Share

4. Terbata

"Dalvin, ini udah ganti tahun loh ... kamu apa nggak mau ganti status juga?"

Sang pemilik nama paling enggan jika mendapat pertanyaan menyudutkan tersebut apalagi jika baru pulang bekerja. Masalah dengan Biya belum selesai dan sudah ada masalah baru dengan sosok Mama yang hampir setiap hari selalu mempertanyakan kapan Dalvin akan menikah.

Menjadi anak satu-satunya di keluarga bukanlah hal yang baik.

Dalvin berjalan ke arah dispenser sesudah mengambil gelas kosong dan menuangkan air. Di sana, dia menatap Mama yang sedari tadi mengikuti seraya menunjukkan pandang penuh harap. Berekspektasi Dalvin menjawab ‘iya’ lalu segera mengenalkan sosok menantu. Tapi, itu jelas ekspektasi yang mudah sekali dihancurkan oleh sang anak.

"Mau melajang aja." jawaban Dalvin sontak mengakibatkan Mama merespon panik. Mama memukul punggung Dalvin hingga sang empunya terjingkat dan mengaduh kesakitan. "'Melajang' gimana maksud kamu? Kamu mau jadi perjaka tua dan nggak memberi Mama cucu? Nggak kasihan sama Mama?!"

Mama—Raras, bersiap kembali mengomeli Dalvin tanpa henti, namun Dalvin sukses melarikan diri ke kamar. Inilah alasan utama mengapa Dalvin tidak betah di rumah dan berniat membeli rumah sendiri dengan uang yang selama ini sudah dia tabung—sumpek setiap hari ditanya ‘kapan menikah’ oleh Raras yang sudah menanti kehadiran seorang cucu.

Di kamar, Dalvin teringat pada ancaman Biya saat di kantor tadi. Dalvin ingin sekali mencekik perempuan itu akibat kecemasan yang dia rasakan sekarang. Selama tiga puluh satu tahun hidup, tak pernah ada yang mengetahui kebiasaannya menghisap dot, termasuk keluarga atau teman sendiri. Tapi yang pertama kali tahu malah Biya?

"Kalau Bapak nggak maafin dan jahatin saya terus, saya bakal kasih tahu ke orang-orang kalau Bapak ngisap dot!"

Hah, Dalvin tidak habis pikir dia berhasil diancam!

"Bapak pikir saya nggak capek ngerjain kerjaan segini banyak?!"

Apa Biya tidak memikirkan betapa sakit dan malunya Dalvin sewaktu di bioskop? Oh, andaikan Dalvin bisa berubah menjadi Thanos, makhluk pertama yang akan dia musnahkan sudah pasti adalah Biya. Andaikan tidak ada hukum yang berlaku, Dalvin sudah pasti menculik dan menyekap Biya di gudang antah berantah.

Karena frustrasi akibat berusaha meredakan kecemasannya, Dalvin menyalakan laptop yang sudah ada di meja. Bersiap onani menggunkan bantuan tenga. Tenga adalah alat bantu onani khusus pria berbentuk botol yang satu sisinya datar. Di bagian datar itu, terdapat lubang yang teksturnya mirip sekali seperti kemaluan perempuan dan itu merupakan tempat di mana penis di masukkan ketika alat itu digerakkan naik-turun menggunakan tangan kanan.

Seusai melakukan onani dan mencapai pelepasan, Dalvin berniat membersihkan tenga lalu mengambil tisu guna menyeka ujung penis. Sialnya, tiba-tiba ada seseorang masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu di saat Dalvi belum mematikan video porno dan berteriak kelewat ceria.

"Dalvin, gue ... !"

Posisi Dalvin memang membelakangi pintu, tapi dia sudah pasti panik sebab masih belum mengenakan celananya. Karena sudah tak mampu berpikir jernih, Dalvin tak sengaja menjatuhkan tenga ke lantai hingga spermanya berceceran di lantai. Dia juga buru-buru menutup layar laptop, namun sayang, suara desahan erotis perempuan masih terdengar.

Airin, sepupu Dalvin yang baru sampai dan awalnya berniat menyapa, langsung membeku di tempat bersama dengan Raras di ambang pintu. Dua perempuan berbeda generasi itu sama-sama mematung di tempat tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Lelaki itu jelas merasakan malu setengah mati. Dia langsung berteriak seraya menahan tangis.

"SUDAH GUE BILANG JANGAN MASUK KAMAR TANPA KETOK PINTU!!!"

