1 Februari 201906.25[Gama: Ce Biya, semoga hari ini baik ya buat lo][Biya: Thankyou. Lo juga ya :)]"Lo tumben deh bawa bekal ke kantor?" ketika bersiap berangkat ke kantor, Maya melirik ke arah kotak bekal berwarna biru muda yang tutupnya berbahan plastik tembus pandang yang ada di atas meja makan. Nasi goreng. Maya sering mengkonsumsi masakan Biya dan dia tak perlu meragukan seenak apa rasanya.Hanya saja yang Maya pertanyakan adalah 'tumben sekali?'. Biya bukan tipe orang yang suka membawa bekal, kecuali jika dia benar-benar ingin berhemat. 'Apa keuangan Biya lagi agak sulit ya?' Maya menyipitkan matanya curiga bercampur penasaran sebelum akhirnya memperoleh jawaban ngawur dan bertanya, "Semalam lo abis teleponan sama Gama. Jangan-jangan ini lo bawain buat dia, ya?!"Biya merapikan rambut hitam legamnya dan sesekali mencuri pandang ke arah Maya yang kelihatan menanti jawaban. Biya tahu bahwa dia tidak mungkin memberi jawaban jujur, jadi dia memilih sok sibuk mengenakan kaus kaki
18.15"Kok baru pulang? Selama ini kamu tinggal di mana?"Pertanyaan dari Raras menghujani Dalvin yang baru saja menginjakkan kaki di rumah setelah berminggu-minggu tidur di hotel murah. Rahang Dalvin mengeras seiring dengan langkahnya yang kian dalam ke rumah. Dia enggan bicara dan menatap Ibunya sendiri akibat kejadian memalukan di hari itu."Dalvin!" Raras kembali memanggil. Suaranya menyakiti gendang telinga sang pemilik nama. "Mama lagi bicara sama kamu. Lihat Mama kalau lagi bicara!""Males, Mama pasti ujungnya bahas nikah lagi."Dalvin berlalu masuk ke kamar, berniat mengemas seluruh pakaian serta barang-barang yang dirasa butuh--memasukkannya ke dalam tas jinjing besar berwarna abu-abu. Dalvin telah menemukan tempat tinggal yang sesuai walau memang tak terlalu besar. Dalvin ingin segera pergi dari rumah, karena tidak mau lagi mendengar paksaan dari Raras yang sungguh mengganggu."Kamu mau ke mana bawa baju-baju kamu?" suara Raras kian meninggi. Terdengar benar-benar marah pada
2 Januari 201907.45"Pak, ini ... "Biya mencoba tidak menunjukkan emosi berlebihan di depan Dalvin ketika menyerahkan kotak bekal berwarna hijau muda pagi ini. Biya juga mencoba tetap menjaga kontak mata supaya tak terlihat gugup walau tak sepenuhnya berhasil. Pagi ini, mereka bertemu di depan tangga darurat lantai enam yang sangat sepi. Dan sesuai dengan permintaan Dalvin kemarin, Biya memasak beberapa nugget dan memberi nasi putih cukup banyak."Nugget?" tanya Dalvin memastikan saat menunduk. Matanya mengamati kotak bekal yang tutupnya berbahan plastik namun tidak tembus pandang sehingga Dalvin tidak bisa melihat langsung isinya. Dalvin memperoleh satu anggukan tegas dari Biya. Dalvin jelas tidak percaya begitu saja dan malah bertanya, "Isinya bukan kondom sama nasi, kan?"Biya hampir tersedak oleh air ludah sendiri saat Dalvin melempar tatapan curiga bercampur meremehkan. Biya menggelengkan kepala kuat, wajahnya memerah, dan pelan-pelan dia menundukkan kepala karena tidak sanggup
18.45Seumur hidup, Dalvin tidak pernah membayangkan ikut pergi mendadak bersama 'pasangan' yang memaksanya ikut pergi nonton bioskop. Dalvin sudah mengatakan kalau dia hendak pulang dan ingin makan malam, tapi lelaki itu--Gama--mengajak dengan senyum sok bersahabat di mata Dalvin. Apalagi Biya ikut menimpali, "Ayo, ikut aja, Pak. Lagian tiketnya sisa satu. Maya juga nggak bisa pergi. Sayang tiketnya."Dalvin menghela napas panjang saat melangkahkan kaki turun dari mobil Gama. Sepanjang perjalanan ke mall tadi, keadaan sangat canggung, karena Biya duduk di belakang di saat Dalvin duduk di depan bersama Gama yang mengemudi. Gama dan Dalvin bagaikan dua sejoli yang tengah bertengkar lalu belum berbaikan akibat gengsi.Dalvin jadi bersyukur, karena dia mampir ke apartemen Biya menggunakan pakaian layak. Tadi, Dalvin hampir berangkat hanya menggunakan hoodie, celana pendek, dan sandal jepit saja. Dalvin beruntung, karena berangkat menggunakan baju hitam polos serta celana jeans berwarna s
