4 Januari 2019
"Pak Dalvin hari ini ganteng banget."
Maya, salah satu karyawan di departemen akuntansi, melayangkan pujian di belakang Dalvin saat sibuk bercermin di kamar mandi. Tangan lentiknya mengaplikasikan maskara pada bulu mata yang sebenarnya sudah lentik. Meski Maya tak terlihat sungguh-sungguh, tapi Gabriella tahu jika Maya serius.
Karena Gabriella--biasanya dipanggil Biya--tahu betul apabila Maya adalah pengagum para lelaki tampan. Dalvin adalah lelaki sempurna bak karakter fiksi yang melompat keluar dari buku untuk memuaskan mata perempuan. Bagaimana tidak? Fisiknya menawan. Dalvin memiliki paras rupawan: mata tajam, hidung lancip, bibir tipis, rahang tegas, dan rambut hitam legam yang selalu ditata rapi. Jangan lupakan jika Dalvin juga tinggi menjulang, memiliki bahu lebar, dan dada super bidang yang sepertinya sangat nyaman apabila digunakan untuk bersandar.
Dulu Biya memang rajin memuji bersama Maya, tapi sekarang keadaannya jelas berbeda, karena Biya ingin pingsan setiap kali mendengar sang atasan disebut. Biya jelas punya alasan kuat yang mendasari hal itu. Setiap kali bertemu Dalvin, tidak pernah lepas dari kecanggungan di saat lelaki itu sudah berusaha keras bersikap normal.
Biya berusaha mengalihkan pikiran ke arah lain dengan sok sibuk mencuci tangan di samping Maya.
"Bi, lo tuh ya, tiap ada Pak Dalvin kayak lagi ketemu gebetan tau!" Maya yiba-tiba berkomentar. Nadanya campur aduk, antara: ingin tahu, julid, dan juga centil. Sesekali dia mengibas rambut panjangnya ala-ala iklan sampo di televisi sebelum menatap Biya. "Gue tahu Pak Dalvin ganteng, tapi ya seenggaknya bersikap normal aja. Jangan kayak alien. Bikin Pak Dalvin nggak nyaman tau! Dulu lo nggak kayak gitu di depannya dia!"
'Malah dianya yang bikin gue nggak nyaman!'
Biya hanya bisa meringis kaku atas komentar yang Maya berikan.
"Lo naksir ya sama Pak Dalvin?"
Seharusnya Biya tidak perlu berlebihan lagi jika menjawab pertanyaan dari Maya, karena itu merupakan pertanyaan yang sangat umum ketika teman sengaja menggoda atau usil. Seharusnya Biya bersikap biasa saja, karena dia memang tidak menyukai Dalvin dan tidak perlu sampai berteriak dengan wajah tidak terima.
"ENAK AJA!" sanggahnya menggunakan nada tinggi. "Mana mungkin gue naksir sama Pak Dalvin!"
Maya terkesiap sedetik setelah Biya menyangkal. Salah satu alisnya terangkat naik penuh kebingungan--bertanya-tanya apakah dia mengatakan suatu hal yang salah. Perempuan itu mengambil lipstik berwarna nude sebelum mengoleskannya pada permukaan bibir; dia mempersiapkan diri sebelum pergi kencan sesudah selesai bekerja.
"Biasa aja kali. Lo sewot gitu apa nggak makin curiga guenya."
"Sorry, nggak maksud ngebentak kok.."
Biya menciut.
Biya jelas tahu, reaksinya yang selalu seperti ini bisa membawa petaka di kemudian hari. Hanya saja, Biya benar-benar tidak tahu bagaimana cara menyembunyikan hal tersebut. Biya paling tidak jago berbohong di depan orang banyak--seperti kutukan yang sengaja mengganggu kesejahteraan hidupnya.
"Iya, nggak papa!" tutur Maya sembari mengudarakan tawa pelan. Maya memasukkan peralatan makeup ke dalam pouch kecil yang dia bawa. "Yuk, keluar terus balik."
"Hmmm."
Biya melangkahkan kaki terlebih dahulu keluar dari toilet, diikuti oleh Maya yang sesekali melirik ke arah cermin untuk mengecek kembali penampilannya. Sayang, ketika keluar dari toilet, Biya justru menabrak sosok yang sekarang paling dia hindari. Jeritan tertahan Biya dibarengi dengan Dalvin yang membeku di tempat. Canggung sekali hingga Maya juga ikut terdiam di belakang Biya.
Dalvin bersumpah, dia hanya ingin pergi ke kamar mandi pria yang letaknya tepat di sebelah kamar mandi perempuan.
Butuh beberapa detik bagi Dalvin untuk memberanikan diri berdeham lalu pergi meninggalkan dua rekan sekantornya dengan peluh yang membanjiri pelipis.
"Lo sama Pak Dalvin tuh kenapa sih?!"
Tak lama, nama Dalvin menghiasi kolom notifikasi di ponsel Biya kala Biya menerima pesan singkat.[Pak Dalvin: Biya, nggak ada yang tau, kan?]
