Galih penasaran, akan tetapi tidak jelas apa yang terjadi sebenarnya di sana.
Iapun berdiri sedikit ragu dari duduknya, ia bimbang apakah harus memastikan apa yang terjadi di sana ataukah bersikap tak perduli saja?Pada akhirnya ia penasaran dan terdorong untuk melihatnya."Galih, kamu mau ke mana? Apa kau mau pergi? Bagaimana dengan kerjasama kita, apakah kamu setuju?" tanya Celine saat merasa ia diabaikan."Celine, aku minta maaf, aku sedikit terburu-buru sekarang, bagaimana kalau kita bicara lain waktu?" jawab Galih singkat meminta maaf dan berlalu dari hadapan Celine.Celine berdiri, mengikuti gesture tubuh Galih yang menjauh. Ia merenungi sikap Galih yang acuh padanya, rasanya sangat mustahil bagi Celine kalau Galih samasekali tidak tertarik dengannya.Isabella adalah wanita cantik, Galih memang terlihat sangat mencintai Isabella, begitu yang dikatakan Gala Purnama, ayah Galih, sekarang ia yakin pria itu tidak tergoyahkan.Ia hanAtas permintaan Galih, ia harus memilih bunga khusus untuk kedua orang yang mereka rawat.Saat ini ia telah berada di toko bunga tak jauh dari perusahaan, Aziya memilih beberapa tangkai bunga mawar dan peoni seperti yang diinginkan Galih, sembari beberapa kali menarik napas panjang karena teringat dengan kejadian di perusahaan dimana Reza memakinya habis-habisan di hadapan banyak orang. "Bahkan orang sekarat saja diperlakukan dengan romantis dan penuh sayang, tapi lihatlah diriku ini, selalu saja dihina. Bahkan mereka yang tidak bisa melihat saja diperlakukan dengan setia, lihat diriku yang berusaha untuk sempurna untuk kamu, kenapa kamu berkhianat dariku?" lirih Aziya mengenang Reza.Tak cinta? Apakah itu alasan yang bisa diterima bahkan alasan itu dibuat setelah mereka memiliki dua orang anak. Apakah ini masuk akal?Perselingkuhan, dulu baginya hanya sebuah bayangan gelap pernikahan. Atau bahkan hanya sebuah tontonan di dalam sinetron televisi. Akan
"Aku sudah berhenti, kau bisa turun sekarang!" tegas Galih dengan suara keras.Aziya menoleh ke kanan kiri sisi mobil, di mana sekarang mereka berada di sebuah lokasi hutan dan sungai. Jalanan sangat sepi, rute ini adalah rute terjauh akan tetapi yang sangat disukai Galih karena sangat sepi dan lancar perjalannya."Pak, kita di mana? Apa ada angkot di sini?" tanya Aziya polos."Tidak, kau bisa menyetop mobil yang mungkin lewat malam ini untuk keluar dari sini. Tapi...""Tapi?""Kau bilang tadi mau berhenti? Setelah aku berhenti seharusnya kau turun saja, hmm?""Hujan begitu Pak....". Terdengar lolongan anjing yang seram, lalu beberapa ekor anjing bergerombol melewati mobil mereka.Galih merasa lucu dengan kepolosan Aziya. Apa yang wanita ini pikirkan? Dia sebenarnya tidak bersungguh-sungguh hendak menurunkan Aziya di tempat itu. Sebenarnya ia sangat suka melihat wajah Aziya yang ketakutan."Banyak anjing liar di
Setelah menyiapkan dirinya untuk duduk di samping Guntur, Aziya terlebih dulu membuka halaman pertama dan membacanya perlahan."Malam ini aku akan membacakan untukmu sebuah buku berjudul "Kemenangan", apakah kamu menyukainya?" tanya Aziya pelan seolah berbicara dengannya, ia tersenyum meskipun tak mendapatkan jawaban dari pria tampan yang terbaring itu."Malam yang indah menampilkan gemerlap bintang dalam kegelapan. Akan tetapi aku tahu bahwa harapan itu mulai terbit di saat terbangun dari tidurku, bukan saat aku melihat gemerlap bintang yang jauh di sana.Aku kembali pada kenyataan yang harus kulalui di hari ini, dan aku meninggalkan masa lalu yang tidak berguna..."Aziya menghayati sebuah paragraf di awal pembukaan berjudul "Harapan", lalu iapun tersenyum."Kamu benar, apa yang indah di kejauhan sana bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan. Hadapi saja hari ini, sesuatu yang nyata dan tinggalkan saja masa lalu yang tidak menguntungkan samasekali," kata
Di sela tangisnya karena saking takutnya, Aziya teringat dengan kisah hidupnya yang hancur. Mungkin ia hanya bisa menghibur dirinya dengan menangis kuat saat ini daripada merasa terlalu takut dengan petir yang semakin menyambar di atas pepohonan.Ia teringat bagaimana dulu saat akan menikah menjelaskan kepada sahabatnya bahwa ia tidak bisa menolak perjodohan orang tuanya itu. Ia harus menerima Reza dan mengatakan bahwa dirinya telah saling mengenal dengan Reza yang menurutnya baik hati.Aziya juga ingat bahwa mereka akan menikah tanpa paksaan. Terlebih lagi bahwa Aziya memang pernah sedikit menyukai Reza saat tinggal di rumah orang tua Reza.Sekarang ini ia mulai menginteropeksi dirinya apakah ia memiliki kesalahan fatal dalam hidupnya sehingga ia ditimpa musibah ini."Apa ini karma bagiku? Apa salahku?" lirih Aziya menyalahkan dirinyapun sendiri.Sebenarnya, Aziya tidak menyadari bahwa Galih masih mengawasinya dari kejauhan. Pria itu tersenyum saat mel
