Butuh waktu hampir dua minggu bagi Biya untuk pulih dari tipes dan benar-benar diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Proses pemulihannya lama, sebab Biya tak kooperatif—enggan makan dan minum obat—baru dikonsumsi apabila dipaksa oleh ayah atau Arsen yang bergantian berjaga. Keluar dari rumah sakit pun, kondisi fisiknya masih lemah.Biya sudah dinyatakan resign oleh HRD perusahaan dan diminta segera mengambil barang-barangnya. Biya menghela napas pelan, tidak menyangka jika dia jatuh sakit sampai melewati tanggal resign. Perempuan itu menatap langit-langit kamar ketika merebahkan diri; memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah ini, karena belum menemukan tempat kerja yang pas di hati. Biya pun memikirkan semua orang yang selama ini berputar di sekitarnya—terutama Gama dan Maya, yang mendadak keluar dari kehidupannya.[“Gue sudah dengar semuanya dari kakak lo. Gue nggak akan balik dulu, jadi gue belum bisa jengukin lo. Gue bakal stay di sini sampai mama gue sembuh. Goodluck and get
[“Besok lo mau ambil barang-barang dari tempat kerja lo?”]Malam ini Biya dihubungi oleh Arsen yang tadi sempat menceritakan perjalanan selama berbulan madu di Bali. Tadi, Biya juga sempat berbincang sebentar dengan Airin melalui sambungan telepon. Biya senang, karena mereka bisa menikmati liburan selama seminggu dalam memulai perjalanan pernikahan yang akan dibina selama beberapa tahun ke depan.“Iya, besok mau gue ambil sendirian. Sebenarnya Ayah nawarin buat bantu, tapi gue tolak soalnya nggak mau ngerepotin,” Biya menjelaskan sambil mengambil tas kain yang biasanya digunakan untuk belanja, kunci sepeda motor serta mengenakan jaketnya yang berwarna hijau sage. Hendak pergi ke supermarket sebentar untuk membeli perlengkapan mandi yang sudah habis di rumah. “Gue besok rencana mau datang sore aja setelah semua orang pulang, biar nggak usah drama di tempat kerja orang gue juga cuma mau ambil barang.”[“Ohh, haha,”] Arsen sempat mengudarakan tawa pelan, karena pikirannya langsung tertuj
“Mbak Biya, sudah lama nggak ketemu. Mau ambil barang-barang di lantai atas, ya?”Sesuai ucapannya kemarin, Biya pergi ke perusahaan untuk mengambil barang-barang di mejanya pada sore hari. Biya terkejut, karena security yang dikenalnya tahu bahwa dia resign. Biya menganggukkan kepala, mengucapkan salam, sebelum beranjak ke tempat kerjanya yang ada di lantai lima.Perusahaan sudah sepi, hanya ada beberapa office boy dan office girl yang masih bekerja. Biya bersyukur, karena dia tidak perlu menemui rekan rekan kerja yang pasti akan kepo luar biasa mengenai setelah ini akan bekerja di mana, kabar setelah sembuh dari tipes, dan lain lain. Biya menarik napas dalam ketika sampai di lantai lima dan masuk ke ruang departemennya.Biya tak menemukan siapa pun selain Dalvin yang masih duduk di kursinya—memeriksa kembali laporan keuangan pada layar komputer. Dalvin menoleh ke arah Biya, tak terlihat kaget, dan kembali fokus pada layar komputer.“Ambil barang?” Dalvin bertanya tanpa melihat Biya
Lima tahun kemudian.Biya beberapa kali melakukan switch career, dari staff purchasing, copywriter, hingga akhirnya memilih menjadi virtual assistant yang bisa bekerja secara remote di mana saja. Biya masih berusaha menjadi orang yang lebih baik setelah insiden beberapa tahun lalu. Sempat dekat dengan beberapa lelaki, namun tidak ada yang cocok secara emosional. Semakin hari, Biya sendiri semakin menghindari lawan jenis karena merasa semuanya berujung sia-sia—tidak ada yang jadi, katanya.Biya sudah putus hubungan dengan Maya. Beberapa kali Biya melihat sosial media sang mantan sahabat melalui akun lain. Maya tampak bahagia dan baik-baik saja. Sudah menikah; pindah ke luar negeri mengikuti suami yang merupakan orang Australia. Biya ingin mengirimkan pesan, tapi takut Maya mengabaikan atau mungkin malah belum memaafkan.“Ce, kabarnya gimana?” Biya mendongakkan kepala ketika melihat Odilia, salah satu teman yang diperoleh melalui komunitas virtual assistant di media sosial. Mereka serin
