Wajah Aziya terlihat pucat saat kembali ke ruang dapur dikarenakan kejadian tadi. Ia segera menyambar segelas air putih untuk diteguknya dengan sekali tegukan.
Ia tak melihat lagi kemana ayah Galih di sana sehingga iapun terduduk lemas di kursi.Setelah tenang ia segera menyelesaikan pekerjaannya, lalu berganti pakaian dan berencana pergi ke apartemen dimana ia harus menjaga Isabella dan Guntur. Ia tidak perduli lagi dengan Galih yang sedang bercakap-cakap dengan Celine.Ia merasa mulai terbiasa dan menikmati pekerjaan menjaga mereka berdua.Di sisi lain Galih memasang kamera pengawas dan melihat bagaimana Aziya bekerja dan aktivitas apa saja yang dilakukan. Ia akan selalu melihat apa yang dilakukan Aziya di sana jika ada kesempatan.Pria itu mulai kagum melihat bagaimana Aziya bisa bekerja dengan baik.Keesokan harinya, seperti biasa Aziya datang ke perusahaan di siang hari. Iapun memanggil Aziya saat Aziya sedang membersihkan kamarDavina yang mendapatkan ancaman dari Aziya tidak terima begitu saja."Hei, jangan menganggap aku tidak bisa melawanmu ya! Aku tidak takut dengan ancaman kamu, dan lihatlah dirimu sebelum berbicara," ujar Davina ikut mengejek Aziya. Pandangan Aziya menatap remeh penampilan Aziya saat ini. "Coba lihat dirimu sendiri, apa sebabnya suamimu tidak punya hati lagi sama kamu!" teriaknya tak kalah sengit."Kamu sangat cocok jadi tukang bersih-bersih, Aziya. Aku bisa melihat bagaimana terampilnya kamu membersihkan meja Pak Galih. Ah, cukup mengagumkan," cibirnya lagi.Aziya membanting berkas tepat di hadapan Reza. Ia menatap tajam pada pria yang pernah menjadi bagian dari hidupnya itu dan bahkan tetap menjadi darah daging kedua anaknya,"Kalian tau, bahkan jika aku memilih pekerjaan seperti ini, itu karena menurutku pekerjaan bersih-bersih lebih mulia daripada melihat wajah kalian di tempat ini, kalian sangat menjijikkan!"Lalu Aziya menunjuk pada berkas yang sudah di
Aziya mendorong tubuh Galih dan pergi dari hadapan pria itu dengan tenaga penuh. Jantungnya berpacu kencang karenanya. Ia tak mengerti, ada perasaan aneh saat melihat tatapan mata Galih terhadapnya tadi yang membuatnya tak tahan lalu iapun berontak."Huh, apa yang dilakukannya?" gerutu Aziya.Sementara Galih termangu dengan kesadarannya. Ia juga tak mengerti, kenapa ia menjadi lemah untuk bersikap marah pada wanita itu saat begitu dekatnya.Iapun melangkah keluar setelah sebelumnya mengunci kembali ruangan yang selalu dijaganya itu. Ia cukup kesal karena ketahuan memiliki ruang rahasia tersembunyi itu.Ia melihat Aziya termenung di sudut dapur dan wanita itu berpura-pura menyibukkan dirinya saat melihatnya keluar."Sejak kapan aku mengijinkan kamu ke ruangan itu? Jangan bertingkah semaumu karena kamu akan tahu konsekuensi apa yang akan kamu dapatkan," kata Galih dan menuangkan air putih tak jauh dari Aziya."Maaf, Pak. Saya sungguh ta
Suara keras itu adalah disebabkan Aziya yang kalap, ia rupanya menghantam ponsel Davina dengan alat pel yang ia pegang dan membuat ponsel Davina jatuh ke lantai. Ponsel tersebut sungguh pecah berantakan karenanya.Beberapa orang karyawan melihat ke arah mereka karena suara keributan itu, menjadi saksi bagaimana ponsel Davina pecah berserakan karena ulah Aziya.Galih yang sedang mengawasi Aziya bisa melihat kondisi itu, akan tetapi ia tak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Namun sudah jelas, Aziya pasti sangat marah saat bertemu Davina. Wanita itu sangat membenci Davina karena telah merebut hati suaminya.Pria itu justru menyeringai puas seperti melihat tontonan yang menyenangkan."Begitu rasanya sebuah kekecewaan, Aziya. Aku bahkan ingin kamu merasakan yang lebih dari itu. Aku sudah merasa bosan menunggu mereka yang tertidur sangat lama," gumamnya.Pertengkaran Davina dengan Aziya berlangsung singkat, Davina segera mengambil pons
