Setelah menyiapkan dirinya untuk duduk di samping Guntur, Aziya terlebih dulu membuka halaman pertama dan membacanya perlahan.
"Malam ini aku akan membacakan untukmu sebuah buku berjudul "Kemenangan", apakah kamu menyukainya?" tanya Aziya pelan seolah berbicara dengannya, ia tersenyum meskipun tak mendapatkan jawaban dari pria tampan yang terbaring itu."Malam yang indah menampilkan gemerlap bintang dalam kegelapan. Akan tetapi aku tahu bahwa harapan itu mulai terbit di saat terbangun dari tidurku, bukan saat aku melihat gemerlap bintang yang jauh di sana.Aku kembali pada kenyataan yang harus kulalui di hari ini, dan aku meninggalkan masa lalu yang tidak berguna..."Aziya menghayati sebuah paragraf di awal pembukaan berjudul "Harapan", lalu iapun tersenyum."Kamu benar, apa yang indah di kejauhan sana bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan. Hadapi saja hari ini, sesuatu yang nyata dan tinggalkan saja masa lalu yang tidak menguntungkan samasekali," kataDi sela tangisnya karena saking takutnya, Aziya teringat dengan kisah hidupnya yang hancur. Mungkin ia hanya bisa menghibur dirinya dengan menangis kuat saat ini daripada merasa terlalu takut dengan petir yang semakin menyambar di atas pepohonan.Ia teringat bagaimana dulu saat akan menikah menjelaskan kepada sahabatnya bahwa ia tidak bisa menolak perjodohan orang tuanya itu. Ia harus menerima Reza dan mengatakan bahwa dirinya telah saling mengenal dengan Reza yang menurutnya baik hati.Aziya juga ingat bahwa mereka akan menikah tanpa paksaan. Terlebih lagi bahwa Aziya memang pernah sedikit menyukai Reza saat tinggal di rumah orang tua Reza.Sekarang ini ia mulai menginteropeksi dirinya apakah ia memiliki kesalahan fatal dalam hidupnya sehingga ia ditimpa musibah ini."Apa ini karma bagiku? Apa salahku?" lirih Aziya menyalahkan dirinyapun sendiri.Sebenarnya, Aziya tidak menyadari bahwa Galih masih mengawasinya dari kejauhan. Pria itu tersenyum saat mel
Saat ditanya, Arkan hanya menunduk dan tersenyum kecut. Ia merasa ia tidak seberuntung Aziya yang menikah dengan seorang pria pilihan orang tua kemudian memiliki anak, lalu hidup bahagia. Ia merasa Aziya memiliki kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan, dan ia bersyukur sampai sekarang Aziya tidak tahu kepahitan hidupnya.Akan tetapi ia akan jujur bahwa inilah kepahitan selanjutnya, setelah kepahitan yang ia alami bersama Aziya dulu.Wanita ini adalah wanita yang pergi saat ia jatuh cinta dan ingin menyatakan perasaannya."Iya Zi, dia sudah tidur beberapa tahun yang lalu dan tidak akan bisa bangun lagi.""Oh, maaf Arkan, aku nggak pernah tahu. Tapi...apa kamu belum punya anak darinya?"" Kami hampir memilikinya, tapi dia juga pergi, nemenin ibunya, Zi. Aku hidup sendiri sejak saat itu."Lalu wajah Arkan terlihat murung karena mengenang betapa sepinya setelah kedua orang yang dicintainya itu pergi.Aziya tercekat dan menyesal bertany
Galih yang melihat Aziya saat ini merasa kesal, itu karena kejadian semalam dimana ia melihat Aziya menginap di rumah pria asing.Ia sempat menunggu hingga larut malam kalau-kalau Aziya keluar dari rumah tersebut. Kenyataannya, sampai lampu rumah itu dimatikan, Aziya tidak juga keluar rumah.'Apakah Aziya mengenali pria itu? Atau sebenarnya Aziya tak ubahnya seperti Reza?' pikir Galih, dan ia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan hal itu. 'Tapi... haruskah aku bertanya soal kejadian itu yang membuat Aziya berpikir aku menguntit?'"Maaf Pak, saya terlambat," kata Aziya menunduk dalam setelah sampai di hadapan Galih."Benar, kamu terlambat bukan cuma semenit atau sepuluh menit. Kamu terlambat hampir satu jam. Jadi apa yang harus kulakukan?" kata Galih dengan intonasi tanpa kompromi. "Jika semua orang di perusahaan ini teledor sepertimu, apa yang akan terjadi?"Tak bisa menjawab, Aziya cuma bisa menunduk dan menggigit bibirnya. Ingin rasanya ia memakai atasannya itu, menceritakan
