Suara keras itu adalah disebabkan Aziya yang kalap, ia rupanya menghantam ponsel Davina dengan alat pel yang ia pegang dan membuat ponsel Davina jatuh ke lantai. Ponsel tersebut sungguh pecah berantakan karenanya.
Beberapa orang karyawan melihat ke arah mereka karena suara keributan itu, menjadi saksi bagaimana ponsel Davina pecah berserakan karena ulah Aziya.Galih yang sedang mengawasi Aziya bisa melihat kondisi itu, akan tetapi ia tak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Namun sudah jelas, Aziya pasti sangat marah saat bertemu Davina. Wanita itu sangat membenci Davina karena telah merebut hati suaminya.Pria itu justru menyeringai puas seperti melihat tontonan yang menyenangkan."Begitu rasanya sebuah kekecewaan, Aziya. Aku bahkan ingin kamu merasakan yang lebih dari itu. Aku sudah merasa bosan menunggu mereka yang tertidur sangat lama," gumamnya.Pertengkaran Davina dengan Aziya berlangsung singkat, Davina segera mengambil pons"Apakah ini sebuah kebetulan?" gumam Aziya karena tak menyangka bakal dipergoki sedang berada di lantai sepuluh dan bukannya sedang membersihkan toilet. "Oh tidak, dia pasti akan mengomeliku habis-habisan jika tahu aku tertidur," gumam Aziya sedikit panik. Ia berjalan pelan, berharap pria itu cepat pergi menjauh dari hadapannya.Akan tetapi saat semakin dekat, meskipun dengan aura dingin, Aziya tahu pria itu pasti sedang menunggunya."Maaf, Pak," kata Aziya pelan dengan kepala menunduk.Aziya merasa kondisi ini sangat menyedihkan. Biasanya ia akan mengangkat kepalanya dengan balutan blazer dan span feminimnya, ia akan berjalan sangat anggun pada saat itu. Tapi sekarang, ia bahkan tidak berani menatap siapapun dengan pekerjaan ini.Galih melihatnya, lalu berkata, "Aku tidak makan siang, kau habiskan saja makanan di mejaku. Setelah itu cepat lanjutkan pekerjaan kamu. Oh ya, malam ini ganti semua bunga di kamar Isabella dengan bunga mawar dan peoni dan juga di
Galih penasaran, akan tetapi tidak jelas apa yang terjadi sebenarnya di sana. Iapun berdiri sedikit ragu dari duduknya, ia bimbang apakah harus memastikan apa yang terjadi di sana ataukah bersikap tak perduli saja?Pada akhirnya ia penasaran dan terdorong untuk melihatnya."Galih, kamu mau ke mana? Apa kau mau pergi? Bagaimana dengan kerjasama kita, apakah kamu setuju?" tanya Celine saat merasa ia diabaikan."Celine, aku minta maaf, aku sedikit terburu-buru sekarang, bagaimana kalau kita bicara lain waktu?" jawab Galih singkat meminta maaf dan berlalu dari hadapan Celine.Celine berdiri, mengikuti gesture tubuh Galih yang menjauh. Ia merenungi sikap Galih yang acuh padanya, rasanya sangat mustahil bagi Celine kalau Galih samasekali tidak tertarik dengannya.Isabella adalah wanita cantik, Galih memang terlihat sangat mencintai Isabella, begitu yang dikatakan Gala Purnama, ayah Galih, sekarang ia yakin pria itu tidak tergoyahkan.Ia han
Atas permintaan Galih, ia harus memilih bunga khusus untuk kedua orang yang mereka rawat.Saat ini ia telah berada di toko bunga tak jauh dari perusahaan, Aziya memilih beberapa tangkai bunga mawar dan peoni seperti yang diinginkan Galih, sembari beberapa kali menarik napas panjang karena teringat dengan kejadian di perusahaan dimana Reza memakinya habis-habisan di hadapan banyak orang. "Bahkan orang sekarat saja diperlakukan dengan romantis dan penuh sayang, tapi lihatlah diriku ini, selalu saja dihina. Bahkan mereka yang tidak bisa melihat saja diperlakukan dengan setia, lihat diriku yang berusaha untuk sempurna untuk kamu, kenapa kamu berkhianat dariku?" lirih Aziya mengenang Reza.Tak cinta? Apakah itu alasan yang bisa diterima bahkan alasan itu dibuat setelah mereka memiliki dua orang anak. Apakah ini masuk akal?Perselingkuhan, dulu baginya hanya sebuah bayangan gelap pernikahan. Atau bahkan hanya sebuah tontonan di dalam sinetron televisi. Akan
"Aku sudah berhenti, kau bisa turun sekarang!" tegas Galih dengan suara keras.Aziya menoleh ke kanan kiri sisi mobil, di mana sekarang mereka berada di sebuah lokasi hutan dan sungai. Jalanan sangat sepi, rute ini adalah rute terjauh akan tetapi yang sangat disukai Galih karena sangat sepi dan lancar perjalannya."Pak, kita di mana? Apa ada angkot di sini?" tanya Aziya polos."Tidak, kau bisa menyetop mobil yang mungkin lewat malam ini untuk keluar dari sini. Tapi...""Tapi?""Kau bilang tadi mau berhenti? Setelah aku berhenti seharusnya kau turun saja, hmm?""Hujan begitu Pak....". Terdengar lolongan anjing yang seram, lalu beberapa ekor anjing bergerombol melewati mobil mereka.Galih merasa lucu dengan kepolosan Aziya. Apa yang wanita ini pikirkan? Dia sebenarnya tidak bersungguh-sungguh hendak menurunkan Aziya di tempat itu. Sebenarnya ia sangat suka melihat wajah Aziya yang ketakutan."Banyak anjing liar di
