"Pak Dalvin nggak mau ke rumah sakit aja?"Dalvin sungguh tak nyaman. Situasi saat ini membuatnya ingin segera kabur dan pulang saja ke hotel. Pasalnya, setelah dipukul oleh Ethan, Dalvin langsung ditarik masuk ke rumah oleh Biya--dipaksa duduk di sofa ruang tamu lalu sekarang tiga orang mengamatinya lekat-lekat dengan sorot yang berbeda, ada yang: menatap khawatir, bingung bercampur penuh tanya, serta ingin bertanya dan membutuhkan jawaban sesegera mungkin."Saya baik-baik aja. Nggak perlu sampai ke rumah sakit segala," balas Dalvin tanpa mengangkat kepala. Menghindari kontak mata dengan semua anggota keluarga yang ada di hadapannya. Dia kelihatan canggung sekali, terutama saat mendadak Biya duduk di sampingnya."Saya beneran baik-baik aja," dia mengulangi sekali lagi. Mendorong Biya menjauh untuk menjaga jarak. "Malah harusnya mantan pacar kamu yang dibawa ke rumah sakit."Dalvin serius.Sejujurnya, Dalvin sama sekali tak menyentuh Ethan. Sedikit pun. Mala
29 Januari 2019Memangnya aku membawa sial ya untuk Pak Dalvin? Aku mencoba memahami sejak beberapa hari lalu setelah memilih tidak membalas pesan darinya lagi. Di kantor, aku menghindari kontak mata dengannya, karena takut membuat suasana hati Atasanku itu memburuk. Pak Dalvin baik pada semua orang, kecuali padaku dan itu sangat kentara sampai Maya selalu mempertanyakan kebenaran yang kusampaikan waktu itu."Are you okay?" Maya bertanya ketika kami duduk di kantin. Dia menikmati makan siang, sedangkan aku tidak. Bagaimana aku bisa menikmati semangkuk bakso kalau selama bekerja Pak Dalvin sejudes itu? Karyawan lain sampai mencuri pandang berulang kali ke arahku. "Lo sama Pak Dalvin pas itu beneran ketemu di jalan terus dia inisiatif anterin lo? Itu beneran apa bohongan? Soalnya pas itu gue lihat, dia marah banget ke lo sampai kaya pengen jeblosin ke penjara gitu. Terus dari kemarin juga jahat banget ke lo walaupun jahatnya ya enggak ngasih kerjaan setumpuk dan lewat tatapan mata sama
14 Mei 2015 14.30 Gama sudah lama sekali magang sejak masih menjadi mahasiswa di perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur tersebut. Gama bahkan sudah ditarik untuk menjadi salah satu anggota permanen di bagian Human Resource Development karena kinerja yang baik serta memadai. Tapi, karena Gama tak terlalu suka bekerja menjadi HRD tetap, mencari pengalaman lebih luas, serta masih ingin menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dia memutuskan untuk menjadi HRD panggilan tiap ada sesi perekrutan karyawan baru dan itu disetujui oleh kepala HRD. Tak hanya di perusahaan ini, tapi juga di beberapa perusahaan lain yang membutuhkan jasanya. Hari ini, ada sesi perekrutan karyawan baru—Gama telah meninjau semua berkas para pelamar sebelum wawancara berlangsung. Mata sipit lelaki dengan paras rupawan itu mengamati satu portofolio seorang perempuan yang tampak menarik. Kemudian, tiba saat perempuan itu masuk ke dalam ruangan, mengucapkan salam yang sangat sopan, lalu duduk tepat di
23 Agustus 2015Jari-jari panjang Gama bergerak menelusuri lemari, mencari setelan jas hitam yang biasanya dia kenakan untuk menghadiri acara pernikahan. Gama baru saja selesai mandi--rambut hitam legamnya masih basah--menyebabkan si Kakak Perempuannya mengomel begitu melangkah masuk ke dalam kamar."Rambut lo dikeringin dulu!" Celine memukul pelan punggung Gama. Perempuan bermata sipit yang memiliki kecantikan serta karisma kuat bak pemimpin itu mendengus sebal usai melihat Gama yang hanya nyengir. "Lo mau pakai jas itu lagi? Serius, deh, ayo lo kapan-kapan ikut gue ke toko baju buat cari setelan baru."Gama menggelengkan kepala cepat sembari tertawa lucu. Dia menanggalkan jas hitam itu dari hanger kemudian menyahut, "Males ah. Kalau sama Cece, komentarnya setengah jam sendiri. Udah gitu harus nyoba-nyoba baju lain sampai dapat yang kualitas sama harga yang klop."Celine mencebikkan bibir. Sudah hapal sekali pada kalimat balasan Gama tiap kali diajak mencari pakaian baru. Dia menjita