4 Januari 2019"Pak Dalvin hari ini ganteng banget."Maya, salah satu karyawan di departemen akuntansi, melayangkan pujian di belakang Dalvin saat sibuk bercermin di kamar mandi. Tangan lentiknya mengaplikasikan maskara pada bulu mata yang sebenarnya sudah lentik. Meski Maya tak terlihat sungguh-sungguh, tapi Gabriella tahu jika Maya serius.Karena Gabriella--biasanya dipanggil Biya--tahu betul apabila Maya adalah pengagum para lelaki tampan. Dalvin adalah lelaki sempurna bak karakter fiksi yang melompat keluar dari buku untuk memuaskan mata perempuan. Bagaimana tidak? Fisiknya menawan. Dalvin memiliki paras rupawan: mata tajam, hidung lancip, bibir tipis, rahang tegas, dan rambut hitam legam yang selalu ditata rapi. Jangan lupakan jika Dalvin juga tinggi menjulang, memiliki bahu lebar, dan dada super bidang yang sepertinya sangat nyaman apabila digunakan untuk bersandar.Dulu Biya memang rajin memuji bersama Maya, tapi sekarang keadaannya jelas berbeda, karena Biya ingin pingsan seti
30 November 2018"Biya, saya boleh bicara sebentar?"Pukul lima sore seharusnya masih ada beberapa karyawan yang tersisa. Tapi, entah bagaimana ceritanya sehingga hanya tersisa Dalvin dan Biya di ruangan khusus departemen akuntansi. Jika digambarkan dalam sebuah novel light-romance, si perempuan pasti sudah jatuh hati dan tidak percaya, karena tiba-tiba diajak lelaki kelewat tampan bicara empat mata.Biya jelas berbeda!"Ada apa, Pak?" tanya Biya sok jual mahal. "Kerjaan saya sudah beres. Laporan audit sudah saya serahkan ke Bapak tadi.""Hmm, saya tahu." Dalvin menjawab seraya menundukkan kepala. Dalvin terlihat gugup dan tak nyaman saat ingin mengutarakan sesuatu. Dia mengusap tengkuk, sesekali berdeham untuk mengusir kecanggungan, tapi itu jelas tak berhasil akibat tatapan Biya yang mengintimidasi.Biya ingin segera pulang dan merebahkan diri di ranjang."Pak--""Kamu sekarang free?" perlahan Dalvin memberanikan diri mendongakkan kepala lalu menatap Biya tepat di mata. Ada sengatan
5 Januari 201912.33[Nope: Halo, sayang. How are you? You can hit me up anytime. Kita bisa ketemuan kapan aja. I miss you that much. Bales pesenku sesekali, Bi. Kamu nggak kangen sama aku?]Di dalam kamar yang minim akan cahaya, Biya menghela napas super panjang usai melihat beberapa notifikasi pesan masuk dari sang mantan kekasih yang kurang ajarnya masih mengirimkan pesan-pesan sok romantis. Seingat Biya, Biya sudah resmi mengakhiri hubungan mereka saat Ethan memberitahu jika dirinya harus menikahi seorang mahasiswi yang 'tak sengaja' dia hamili.Biya langsung memutus segala kontak dengan Ethan walau rasanya sakit sekali, karena dipaksa melepaskan seseorang yang telah menemaninya selama dua belas tahun. Biya menekan segala rindu dengan cara mengingat fakta jika Ethan sudah berani bermain di belakangnya.Biya menarik selimut; berniat kembali menghabiskan hari Minggunya dengan tidur. Tapi, itu jelas tidak berhasil."Biya!"Biya tersentak kaget dan nyaris mendapat serangan jantung aki
9 Januari 2019[+62 835-xxxx-xxxxx: Pak Dalvin, hari ini masih belum bisa masuk kerja?][Dalvin: Ya menurut lu aja gimana ngab][+62 835-xxxx-xxxxx: Maafin saya pak.. saya pas itu panik][Dalvin: O gt y][+62 835-xxxx-xxxxx: Iya pak, maaf pak saya beneran nggak maksud bikin bapak celaka+62 835-xxxx-xxxxx: Sekali lagi saya minta maaf pak]Dalvin enggan membalas pesan terakhir yang dikirimkan oleh Biya walau tiga hari telah berlalu. Lelaki itu terlalu jengkel atas kejadian menghebohkan di bioskop. Rasa malu sekaligus sakit di seluruh tubuh masih menyiksanya sampai saat ini--tidak, sejujurnya rasa malu Dalvin jauh lebih besar dibandingkan sakit.Dalvin terpaksa izin sakit dan bahkan sempat menerima omelan dari Ibu yang selama tiga hari memanggil tukang pijit berturut-turut agar kondisi tubuh Dalvin segera membaik. "Kamu gimana bisa jatuh? Badan segede gini jelas sakit pas ngehantam lantai!" Dalvin terlalu gengsi untuk memberitahu Ibu jika dirinya dibanting oleh seorang perempuan--yang b