"Apakah ini sebuah kebetulan?" gumam Aziya karena tak menyangka bakal dipergoki sedang berada di lantai sepuluh dan bukannya sedang membersihkan toilet. "Oh tidak, dia pasti akan mengomeliku habis-habisan jika tahu aku tertidur," gumam Aziya sedikit panik. Ia berjalan pelan, berharap pria itu cepat pergi menjauh dari hadapannya.Akan tetapi saat semakin dekat, meskipun dengan aura dingin, Aziya tahu pria itu pasti sedang menunggunya."Maaf, Pak," kata Aziya pelan dengan kepala menunduk.Aziya merasa kondisi ini sangat menyedihkan. Biasanya ia akan mengangkat kepalanya dengan balutan blazer dan span feminimnya, ia akan berjalan sangat anggun pada saat itu. Tapi sekarang, ia bahkan tidak berani menatap siapapun dengan pekerjaan ini.Galih melihatnya, lalu berkata, "Aku tidak makan siang, kau habiskan saja makanan di mejaku. Setelah itu cepat lanjutkan pekerjaan kamu. Oh ya, malam ini ganti semua bunga di kamar Isabella dengan bunga mawar dan peoni dan juga di
Galih penasaran, akan tetapi tidak jelas apa yang terjadi sebenarnya di sana. Iapun berdiri sedikit ragu dari duduknya, ia bimbang apakah harus memastikan apa yang terjadi di sana ataukah bersikap tak perduli saja?Pada akhirnya ia penasaran dan terdorong untuk melihatnya."Galih, kamu mau ke mana? Apa kau mau pergi? Bagaimana dengan kerjasama kita, apakah kamu setuju?" tanya Celine saat merasa ia diabaikan."Celine, aku minta maaf, aku sedikit terburu-buru sekarang, bagaimana kalau kita bicara lain waktu?" jawab Galih singkat meminta maaf dan berlalu dari hadapan Celine.Celine berdiri, mengikuti gesture tubuh Galih yang menjauh. Ia merenungi sikap Galih yang acuh padanya, rasanya sangat mustahil bagi Celine kalau Galih samasekali tidak tertarik dengannya.Isabella adalah wanita cantik, Galih memang terlihat sangat mencintai Isabella, begitu yang dikatakan Gala Purnama, ayah Galih, sekarang ia yakin pria itu tidak tergoyahkan.Ia han
Atas permintaan Galih, ia harus memilih bunga khusus untuk kedua orang yang mereka rawat.Saat ini ia telah berada di toko bunga tak jauh dari perusahaan, Aziya memilih beberapa tangkai bunga mawar dan peoni seperti yang diinginkan Galih, sembari beberapa kali menarik napas panjang karena teringat dengan kejadian di perusahaan dimana Reza memakinya habis-habisan di hadapan banyak orang. "Bahkan orang sekarat saja diperlakukan dengan romantis dan penuh sayang, tapi lihatlah diriku ini, selalu saja dihina. Bahkan mereka yang tidak bisa melihat saja diperlakukan dengan setia, lihat diriku yang berusaha untuk sempurna untuk kamu, kenapa kamu berkhianat dariku?" lirih Aziya mengenang Reza.Tak cinta? Apakah itu alasan yang bisa diterima bahkan alasan itu dibuat setelah mereka memiliki dua orang anak. Apakah ini masuk akal?Perselingkuhan, dulu baginya hanya sebuah bayangan gelap pernikahan. Atau bahkan hanya sebuah tontonan di dalam sinetron televisi. Akan
"Aku sudah berhenti, kau bisa turun sekarang!" tegas Galih dengan suara keras.Aziya menoleh ke kanan kiri sisi mobil, di mana sekarang mereka berada di sebuah lokasi hutan dan sungai. Jalanan sangat sepi, rute ini adalah rute terjauh akan tetapi yang sangat disukai Galih karena sangat sepi dan lancar perjalannya."Pak, kita di mana? Apa ada angkot di sini?" tanya Aziya polos."Tidak, kau bisa menyetop mobil yang mungkin lewat malam ini untuk keluar dari sini. Tapi...""Tapi?""Kau bilang tadi mau berhenti? Setelah aku berhenti seharusnya kau turun saja, hmm?""Hujan begitu Pak....". Terdengar lolongan anjing yang seram, lalu beberapa ekor anjing bergerombol melewati mobil mereka.Galih merasa lucu dengan kepolosan Aziya. Apa yang wanita ini pikirkan? Dia sebenarnya tidak bersungguh-sungguh hendak menurunkan Aziya di tempat itu. Sebenarnya ia sangat suka melihat wajah Aziya yang ketakutan."Banyak anjing liar di
Setelah menyiapkan dirinya untuk duduk di samping Guntur, Aziya terlebih dulu membuka halaman pertama dan membacanya perlahan."Malam ini aku akan membacakan untukmu sebuah buku berjudul "Kemenangan", apakah kamu menyukainya?" tanya Aziya pelan seolah berbicara dengannya, ia tersenyum meskipun tak mendapatkan jawaban dari pria tampan yang terbaring itu."Malam yang indah menampilkan gemerlap bintang dalam kegelapan. Akan tetapi aku tahu bahwa harapan itu mulai terbit di saat terbangun dari tidurku, bukan saat aku melihat gemerlap bintang yang jauh di sana.Aku kembali pada kenyataan yang harus kulalui di hari ini, dan aku meninggalkan masa lalu yang tidak berguna..."Aziya menghayati sebuah paragraf di awal pembukaan berjudul "Harapan", lalu iapun tersenyum."Kamu benar, apa yang indah di kejauhan sana bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan. Hadapi saja hari ini, sesuatu yang nyata dan tinggalkan saja masa lalu yang tidak menguntungkan samasekali," kata