Aziya mendorong kuat tubuh Galih supaya tidak tertimpa lampu kristal berukuran besar itu dari atap ruang tersebut.Lampu itu terhempas cukup keras karena beratnya.Prannng!!Suara keras mengejutkan mereka berdua. Tak ayal lagi sangat banyak keping kristal berhamburan ke lantai dan pecahan kaca juga tak terelakkan berserakan di seluruh lantai.Pemandangan itu membuat Galih de javu hingga akhirnya terperanjat saat melihat sosok Aziya yang tergeletak bersimbah darah.Galih seketika gugup karena Aziya tak bergeming di bawah lampu kristal di hadapannya. Tangannya gemetar saat mendekati pemandangan itu."Aziya? Aziya! Aziya!" Galih mengguncang Aziya beberapa kali, tapi wanita itu tidak bergeming samasekali.Sedikit panik, Galih menghubungi penjaga untuk mendapatkan pertolongan dan membawa Aziya ke rumah sakit.Pria itu sungguh sangat panik terlebih saat melihat darah yang keluar dari bawah tubuh Aziya. Sepertinya lampu kristal itu keras menghantam tubuhnya bagian belakang."Apa yang terjadi
["Ayah selalu menuduh Isabella berselingkuh dariku? Apakah ayah memiliki bukti?"]["Putraku, aku adalah ayahmu. Aku bisa merasakan aroma busuk bahkan dari melihat tatapan matanya terhadap kamu juga terhadap Guntur, setelah ini berhentilah membuat wanita itu menderita," jawab Ayahnya.]Andai ia bisa berterus terang kepada putranya itu, apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Akan tetapi ia tidak akan membuat Galih membenci Guntur, sementara bocah itu masih sekarat.Mereka memutuskan percakapan, namun kegelisahan Galih tak terjawab. Ia belum pernah menemukan bukti kecuali kejadian kecelakaan itu. Bahwa mereka baru pulang dari sebuah hotel. Galih masih menganggap itu sebuah kebetulan belaka.Sementara Ayahnya mengenang sebuah kejadian. Dimana secara kebetulan ia melihat di suatu malam Guntur bersama Isabella menghabiskan malam bersama. Ia melihat bagaimana mereka sangat mesra, iapun memastikan apa yang mereka lakukan.Malam itu ada
Ejekan Celine justru membuat Galih tersinggung."Celine, Aziya bukan babu, dia asistenku, dan dia telah menyelamatkanku alih-alih kamu yang suka merepotkanku."Lalu pria itu menarik napas panjang dan berat seolah sedang memikirkan sesuatu, "Sekarang dia belum sadarkan diri, bagaimana kalau dia nggak bangun lagi seperti Isabella?" "Huh, apa bedanya asisten dengan babu? Dan juga Galih, kamu tidak perlu merasa bersalah. Ini adalah musibah yang memang sudah mesti menimpanya, anggap saja takdir buruk buat dia."Merasa kesal, Galih mengusir Celine."Pergilah, aku harus mandi dan bergegas ke rumah sakit. Dan sebaiknya kamu jangan pernah lagi ikut campur dengan urusanku, baik itu berkenaan dengan pegawaiku atau urusan pribadiku."Celine tak bisa berkata-kata, iapun keluar dari kamar Galih dengan kecewa. Wajahnya menyorotkan kekecewaan dan rasa marah. Maka iapun melangkah pergi dengan sewot meninggalkan Galih.Sementara itu di perusahaan,
"Ayah, jangan bercanda," desis Galih pada pria tua yang baru tiba itu..Gala hanya tersenyum tipis tak menjawab, dan malah mengajak orang tua Aziya dan kedua anak Aziya itu menuju kantin rumah sakit tanpa menggubris putranya sendiri."Jangan kuatir, aku akan mentraktir kalian makan siang yang enak dan jika kalian ingin pulang nanti maka sopirku akan mengantarkan kalian sampai ke desa," kata Gala meyakinkan ibu Aziya untuk menerima tawaran kebaikannya.Tentu saja orang tua Aziya merasa kagum dan menyambut baik tawaran Gala."Terimakasih, Pak, saya sangat bersyukur bertemu orang baik seperti bapak," ujar ayah Aziya atas sikap Gala yang perduli.Sementara itu Galih menatap tak percaya dengan kelakuan ayahnya yang selalu ingin ikut campur dalam urusan hidupnya. Namun toh ia membiarkan ayahnya itu berbuat sesukanya.Lalu Galih membalikkan tubuhnya untuk mendekati dan melihat kondisi Aziya yang masih belum sadarkan diri sampai saat ini.Ada