----
Tokoh utama:
1. Dalvin Catra Damendra | Dalvin. 31 Tahun2. Gabriella Diandra Ayudisha | Biya. 27 Tahun3. Bulan Maya Batari | Maya. 27 Tahun4. Arsenio Ginantra | Arsen. 31 Tahun5. Airin Callista | Airin. 31 Tahun30 November 2018"Biya, saya boleh bicara sebentar?"Pukul lima sore seharusnya masih ada beberapa karyawan yang tersisa. Tapi, entah bagaimana ceritanya sehingga hanya tersisa Dalvin dan Biya di ruangan khusus departemen akuntansi. Jika digambarkan dalam sebuah novel light-romance, si perempuan pasti sudah jatuh hati dan tidak percaya, karena tiba-tiba diajak lelaki kelewat tampan bicara empat mata.Biya jelas berbeda!"Ada apa, Pak?" tanya Biya sok jual mahal. "Kerjaan saya sudah beres. Laporan audit sudah saya serahkan ke Bapak tadi.""Hmm, saya tahu." Dalvin menjawab seraya menundukkan kepala. Dalvin terlihat gugup dan tak nyaman saat ingin mengutarakan sesuatu. Dia mengusap tengkuk, sesekali berdeham untuk mengusir kecanggungan, tapi itu jelas tak berhasil akibat tatapan Biya yang mengintimidasi.Biya ingin segera pulang dan merebahkan diri di ranjang."Pak--""Kamu sekarang free?" perlahan Dalvin memberanikan diri mendongakkan kepala lalu menatap Biya tepat di mata. Ada sengatan
5 Januari 201912.33[Nope: Halo, sayang. How are you? You can hit me up anytime. Kita bisa ketemuan kapan aja. I miss you that much. Bales pesenku sesekali, Bi. Kamu nggak kangen sama aku?]Di dalam kamar yang minim akan cahaya, Biya menghela napas super panjang usai melihat beberapa notifikasi pesan masuk dari sang mantan kekasih yang kurang ajarnya masih mengirimkan pesan-pesan sok romantis. Seingat Biya, Biya sudah resmi mengakhiri hubungan mereka saat Ethan memberitahu jika dirinya harus menikahi seorang mahasiswi yang 'tak sengaja' dia hamili.Biya langsung memutus segala kontak dengan Ethan walau rasanya sakit sekali, karena dipaksa melepaskan seseorang yang telah menemaninya selama dua belas tahun. Biya menekan segala rindu dengan cara mengingat fakta jika Ethan sudah berani bermain di belakangnya.Biya menarik selimut; berniat kembali menghabiskan hari Minggunya dengan tidur. Tapi, itu jelas tidak berhasil."Biya!"Biya tersentak kaget dan nyaris mendapat serangan jantung aki
9 Januari 2019[+62 835-xxxx-xxxxx: Pak Dalvin, hari ini masih belum bisa masuk kerja?][Dalvin: Ya menurut lu aja gimana ngab][+62 835-xxxx-xxxxx: Maafin saya pak.. saya pas itu panik][Dalvin: O gt y][+62 835-xxxx-xxxxx: Iya pak, maaf pak saya beneran nggak maksud bikin bapak celaka+62 835-xxxx-xxxxx: Sekali lagi saya minta maaf pak]Dalvin enggan membalas pesan terakhir yang dikirimkan oleh Biya walau tiga hari telah berlalu. Lelaki itu terlalu jengkel atas kejadian menghebohkan di bioskop. Rasa malu sekaligus sakit di seluruh tubuh masih menyiksanya sampai saat ini--tidak, sejujurnya rasa malu Dalvin jauh lebih besar dibandingkan sakit.Dalvin terpaksa izin sakit dan bahkan sempat menerima omelan dari Ibu yang selama tiga hari memanggil tukang pijit berturut-turut agar kondisi tubuh Dalvin segera membaik. "Kamu gimana bisa jatuh? Badan segede gini jelas sakit pas ngehantam lantai!" Dalvin terlalu gengsi untuk memberitahu Ibu jika dirinya dibanting oleh seorang perempuan--yang b
"Dalvin, ini udah ganti tahun loh ... kamu apa nggak mau ganti status juga?"Sang pemilik nama paling enggan jika mendapat pertanyaan menyudutkan tersebut apalagi jika baru pulang bekerja. Masalah dengan Biya belum selesai dan sudah ada masalah baru dengan sosok Mama yang hampir setiap hari selalu mempertanyakan kapan Dalvin akan menikah.Menjadi anak satu-satunya di keluarga bukanlah hal yang baik.Dalvin berjalan ke arah dispenser sesudah mengambil gelas kosong dan menuangkan air. Di sana, dia menatap Mama yang sedari tadi mengikuti seraya menunjukkan pandang penuh harap. Berekspektasi Dalvin menjawab ‘iya’ lalu segera mengenalkan sosok menantu. Tapi, itu jelas ekspektasi yang mudah sekali dihancurkan oleh sang anak."Mau melajang aja." jawaban Dalvin sontak mengakibatkan Mama merespon panik. Mama memukul punggung Dalvin hingga sang empunya terjingkat dan mengaduh kesakitan. "'Melajang' gimana maksud kamu? Kamu mau jadi perjaka tua dan nggak memberi Mama cucu? Nggak kasihan sama Mam