Setelah menyiapkan dirinya untuk duduk di samping Guntur, Aziya terlebih dulu membuka halaman pertama dan membacanya perlahan."Malam ini aku akan membacakan untukmu sebuah buku berjudul "Kemenangan", apakah kamu menyukainya?" tanya Aziya pelan seolah berbicara dengannya, ia tersenyum meskipun tak mendapatkan jawaban dari pria tampan yang terbaring itu."Malam yang indah menampilkan gemerlap bintang dalam kegelapan. Akan tetapi aku tahu bahwa harapan itu mulai terbit di saat terbangun dari tidurku, bukan saat aku melihat gemerlap bintang yang jauh di sana.Aku kembali pada kenyataan yang harus kulalui di hari ini, dan aku meninggalkan masa lalu yang tidak berguna..."Aziya menghayati sebuah paragraf di awal pembukaan berjudul "Harapan", lalu iapun tersenyum."Kamu benar, apa yang indah di kejauhan sana bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan. Hadapi saja hari ini, sesuatu yang nyata dan tinggalkan saja masa lalu yang tidak menguntungkan samasekali," kata
Di sela tangisnya karena saking takutnya, Aziya teringat dengan kisah hidupnya yang hancur. Mungkin ia hanya bisa menghibur dirinya dengan menangis kuat saat ini daripada merasa terlalu takut dengan petir yang semakin menyambar di atas pepohonan.Ia teringat bagaimana dulu saat akan menikah menjelaskan kepada sahabatnya bahwa ia tidak bisa menolak perjodohan orang tuanya itu. Ia harus menerima Reza dan mengatakan bahwa dirinya telah saling mengenal dengan Reza yang menurutnya baik hati.Aziya juga ingat bahwa mereka akan menikah tanpa paksaan. Terlebih lagi bahwa Aziya memang pernah sedikit menyukai Reza saat tinggal di rumah orang tua Reza.Sekarang ini ia mulai menginteropeksi dirinya apakah ia memiliki kesalahan fatal dalam hidupnya sehingga ia ditimpa musibah ini."Apa ini karma bagiku? Apa salahku?" lirih Aziya menyalahkan dirinyapun sendiri.Sebenarnya, Aziya tidak menyadari bahwa Galih masih mengawasinya dari kejauhan. Pria itu tersenyum saat mel
Saat ditanya, Arkan hanya menunduk dan tersenyum kecut. Ia merasa ia tidak seberuntung Aziya yang menikah dengan seorang pria pilihan orang tua kemudian memiliki anak, lalu hidup bahagia. Ia merasa Aziya memiliki kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan, dan ia bersyukur sampai sekarang Aziya tidak tahu kepahitan hidupnya.Akan tetapi ia akan jujur bahwa inilah kepahitan selanjutnya, setelah kepahitan yang ia alami bersama Aziya dulu.Wanita ini adalah wanita yang pergi saat ia jatuh cinta dan ingin menyatakan perasaannya."Iya Zi, dia sudah tidur beberapa tahun yang lalu dan tidak akan bisa bangun lagi.""Oh, maaf Arkan, aku nggak pernah tahu. Tapi...apa kamu belum punya anak darinya?"" Kami hampir memilikinya, tapi dia juga pergi, nemenin ibunya, Zi. Aku hidup sendiri sejak saat itu."Lalu wajah Arkan terlihat murung karena mengenang betapa sepinya setelah kedua orang yang dicintainya itu pergi.Aziya tercekat dan menyesal bertany
Galih yang melihat Aziya saat ini merasa kesal, itu karena kejadian semalam dimana ia melihat Aziya menginap di rumah pria asing.Ia sempat menunggu hingga larut malam kalau-kalau Aziya keluar dari rumah tersebut. Kenyataannya, sampai lampu rumah itu dimatikan, Aziya tidak juga keluar rumah.'Apakah Aziya mengenali pria itu? Atau sebenarnya Aziya tak ubahnya seperti Reza?' pikir Galih, dan ia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan hal itu. 'Tapi... haruskah aku bertanya soal kejadian itu yang membuat Aziya berpikir aku menguntit?'"Maaf Pak, saya terlambat," kata Aziya menunduk dalam setelah sampai di hadapan Galih."Benar, kamu terlambat bukan cuma semenit atau sepuluh menit. Kamu terlambat hampir satu jam. Jadi apa yang harus kulakukan?" kata Galih dengan intonasi tanpa kompromi. "Jika semua orang di perusahaan ini teledor sepertimu, apa yang akan terjadi?"Tak bisa menjawab, Aziya cuma bisa menunduk dan menggigit bibirnya. Ingin rasanya ia memakai atasannya itu, menceritakan