***

18.37

Di ruang tamu, Dalvin berdiri tanpa bisa mengangkat wajah yang merah padam di saat Raras dan Airin duduk di sofa. Airin merasa sangat canggung--penyesalan menyelimuti sesudah melewati situasi yang tak seharusnya dilihat ataupun diingat. Biasanya ketika masuk ke kamar Dalvin tanpa mengetuk pintu, Dalvin tidak akan melakukan sesuatu yang tak senonoh. Dalvin hanya rebahan di ranjang sambil membaca komik jepang sewaan.

"Sekarang Mama jadi tahu kenapa kamu nggak mau menikah." ucap Raras tanpa memikirkan betapa malunya Dalvin atau canggungnya Airin.

Kedua alis Dalvin bertaut dalam. Kepalanya mendongak cepat dan menyahut, "Mama apaan, sih! Ada Airin di sini! Mama mending kalau--"

"Dengar, Dalvin, alat tenga-tenga itu nggak bisa mengandung anak kamu meskipun sudah kamu buahi!"

'FAKKKK,' Dalvin berteriak frustrasi. Wajahnya kian merah--balapan dengan warna merah kepiting rebus. Marah, malu, geram, benci; Dalvin sudah tidak bisa mendeskripsikan semua itu. 'Mending gue mati sekarang daripada harus lihat Airin lagi besok demi Tuhan. Lagian Airin masuk gak ketuk pintu. Tai banget dah ah!'

Airin tidak nyaman.

Sejujurnya, Airin datang berkunjung hanya untuk mengajak Dalvin makan malam bersama di luar sekaligus meminta Dalvin membantu memilih hadiah untuk ulang tahun Arsen mendatang. Mereka sangat dekat. Sama halnya dengan jarak rumah mereka yang hanya berbeda gang saja.

"Terserah aku, aku kan sudah dewasa," sergahnya. Berusaha tak mempedulikan ucapan Raras serta mengesampingkan rasa malu. "Hak aku mau beli atau pakai apa aja. Lagian itu pakai uangku sendiri dan itu nggak ada hubungannya sama aku mau menikah atau enggak."

"Ya meskipun sudah dewasa masa mau buang-buang bibit anak bangsa sembarangan?"

Malu Dalvin berlipat-lipat sampai dia tak tahu harus menyahut apa lagi pada Raras. Maksud Dalvin, bagaimana bisa dia dimarahi soal hal ini di depan orang lain? Orang yang sering ditemui setiap hari pula.

"Nggak tau ah, terserah Mama!" cecar Dalvin penuh emosi tanpa repot menyembunyikan ekspresi wajah yang tak bersahabat. Dalvin menuju ke kamar; memasukkan beberapa pakaian untuk beberapa hari ke dalam tas ransel. Saat berbenah, Dalvin melihat spermanya yang masih berceceran di lantai lalu segera membersihkannya menggunkan tisu kering.

Dalvin semakin yakin bahwa dia memang harus segera hidup sendirian agar bebas dari tuntutan ini-itu.

Ketika kembali ke ruang tamu, Raras jelas tampak kebingungan bukan main. Airin juga langsung berdiri dari tempat duduk akibat merasa bersalah.

"Mau apa kamu bawa baju segala?" tanya Raras. Nadanya setengah mengancam. Dalvin balin mendelik galak. "Mau nginap di rumah temen biar bisa bebas dari Mama sama Airin!"

"Dalvin!"

Sebelum benar-benar pergi dari tempat itu, pertahanan Dalvin nyaris runtuh--air matanya hampir jatuh akibat hari yang begitu buruk untuknya. Dia menunjuk Airin menggunakan jari telunjuk sambil berkata penuh kebencian, "Lo ya jangan masuk ke kamar orang sembarangan lagi!"

***

20.30

"Ah, gue mau tidur di mana ini?" Dalvin bertanya pada diri sendiri saat berada di dalam mobil. Sejak tadi dia terus memikirkan harus pergi ke mana, karena tak memiliki tempat tujuan. Kalaupun menginap di rumah teman pun tak enak, karena pasti mereka masih tinggal bersama orang tua atau bersama istri.

"Airin kampret, masuk ke kamar segala nggak ketuk pintu lagi. Gue mana tahu dia datang segala ke rumah. Biasanya ngabarin, ini malah enggak. Nggak sopan. Gue perlu bilangin berapa kali sih biar ucapan gue tuh nyantol di otaknya?"

Dalvin bermonolog seorang diri. Mengomel atas tingkah laku Airin yang sama menjengkelkannya seperti Biya.

Kepala Dalvin ingin pecah dan di saat-saat seperti ini, dia mengeluarkan dot bayi yang selalu dibawa ke mana-mana dalam keadaan bersih tentunya.

'Hidup gue bakal gimana ini, Tuhan?'

Comments (1)
goodnovel comment avatar
yenyen
ngapa g di kunci kamar lo dodoll!!!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status