20.05 “May, sumpah, gue sama Pak Dalvin beneran nggak ada hubungan.” Bibir Biya sudah lelah dan sekarang dia mempertanyakan ‘berapa kali gue harus ngejelasin ke Maya?’. Biya sudah berusaha sebaik mungkin untuk mengolah kata-kata agar Maya percaya, tapi ujungnya Maya mengatakan jika Biya tengah berbohong. Buat apa berbohong mengenai hubungannya dengan Dalvin? Dia memiliki hubungan dengan beliau saja tidak! “Aduh, pokoknya kalau kalian backstreet tenang aja,” Maya mengibas-ngibaskan tangan centil seolah enggan menerima penjelasan lebih jauh dan memilih tutup telinga. Dia mengudarakan tawa kecil penuh jenaka yang sukses membuat Biya mendesah lelah. Maya sungguh terlihat seperti ibu-ibu yang senang sekali menggosip di kompleks perumahan. “Pokoknya gue bakal jaga rahasia kalian. Nggak papa. Terusin aja. Gue dukung. Tapi, Pak Dalvin judesin lo tuh gegara kalian lagi bertengkar ya?” “Sudah dibilang gue sama Pak Dalvin tuh nggak ada hubungan apa-apa..” “Duh, iya, iya,” Maya kembali mengu
1 Februari 201906.25[Gama: Ce Biya, semoga hari ini baik ya buat lo][Biya: Thankyou. Lo juga ya :)]"Lo tumben deh bawa bekal ke kantor?" ketika bersiap berangkat ke kantor, Maya melirik ke arah kotak bekal berwarna biru muda yang tutupnya berbahan plastik tembus pandang yang ada di atas meja makan. Nasi goreng. Maya sering mengkonsumsi masakan Biya dan dia tak perlu meragukan seenak apa rasanya.Hanya saja yang Maya pertanyakan adalah 'tumben sekali?'. Biya bukan tipe orang yang suka membawa bekal, kecuali jika dia benar-benar ingin berhemat. 'Apa keuangan Biya lagi agak sulit ya?' Maya menyipitkan matanya curiga bercampur penasaran sebelum akhirnya memperoleh jawaban ngawur dan bertanya, "Semalam lo abis teleponan sama Gama. Jangan-jangan ini lo bawain buat dia, ya?!"Biya merapikan rambut hitam legamnya dan sesekali mencuri pandang ke arah Maya yang kelihatan menanti jawaban. Biya tahu bahwa dia tidak mungkin memberi jawaban jujur, jadi dia memilih sok sibuk mengenakan kaus kaki
18.15"Kok baru pulang? Selama ini kamu tinggal di mana?"Pertanyaan dari Raras menghujani Dalvin yang baru saja menginjakkan kaki di rumah setelah berminggu-minggu tidur di hotel murah. Rahang Dalvin mengeras seiring dengan langkahnya yang kian dalam ke rumah. Dia enggan bicara dan menatap Ibunya sendiri akibat kejadian memalukan di hari itu."Dalvin!" Raras kembali memanggil. Suaranya menyakiti gendang telinga sang pemilik nama. "Mama lagi bicara sama kamu. Lihat Mama kalau lagi bicara!""Males, Mama pasti ujungnya bahas nikah lagi."Dalvin berlalu masuk ke kamar, berniat mengemas seluruh pakaian serta barang-barang yang dirasa butuh--memasukkannya ke dalam tas jinjing besar berwarna abu-abu. Dalvin telah menemukan tempat tinggal yang sesuai walau memang tak terlalu besar. Dalvin ingin segera pergi dari rumah, karena tidak mau lagi mendengar paksaan dari Raras yang sungguh mengganggu."Kamu mau ke mana bawa baju-baju kamu?" suara Raras kian meninggi. Terdengar benar-benar marah pada
2 Januari 201907.45"Pak, ini ... "Biya mencoba tidak menunjukkan emosi berlebihan di depan Dalvin ketika menyerahkan kotak bekal berwarna hijau muda pagi ini. Biya juga mencoba tetap menjaga kontak mata supaya tak terlihat gugup walau tak sepenuhnya berhasil. Pagi ini, mereka bertemu di depan tangga darurat lantai enam yang sangat sepi. Dan sesuai dengan permintaan Dalvin kemarin, Biya memasak beberapa nugget dan memberi nasi putih cukup banyak."Nugget?" tanya Dalvin memastikan saat menunduk. Matanya mengamati kotak bekal yang tutupnya berbahan plastik namun tidak tembus pandang sehingga Dalvin tidak bisa melihat langsung isinya. Dalvin memperoleh satu anggukan tegas dari Biya. Dalvin jelas tidak percaya begitu saja dan malah bertanya, "Isinya bukan kondom sama nasi, kan?"Biya hampir tersedak oleh air ludah sendiri saat Dalvin melempar tatapan curiga bercampur meremehkan. Biya menggelengkan kepala kuat, wajahnya memerah, dan pelan-pelan dia menundukkan kepala karena tidak sanggup