datang." Dan benar saja, Arkan telah sampai dalam beberapa menit. Dengan pakaian dokter, pria itu datang den
Bukan menolong Aziya bangun, pria itu tidak bosan-bosannya malah membentak dengan kasar dan arogan."Sial kamu!" umpatnya lalu pergi meninggalkan Aziya."Huft!" Aziya kesal melihat pria itu pergi begitu saja. Ia terpaksa merangkak menjangkau tongkat miliknya untuk bisa membuatnya berdiri dan menyusul Galih di lantai atas.Galih terburu-buru melihat kondisi Guntur. Hatinya berdebar dipenuhi rasa bahagia dan cemas. Penantian panjang dan rasa rindunya tak terukur. Tentu saja ia sangat cemas karenanya."Guntur!" suaranya memecah kesunyian ruangan besar itu, sementara Arkan sangat terkejut dengan kehadiran Galih yang tiba-tiba."Kau sudah sadar... syukurlah..." senyum lebar menghiasi wajah Galih dan pria itu memeluk erat adik lelakinya.Galih menatap mata Guntur, mencoba untuk berkomunikasi dengan pria yang telah lama hilang dari hidupnya ini."Mas Galih...""Iya, kau mengingatku dengan baik. Oh, syukurlah...," kata Galih lalu
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal
"Tidak, aku tidak setuju, kau bisa saja menganggap itu bukan masalah. Akan tetapi bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa sebuah ikatan pernikahan? Setidaknya suatu hari sang anak harus tahu bagaimana rupa ayah yang sebenarnya. Aku ingin kau melakukan test DNA untuk memastikannya."Galih merenungi ucapan Leo. Mungkin ada baiknya ia melakukannya, memastikan apakah itu darah dagingnya atau bukan, meskipun itu semua tidak akan mengubah segalanya. ###Keesokan harinya Galih menemui Aziya.Ia sangat penasaran dan sangat berharap Aziya memberikan kesempatan untuknya bersama lagi apapun yang terjadi."Aziya... jelaskan padaku, kenapa kamu melakukan semua ini sehingga kau menghadapinya seorang diri semuanya. Aku ingin kau tahu bahwa semua ini begitu sulit bagiku," tanya pria itu sementara Aziya duduk di hadapannya dengan tertunduk.Aziya pun tahu, semua itu sulit bagi semuanya, untuknya juga. Akan tetapi waktu tidak mungkin terulang kembali. Apapun yang Galih ucapkan untuk menyalahkan diriny
Mata Galih membola, setelah mencerna apa yang baru saja ia dengar dari penjelasan Aziya."Maksudmu... kau tidak menikah tapi memiliki anak?""Uhm... maaf, itu...""Tunggu, katakan padaku, Aziya!" Aziya membeku, keringatnya sudah menetes di tengkuknya. Telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin karena cemas.Sementara itu tangan Galih mencengkram pundak Aziya menuntut penjelasan. Akan tetapi wanita itu diam seribu bahasa."Ada apa denganmu? Kenapa kamu diam?"Ketegangan terlihat diantara mereka sehingga Azga melihat mereka dengan ketakutan. Bocah itu menangis dan merengek menyaksikan Aziya dibentak sedikit kasar.Galih menoleh, melihat ke arah bocah yang menangis itu sementara hatinya bercampur aduk tak menentu. Ia menatap atas pola wajah bocah itu dan tatapan matanya, seolah mengenali garis wajahnya berada di sana.Aziya menangis, lalu iapun melepaskan diri dari Galih, ia merasa sangat sedih saat ini, akan tetapi iapun merasa lega karena Galih telah tahu maksud dan arah pembicar
Seolah Galih bisa tahu apa yang dirasakan wanita itu. Pria itu seperti tidak pernah putus asa untuk mengejarnya. Aziya bisa merasakan, meskipun Galuh berusaha bersikap hormat untuk menghargainya sebagai istri orang lain, Aziya bisa merasakan betapa Galih mencintainya."Kenapa kau berkata begitu?" jawab Aziya lemah."Karena aku melihat kamu tidak bahagia, Aziya. Jujur, aku merasa sakit dan tidak adil, aku tidak bisa melepaskan begitu saja jika kau seperti ini," kata Galih kemudian."Sama sepertiku, aku tidak bisa mencintai wanita lain setelah berpisah denganmu, dan maafkan aku karena terpaksa mengatakan semua ini, tapi itulah yang terjadi. Aku datang bukan karena tanpa tujuan... itu semua karena aku belum bisa melepaskan kamu bersama orang lain."Aziya tercenung dalam pikirannya yang kalut. Ia berfikir Galih telah bahagia bersama Isabella. Ya, ia pergi dengan hati yang perih di malam itu karena rasa cemburunya yang tak tertahankan. Ia merasa tidak percaya diri dan direndahkan oleh suam