Di kediaman Gala Purnama ayah Galih, ternyata pria itu sungguh membawa keluarga Aziya di rumah megah miliknya. Gala merasa senang meladeni celotehan Humaira yang menggemaskan. Sebelum mengantarkan mereka ke desa, Gala sengaja membawa keluarga Aziya ke rumahnya, sebagai ucapan terima kasih karena Aziya bertindak seperti pahlawan hebat yang menyelamatkan putranya.Selain itu, tawaran Humaira untuk bekerja akan ditanggapi dengan serius oleh pria itu, dengan syarat Humaira mau bersekolah di lingkungan rumah mereka."Lalu apa pekerjaan Humaira, Tante?" tanya gadis itu saat berbincang dengan istri Gala Purnama."Hmm, kau bilang kau bisa mengerjakan apapun? Bagaimana kalau besok kita mulai menanam bunga?""Baik, aku bisa melakukannya."Gala tertawa lebar melihat optimisme gadis kecil itu bahkan setelah ibunya belum sadarkan diri, ia begitu bersemangat untuk menggantikan pekerjaan ibunya. Gala merasa Humaira adalah gadis yang terdidik dengan bai
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal
"Tidak, aku tidak setuju, kau bisa saja menganggap itu bukan masalah. Akan tetapi bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa sebuah ikatan pernikahan? Setidaknya suatu hari sang anak harus tahu bagaimana rupa ayah yang sebenarnya. Aku ingin kau melakukan test DNA untuk memastikannya."Galih merenungi ucapan Leo. Mungkin ada baiknya ia melakukannya, memastikan apakah itu darah dagingnya atau bukan, meskipun itu semua tidak akan mengubah segalanya. ###Keesokan harinya Galih menemui Aziya.Ia sangat penasaran dan sangat berharap Aziya memberikan kesempatan untuknya bersama lagi apapun yang terjadi."Aziya... jelaskan padaku, kenapa kamu melakukan semua ini sehingga kau menghadapinya seorang diri semuanya. Aku ingin kau tahu bahwa semua ini begitu sulit bagiku," tanya pria itu sementara Aziya duduk di hadapannya dengan tertunduk.Aziya pun tahu, semua itu sulit bagi semuanya, untuknya juga. Akan tetapi waktu tidak mungkin terulang kembali. Apapun yang Galih ucapkan untuk menyalahkan diriny
Mata Galih membola, setelah mencerna apa yang baru saja ia dengar dari penjelasan Aziya."Maksudmu... kau tidak menikah tapi memiliki anak?""Uhm... maaf, itu...""Tunggu, katakan padaku, Aziya!" Aziya membeku, keringatnya sudah menetes di tengkuknya. Telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin karena cemas.Sementara itu tangan Galih mencengkram pundak Aziya menuntut penjelasan. Akan tetapi wanita itu diam seribu bahasa."Ada apa denganmu? Kenapa kamu diam?"Ketegangan terlihat diantara mereka sehingga Azga melihat mereka dengan ketakutan. Bocah itu menangis dan merengek menyaksikan Aziya dibentak sedikit kasar.Galih menoleh, melihat ke arah bocah yang menangis itu sementara hatinya bercampur aduk tak menentu. Ia menatap atas pola wajah bocah itu dan tatapan matanya, seolah mengenali garis wajahnya berada di sana.Aziya menangis, lalu iapun melepaskan diri dari Galih, ia merasa sangat sedih saat ini, akan tetapi iapun merasa lega karena Galih telah tahu maksud dan arah pembicar
Seolah Galih bisa tahu apa yang dirasakan wanita itu. Pria itu seperti tidak pernah putus asa untuk mengejarnya. Aziya bisa merasakan, meskipun Galuh berusaha bersikap hormat untuk menghargainya sebagai istri orang lain, Aziya bisa merasakan betapa Galih mencintainya."Kenapa kau berkata begitu?" jawab Aziya lemah."Karena aku melihat kamu tidak bahagia, Aziya. Jujur, aku merasa sakit dan tidak adil, aku tidak bisa melepaskan begitu saja jika kau seperti ini," kata Galih kemudian."Sama sepertiku, aku tidak bisa mencintai wanita lain setelah berpisah denganmu, dan maafkan aku karena terpaksa mengatakan semua ini, tapi itulah yang terjadi. Aku datang bukan karena tanpa tujuan... itu semua karena aku belum bisa melepaskan kamu bersama orang lain."Aziya tercenung dalam pikirannya yang kalut. Ia berfikir Galih telah bahagia bersama Isabella. Ya, ia pergi dengan hati yang perih di malam itu karena rasa cemburunya yang tak tertahankan. Ia merasa tidak percaya diri dan direndahkan oleh suam