Saat ditanya, Arkan hanya menunduk dan tersenyum kecut. Ia merasa ia tidak seberuntung Aziya yang menikah dengan seorang pria pilihan orang tua kemudian memiliki anak, lalu hidup bahagia. Ia merasa Aziya memiliki kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan, dan ia bersyukur sampai sekarang Aziya tidak tahu kepahitan hidupnya.Akan tetapi ia akan jujur bahwa inilah kepahitan selanjutnya, setelah kepahitan yang ia alami bersama Aziya dulu.Wanita ini adalah wanita yang pergi saat ia jatuh cinta dan ingin menyatakan perasaannya."Iya Zi, dia sudah tidur beberapa tahun yang lalu dan tidak akan bisa bangun lagi.""Oh, maaf Arkan, aku nggak pernah tahu. Tapi...apa kamu belum punya anak darinya?"" Kami hampir memilikinya, tapi dia juga pergi, nemenin ibunya, Zi. Aku hidup sendiri sejak saat itu."Lalu wajah Arkan terlihat murung karena mengenang betapa sepinya setelah kedua orang yang dicintainya itu pergi.Aziya tercekat dan menyesal bertany
Galih yang melihat Aziya saat ini merasa kesal, itu karena kejadian semalam dimana ia melihat Aziya menginap di rumah pria asing.Ia sempat menunggu hingga larut malam kalau-kalau Aziya keluar dari rumah tersebut. Kenyataannya, sampai lampu rumah itu dimatikan, Aziya tidak juga keluar rumah.'Apakah Aziya mengenali pria itu? Atau sebenarnya Aziya tak ubahnya seperti Reza?' pikir Galih, dan ia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan hal itu. 'Tapi... haruskah aku bertanya soal kejadian itu yang membuat Aziya berpikir aku menguntit?'"Maaf Pak, saya terlambat," kata Aziya menunduk dalam setelah sampai di hadapan Galih."Benar, kamu terlambat bukan cuma semenit atau sepuluh menit. Kamu terlambat hampir satu jam. Jadi apa yang harus kulakukan?" kata Galih dengan intonasi tanpa kompromi. "Jika semua orang di perusahaan ini teledor sepertimu, apa yang akan terjadi?"Tak bisa menjawab, Aziya cuma bisa menunduk dan menggigit bibirnya. Ingin rasanya ia memakai atasannya itu, menceritakan
Aziya mendorong kuat tubuh Galih supaya tidak tertimpa lampu kristal berukuran besar itu dari atap ruang tersebut.Lampu itu terhempas cukup keras karena beratnya.Prannng!!Suara keras mengejutkan mereka berdua. Tak ayal lagi sangat banyak keping kristal berhamburan ke lantai dan pecahan kaca juga tak terelakkan berserakan di seluruh lantai.Pemandangan itu membuat Galih de javu hingga akhirnya terperanjat saat melihat sosok Aziya yang tergeletak bersimbah darah.Galih seketika gugup karena Aziya tak bergeming di bawah lampu kristal di hadapannya. Tangannya gemetar saat mendekati pemandangan itu."Aziya? Aziya! Aziya!" Galih mengguncang Aziya beberapa kali, tapi wanita itu tidak bergeming samasekali.Sedikit panik, Galih menghubungi penjaga untuk mendapatkan pertolongan dan membawa Aziya ke rumah sakit.Pria itu sungguh sangat panik terlebih saat melihat darah yang keluar dari bawah tubuh Aziya. Sepertinya lampu kristal itu keras menghantam tubuhnya bagian belakang."Apa yang terjadi
["Ayah selalu menuduh Isabella berselingkuh dariku? Apakah ayah memiliki bukti?"]["Putraku, aku adalah ayahmu. Aku bisa merasakan aroma busuk bahkan dari melihat tatapan matanya terhadap kamu juga terhadap Guntur, setelah ini berhentilah membuat wanita itu menderita," jawab Ayahnya.]Andai ia bisa berterus terang kepada putranya itu, apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Akan tetapi ia tidak akan membuat Galih membenci Guntur, sementara bocah itu masih sekarat.Mereka memutuskan percakapan, namun kegelisahan Galih tak terjawab. Ia belum pernah menemukan bukti kecuali kejadian kecelakaan itu. Bahwa mereka baru pulang dari sebuah hotel. Galih masih menganggap itu sebuah kebetulan belaka.Sementara Ayahnya mengenang sebuah kejadian. Dimana secara kebetulan ia melihat di suatu malam Guntur bersama Isabella menghabiskan malam bersama. Ia melihat bagaimana mereka sangat mesra, iapun memastikan apa yang mereka lakukan.Malam itu ada