18.15"Ce, makasih ya tadi sudah nemenin ke Sephora. Mau popcorn, nggak? Gue traktir."Aku mendongakkan kepala; menatap papan menu bioskop yang dihiasi berbagai jenis camilan, makanan, dan juga minuman. Aroma gurih dan manis menyeruak memasuki hidung--sukses membuat perutku tergugah. Gama berdiri di sampingku, berbincang dengan perempuan penjaga kasir yang tampak terpesona akan penampilannya. Sedangkan Pak Dalvin? Dia sibuk sendiri memainkan ponsel di belakang kami seolah menunjukkan bahwa dia enggan diajak bicara."Popcorn ukuran gede gimana? Dibagi bertiga?" tanyaku menawarkan sembari menatap matanya yang jernih. Aku ikut tersenyum saat melihat senyum manisnya. "Gue bisa split bill sama lo, soalnya harganya juga lumayan. Gue juga ke sini numpang sama lo.""No, this my treat. Nggak papa."Tapi, sebelum benar-benar membeli popcorn ukuran besar, aku ingin memastikan dulu pada Pak Dalvin. Takutnya dia tidak mau makan popcorn. Iya, kan? Alhasil, aku meminta waktu sebentar pada penjaga k
8 Februari 201907.59[Airin Callista: Lo sampai kapan mau pundung? Dicariin sama Tante Raras tau. Gitu-gitu mereka orang tua lo. Gue juga sudah minta maaf bolak-balik, tapi cuma lo baca doang....][Airin Callista: Lo juga pake nitip hadiah lewat Biya segala. Gue minta maaf banget soalnya bikin lo malu. Salah gue ga ketuk pintu pas itu. Lo pulang dong, kasihan Tante Raras sama Om Adam. Gue harus apa biar lo mau maafin gue? Mau gue kayang di depan monas?]Dalvin lagi-lagi hanya mendiamkan pesan dari Airin yang menghiasi layar ponsel. Dalvin terlalu malas menghadapi mereka, terutama Raras, yang pasti akan mengomel tanpa henti serta mempermalukan dirinya di depan orang-orang. Dalvin sudah terlalu nyaman tinggal seorang diri setelah pergi dari rumah. Ditambah lagi, dia telah menemukan rumah yang harganya sesuai serta pas dengan tabungannya saat ini.Dalvin menghela napas panjang saat meletakkan ponsel di atas meja kerja dan melirik ke arah bawah--ada kotak bekal lagi, yang entah apa isiny
9 Februari 201916.30[Gama: Ce Biya, Pak Dalvin gapapa? Gue baru denger dari Dimas, katanya si bos lo jatuh keras banget gegara kepeleset air di lantai satu][Biya: Nggak papa kok. Pak Dalvin cuma malu aja sampe harus dibantu digotong gitu masuk ke mobil sama satpam]Sedetik setelah membalas pesan dari Gama, nama si lelaki langsung menghiasi layar ponsel Biya. Biya menggeser tombol berwarna hijau; menerima panggilan telepon dari Gama merupakan suatu hal yang sudah biasa untuknya sekarang. Gama rajin sekali menanyakan kabar serta keadaan, sampai tiap ada masalah, Biya otomatis teringat pada Gama untuk bercerita.["Lo serius dia digotong?"] sangat kentara jika Gama tengah menahan tawa dari suaranya. Gama melanjutkan, ["Pas itu lo ada di lokasi, nggak, sih? Dimas ngomong gitu juga ke gue."]Biya mengudarakan tawa setelah mendengar suara Gama. Dia bisa membayangkan jelas bagaimana wajah lelaki itu sekarang. Biya mengangguk-anggukkan kepala meski tahu Gama tak bisa melihatnya melalui samb
"Lo sampai kapan mau menghindari Airin? Malam ini, ayo ketemu di mekdi mumpung dia lagi ngidam makan itu."Akibat kesialan yang selalu menimpa, Dalvin takut bertemu dengan semua orang. Dia terlalu malu untuk sekadar bernapas atau berdiri tegak di tempat-membuat semua hal terasa memuakkan seolah segala hal yang ada di dunia menyebabkan kemarahan luar biasa.Termasuk saat ini.Kenapa juga Dalvin mau menemui mereka? Dalvin masih belum bisa menatap Airin meski sebulan telah lewat. Kejadian hari itu sungguh menyesakkan, karena Dalvin jadi sulit tidur akibat rasa malu yang kelewat mendalam. Tak apa apabila terciduk menyanyi atau menari, tapi masturbasi? Siapa pun jelas pasti malu tujuh turunan!Di ambang pintu berbahan kaca yang bisa langsung melihat ke arah dalam resto, Dalvin memandang Airin dan Arsen yang terlihat sudah menunggu; mereka duduk di meja bagian tengah di saat meja lain sudah terisi oleh orang lain. Jemarinya menggenggam erat gagang pintu kala dia masih bergelut dengan pikira