Dari pagi sudah suntuk.Dalvin menghela napas panjang seiring dengan mata yang terpejam lelah. Dia tidak bisa tidur, mengingat semalam dia terpaksa menginap di hotel bintang tiga yang harganya kelewat murah. Dalvin tidak suka menghamburkan uang, karena ingin segera membeli tempat tinggal sendiri supaya bisa menghindari Raras yang setiap hari selalu mengoceh mengenai pernikahan serta hal-hal lain.Oh iya, kamar hotel yang Dalvin tempati kurang terawat. Kasurnya keras, berdebu, dan berbau tak sedap. Lelaki itu ingin marah saat teringat bahwa semalam ada kecoak di kamar mandi dan dia paling membenci kecoak. Hewan kecil berwarna cokelat dengan kaki berbulu serta berpotensi menyerang kapan saja--memeriksa kembali"Pak, ngelamun terus dari pagi."Dalvin memiliki keinginan kuat mencekik Biya yang sekarang berdiri di sampingnya. Jam makan siang tengah berlangsung sehingga para karyawan tengah beramai-ramai ke kantin. Mereka berdiri di depan lift, menunggu lift berhenti di lantai lima."Ngelun
Biya jelas pernah melakukan hubungan badan dengan Ethan sewaktu dulu masih menjadi sepasang kekasih. Ethan yang pertama kali mengajak. Ethan sukses membuat Biya luluh-lantak menggunakan kalimat super manis ketika mereka berusia dua puluh tahun. Alhasil, selama tujuh tahun belakangan, mereka setidaknya melakukan hubungan badan sekali dalam sebulan tanpa diketahui kedua belah pihak keluarga."Kamu jangan ngomong ke Papaku. Aku takut Papa kecewa kalau tahu anak perempuannya berani kayak gini..""Iya, sayang, aku kan sudah janji tadi."Kebiasaan melakukan hubungan badan tersebut jelas mengakibatkan perubahan pada gairah seksual Biya, karena awalnya tidak pernah merasakan kenikmatan duniawi yang dikatakan dosa. Maka dari itu, setelah putus dari Ethan, Biya merasakan sedikit kekosongan dalam hidup dan mencoba menutupinya dengan cara meet up.Meet up bersama orang asing dari twindler tentunya.Di twindler, Biya dan lelaki asing akan berjanji untuk merahasiakan identitas masing-masing apabila
'Ini cewek beneran lucu deh hahaha,' lelaki itu mencibir sarkastik diiringi helaan napas panjang saat mengamati Biya yang tengah tertidur pulas di atas kasur. Biya memang sempat mengatakan ingin menetap sebentar, karena menunggu Ethan benar-benar pergi terlebih dahulu dan tak membiarkan Dalvin keluar dari kamar."Pak, nggak usah keluar! Di sini aja!"Perintah Biya yang dipenuhi nada memohon masih terngiang jelas di kepala Dalvin. Sebenarnya Dalvin sudah menduga kalau ada sesuatu yang aneh dan dia berakhir berpura-pura tidak menyadari hal tersebut. Dia menghabiskan satu jam duduk di kursi sambil menonton televisi yang menayangkan pertandingan sepak bola.Namun, siapa sangka kalau Biya kelelahan dan malah berujung tak sengaja tertidur? Dalvin melipat kedua tangan di depan dada ketika melirik ke arah kasur yang tempatnya hanya tersisa sedikit sekali. Tapi, kalaupun ada tempat, Dalvin juga tidak mungkin tidur di samping Biya. Biya adalah Adik Arsen dan Dalvin bisa saja langsung mati apabi
20 Januari 2019Sejak kejadian di hotel, Biya belum bicara secara personal dengan Dalvin kecuali jika sedang bekerja. Lelaki itu terlihat menghindarinya mati-matian; tak mau menatap saat bercengkrama, mengambil jalan lain saat tahu Biya melewati jalan yang sama, enggan berada di dekat Biya dan menjaga jarak sampai dua meter. Tak hanya Biya yang menyadari hal tersebut, tapi Maya dan rekan lainnya juga.Biya sampai malu sendiri."Sebenarnya kalian ada masalah apa, sih?" tanya Maya penasaran tanpa menatap Biya, karena matanya sibuk mengamati anak tangga ketika mereka berdua berniat pergi ke lantai satu—makan siang di kantin perusahaan seperti biasanya. Biya sesekali menoleh kikuk ke arah Maya dengan bibir terkatup rapat.Menginjakkan kaki di lantai satu dan tak kunjung memperoleh jawaban, Maya pun berkata, "Kita sudah kerja lima tahunan di sini dan dari awal kerja sudah ada Pak Dalvin. Dari dia masih jadi pegawai biasa kayak kita sebelum akhirnya dia diangkat jadi wakil kepala manajer ak